Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

GEOMORFOLOGI PAPUA

Dosen Pengampu :
Bayu Wijiyanto S.pd. , M.pd.

Disusun Oleh :
Fauzi ( 20136098 )
Habib Muhammad Syawal (20136044 )

Seksi : 202021360058
Matkul : Geomorfologi Indonesia
Hari/Jam : Rabu, 16:20-18:00

GEOGRAFI NK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021/2022
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130° 19’BT – 150° 48’
BT dan 10° 19’ LS – 10° 43’ LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Irian
Jaya merupakan ekspresi permukaan dari batas utara deformasi blok Kontinen
Australia dan Lempeng Pasifik.
Kenampakan Pulau Papua digambarkan sebagai seekor burung yang terbang
ke arah barat dengan mulut terbuka. Pulau papua merupakan daerah yang sangat
kompleks secara geologi yang melibatkan interaksi antara 2 lempeng, yaitu lempeng
Australia dan lempeng Pasifik. Struktur tertua di Papua berasal dari pergerakan
lempeng pada Zaman Paleozoikum dan hanya terdapat sedikit data yang terekam yang
dapat menjelaskna fase tektonik pulau tersebut. Geologi Papua dipengaruhi oleh dua
elemen tektonik yang saling bertumbukan dan serentak aktif pada zaman
Kenozoikum. Adanya aktivitas tektonik pada zaman Miosen Akhir menyebabkan pola
struktur pada pulau ini menjadi sangat rumit dan khas. Fase tektonik pada zaman
tersebut menyebabkan terjadinya orogenesa melanesia dan telah membentuk fisiografi
Papua yang ada saat ini.
Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Papua menjadi 3 bagian utama
yaitu: Bagian Kepala Burung, bagian Tubuh Burung dan bagian Ekor Burung dan
beberapa pendapat lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah geomorfologi Pulau Papua ?
2. Bagaimanakah geomorfologi Kepulauan Aru dan Crhistmast ?
3. Bagaimana morfoekologi pulau papua ?
C. Tujuan
1. Mengetahui geomorfologi Pulau Papua.
2. Mengetahui geomorfologi Kepulauan Aru dan Crhistmast.
3. Morfoekologi pulau papua.
PEMBAHASAN

A. Geomorfologi Pulau Papua


1. Keadaan Geomorfologi Papua
Secara astronomis, Pulau Papua terletak pada 0°19' LU – 10°43' LS dan
130°45' – 150°48' BT, mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. Secara
administratif pulau ini terdiri dari Papua sebagai wilayah RI dan Papua Nugini
yang terletak di bagian timur.

Kawasan Papua terbentuk dari interaksi Lempeng Australia dan Pasifik yang
menghasilkan bentukan yang khas. Menurut Pigram dan Davies (1987), Konvergensi
dan deformasi bagian tepi utara Lempeng Australia yang berada di bagian timur
Papua New Guinea dimulai sejak Eosen hingga sekarang.

Fisiografi di Papua di bagi menjadi 3 bagian yaitu:


a. Kepala Burung dan Leher
Sejajar dengan pantai utara, pada bagian kepala terdapat rangkaian
pegunungan yang membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari.
Sehingga wilayah terbagi menjadi bagian utara dan selatan oleh depresi
memanjang. Rangkaian utama tersusun dari batuan volkanis Neogen dan Kuarter
yang diduga masih aktif atau volkan Umsini pada tingkat solfatar. Rangkaian
selatan terdiri dari sedimen tersier bawah dan per-tersier yang terlipat kuat.
Arahnya timur-barat, kemudian melengkung ke selatan sampai Pegunungan Lima.
Bagian utara kepala dipisahkan terhadap bagian selatan (Bombarai) oleh teluk
Macculer yang luas tetapi dangkal, karena sedimentasi yang besar dan ditandai
dangkalan yang berisi pulau-pulau, parit-parit, dan bukit-bukit yang terpisah-
pisah.

b. Batang atau Daratan Utama


Bagian barat pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-
tenggara yang sejajar satu sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari
tanah rendah dan bukit-bukit, yaitu depresi Memberamo-Bewani yang sebagian
jalin-menjalin dengan jalur pantai utara daratan utama. Depresi tersebut membujur
dari pantai timur teluk Geelvink di sepanjang danau Rambebai dan Sentani sampai
ke pantai Finch dengan Aitape. Di sebelah selatan depresi ini terdapat rangkaian
pegunungan kompleks yang disebut rangkaian Pembagi Utara.
Rangkaian Pembagi Utara ini merupakan deretan pegunungan dan
pegunungan yang terletak di antara teluk Geelvink di bagian barat dan muara
sungai Sepik di bagian timur. Di bagian barat terdapat Puncak Dom (1.340 m) ke
arah timur pegunungan Van Res yang secara melintang terpotong oleh Sungai
Memebramo yang diikuti oleh Pegunungan Gauttier (>1.000 m), Pegunungan
Poya, Karamor, dan Bongo. Di sebelah selatan Pegunungan Cyclops terdapat
sebuah sumbu depresi. Bagian barat didominasi oleh pegunungan tengah, dataran
pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan selatan berupa dataran dan rawa
pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit
dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar
dengan relief rendah sampai sedang.

c. Bagian Ekor
Mulai 143,5o BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-
tenggara. Bagian timur menunjukan beberapa bentang alam yang berbeda dengan
dataran utama. Di antara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah terbentang
sebuah depresi yang ditandai oleh lembah-lembah Ramu dan Markham. Ke arah
timur zona ini melintas sampai Teluk Huon dan rangkaian tengah, dimana
rangkaian Victoi Emanuel merupakan bagian yang relatif sempit dari sistem
Pegunungan Lengan Papua.
Perbedaan antara rangkaian tengah di bagian barat daratan utama pada suatu
pihak dan bagian timur serta ekor di pihak lain adalah dibentuk oleh perluasan
volkanisme Tertier dan Kuarter di bagian timur tersebut. Pada bagian utara
geantiklinal terdapat unsur volkan lain, seperti Gunung Lamington, Trafalgal,
Victory Goropu, dan Gunung Dayman. Jalur vulkanis membujur sejajar sampai ke
ujung tenggara ekor Papua. Jalur tersebut merupakan zone dalam yang volkanis
dari sistem orogen, sedangkan zone luar yang tidak vulkanis merupakan pulau-
pulau Trobriand dan Eoodlark yang terletak sampai di sebelah utaranya.
2. Jalur Sesar dan Lipatan
Berikut ini adalah gambar jalur sesar dan lipatan yang ada di Papua yang
kelompok temukan.

a) Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG)


JSNNG merupakan Jalur Lasak Irian (jalasir) yang sangat luas, terutama di
daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona yang ada di
daerah sebelah timur New Guinea yang menerus kearah barat dan dikenal sebagai
Jalur Sesar Naik Pegunungan Tengah (JSNPT). Zona JSNNG – JSNPT
merupakan zona interaksi antara Lempeng Australia dan Pasifik. Lebih dari
setengah bagian selatan New Guinea ini dialasi oleh batuan yang tak
terdeformasikan dari kerak benua. Zone JSNPT di utara dibatasi oleh sesar Yapen
dan sesar Sungkup Mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar Benawi Torricelli dan
di selatan oleh sesar Naik Foreland. Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini
diduga aktif sebelum orogen Melanesia.

b) Jalur Sesar Naik Pegunungan Tengah (JSNPT)


JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan
panjang 100 km, menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya
dicirikan oleh kerak benua yang terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah
menyeret batuan alas yang berumur perm, batuan penutup berumur mesozoikum
dan batuan sedimen laut dangkal yang berumur tersier awal ke arah selatan. Di
beberapa tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan litologi yang paling
dominan di JSNPT ialah batugamping New Guinea dengan ketebalan mencapai
2.000 m. Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat
intensif dan kuat dengan komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga
menghasilkan beberapa jenis antiklin dengan kemiringan curam bahkan sampai
mengalami pembalikan (overtuning). Proses ini juga menghasilkan sesar balik
yang bersudut lebar (reserve fault). Penebalan batuan kerak yang diduga terbentuk
pada awal pliosen ini memodifikasi bentuk daerah JSNPT. Periode ini juga
menandai kerak yang bergerak ke arah utara, membentuk sesar Sungkup
Mamberamo (The Mamberamo Thrust Belt) dan mengawali alih tempat gautier
(The Gautier Offset).

c) Jalur Sesar Naik Mamberamo


Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak
dan sesar geser (shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi
mamberamo dan batuan kerak Pasifik yang ada di bawahnya. William, (1984)
mengenali daerah luas dengan pola struktur tak teratur. Di sepanjang jalur sesar
sungkup dijumpai intrusi poton-poton Batuan Serpih (shale diapirs) dengan radius
seluas 50 km, hal ini menandakan zona lemah.

d) Zona Sesar Sorong


Batas lempeng Pasifik yang terdapat di Papua barat berupa sesar ke kiri yang
dikenal dengan sistem sesar Sorong-Yapen. Zona sesar ini lebarnya 15 km dengan
pergeseran diperkirakan mencapai 500 km (Dow, 1985). Sesar ini dicirikan oleh
potongan-potongan sesar yang tidak teratur, dan dijumpai adanya bongkahan
beberapa jenis litologi yang setempat dikenali sebagai batuan bancuh. Zona sesar
ini di sebelah selatan dibatasi oleh kerak kontinen tinggian Kemum dan sedimen
cekungan Salawati yang juga menindih kerak di bagian barat. Di utara sesar geser
ini ditutupi oleh laut, tetapi di pantai utara menunjukkan harga anomali positif
tinggi. Hal ini menandakan bahwa dasar laut ini dibentuk oleh batuan kerak
samudera. Lima kilometer kearah barat daya batuan kerak Pasifik tersingkap di
Pulau Batanta, terdiri dari lava bawah laut dan batuan gunung api busur
kepulauan.
Peredaran beberapa ratus kilometer dari Zona Sesar Sorong-Yapen pertama
kali dikenal oleh Visser Hermes (1962). Adalah sesar ke kiri dan berlangsung
sejak miosen tengah. Kejadian ini didukung oleh bergesernya anggota batu serpih
formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang telah terseret sejauh 260 km dari
tempat semula yang ada di sebelah timurnya dan hadirnya blok batuan vulkanik
alih tempat (allochtonous) yang berumur miosen tengah sejauh 140 km di daerah
batas barat laut Pulau Salawati (Visser & Hermes, 1962).

e) Zona Sesar Wandamen


Sesar Wandamen (Dow, 1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar
Ransiki ke utara dan membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung
memanjang ke barat daya Pantai Sasera, dan dari zona kompleks sesar yang
sajajar dengan leher burung. Geologi daerah zona sesar Wandamen terdiri dari
batuan alas berumur paleozoikum awal, batuan penutup paparan dan batuan
sedimen yang berasal dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh zona
dislokasi dengan lebar sampai ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat
curam dan zona perlipatan isoklinal.
Perubahan zona arah sesar Wandamen dari tenggara ke timur di tandai
bergabungnya sesar-sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya
alih tempat (allochtonous) yang tidak luas tersusun oleh batuan sedimen
Mezozoic. Di atas satuan ini diendapkan kelompok batugamping New Guenia.
Jalur Sesar Wandamen dan sesar sungkup lainnya di zona ini merupakan bagian
dari barat laut JSNPT.

f) Jalur Lipatan Lengguru


Jalur lipatan lengguru adalah merupakan daerah bertopografi relatif rendah
dan jarang yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini
dicirikan oleh pegunungan dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50
km, batuanya tersusun oleh batu gamping New Guenia yang resistan. Jalur lipatan
ini menempati daerah segitiga leher burung dengan panjang 3000 km dan lebar
100 km di bagian paling selatan dan lebar 30 km di bagian utara. Termasuk di
daerah ini adalah batuan paparan sedimen klastik mesozoikum yang secara selaras
ditindih oleh batugamping New Guinea (Kapur Awal Miosen). Batuan penutup ini
telah mengalami penutupan dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal
dengan thin skin deformation, berarah barat laut dan hampir searah dengan posisi
leher burung. Intensitas perlipatan tersebut cenderung melemah ke arah utara zona
perlipatan dan meningkat kearah timur laut yang berbatasan dengan Zona Sesar
Wandemen (Dow, 1984)
JLL adalah kerak benua yang telah tersungkup-sungkupkan ke arah barat daya
di atas kerak benua Kepala Burung (subduksi menyusut atau oblique subduction).
Jalur ini telah mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-80 km). Porsi bagian
tengah dari JLL ini terlipat kuat sehingga menimbulkan pengerutan. Dow (1985)
menyarankan pengkerutan kerak (crustal shortening) ini sebesar 40-60 km.
diperkirakan proses pemendekan tersebut masih berlangsung hingga sekarang.
Jalur JLL di sebelah timur dibatasi oleh sesar Wandamen di selatan oleh sesar
Tarera Aiduna dan dibagian barat oleh sesar Aguni. Hal ini dapat menutup
kemungkinan bahwa jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon jenis struktur
yang melibatkan batuan alas akibat gaya berat memampat.

3. Geomorfologi Irian Jaya Menurut Van Bemmelen


Secara fisiografis P. Irian Jaya dari utara keselatan dibagi kedalam lima unit
sebagai berikut : (Van Bemmelen, 1949, 713).
a. Pantai utara yang merupakan batas selatan Blok Melanesia.
b. Trough Mamberamo-Bewani, yang terletak antara batas selatan Malanesia
dengan pegunungan di selatannya. Depresi geosinklin ini membentang dari
pantai Waropen barat sampai ke Matapau di Timur.
c. Pegunungan utara, terdiri dari batuan metamorfik dan batuan beku
berumur pre-tertier dan secara tidak merata tertutup oleh limestone
berumur tertier bawah. Pegunungan ini mulai terangkat pada miosen
bawah.
d. Depresi median, depresi ini terletak antara dataran pantai dan pegunungan
di bagian tengah.
e. Pegunungan tengah yang bersalju. Daerah ini terdiri dari endapan
geosinklin pretertier dan intrusi batuan beku, kemudian disusul oleh
(ditutup) endapan berumur paleogen dan miosen bawah. Pegunungan
tengah ini benar-benar terangkat keatas permukaan laut pada paleogen
akhir. Puncak tertingginya (5000 meter) berada di tepi selatan komplek
Pegunungan Nasau dan Pegunungan Orange (Nasau range and Orange
range). Adapun komplek pegunungan ini memiliki lebar 100-150 Km.
Dari batas selatan ini ke arah utara ketinggiannya mulai menurun dan
membentuk beberapa lembah dan pegunungan yang sejajar. Di batas utara
pegunungan tengah ini memiliki ketinggian tertinggi 4050 m yaitu di
puncak Dormant.
f. Depresi digul-Fly. Sebagai kompensasi terhadap adanya pengangkatan di
bagian tengah maka bagian selatan pulau Irian mengalami penurunan di
sepanjang tepi selatannya.
g. Igir Maroke. Igir ini hanya beberapa meter tingginya dan dapat di telusuri
mulai dari Kep. Aru, Kep. Adi kearah timur sampai Bombarai dan Misool.
Secara astronomis, irian terletak antara 00 19’ – 10 43’ LS dan 1300 45’ 1500
48’ BT, mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. secara administratif pulau
ini terdiri dari papua sebagai wilayah RI dan papua Nugini yang terlatak di bagian
timur. Fisiografi papua dibedakan menjadi tiga bagian:
1. Semenanjung barat atau kepala burung yang dihubungkan oleh leher yang sempit
terhadap pulau utama (1300 – 1350 BT)
2. Pulau utama atau tubuh (1350 – 143,50 BT)
3. Bagian timur termasuk ekor (143,50 – 1510 BT)

Di sebelah utara papua terdapat bagian Samudra Pasifik yang dalamnya


4000m, dibatasi oleh kepulauan Carolina di sebelah utara. Pulau-pulau karang yang
muncul terjal dari dasar samudra itu (Mapia di sebelah utara Manokwari)
menunjukkan bahwa bagian samudra ini merupakan block kontinen yang tenggelam.
Block kontinen yang tenggelam di sebelah utara Papua ini dianggap sebagai tanah
batas “Melanesia”. Kearah selatan, Dangkalan Sahul (laut Arafura) dan selat torres
menghubungkan Papua dengan Australia.
Gambar 4 : Pulau Papua

a. Kepala burung dan Leher


Sejajar dengan pantai utara Kepala burung terjadi rangkaian pegunungan yang
membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Ini terbagi oleh utara dan
selatan oleh sebuah depresi memanjang. Rangkaian utara tersusun dari batuan
volkanis neogen dan kuarter yang diduga masih aktif atau volkan Umsini pada tingkat
solfatar. Rangkaian selatan terdiri dari sediment tertier bawah dan per-tertier yang
terlipat kuat. Arahnya timur-barat, kemudian melengkung ke selatan sampai
Pegunungan Lima. Bagian utara kepala burung dipisahkan terhadap bagian selatan
(Bombarai) oleh teluk Macculer yang luas tetapi dangkal, karena sedimentasi yang
besar dan di tandai dangkalan yang berisi pulau-pulau, parit-parit, dan bukit-bukit
yang terpisah-pisah.

b. Batang atau Daratan Utama


Bagian utara pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-
tenggara yang sejajar atau sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari tanah
rendah dan bukit-bukit, yaitu depresi memberamo-bewani yang sebagian jalin-
menjalin dengan jalaur pantai utara daratan utama. Depresi tersebut membujur dari
pantai timur teluk geelvink di sepanjang danau rambebai dan sentani sapai ke pantai
finch dengan aitape. Disebelah selatan depresi ini terdapat rangkaian pegunungan
kompleks yang disebut rangkaiana pembagi utara. Rangkaian pembagi utara ini
merupakan deretan pegunungan dan pegunungan antara teluk geelvink di bagian barat
dan muara sungai sepik di bagian timur. Dibagian barat terdapat puncak dom (1340
m), ke arah timur pegunungan van rees, yang secara melintang terpotong oleh sungai
mamberamo, yang di ikiuti oleh pegunungan gauttier (>1000 m), pegunungan poya,
karamoor, dan bongo. Di sebelah selatan pegunungan Cyclops terdapat sebuah sumbu
depresi.

c. Bagian timur (“ekor”) Papua


Mulai 143,50 BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-
tenggara. Bagian timur menujukkan beberapa bentang alam yang berbeda dengan
daratan utama. Di antara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah, terbentang
sebuah depresi, ditandai oleh lembah-lembah Ramu dan Markham. Ke arah timur
zone ini melintas sampai teluk Huon. Rangkaian tengah, dimana rangkaian victoe
emanuel merupakan bagian yang relatif sempit dari sistem pegunungan lengan papua.
Perbedaan antara rangkaian tengah di bagian barat daratan utama pada satu pihak dan
bagian timur serta ekor di pihak lain adalah dibentuk oleh perluasan volkanisme
tertier dan kuarter di bagian timur tersebut. Pada tepi utara geantiklinal terdapat unsur
volkan lain, seperti gunung lamington, Trafalgar, victory goropu, dan gunung
dayman. Jalur volkanis membujur ini membujur sejajar sampai ke ujung tenggara
ekor papua. Jalur tersebut merupakan zone dalam yang volkanis dari sistem orogen,
sedangkan zone luar yang tidak volkanis merupakan pulau-pulau trobriand dan
eoodlark, terletak sampai di sebelah utaranya

2. Morfologi Kepulauan Aru dan Pulau Natal (Crhismast)


Kepulauan Aru terdiri dari empat pulau besar dan 85 pulai kecil
disekelilingnya. Kepulauan ini terletak di laut Arafura (dangkalan Sahul), tetapi
merupakan pengecualikan, karena pemebtukan kepulauan ini dipengaruhi oleh proses-
proses orogenetik termuda di Indonesia. Luas keseluruhan kepulauan ini kurang lebih
8000 km2 sedangkan panjangnya dari arah timur laut hingga barat daya sekitar 183
km dan lebarnya 92 km. Pulau-pulau tersebut muncul secara perlahan dari kedalaman
20 m. Sekitar 30 km arah barat kepulauan ini, dasar lautnya turun dengan curam
sampai kedalaman 1000 m dan turun lagi sampai basin Aru yang mempunyai
kedalaman 3650 m.
Pulau-pulau ini mempunyai permukaan yang datar dengan ketinggian
beberapa puluh meter dari permukaan laut. Bentang alam yang paling unik dari empat
pulau besar adalah terdapatnya kanal-kanal yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Pada bagian pantai timur pulau-pulau besar dijumpai rumbai-rumbai karang
besar denganlebar sekitar 40 km, sedangkan di pantai barat hanya dijumpai pada
tempat-tempat tertentu.
Pulau Natal (Crhismast) terletak kurang lebih 300 km arah selatan Pulau Jawa.
Pulau ini mempunyai ketinggian sekitar 364 mdpl, dengan diameter 14.5 – 19 km dan
luas 161 km2 Pulau mempunyai cliff abrasi pada semua pantainya dan merupakan
puncak dari kepulauan vulkanis bawah laut, yang muncul dari kedalaman 4500-5000
m. Karena letak dan kedalamannya yang berupa pengunungan bawah laut (timur ke
barat), maka pulau ini membatasi palung Jawa sampai ke selatan dan merupakan
bagian dari struktur Kepulauan Indonesia. Pulau-pulau kecil dan pulau Cocos yang
termasuk deretan punggung palung samudra yang membatasi basin Australia barat
sampai ke arah barat laut. Oleh Bemmelen dimasukkan pada bagian sirkum Australia,
karena munculnya dasar laut ini merupakan sebagian dari punggungan sirkum
Australia
.
3. Morfoekologi Pulau Papua
a. Sejarah Pulau Papua
Pulau Papua atau Guinea Baru (bahasa Inggris: New Guinea, bahasa
Indonesia: Nugini) atau yang dulu disebut dengan Pulau Irian, adalah pulau
terbesar kedua (setelah Tanah Hijau) di dunia yang terletak di sebelah utara
Australia. Pulau ini dibagi menjadi dua wilayah yang bagian baratnya dikuasai
oleh Indonesia dan bagian timurnya merupakan negara Papua Nugini. Di pulau
yang bentuknya menyerupai burung cendrawasih ini terletak gunung tertinggi di
Indonesia, yaitu Puncak Jaya (4.884 m).
Nama Irian digunakan dalam Bahasa Indonesia untuk mengacu terhadap pulau
ini juga terhadap provinsi, sebagaimana "Provinsi Irian Jaya". Nama ini diusulkan
pada tahun 1945 oleh Marcus Kaisiepo, saudara dari Gubernur yang akan datang
Frans Kaisiepo. Nama ini diambil dari Bahasa Biak yang berarti beruap, atau
semangat untuk bangkit. Nama ini juga digunakan dalam bahasa pribumi lain
seperti Bahasa Serui, Bahasa Merauke dan Bahasa Waropen. Nama ini digunakan
sampai tahun 2001 di mana pulau beserta provinsinya kembali dinamakan Papua.
Nama Irian yang awalnya disukai oleh penduduk asli Papua, sekarang dianggap
sebagai nama yang diberikan oleh Jakarta.
"Nugini" berasal dari kata New Guinea, nama yang diberikan oleh orang
Barat, yang di-Indonesiakan. Mereka dahulu berpendapat bahwa tanah Papua
mirip Guinea, sebuah wilayah di Afrika dan akhirnya pulau ini disebut Guinea
baru.
Istilah "Papua" digunakan untuk merujuk kepada pulau ini secara keseluruhan.
Istilah "Papua" sekarang juga digunakan untuk merujuk kepada dua provinsi di
Papua bagian barat yang termasuk dalam wilayah pemerintahan negara Indonesia,
yaitu Papua dan Papua Barat. Namun beberapa publikasi (lihat misalnya
Kartikasari et al. 2007[2]) membatasi penggunaan nama "Papua" untuk bagian
barat Pulau Nugini.
b. Keadaan Iklim Pulau Papua
Keadaan iklim di Papua sangat dipengaruhi oleh topografi daerah. Pada saat
musim panas di dataran Asia (bulan Maret dan Oktober) Australia mengalami
musim dingin, sehingga terjadi tekanan udara dari daerah yang tinggi (Australia)
ke daerah yang rendah (Asia) melintasi pulau Papua sehingga terjadi musim
kering terutama Papua bagian selatan (Merauke).
Sedikitnya pada saat angin berhembus dari Asia ke Australia (bulan Oktober
dan Maret) membawa uap air yang menyebabkan musim hujan, terutama Papua
bagian utara, dibagian selatan tidak mendapat banyak hujan karena banyak
tertampung di bagian utara.
Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat
bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya.
Curah hujan bervariasi secara lokal, mulai dari 1.500 mm sampai dengan 7.500
mm setahun. Curah hujan di bagian utara dan tengah rata-rata 2000 mm per tahun
(hujan sepanjang tahun). cuaca hujan di bagian selatan kurang dari 2000 mm per
tahun dengan bulan kering rata-rata 7 (tujuh) bulan.
Jumlah hari-hari hujan per tahun rata-rata untuk Jayapura 160, Biak 215, Enarotali
250, Manokwari 140 dan Merauke 100.
c. Keadaan Tanah Pulau Papua
Luas daerah Papua ± 410.660 Km2, tetapi tanah yang baru dimanfaatkan ±
100.000 Ha. Tanahnya berasal dari batuan Sedimen yang kaya Mineral, kapur dan
kwarsa. Permukaan tanahnya berbentuk lereng, tebing sehingga sering terjadi
erosi. Sesuai penelitian tanah di Papua diklasifikasikan ke dalam 10 (sepuluh)
jenis tanah utama, yaitu
1. tanah organosol terdapat di pantai utara dan selatan,
2. tanah alluvia juga terdapat di pantai utara dan selatan, dataran pantai,
dataran danau, depresi ataupun jalur sungai,
3. tanah litosol terdapat di pegunungan Jayawijaya,
4. tanah hidromorf kelabu terdapat di dataran Merauke,
5. tanah Resina terdapat di hampir seluruh dataran Papua,
6. tanah medeteren merah kuning,
7. tanah latosol terdapat diseluruh dataran Papua terutama zone utara,
8. tanah podsolik merah kuning,
9. tanah podsolik merah kelabu dan
10. tanah podsol terdapat di daerah pegunungan.
Tanah yang potensial untuk tanah pertanian antara lain
a. tanah rawa pasang surut luasnya ± 76.553 Km2,
b. tanah kering luasnya ± 58.625 Km2.
d. Keadaan Penduduk pulau Papua
Penduduk asli yang mendiami pulau Papua sebagian besar termasuk ras suku
Melanesian, karena ciri-ciri seperti warna kulit, rambut, warna rambut yang sama
dengan penduduk asli di bagian utara, tengah dan selatan yang memiliki ciri-ciri
tersebut.
Di bagian barat (Sorong dan Fak Fak) penduduk di daerah pantai mempunyai
ciri yang sama dengan penduduk di kepulauan Maluku, sedangkan penduduk asli
di pedalaman mempunyai persamaan dengan penduduk asli di bagian tengah dan
selatan.
Selain penduduk asli di Papua terdapat juga penduduk yang berasal dari
daerah-daerah lainnya seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Maluku: yang berada di Papua sebagai Pegawai Negeri, ABRI,
Pengusaha, Pedagang, Transmigrasi dan sebagainya, bahkan juga ada yang dari
luar Indonesia, misalnya Amerika, Perancis, Jerman dan lain-lain yang berada di
Papua sebagai Missionaris dan Turis.
e. Kebudayaan di Papua
Penduduk Papua terdiri dari kelompok ethnis (kelompok suku) yang
mempunyai keunikan tertentu, seperti bahasa, adat istiadat dan sebagainya.
Di Papua terdapat hampir ± 250 macam bahasa sesuai dengan kelompok suku
yang berada di daerah ini. tiap kelompok suku mengenal sistem strata (kelas)
dalam masyarakat (penduduk). Strata penduduk diklasifikasikan berdasarkan
faktor-faktor tertentu seperti keturunan, kekayaan dan sebagainya.
Strata ini diwarisi secara turun temurun dengan nama dan struktur yang
berbeda dan tiap suku, dan strata ini dapat mempengaruhi kepemimpinan dalam
masyarakat atau Kepemimpinan Seseorang.
Kebudayaan penduduk asli Papua mempunyai persamaan dengan penduduk asli
beberapa negara Pasifik Selatan maupun Rumpun, Malanesia. Kebudayaan
penduduk asli di daerah-daerah pedalaman Papua kebanyakan masih asli
(tradisional) dan sulit untuk dilepaskan dan sangat kuat pengaruhnya.
Kebudayaan penduduk asli di daerah pantai sudah mengalami perubahan
(walaupun tidak secara keseluruhan). Oleh karena kemudahan dalam transportasi
maupun komunikasi, masyarakat di daerah pantai biasanya lebih cepat menerima
pengaruh atau perubahan dari luar dengan sendirinya ikut mempengaruhi
kebudayaan penduduk daerah setempat.
Beberapa kelompok suku tertentu terutama di daerah-daerah pedalaman
(Jayawijaya), Merauke, Yapen Waropen, Paniai dan Kepala Burung), masih tetap
mempertahankan kebudayaan aslinya secara utuh dan sulit dipengaruhi
kebudayaan luar.
Dalam perkembangannya dewasa ini sedikit demi sedikit mengalami
perubahan, terutama dengan adanya misi gereja yang beroperasi di daerah-daerah
pedalaman yang akan ikut mempengaruhi kebudayaan.
f. Flora di Pulau Papua
Dari seluruh daerah Papua ± 75% tanah daratanya ditumbuhi oleh hutan-hutan
tropis yang tebal serta mengandung ragam jenis kayu yang terbesar secara
heterogen. Sebagian besar dari hutan tersebut sesuai topografi daerah belum
pernah dijamah oleh manusia.
Jenis flora di Papua ada persamaan dengan jenis flora di benua Australia.
Adapun jenis flora yang terdapat di Papua adalah Auranlaris, librocolnus,
grevillea, ebny-dium dan lain-lain.
Sekitar 31 Juta ha di Papua penata gunanya belum ditetapkan secara pasti
Hutan lindung diperkirakan seluas ± 12.750.000 ha. Hutan produksi diperkirakan
± 12.858.000 ha. Areal pengawetan dan perlindungan diperkirakan ± 5.000.000
ha. Daerah Inclove diperkirakan ± 114.000 ha, daerah rawa-rawa dan lain-lain
diperkirakan ± 2478.000 ha.
Di Papua terdapat flora alam yang pada saat ini sedang dalam pengembangan
baik secara nasional maupun internasional yaitu sejenis anggrek yang termasuk di
dalam Farmika Orctdacede yang langka di dunia.
Anggrek alam Papua tumbuhnya terbesar dari pantai lautan rawa sampai ke
pegunungan. Umumnya hidup sebagai epihite menembel pada pohon-pohon
maupun di atas batu-batuan serta di atas tanah, humus di bawah hutan primer.
g. Fauna Di Pulau Papua
Seperti halnya dengan flora, keadaan di Papua pun bermacam-macam dalam
dunia hewan misalnya, jenis yang terdapat di Papua tidak sama dengan jenis
hewan di daerah-daerah di Indonesia lainnya seperti Kangguru, kasuari, Mambruk
dan lalin-lain. Demikian pula sebaliknya jenis hewan tertentu yang terdapat di
Indonesia lainnya tidak terdapat di Papua seperti Gajah, Harimau, Orang Utan dan
lain-lain.
Fauna di Papua terdapat persamaan dengan fauna di Australia, misalnya
Kangguru, Kus-kus dan lain-lain. Burung Cendrawasih merupakan burung yang
cantik di dunia dan hanya terdapat di Papua. Selain burung Cendrawasih terdapat
jenis burung lainnya seperti Mambruk, Kasuari, Kakauta dan lain-lain yang
memberikan corak tersendiri untuk keindahan daerah ini. Hewan-hewan yang
langka dan dilindungi adalah burung Kakatua Putih, Kakatua Hitam, Kasuari,
Nuri, Mambruk dan lain-lain yang termasuk burung Cendrawasih
Jenis fauna laut Papua juga banyak dan beraneka ragam, misalnya ikan Cakalang,
ikan Hiu, Udang dan sejenis ikan lainnya.
Penutup
1. Kesimpulan
Geomorfologi P. Irian Jaya / Papua dapat dibagi menjadi 3, yaitu
(1) Bagian kepala dan leher burung
(2) Bagian batang / daratan
(3) Bagian ekor burung
Kepulauan Aru terdiri dari empat pulau besar dan 85 pulai kecil
disekelilingnya. Kepulauan ini terletak di laut Arafura (dangkalan Sahul), tetapi
merupakan pengecualikan, karena pemebtukan kepulauan ini dipengaruhi oleh
proses-proses orogenetik termuda di Indonesia.
Pulau Natal (Crhismast) terletak kurang lebih 300 km arah selatan Pulau Jawa.
Pulau ini mempunyai ketinggian sekitar 364 mdpl, dengan diameter 14.5 – 19 km
dan luas 161 km2 Pulau mempunyai cliff abrasi pada semua pantainya dan
merupakan puncak dari kepulauan vulkanis bawah laut, yang muncul dari
kedalaman 4500-5000 m.
Daftar pustaka
1. Munawaroh, Moony. 2011. Geomorfologi Papua, (online),
(https://id.GEOMORFOLOGI%20INDONESIA/geomorfologi%20papua/
be%20a%20GEOGRAPH%20%20GEOMORFOLOGI%20PAPUA.htm),
diakses 8 Februari 2016.
2. Rauf, Cindra. 2015. Geomorfologi Pulau Papua, (online),
(https://id./geomorfologi%20papua/Cindra%20Rauf%20%20geomorfologi
%20pulau%20papua.htm), diakses 10 Februari 2016.
3. Abrauw, RD. 2012. TEKTONISME DAN GEOMORFOLOGI PAPUA,
(online),
(https://id./GEOMORFOLOGI%20INDONESIA/geomorfologi%20papua/
Geographer%20%20TEKTONISME%20&%20GEOMORFOLOGI%20P
APUA.htm), diakses 10 Februari 2016
4. Mega. 2013. Geologi dan Geomorfologi Pulau Papua, (online),
(https://id.GEOMORFOLOGI%20INDONESIA/geomorfologi%20papua/
mega%20%20geologi%20dan%20geomorfologi%20pulau%20papua.htm),
diakses 12 Februari 2016
5. Anggara Mukti, Riza. 2014. Geomorfologi Papua, (online),
(https://id.GEOMORFOLOGI%20INDONESIA/geomorfologi%20papua/
Rizal%20Anggara%20Mukti%20%20Geomorfologi%20Papua.htm),
diakses 15 Februari 2016
6. Tozpenk, Supriadi. 2011. Tentang Papua, (online),
(https://id./GEOMORFOLOGI%20INDONESIA/geomorfologi%20papua/
Goresan%20Pena%20di%20Tanah%20Papua%20%20Tentang%20Papua.
htm), diakses 17 Februari 2016

Anda mungkin juga menyukai