Anda di halaman 1dari 36

GEOGRAFI REGIONAL

INDONESIA REGION JAWA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Regional
Indonesia yang diampu Oleh Alfyananda Kurnia Putra,
S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

1. Arlena Safitri (190721637738)


2. Ayuni Nunuk Fatmasari (190721637694)
3. Devina Karunia Supriyadi (190721637736)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
Mei 2021

A. Geografis Pulau Jawa


Jawa dalah sebuah pulau di Indonesia dan merupakan pulau terluas ke-13 di dunia.
Dengan jumlah penduduk sekitar hampir 160 juta, pulau ini pulau berpenduduk
terbanyak di dunia dan merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Meskipun
hanya menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni oleh 60% penduduk
Indonesia. Luas Pulau Jawa berdasarkan peta diperkirakan mencapai 128,297 km²
dengan enam provinsi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Provinsi di Pulau Jawa
adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan
Banten.
Batas-batas Pulau Jawa :
1) Batas Laut

Sebelah utara    : Laut Jawa

Sebelah selatan : Samudra Hindia

Sebelah barat    : Selat Sunda

Sebelah timur    : Selat Bali

2) Batas daratan

Sebelah utara    : Laut Jawa dan Pulau Kalimantan

Sebelah selatan : Samudera Hindia

Sebelah barat     : Selat Sunda dan Pulau Sumatera

Sebelah timur     : Selat Bali dan Pulau Bali

B. Geologi Pulau Jawa


Kepulauan Indonesia di bagian selatan merupakan jalur vulkanis Sirkum Mediterania yang
menyebabkan banyak muncul gunung api yang menyediakan mineral penyubur tanah
disekelilingnya.Pulau Jawa adalah salah satu contoh dari zona vulkanik di tengah pulau yang
membujur dari timur ke barat.Dari sekitar 33 gunung api yang melintasi pulau ini sekitar 17
nya masih aktif dan siap-siap meledak sewaktu waktu.
Deretan pengunungan api aktif yang melintasi kepulauan Indonesia ini mengikuti susunan
sesar atau patahan besar yang kurang lebih sejajar dengan batas lempeng tektonik. Barisan
pegunungan api ini dimulai dari ujung Sumatera bagian selatan lalu memanjang ke Krakatau
di Selat Sundadan melintasi bagian tengah Jawa, Bali, Lombok, Sumba, Flores dan berakhir
di Kepulauan Banda. Ada 4 lempeng tektonik aktif yang memengaruhi struktur geologi
Indonesia yaitu Eurasia, Indo-Australia, Pasifik dan Filipina. Interaksi keempat lempeng
tersebut menimbulkan zona subduksi dan menjadikan Indonesia sebagai wilayah tektonik
yang tidak stabil. Hal ini menjadi salah satu daya tarik ilmuwan untuk meneliti mekanisme
pembentukkan gunung api di dunia.
Pembentukan pulau Jawa dimulai pada periode Oligosen dan Miosen melalui fase-fase
orogenis yang intens, akan tetapi wujudnya yang sekarang terbentuk selama periode Plio-
Pleistosen. Struktur-struktur pulau ini terbentuk dari deretan perbukitan dan depresi (dataran
rendah).

Pulau Jawa terletak di selatan ekuator dengan luas permukaan mencapai 134.000 km persegi.
Salah satu daya tarik yang membuat peradaban manusia berkembang begitu pesat disini
adalah kesuburan tanah vulkaniknya. Bagian utara pulau Jawa dibatasi Laut Jawa, di selatan
dibatasi Samudera Hindia di timur dibatasi  Selat Balidan di barat dibatasi Selat Sunda.
Panjang pulau Jawa mencapai 1.000 km dengan lebar antara 100 - 180 km.
Sejarah geologi pulau Jawa tergolong masih muda yaitu tersusun dari Zaman Tersier Kuarter
hingga sekarang. Ada juga bukti Zaman Pra Tersier. Pembentukkan Jawa dimulai sejak era
Oligosen dan Miosen melalui serangkaian fase orogenesa yang intens. Namun wujud pulau
yang sekarang ini terbentuk pada era Pleistosen. Struktur batuan pulau Jawa terbentuk dari
deretan perbukitan dan depresi dataran rendah.
Menurut poros barat ke timur, Jawa dibagi dalam 3 jalur sejajar yaitu:
 Lajur utara dibatasi pantai Laut Jawa dengan morfologi dataran rendah aluvial.
 Lajur tengah bertipe vulkanik dimana terdapat barisan gunng api dan lipatan
pegunungan.
 Lajur selatan dibatasi Samudera Hindia dimana terdapat sedimen laut purba era
Eosen, Oligosen, Miosen kemudian tuffa andesit, breksi ditambah batu gamping yang
mengalami karstifikasi seperti Pegunungan Sewu.

a. Sejarah Geologi Pulau Jawa


 Sejarah geologi pulau Jawa tergolong masih muda yaitu tersusun dari Zaman Tersier
Kuarter hingga sekarang. Ada juga bukti Zaman Pra Tersier. Pembentukkan Jawa
dimulai sejak era Oligosen dan Miosen melalui serangkaian fase orogenesa yang
intens. Namun wujud pulau yang sekarang ini terbentuk pada era Pleistosen. Struktur
batuan pulau Jawa terbentuk dari deretan perbukitan dan depresi dataran rendah.
 Perkembangan Geologi Indonesia dipengaruhi oleh 3 lempeng besar yaitu Lempeng
Eurasia,Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Pasifik.
 Pulau Jawa lebih dominan terbentuk karena Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng
Eurasia

b. Struktur Geologi Pulau Jawa


 Secara geologis Pulau Jawa adalah suatu kompleks sejarah penurunan
basin,pensesaran,perlipatan,dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang
berbeda dari waktu ke waktu
 Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat
Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara - Selatan (N-S) atau pola
Sunda dan arah Timur - Barat (E-W) atau Pola Jawa.

 Pola Meratus memiliki arah Timurlaut-Baratdaya dan berumur Kapur Akhir hingga
Paleosen. Rezim tektonik kompresi Lempeng Indo-Australia tersubduksi ke bawah
Lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya Pola Meratus ini. Salah satu sesar yang
mencerminkan Pola Meratus di Pulau Jawa adalah Sesar Cimandiri yang terbentang
mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu hingga ke Subang, yang berada di sisi Barat. Sesar
tersebut tergolong sesar mendatar dengan arah Timurlaut-Baratdaya. Di Jawa Tengah
singkapan batuan Pra-Tersier di Lok Ulo juga menunjukan arah ini.
 Pola struktur yang berkembang setelah Pola Meratus adalah Pola Sunda, pola struktur
ini berarah Utara-Selatan dan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir. Setelah rezim
kompresi pada Pola Meratus terjadi penurunan kecepatan gerak dari lempeng Indo-
Australia sehingga terjadi rezim tektonik regangan pada masa ini yang membentuk
struktur dengan Pola Sunda. Purnomo dan Purwoko (1994) menyebut periode ini
sebagai Paleogene Extensional Rifting. Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola
Sunda umumnya berkembang di Utara Jawa (Laut Jawa).
 Pola Jawa merupakan pola struktur dengan arah Timur-Barat yang berumur Oligosen
Akhir hingga Miosen Awal. Pola struktur ini terbentuk akibat rezim kompresi yaitu
subduksi antar Lempeng Indo-Australia yang berada di Selatan Jawa hungga ke arah
Sumatera. Purnomo dan Purwoko (1994) menyebut periode ini sebagai Neogene
compressional wrenching hingga Plio-Pleistocene Compressional thrust folding. Di
Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur Serayu Utara dan Selatan mempunyai arah
yang sama, yaitu Barat-Timur. Salah satu sesar yang mencerminkan Pola Jawa adalah
Sesar Baringis yang membentang mulai dari Purwakarta hingga ke Jawa Tengah di
daerah Baribis Kabupaten Majalengka dengan arah Barat – Timur.
C. Geomorfologi Pulau Jawa
a. Jawa Barat Banten
Dataran yang rendah di bagian utara Muncul vulkan (gunung Gede) di barat laut
dengan pelabuhan Merak di kaki vulkan di bagian barat dan komplek danau dengan
puncak Gunung Karang dan Gunung Pulasari. Gunung api (vulkan) tersebut
merupakan kelanjutan (sambungan) dari volkan di selat Sunda (Krakatau, Sebesi,
Sebuku, Sangiang) dan Gunung Betung, Ratai, Rajabasa di Sumatera (Lampung).
Dataran tersebut tertutup oleh tuff dan batu apung yang merupakan produk dari
letusan vulkan di selat sunda selama kala pliopleistosin. Semenanjung Ujung Kulon
dan Honje Ridge di tenggara Banten Keduanya terpisah dari Jawa oleh laut pada
pleistosin dan merupakan bagian ujung bagian selatan bukit barisan. Ujung Kulon
berhubungan dengan teluk Semangko namun saat ini telah mengalami penurunan di
bagian tengah sampai 1000 m di bawah laut dan terpisah karena kenaikan permukaan
air pada pleistosin. Honje Ridge merupakan bentuk uplift dan bagian dari transisi
geosinklinal sumatera bagian timur dan Jawa bagian utara. Dataran rendah di timur
laut Banten, utara Bajah dome, dan timur komplek danau. Yaitu berupa lapisan tersier
muda yang terlipat, tuff kuarter dan timbunan/endapan alluvial. 
b. Dataran Batavia
Berukuran lebar ± 40 km yang meluas dari Serang, Rangkas Bitung sampai Cirebon.
Mengandung dalam jumlah besar endapan alluvial sungai dan lahar dari gunung api di
bagian tengah. Pada bagian tertentu terdapat sedimen marine tertier yang terlipat.
Pada bagian selatan berhubungan dengan komplek perbukitan yang membujur dari
Jasinga (berbatasan dengan Banten) sampai sungai Pemali dan Bumiayu (Jawa
Tengah). 
c. Zone Bogor
Pada bagian barat merupakan lapisan neogen yang terlipat kuat dengan beberapa
hypabysal volcanic, stock yang muncul pada komplek sangga buana di bagian barat
Purwakarta. Bagian barat tersebut meluas ke timur yang dimahkotai oleh vulkan muda
seperti Bukit Tunggul, Tampomas dan Ceremai. Sabuk memanjang dari depresi
antarpegunungan berupa lapisan tersier yang mempunyai lebar 20 km-40 km.
Membentang dari teluk pelabuhan Ratu, lembah Cimandiri (Sukabumi), dataran
bagian atas Cianjur, Garut, lembah Citandui (Tasikmalaya) di bagian barat dan
berakhir di segara anakan pada pantai selatan Jawa. 
d. Zone Bandung
Merupakan suatu depresi dan secara struktural merupakan bagian puncak dari
geantiklin Jawa yang mengalami patahan ke bawah setelah atau selama akhir tersier.
Batas antara zone Bandung dengan zone Bogor ditutup oleh gunung api kuarter
(muda), yaitu Gunung Kendeng, Gagak, Salak, Gede, Pangrango, Komplek Sunda,
Burangrang, Tangkuban Perahu, Bukit Tunggl, Calancang, Cakrabuana. Batas antara
zone Bandung dengan zone selatan (pegunungan) ditandai oleh seri gunung api
Kendeng, Patuha, Tilu, Malabar, Papandayan, Cikurai. Zone Bandung diisi sebagian
oleh vulkan muda dan endapan alluvial tetapi pada bagian atas kadang-kadang
diintrusi jajaran batuan tersier dan bukit-bukit. Di bagian selatan berupa tanah rendah
Citandui (Marsh), di bagian barat dekat Banjar berupa Swamp (lakbok) besar, dan
jajaran pegunungan yang meluas dari Wonorejo ke arah tenggara sampai maos pada
sungai Serayu. Jajaran pegunungan ini mengandung lapisan neogen bawah dan batuan
volkanik.
e. Pegunungan Selatan
Dibentuk oleh lahan pegunungan Priangan Selatan, unit tersebut membujur teluk
pelabuhan Ratu sampai pulau Nusa Kambangan. Merupakan geantiklin Jawa bagian
selatan dan merupakan blok-blok patahan yang bergeser ke arah selatan. Dibedakan
menjadi 3 bagian : Di bagian barat (Jampang) Merupakan permukaan erosional yang
muncul secara gradual dari lautan India sampai ketinggian 1000 m berupa breksi
andesit yang terbentuk pada meosin atas, sekarang berupa volcanic neck. Plato, dan
puncak tertinggi pada plato tersebut adalah Gunung Malang (1300 m) yang
merupakan sisa dari intrusi andesit zaman meosin berupa volcanic neck yang resisten.
Plato tersebut selanjutnya patah ke bawah dan terbentuk patahan atau flexure sampai
ke zone Bandung. Bagian Tengah/Seksi Pangalengan Merupakan daerah yang tinggi
yang dimahkotai oleh beberapa vulkan (Gunung Kencana 2.182 m) dan selanjutnya
patah ke bawah dengan membentuk patahan atau flexure ke zone Bandung. Zone
Transisi antara bagian tengah ini dengan zone Bandung (ada fault) ditandai oleh seri
vulkan kuarter yang berhubungan dengan zone Bandung. Bagian Timur (Seksi
Karangnunggal) Merupakan plato yang mempunyai ketinggian rendah (350-400 m) di
atas permukaan laut. Di sebelah selatan terdapat igir yang lebih tinggi yang
merupakan sisa erosi permukaan. Plato Karangnunggal terdiri dari batuan kapur
berumur meosin yang mengalami sedikit pelipatan. Terdapat topografi karst dengan
banyak kubah dan banyak sungai dengan lembah yang sempit. Zone plato ini miring
ke arah selatan dan bertambah sempit dan berakhir pada taji (spur) dekat lembah yang
tenggelam yang memisahkannya dari Nusa Kambangan. Secara geomorfologis Jawa
Barat terbagi menjadi : Zone Selatan : Plato Jampang, Plato Bongga dan Plato
Karangnunggal. Zone Tengah (berupa depresi) : Dataran Tasikmalaya, Dataran Garut,
Komplek pegunungan di barat Garut, Lipatan Rajamandala, Dataran Bandung,
Dataran Cianjur-Sukabumi, Komplek Gunung Gede-Pangrango dan Sekton Banten.
Zone Utara Daerah Lipatan, Endapan Kipas, Jalur Peneplain, gunung Ceremai dan se-
kitarnya, Komplek Tangkuban Perahu, Komplek pegunungan di Banten. 
f. Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau
Jawa, garis pantai utara dan selatan wilayah ini lebih sempit masuk dibanding garis
pantai utara dan selatan Jawa Barat dan Jawa Timur. Lebarnya pada arah utara-selatan
sekitar 100 – 120 km. Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan
yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di
sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan Serayu
Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat. Jawa Tengah
dibagi menjadi beberapa wilayah menurut bentang fisiografisnya, yaitu: Dataran
Pantai Bagian Utara Mempunyai lebar maksimum 40 km di selatan Brebes dan di
lembah Remali yang memisahkan Bogor Range dari pegunungan bagian utara Jawa
tengah dan sedikit ke timur dengan lebar ± 20 km di selatan Tegal dan Pekalongan.
Antara Wereli dan Kaliwungu merupakan alluvial yang dibentuk oleh delta dari
sungai Bodri. Secara umum dataran pantai bagian utara Jawa Tengah merupakan
endapan alluvial yang terbawa sungai yang bermuara di Laut Jawa.
g. North Serayu Range
Mempunyai lebar antara 30-50 km. Pada bagian barat berupa volkan (G. Slamet) dan
bagian timur ditutup oleh produk gunung api muda seperti Rogojembangan, komplek
Dieng (G. Perahu dsb), G. Ungaran. Garis batas dengan zone Bogor (Jawa Barat)
merupakan garis lurus Prupuk-Bumiayu-Ajibarang. Dan berhubungan dengan
Kendeng Ridge di Jawa Timur. Antara bagian utara dan selatan Serayu Range
terdapat depresi memanjang yang dinamakan zone Serayu yang sekarang adalah
tempat-tempat di Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, Wonosobo. Antara
Purwokerto dan Banjarnegara dengan lebar ± 15 km. Sebelah timur Wonosobo
merupakan batasnya, berupa depresi yang sebagian diisi oleh gunung api muda
Sindoro dan Sumbing, yang secara geografis merupakan dataran antarpegunungan
Temanggung-Magelang. 
h. South Serayu Range
Terbagi menjadi bagian barat dan timur. Pada bagian barat merupakan elemen
strukturak baru yang menyambung dengan Jawa Barat. Dengan Bogor Ringe (Zone
Bogor) dipisahkan oleh dataran Majenang dan bagian atas yang lurus dari sungai pasir
dan Cihaur. Pada bagian timur merupakan Lembah Jatilawang yang dimulai dari
dekat Ajibarang (merupakan antiklinorium yang sempit), yang selanjutnya terpotong
oleh sungai Serayu. Bagian barat Banyumas berupa antiklin, berkembang sebagai
antiklinorium dengan lebar 30 km di Lukulo, Midangan (selatan Banjarnegara). Pada
ujung timur dibentuk oleh Dome Independen dari pegunungan Progo Barat, antara
Purworejo dan sungai Progo.
i. Dataran Pantai Selatan Jawa Tengah
Lebar ± ±10-25 km. Bentuk pantai bagian selatan ini kontras dengan bentuk pantai
selatan Jawa Barat dan Jawa Timur, lapisannya <10> Pantai-pantai dengan dune
(gumuk pasir) dengan ketinggian 5-15 m dan lebar 100-500 m terbentuk sejajar
pantai, dan selalu berubah. Pada bagian tengah diinterupsi oleh Pegunungan
Karangbolong (475 m) yang secara fisiografis dan struktural sama dengan
pegunungan selatan Jawa Barat dan Jawa timur. Sebagian dari pantai ini mempunyai
ketinggian di bawah muka laut (tenggelam) antara Nusa Kambangan dan mulut
sungai Opak. Pantai selatan yang rendah ini berhubungan dengan zone Bandung di
Jawa Barat.
j. Jawa Timur
Struktur Geologi Jawa Timur di dominasi oleh Alluvium dan bentukan hasil gunung
api kwarter muda, keduanya meliputi 44,5 % dari luas wilayah darat dan hasil gunung
api kwarter tua sekitar 9,78 % dari luas total wilayah daratan. Sementara itu batuan
lain hanya mempunyai proporsi antara 0 – 7% saja.
Batuan sedimen alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas dan Bengawan Solo
yang merupakan daerah subur. Batuan hasil gunung api kwater muda tersebar di
bagian tengah wilayah Jawa Timur membujur ke arah timur yang merupakan daerah
relatif subur. Batuan Miosen tersebar di sebelah selatan dan utara Jawa Timur
membujur ke arah timur yang merupakan daerah kurang subur. Bagi pulau Madura
batuan ini sangat dominan dan utamanya merupakan batuan gamping. Jawa Timur
dibagi secara bentang fisiografis menjadi enam zona yang membentang barat-timur.
1) Antiklinorium Rembang (Zona Rembang)
Zona Rembang merupakan paleo shelf atau paparan (utaranya) dan slope
(selatannya) dari sistem Sunda land semasa Paleogen hingga awal Neogen.
Selama Neogen akhir zona Rembang selatan hingga Kendeng berangsur menjadi
endapan laut dalam. Karena subsidence inilah, maka terjadi kompetisi seleksi
alam bagi pertumbuhan karbonat (reefal carbonate) di sepanjang zona
Randublatung.
Zona ini meliputi pantai utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah timur
melalui Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau Madura. Merupakan
daerah dataran yang berundulasi dengan jajaran perbukitan yang berarah barat-
timur dan berselingan dengan dataran aluvial. Lebar rata-rata zona ini adalah 50
km dengan puncak tertinggi 515 m (Gading) dan 491 (Tungangan). Litologi
karbonat mendominasi zona ini. Aksesibilitas cukup mudah. Karakter tanahnya
keras.
2) Zona Depresi Randublatung
Secara struktur, ternyata Zona Randublatung adalah sebuah “triangle zona”,
sebuah zona berbentuk segitiga dengan kedua kakinya merupakan zona-zona
sesar yang saling berlawanan kemiringan dan arahnya, bertemu di puncak
segitiga. Di Jawa Tengah-Timur ini, Zona Randublatung berupa zona yang datar
yang diapit oleh dua zona perbukitan (Zona Rembang dan Zona Kendeng). Zone
Rembang merupakan daerah paparan dan slope yang dicirikan dengan dominasi
sesar naik mengarah (vergency) ke selatan. Zone Kendeng merupakan daerah
slope dan bathyal dengan dominasi sesar naik mengarah ke utara. Akibatnya, di
daerah pertemuan ini, terbentuk sebuah zone sangat sempit, memanjang, dan
sangat dalam, inilah Zone Randublatung yaitu sebuah triangle zone yang ideal.
Karakter tanahnya lunak karena sebagian besarnya ditutupi oleh batu lempung,
aksesibilitas mudah, adanya aliran Bengawan Solo memungkinkan untuk
berperan dalam irigasi persawahan. Potensi ada pada areal persawahan. Selain
itu, daerah ini berpotensi dalam industri migas karena daerah cekungan ini
merupakan tempat terbentuknya minyak.
3) Antiklinorium Kendeng (Zona Kendeng) 
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng
berupa : Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa
lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan –
lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola lipatan menunjam. Secara umum
lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur. Sesar Naik Sesar naik ini biasa
terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya
merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi. Sesar Geser Sesar geser
pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat
laut. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya
terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut
menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi
yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen. Menurut Van Bemmelen (1949),
Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang terletak
di antara Gunung Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang
membentang hingga Jombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang
hingga Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian
termasuk dalam Zona Kendeng bagian barat.
Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua
cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang Bed) yang
membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed)
yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah
sebagi berikut: Zona perbukitan yang membentang dari Kabupaten Bojonegoro
bagian selatan, Jombang, Mojokerto, serta pesisir utara Pasuruan, Probolinggo,
Situbondo, dan Bondowoso. Di daerah ini sangat berpotensi untuk eksploitasi
migas seiring dengan ditemukannya beberapa sumur pada Zona Kendeng ini
seperti daerah Wunut, Mojokerto dan Tanggulangin, Sidoarjo selatan. Adanya
industri migas ini diharapkan dapat memberikan pendapatan lebih pada
penduduk sekitar. Pembangunan bendung irigasi dapat diprioritaskan pada zona
ini karena di sebelah utaranya adalah Zona Randublatung yang sangat datar dan
potensial untuk area persawahan.
4) Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, subzona Ngawi) 
Zona depresi merupakan daerah jajaran gunung api tersier. Dulunya zona depresi
merupakan daerah berbukit/bertopografi tinggi lalu runtuh dan muncul gunung
api. Zona ini meliputi Madiun, Nganjuk, Ngawi, Kediri. Subzona Ngawi
merupakan tempat pengendapan material vulkanik yang berasal dar
k. Gunung Api Kuarter
Zona ini meliputi area Gunung Wilis di sebelah barat Magetan, Gunung Wilis di
sebelah timur Ponorogo, Gunung Arjuno, Gunung Bromo dan Gunung Semeru dan
Gunung Argopuro. Kondisi topografi yang tinggi memungkinkan untuk mendapatkan
curah hujan yang cukup tinggi, iklim yang sejuk, tanah hasil pelapukan endapan
vulkanik yang sifatnya subur, dan menyerap air. Potensi bencana yang mengancam
adalah letusan gunung api, gempa vulkanik, dan longsor pada lereng-lerengnya.
Potensi yang harus dikembangkan adalah perkebunan, pariwisata alam, kehutanan
terutama pada daerah puncak gunung, konservasi alam, dan penambangan golongan
pasir, batu, dan tras.
l. Pegunungan Selatan
Fisiografi Pegunungan Selatan Jawa membujur mulai dari wilayah Yogyakarta di
bagian barat hingga daerah Blambangan di ujung timur Jawa Timur. Menampakkan
bentukan plato sebagai hasil proses pengangkatan (uplifted peneplain) pada kala
Miosen. Sebagai akibat proses pengangkatan, endapan batu gamping yang diselingi
batuan vulkanik di dalam laut terangkat menjadi pegunungan. Pegunungan selatan
jawa ini masih ada sampai sekarang dengan batuan penyusun yang didominasi oleh
kapur. Sehingga daerah-daerah yang ada berkembang menjadi topografi karst dengan
sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage). Zona pegunungan selatan di
Jawa Timur membentang dari Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
Malang selatan, dan Jember. Aksesibilitas pada daerah ini sukar karena keadaan
morfologinya yang kasar. Selain itu rawan bencana seperti longsor, gempa bumi, dan
tsunami.
Peta Geomrfologi Jawa :
Geolog terkenal yaitu Van Bemmelen mengkaji pulau Jawa lewat serangkaian
penelitian dan membagi pulau ini ke dalam 7 zonasi formasi dari selatan ke utara.
1. Pegunungan Selatan merupakan zona batu gamping dan vulkanik zaman Miosen yang
telah mengalami pengangkatan (uplift) akibat gaya tektonik hingga zaman Kuarter.
2. Zona Vulkanik zaman Kuarter memiliki banyak gunung api dengan ketinggian rata-rata
2.000 m atau lebih dan sebagian besar masih aktif.
3. Depresi bagian tengah merupakan poros utama pulau dimana muncul dua depresi besar
yaitu Depresi Bandung di bagian barat dan Depresi Solo di timur. Depresi Solo memiliki
Kubah Sangiran yakni sebuah situs purbakala terkenal.
4. Zona antiklin tengah, terdiri atas endapan-endapan zaman Mio-Pleistosen dengan
perbukitan Kendeng yang memanjang dari barat ke timur.
5. Depresi Randublatung, di kaki pegunungan Kendengan yang terbentuk dari endapan-
endapan laut dan daratan dari era Mio-Pleistosen.
6. Antiklin Rembang-Madura terdiri dari formasi bukit gamping dari zaman Miosen.
7. Dataran rendah aluvial berbentuk delta yang menghiasi pemandangan pesisir utara
(Pantura).
Zona-zona tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Zona Selatan
Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju laut Hindia dan
disebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang-kadang zona ini sering terkikis sehingga
kehilangannya bentuk platonya. Di Jawa Tengah sebagian dari zona ini telah diganti
(ditempati) oleh dataran alluvial. Zona utara terdiri dari rangkaian gunung lipatan, berupa
bukit-bukit rendah diselingi oleh beberapa gunungapi. Dan ini biasanya berbatasan dengan
dataran alluvial. Di zona selatan ini lapisan yang lebih tua terdiri dari endapan vulkanik yang
tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan (seperti alas Anulatus) yang terlipat pada waktu
periode meosen tengah. Di bagian selatan zone ini mengalami sedikit lipatan, tetapi lipatan
tersebut menjadi lebih kuat di dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan daerah
peralihan dari zona tengah yang ditutupi secara tidak selaras (unconfonform) oleh bahan-
bahan yang tidak terlepas dari meosen atas. Dibanyak tempat lapisan ini telah dipengaruhi
oleh gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar (alas/bed) meosen atas ini terdiri dari
batuan kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat nyata pada topografinya. Endapan yang
lebih muda dari meosen muda dan endapan pleosen tua hampir tidak ada.

b. Zona Tengah
Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Di tempat-tempat tersebut
muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian daerahnya diganti
(ditempati) oleh rangkaian pegunungan Serayu selatan, yang mana disebelah utara berbatasan
dengan depresi yang lebih kecil. Di bagian paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-
bukit dan pegunungan. Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Di
tempat-tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah
sebagian daerahnya diganti (ditempati) oleh rangkaian pegunungan Serayu selatan, yang
mana disebelah utara berbatasan dengan depresi yang lebih kecil. Di bagian paling barat
daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan.Sepeti di Jawa Timur zona ini
ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya hanya dapat
dilihat di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di zona ini Gerakan orogenesa meosen tengah dan
meosen muda sangat kuat dan sering menyebabkan lipatan menjungkir atau membentuk
struktur menjorok (Thrusting/ Imbricated) menyebabkan batuan tersier atau juga lapangan
pratersier tertutup, yaitu di daerah pegunungan Jiwo, daerah Lokulo di Jawa Tengah,
pegunungan Raja Mandala, lembah Cimandiri, dan Banten bagian selatan. Pada periode
neogen terdapat juga beberapa lapisan tak selaras dan sedikit lipatan yang terjadi setelah
akhir neogen.

c. Zona Utara
Zona utara terdiri dari rangkaian gunung lipatan, berupa bukit-bukit rendah diselingi oleh
beberapa gunungapi. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran alluvial. Zona utara terdiri
dari rangkaian gunung lipatan, berupa bukit-bukit rendah diselingi oleh beberapa gunungapi.
Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran alluvial. Di zona utara ini lapisan neogen muda
lebih tebal dibanding zona lainnya, dan ini adalah inti dari geosklinal muda. Lipatan yang
lebih tua terjadi sejak periode meosen atas. Lipatan ini nampak lebih jelas di zona tengah
tetapi juga dapat dilihat di zona utara dari Jawa Tengah. Di lain tempat pengendapan
berlangsung selama periode meosen tengah dan meosen atas. Di igir pegunungan Kendeng
(Jawa Timur) pengendapan pada geosklinal berjalan terus sampai plestosen tengah. Selam
plestosen tengah orogenesa dihasilkan dari lipatan yang keras dengan lipatan yang terbalik
(Upturned Folds and Thrust). Lebih menuju ke periode kwarter mungkin dapat dilihat tetapi
pelipatan plestosen tengah berjalan terus dan menonjol. Di Jawa Barat gerakan pelipatan
utama terjadi pada permulaan pletosen kemudian diikuti oleh gerakan lipatan yang lemah
setelah periode igir plestosen tengah. Di sebelah utara igir penggunungan Kendeng dikenal
dengan sebutan bukit Rembang. Di daerah tersebut lapisan neogennya jauh lebih tipis dari
pada di pegunungan Kendeng dan sebagian terdiri dari batuan kapur. Zona ini terletak di
sebelah utara dari poros geosiklin neogen, yaitu merupakan daerah peralihan antara masa
dataran yang sekarang ditempati oleh laut Jawa yang terjadi pada jaman meosen dengan
poros pegunungan Kendeng itu sendiri. Pengendapan berjalan terus selama periode atau
bagian dari era plestosen.

D. Pedologi Pulau Jawa

a. Tanah Andosol

Tanah andosol di pulau sumatera banyak terkonsentrasi di bagian


barat mulai dari provinsi NAD bagian barat hingga Lampung bagian
barat, hanya beberapa saja yang ada di bagian timur sumatera seperti
pada daerah Deli Serdang, Sumut. Penyebaran tanah andosol di sumatera
tidak hanya ada pada daratan tinggi penggunungan, melainkan terdapat
juga pada daratan rendah mulai dari ketinggian 20 meter dpl hingga 1900
meter dpl seperti yang terdapat pada kaki gunung Ophir dan kaki gunung
Talamau, Sumbar. Sementara itu tanah andosol daratan tinggi terdapat
daerah sekitar daratan tinggi Toba, daratan tinggi Karo, gunung Marapi,
gunung Kerinci, gunung Dempo dan gedong surian.
b. Tanah gambut

Kebanyakan lahan gambut di Sumatera ditemukan di Provinsi Riau,


Jambi, serta Sumatera Selatan. Kedalamannya pun variatif mulai dari
yang dangkal (50- 100 cm) hingga yang dalam (lebih dari 400 cm).
Provinsi yang memiliki lahan gambut paling luas, yakni Provinsi Riau
dengan luas mencapai 3,8 hektare sebenarnya dahulu memiliki luas yang
lebih besar lagi. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuailah yang kemudian
menyebabkan lahan gambut perlahan-lahan terdegradasi.
Gambar. Peta Sebaran Lahan Gambut dan Kandungan Karbon

c. Tanah Aluvial

Pantai sebelah timur Sumatera dan daerah hilir dari sungai-sungai besar,
terdiri tanah aluvial. Terdapat di sekitar aliran sungai Musi di daerah
Palembang dan aliran sungai Batanghari yang berada di Sumatera Barat.Hal
ini menyebabkan daerah hulu sangat strategis untuk daerah perkebunan.
d. Tanah Regosol

Tanah Regosol adalah jenis tanah yang berbutir kasar sebagai hasil dari
pengendapan. Tanah regosol tersebar di wilayah Bengkulu dan Pantai
Sumatera Barat
e. Tanah Podsolik Merah Kuning

Di pulau Sumatera terdapat sekitar 21 juta hektar tanah jenis podsolik


merah kuning yang merupakan 47% kawasan dari daratan Sumatera
sedangkan Provinsi Riau memiliki lahan PMK seluas 2.630.713,27 ha dan
diikuti dengan provinsi Sumatera Utara seluas 1.524.414 ha (Badan Pusat
Statistik, 2012). Tanah-tanah di daerah pegunungan terdiri dari berbagai
bentuk tanah Podsolik Merah Kuning yang berasosiasi dengan tanah Latosol
ataupun Litosol.
E. Klimatologi Pulau Jawa

Pulau jawa berperan sebagai sentral Negara Indonesia karena menjadi ibukota negra (Jakarta)
dan memiliki jumlah penduduk yang besar serta merupakan kawasan ekonomi yang penting (R.
Hidayat et al., 2016). Tumbuhnya sector industri yang begitu pesat, populasi manusia yang
semakin banyak, serta sebab-sebab dari faktor lain membuat Pulau Jawa mengalami perubahan
terhadap kondisi topografinya. Hl tersebut secara tidak langsung akan menghasilkan konsekuensi
jangka Panjang terhadap berubahannya pola cuaca dan iklim yang terjadi di Pulau Jawa.
Wilayah Indonesia yang berada di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia sangat dipegaruhi
oleh fenomena variabilitas iklim seperti ENSO dan IOD, sehingga memiliki peran yang penting
dalam studi klimatologi (Cahyarini dan Suharsono, 2015). IOD (Indian ocean dipole) adalah
pola variabilitas internal dengan anomaly suhu permukaan laut yang rendah di Sumatera dan
suhu permukaan laut yang tinggi di Samudra Hindia bagian barat, disertai anomaly angina dan
curah hujan (Saji et al., 1999). ENSO (El Nino-Southern Oscillation) adalah fenomena alami
yang melibatkan fluktuasi suhu laut di Pasifik ekuator tengah dan timur, ditambah dengan
perubahan atmosfer (Ngestu dan Hidayat, 2016).
Trend kenaikan suhu udara dalam 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa secara umum Pulau
Jawa mengalami peningkatan suhu dengan nilai yang berbeda-beda untuk setiap wilayah.
Peningkatan suhu udara menjadi salah satu indicator terhadap pemanasan global akibat dari
ketidakseimbangan energi yang masuk dan keluar di atmosfer bumi (Puspitasari, 2016).
Tipe hujan di pulau jawa
Di pulau jawa memiliki tipe curah hujan monsunal. Tipe pola ini memiliki beberapa karakteristik
yatu bersifat unimodal atau meiliki satu puncak serta satu lembah. Biasanya puncak hujan berada
di bulan desember-febuari sedangkan kemarau berada di bulan juni-agustus.
Pembagian iklim koppen di pulau jawa
Secara garis besarklasifikasi iklim koppen di pulau jawa mayoritas yaitu termasuk iklim Am.
Namun di pulau juga terdapat tipe iklim lainnya antara lain:
1. Af (iklim hutan hujan tropis): bogor, pantai selatan jawa barat, gunung slamet, gunung
muria, sebelah barat banyuwangi
2. Aw (iklim sabana tropis): pantai utara jawa barat, pekalongan, bojonegoro, madiun,
Surakarta, sidoarjo, jember, blambangan, serta sebagian pulau madura
3. Cw (iklim sedang dengan musim dingin kering): di puncak gunung yang berada di jawa
timur
4. Cf (iklim sedang yang lembab): puncak gunung yang tidak disebutkan

F. Biogeografi Pulau Jawa

Pulau jawa termasuk pada pada wilayah biografi oriental .Wilayah biogeografi Oriental
meliputi Indonesia bagian barat, misalnya Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali. Wilayah
yang juga dikenal sebagai Sundaland ini pada masa lalu bersatu dengan daratan Benua
Asia. Kondisi lingkungan fisik wilayah Oriental cukup bervariasi, sebagian besar beriklim
tropis sehingga banyak terdapat hutan tropis yang kaya akan flora dan fauna.Perbedaan
wilayah-wilayah biogeografi di bumi disebabkan oleh sejarah geologi dan iklim di bumi yang
terus berubah,.Dalam kurun waktu jutaan tahun, sebaran maupun letak daratan dan lautan
selalu mengalami pergeseran dan pergerakan. Lempengan kerak bumi selalu bergerak dan
sering bertubrukan, sehingga letak maupun tinggi daratan dan lautan di bumi ini selalu
berubah. Karena permukaan serta ketinggian daratan dan lautan selalu berubah, maka iklim
juga turut berubah-ubah.
 Ciri ciri fauna di pulau jawa :
1) Banyak spesies mamalia berukuran besar
Seperti badak, gajah, banteng, dan harimau. Terdapat pula mamalia berkantung,
tetapi jumlahnya sedikit, bahkan hampir nggak ada.
2) Ada berbagai macam kera
Terutama di Kalimantan yang paling banyak memiliki primata, misalnya, orang
utan, kukang, dan bekantan.
3) Burung-burung yang dapat berkica
Tetapi warnanya tidak seindah burung Australia, misalnya, jalak bali (Leucopsar
rothschildi), murai (Myophoneus melurunus), ayam hutan berdada merah
(Arborphila hyperithra), dan ayam pegar (Lophura bulweri).
 Fauna di Pulau Jawa
a. Badak Jawa
b. Owa Jawa

c. Surili jawa

d. Elang jawa
e. Kancil jawa

f. Landak jawa

G. Sosial Budaya Pulau Jawa


a. Budaya Jawa
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat
Jawa khususnya di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara
garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-
DIY, dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan
dan keserasian dalam kehidupan sehari-hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi
kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu
di Jakarta, Sumatra, dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di
Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang
diminati di luar negeri adalah Wayang kulit, Keris, Batik, Kebaya, dan Gamelan.
Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit. LSM
Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah
LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari Amerika Serikat tahun 2011.
Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di AS, Singapura, dan Selandia Baru Gamelan
Jawa rutin digelar di AS dan Eropa atas permintaan warga AS dan Eropa. Sastra
Jawa Negarakretagama menjadi satu satunya karya sastra Indonesia yang
diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia
Tenggara Universitas Nasional Singapura John N. Miksic jangkauan kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra dan Singapura, bahkan Thailand yang dibuktikan dengan
pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung, dan seni. Bahkan banyak negara
di dunia terutama Amerika dan Eropa menyebut Jawa identik kopi. Budaya Jawa
termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu
Ngoko, Madya, dan Krama. Ada yang berpendapat budaya Jawa identik feodal dan
sinkretik. Pendapat itu kurang tepat karena budaya feodal ada di semua negara
termasuk Eropa. Budaya Jawa menghargai semua agama dan pluralitas sehingga dinilai
sinkretik oleh budaya tertentu yang hanya mengakui satu agama tertentu dan sektarian.
1) Suku di pulau jawa
Indonesia memang kaya akan keberagaman mulai dari hayati, budaya hingga
suku bangsa. Melansir dari beberapa sumber, kelompok etnik atau suku bangsa
di Indonesia lebih dari 300 suku. Dari jumlah tersebut ada beberapa yang
menjadi mayoritas dan juga minoritas tentunya. Salah satu suku bangsa mayor
atau terbesar di Indonesia adalah Suku Jawa. Suku Jawa berasal dari kawasan
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah dari
orang jawa ini mencapai lebih dari 40 persen yang tersebar di berbagai pulau di
nusantara. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bermigrasi ke luar negeri.
 Suku Sunda

Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa terbesar pertama yang
ada di Pulau Jawa selain Suku Jawa. Jumlah populasi dari suku ini
mencapai lebih dari 15 persen yang tersebar di Provinsi Jawa Barat.
Seperti layaknya suku bangsa lain, Suku Sunda memiliki ragam
tradisional yang khas mulai dari tari, bahasa, budaya, musik, hingga
hidangan. Bahkan alat musik tradisional dari suku Sunda ini yang
bernama Angklung telah mendunia.
 Suku Madura

Suku Madura ternyata juga termasuk dalam salah satu suku bangsa
dengan populasi yang cukup besar lho. Orang Madura ini mendiami
Pulau Madura dan juga tersebar di beberapa kawasan di Jawa Timur.
Memiliki presentase populasi sejumlah 3 persen, membuat suku bangsa
yang tersebar di daerah Tapal Kuda ini menjadi salah satu suku bangsa
terbesar di Pulau Jawa, bahkan Nusantara. Yang paling identic dengan
suku bangsa ini adalah tradisi karapan sapi atau perlombaan pacuan sapi.
 Suku Betawi

Memiliki jumlah populasi lebih dari 6 juta orang dari total penduduk
Indonesia, Suku Betawi merupakan salah satu suku bangsa tersebar di
Pulau Jawa. Konon, orang betawi yang tinggal di DKI Jakarta ini
merupakan keturunan penduduk yang bermukim di Batavia sejak abad
ke-17. Suku bangsa ini juga sangat popular dengan maskot boneka besar
yang biasa dikenal dengan boneka ondel-ondel.
2) Alat Musik di Pulau Jawa
 Angklung

Alat Musik Angklung  merupakan salah satu alat musik tradisional dari
Pulau Jawa, tepatnya dari Jawa Barat. Alat musik ini sangat terkenal akan
suaranya yang khas.
Keunikan alat musik tradisional ini terbuat dari susunan bambu yang
dibentuk sedemikian rupa. Dan cara memainkannya dilakukan dengan
cara  digerak-gerakkan hingga menghasilkan paduan bunyi yang merdu.

 Gamelan

Alat musik yang menjadi salah satu kesenian khas Jawa Tengah ini, memiliki
beberapa bagian instrumen. Setiap bagian instrumen  memiliki fungsi dan dan
nada yang berbeda-beda. Misalnya saja seperti gong, kenong, saron, kendang,
bonang, demung, peking,dan lain sebagainya. Gamelan termasuk ke dalam jenis
alat musik yang bernada pentatonis.Alat musik tradisional ini  sering digunakan
dalam berbagai macam pertunjukkan kesenian, contohnya  seperti pengiring tarian
tradisional, acara pernikahan, pertunjukan wayang, dan pertunjukan seni Jawa
yang lainnya.

 Tehyan
Sebagai alat musik tradisional dari Pulau Jawa, Alat Musik Tehyan sangat kental
dengan Budaya  Betawi nya. Alat musik ini memang awalnya diperkenalkan oleh
masyarakat Jakarta asli. Alat musik  ini berbentuk seperti Biola. Cara
memainkannya pun hampir sama, yaitu dengan cara digesek. Tehyan sering
digunakan sebagai alat musik pendukung berbagai kesenian Jakarta.

Alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi beberapa pertunjukan khas
Betawi, misalnya seperti Kesenian Marawis, Gambang Kromong, Keroncong
Tugu, dan Kesenian Tanjidor. Semua  jenis kesenian rakyat tersebut menjadi ciri
khas masyarakat Betawi.

 Kendang

Alat Musik Kendang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan
jenis alat musik tradisional dari Pulau Jawa. Cara penggunaan alat musik ini 
sebenarnya hampir sama dengan penggunaan salah satu instrumen pada Alat
Musik Gamelan, hanya saja fungsinya berbeda. Kendang memiliki 2 bagian sisi
yang bernama membran pada masing-masing bagian ujungnya. Dengan ukuran
yang berbeda, jenis suara yang dihasilkan pun juga berbeda.

3) Kesenian

 Reog Ponorogo

Reog Ponorogo adalah bentuk kesenian yang tumbuh berabad-abad lalu.


Menurut Margaret J. Kartomi dalam “Performance, Music and Meaning of
Réyog Ponorogo” di jurnal Indonesia No. 22, Oktober 1976, kata “reyog”
mungkin berasal dari kata “angreyok” yang ditulis pujangga Prapanca dalam
Nagarakertagama. “Angreyok” berkaitan dengan dorongan semangat
prajurit, pertunjukan tari reog, perang-perangan, dan mungkin berhubungan
dengan pengetahuan militer kuno.“Meskipun dapat dipastikan bahwa
sebagian besar elemen dari reyog Ponorogo memang sudah sangat tua,
rujukan paling awal yang diketahui tentang bentuk-bentuk seni yang
menyerupai itu terkandung dalam Serat Cabolang, sebuah tembang yang
mungkin ditulis di Surakarta pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19,” 

 Wayang Kulit
Seni pertunjukan tradisional wayang kulit identik dengan budaya Jawa.
Wayang kulit memang berkembang luas di wilayah Jawa, tepatnya di Jawa
Tengah dan Jawa Timur.Kata wayang sendiri diketahui berasal dari ‘Ma
Hyang’ yang berarti menuju kepada roh spiritual, para dewa, atau sang
kuasa. Kendati begitu, ada pula yang mengatakan bahwa wayang berasal dari
teknik pertunjukan yang mengandalkan bayangan pada layar.
Wayang kulit terbuat dari lembaran kulit kerbau yang telah dikeringkan.
Sedangkan bagian siku terbuat dari tanduk kerbau yang disambung
menggunakan sekrup supaya gerakan wayang terlihat lebih dinamis. Cerita
yang populer diceritakan dalang di pertunjukan wayang kulit adalah
Mahabrata atau Ramayana.Wayang kulit adalah warisan budaya yang
bernilai tinggi, karena merupakan sebuah seni kriya, dan penggabungan dari
sastra, seni musik, sampai seni rupa. Bukan hanya terkenal di Indonesia,
wayang kulit sudah dikenal di mata dunia yang dibawa oleh pedalang
terkenal Ki Purbo Asmoro. Berkatnya, kini wayang kulit mulai populer di
beberapa negara Asia hingga Eropa, di antaranya Perancis, Yunani, Jepang,
Inggris, Austria, Thailand, Singapura, Bolivia, dan Amerika.

 Karapan Sapi
Karapan sapi (bahasa Madura: Karapan sapèh) merupakan istilah untuk
menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa
Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta
dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut)
dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek
pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat
berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota
di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada
bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada
akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk
memperebutkan Piala Bergilir Presiden.

 Pencak silat
Ada perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal
dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali
Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang
disebut menguasai Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Silat Jawa
lainnya adalah Perisai Diri yang didirikan oleh almarhum R.M.
Soebandiman Dirdjoatmodjo, putra bangsawan Keraton Paku Alam. Teknik
silat Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai daerah di
Indonesia ditambah dengan aliran Shaolin (Siauw Liem) dari negeri
Tiongkok. Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang didirikan
oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan berawal dibentuk oleh Ki Ngabehi
Soerodwirdjo, persaudaraan yang anggota keluarganya disebut ''Sedulur
Tunggal Ketjer'', sedangkan permainan pencak silatnya dahulu
disebut ''Djojo Gendilo Tjipto Muljo''. Merpati Putih dan silat Tapak Suci
Putera Muhammadiyah juga diciptakan oleh orang Jawa. Keempat seni silat
ini sudah tersebar ke Amerika dan Eropa.

4) Tarian di Pulau Jawa

 Tari Jaipong

 Tari serimpi
 Tari Remo

 Tari Topeng Malangan

5) Tradisi di Pulau Jawa


 Larung Sesaji

 Slamatan

 Tedak sinten

6) Makanan Khas di Pulau Jawa

 Gudeg
 Rawon

 Nasi Liwet
Daftar Rujukan

Kusnida, D. Naibaho T, dan Suprapto, T. A. 2009.Tinjauan Geologi terhadap Model


Elevasi Digital Sistem Parit-Prisma Akresi Selatan Jawa. Jurnal Geologi Kelautan vol 7
no 2.Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. Bandung

Setiadi,Imam.Pratama Achmad Wahyu. 2018.Pola struktur dan Konfigurasi Geologi


Bawah Permukaan Cekungan Jawa Barat Utara berdasarkan Analisis Gayaberat.Jurnal
Geologi dan Sumber Daya Mineral 19 (2)

Bachri, Syaiful. 2014.Pengaruh Tektonik Regional terhadap Pola Struktur dan Tektonik
Pulau Jawa. Jurnal Geologi dan Sumber Daya Mineral vol 15 no 4.Pusat Survei Geologi.
Bandung

Asikin, Sukendar. Geologi Struktur Indonesia. Bandung.ITB Press

Dibyosaputro, Suprapto. Haryono, Eko. 2020.Geomorfologi Dasar. UGM Press

Haryanto, Iyan. 2013.Struktur Sesar di Pulau Jawa Bagian Barat berdasarkan Hasil
Interpretasi Geologi. Bandung. Bulletin of Scientific Contribution II

Kurnianto, Fani Arif. 2019.Proses Geomorfologi dan Kaitannya dengan Tipologi


Wilayah. Majalah Pembelajaran Geogragi 2 (2)

Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk
Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Lampiran Terms of
Reference Type A. Survai Kapabilitas Tanah. No. 59a/1983. Pusat Penelitian Tanah,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25 halaman.
Suhadi. 1961. Klasifikasi tanah kategori rendah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi
II, Bogor No. 10.

Rachim, D.A. dan M. Arifin. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Pustaka Reka Cipta,
Bandung, 236 halaman

Nuraini, N., Fajar, I., Perdana, P., & Udara, S. (2020). Analisis perubahan suhu udara
permukaan untuk mengetahui karakteristik urban heat island di wilayah jabodetabek.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi Uhamka Tahun 2020, 25–32.

Puspitasari, N. (2016). Analisis Tren Perubahan Suhu Udara Minimum Dan Maksimum
Serta Curah Hujan Sebagai Akibat Perubahan Iklim Di Provinsi. SAINS, 16, 66–72.

Anda mungkin juga menyukai