Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhamad Rizal

NIM : E151160041

SIKLUS HIDROLOGI PADA HUTAN DAUN JARUM


Pinus (Pinus mercusii)

A. Gambaran Umum
A.1. Pohon Pinus
Pinus merkusii Jungh et de Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim P.
sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. fynlaysoniana Blume, P. latteri
Mason, P. merkusii var. tonkinensis, P. merkusian Cooling & Gaussen. Nama
Daerah : Damar Batu Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam (Sumatera), Pinus (Jawa),
Sral(Kaomboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Filipina),
Indochina Pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-
lain oleh Harahap dan Izudin (2002) dalam Siregar (2005).
Harahap dan Izudin (2002) dalam Siregar (2005) juga menyatakan P.
merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir, tanah
berbatu dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 mdpl. Di hutan
alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m dengan
diameter 170 cm.
P. merkusii termasuk family Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh,
Sumatera Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu
dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang.
Di Indonesia, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2000 mdpl.
Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian anatara 400-1500 mdpl
(Khaerudin, 1999)
A.2. Siklus Hidrologi
Harto (1993) mengatakan bahwa siklus hidrologi diawali dari Matahari
merupakan sumber tenaga Bagi alam. Dengan adanya tenaga tersebut, maka
dari seluruh permukaan di bumi akan dapat terjadi penguapan, baik dari muka
tanah, permukaan pohon-pohonan dan permukaan air (water body).
Penguapan yang terjadi dari permukaan air dikenal dengan penguapan (free
water evaporation, evaporation), sedangkan penguapan yang terjadi dari
permukaan pohon-pohonan dikenal dengan transpirasi(transpiration).
Sebagai akibat terjadinya penguapan, maka akan dapat terbentuk awan
yang apabila keadaan klimatologik memungkinkan, awan dapat terbawa ke
darat dan dapat terbentuk menjadi awan pembawa hujan (rain cloud). Hujan
baru akan terjadi apabila berat butir-buti air hujan tersebut Telah lebih besar
ari gaya tekan udara ke atas. Dalam keadaan klimatologi tertentu, maka air
hujan yang masih melayang tersebut dapat teruapkan kembali menjadi awan.
Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang disebut hujan, dan dapat
diukur. Hujan yang terjadi tersebut sebagian juga akan tertahan oleh
mahkota pohon-pohonan dan bangunan yang selanjutnya akan diuapkan
kembali. Bagian air ini tidak dapat di-ukur dan merupakan bagian air yang
hilang (interception).
Air yang jatuh di permukaan tanah terpisah menjadi dua bagian, yaitu
bagian yang mengalir di permukaan yang selanjutnya menjadi aliran limpasan
(overland flow) yang selanjutnya dapat menjadi limpasan (run-off), yang
seterusnya merupakan aliran sungai dan ke laut. Aliran-limpasan sebelum
mencapai saluran dan sungai, mengalir dan tertahan di permukaan tanah
dalam cekungan-cekungan, dan sampai jumlah tertentu merupakan bagian
air yang hilang karena proses infiltrasi,yang disebutsebagai tampungan-
cekungan(depression storage). Bagian lainnya masuk ke dalam tanah melalui
proses infiltrasi (infiltration). Tergantung dari struktur geologinya, dapat
terjadi aliran mendatar yang disebut aliran antara (interflow, subsurface flow).
Bagian air ini juga mencapai sungai dan atau laut. Bagian lain dari air yang
terinfiltrasi dapat diteruskan sebagai air perkolasi yang mencapai akuifer
(aquifer, ground water storage). Air ini selanjutnya juga mengalir sebagai
aliran air tanah mencapai sungai/laut.
B. Pengaruh Hutan Tanaman Pinus Terhadap Kondisi Hidrologi

Menurut (Priyono, C.N.S., 2002) pengaruh tanaman Pinus terhadap siklus


hidrologi adalah :

a) Tegakan pinus mempunyai intersepsi, stemflow dan throughfall yang lebih


tinggi dibandingkan dengan tegakan puspa maupun Agathis.
b) Hutan Pinus karena mempunyai intersepsi dan evapotranspirasi tinggi akan
anyak mengkonsumsi air sehingga perlu pencermatan besarnya curah hujan di
wilayah pengembangannya supaya tidak menyebabkan masalah kekurangan
air.
c) Kandungan lengas tanah di hutan pinus lebih tinggi daripada kandungan lengas
tanah di semak belukar dan tanaman pangan. Semakin tua umur tegakan pinus
juga semakin besar kemampuannya untuk meresapkan air ke dalam tanah. Hal
ini membuktikan bahwa tegakan hutan sangat bagus dalam meresapkan air ke
dalam tanah.
d) Seresah pada hutan pinus dapat menambah bahan organik tanah sehingga
menurunkan bulk density tanah dan meningkatkan porositasnya.
e) Debit rata-rata yang dihasilkan pada DAS yang didominasi hutan pinus
termasuk katagori baik, debit minimalnya termasuk katagori jelek dan debit
maksimumnya termasuk katagori baik.
f) Hutan pinus tidak mampu meredam besarnya aliran permukaan yang
disebabkan oleh hujan yang ekstrem tinggi (> 100 mm).
g) SUB DAS berhutan lebih baik dalam mengendalikan aliran permukaan,
dibandingkan dengan SUB DAS non hutan.
h) Hutan tanaman pinus sangat berperan sekali sebagai regulator air, yaitu
memasok air pada musim hujan kedalam tanah dan mengeluarkannya pada
musim kering.
C. Siklus Hidrologi Hutan Pinus

Dikutip dari Priyono, (2002) Peran Hutan tanaman Pinus pada proses siklus air
tergantung pada beberapa parameter seperti yang digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1 : Intersepsi, evapotranspirasi dan infiltrasi


Peran hutan tanaman pinus dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air
intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam
daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan
konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap
memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air
intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya
mempengaruhi neraca air regional, Intersepsi dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
factor iklim dan faktor fisik pohon. Faktor iklim seperti curah hujan, kecepatan angin,
sinar matahari, dan kelembaban udara. Sedangkan kondisi fisik pohon adalah umur
pohon, diameter pohon, lebat tajuk, dan bentuk daun (Indeks Luas daun) atau Leaf
Area Index. Semakin tinggi curah hujan pada pohon pinus yang memiliki tajuk pohon
yang lebat atau rapat, maka semakin tinggi intersepsi. Jika curah hujan tinggi, namun
tajuk pohon tidak rapat maka intersepsi rendah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Anwar (2005), yang menyatakan bahwa semakin tinggi intensitas curah hujan maka
semakin tinggi intersepsi curah hujan yang terjadi. Artinya bahwa apabila terjadi hujan
dengan intensitas tinggi, maka kapasitas tampung tajuk dalam kondisi jenuh, sehingga
curah hujan yang turun langsung dialirkan ke permukaan tanah (lantai hutan).
Sebaliknya jika terjadi hujan dengan intensitas rendah, maka curah hujan akan
diintersepsi oleh tajuk. Hal ini juga sesuai dengan laporan penelitian Asdak (1994),
dan Kaimuddin (1994) dalam Chairani dan Jayanti (2013). Bentuk daun pinus yang
berbentuk jarum dan tumbuh dengan rapat mempengaruhi jumlah intersepsi.
Sedangkan lebar daun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besar atau
tidaknya jumlah intersepsi yang terjadi.
Intersepsi sebagai salah satu komponen dalam daur hidrologi yang nilainya kecil
dan terkadang seing diabaikan, namun memiliki dampak yang sangat besar bagi jenis
tanaman tertentu. Intersepsi pada tegakan pohon pinus dapat mengurangi limpasan
permukaan (runoff) karena bentuk daunnya dan sekaligus menghasilkan udara yang
bersih dan sejuk pada lingkungan di sekitarnya. Dengan berkurangnya limpasan
permukaan (run off) pada suatu kawasan hutan yang cukup luas, maka bahaya erosi
dan banjir dapat dicegah sejak dini (Chairani dan Jayanti, 2013 )
Peran hutan tanaman pinus dalam proses siklus air yang kedua adalah
evapotranspirasi. Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya
evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara,
kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan
tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasi.
Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi tidak kekurangan suplai air, atau
berada diantara titik layu permanen dan kapasitas lapang.
Vegetasi memerlukan air untuk pengangkutan unsur hara dari dalam tanah untuk
metabolisme tumbuhan bagi kehidupannya. Melalui daun, air yang berasal dari tanah
diuapkan sebagai bagian dari proses fisiologis tanaman yang disebut transpirasi.
Dalam hal ini transpirasi atau karena susahnya dipisahkan dengan evaporasi maka
sering disatukan menjadi evapotranspirasi. Evapotranspirasi punya pengaruh yang
penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang
berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat
menyimpan air. Peran ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil air).
Kebanyakan persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan dengan dimensi
ruang dan waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan pada suatu keadaan
berlebihan air pada musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Sampai saat
ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya
hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di
musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat
bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan hutan yang baik
tetap mengalir pada musim kemarau.
Selain itu Berdasarkan hasil perhitungan infiltrasi Horton oleh Buianto et al
(2014) diperoleh lahan HTI pinus memiliki laju infiltrasi tertinggi sebesar 24.96 cmh-1,
kemudian lahan HTI mahoni sebesar 8.69 cmh-1 dan lahan HTI jati sebesar 4.06 cmh-
1. Lahan HTI pinus menunjukkan korelasi positif antara sifat fisik tanah (tekstur tanah
dan permeabilitas) dengan laju infiltrasi aktual, sedangkan lahan HTI jati dan lahan
HTI ahoni tidak menunjukkan korelasi positif,lahan HTI pinus memiliki laju infiltrasi
tertinggi karena termasuk kelas tekstur lempung berdebu yang tergolong standar laju
infiltrasi sedang dan nilai permeabilitas tertinggi sebesar 28.33 cmh -1 yangtergolong
laju infiltrasi sedang. Berdasarkan hasil uji korelasi dan uji regresi antara laju infiltrasi
aktual dan laju infiltrasi Horton diperoleh hubungan yang sangat nyata, sehingga
metode infiltrasi Horton dapat digunakan untuk memperkirakan laju infiltrasi pada
ketiga lahan HTI. Sehingga dari penelitian ini bisa dikatakan bahwa dari segi infiltrasi
hutan pinus lebih baik dalam menyediakan kapasitas infiltrasi dibandingkan dengan
tegakan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, B.T.H. Wirosoedarmo, L. dan Suharto, B. 2014. Perbedaan Laju Infiltrasi


Pada Lahan Hutan Tanaman Industri Pinus, Jati Dan Mahoni (Infiltrationrate
Difference Ofindustrial Plantation Forest Land Pine,Teak and Mahogany)
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Chairani, S. dan Jayanti, D.W. 2013. Intersepsi Curah Hujan Pada Tegakan Pohon
Pinus (Casuarina cunninghamia) Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala.
Rona Teknik Pertanian Vol. 6 No. 1 April 2013.
Harto, S.BR. 1993. Analisis Hidrologi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Priyono, C.N.S. 2002. Hutan Pinus dan Air. UGM, IPB, UNIBRAW dan BP2TPDAS
Surakarta.
Siregar, E.B.M. 2005. Pemuliaan Pinus Merkusii. Fakultas Pertanian. Jurusan
Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. e-USU Repository ©2005
Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai