PENDAHULUAN
Fungsi Bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi. Jika fungsi itu
bahasa kelompok, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan interaksi sehari-
hari dalam kelompok itu. Dari sisi perorangan, bahasa memiliki fungsi
khayalan.
sosiokultural. Faktor sosial dan kultur atau budaya memiliki hubungan yang erat
dengan bahasa. Setiap kali kita mengajarkan satu bahasa, kita juga mengajarkan
satu sistem yang kompleks tentang kebiasaan budaya, nilai-nilai, cara berpikir,
-1-
bahasa, dan strategi belajar bahasa. Sehingga faktor sosio-kultural atau budaya
memiliki hubungan yang erat dengan bahasa. Setiap kali kita mengajarkan satu
bahasa, kita juga mengajarkan satu sistem yang kompleks tentang kebiasaan
bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan
menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan
dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari sejarah
faktor serta pengaruh social budaya dalam pemerolehan bahasa dan pengajaran
bahasa.
-2-
2. Untuk mendeskripsikan faktor sosial-budaya dan bahasa secara umum.
kedua
-3-
BAB II
PEMBAHASAN
budaya adalah konteks yang ada dalam diri manusia bisa berupa berpikir, merasa,
dan penghubung dengan yang lain. Budaya juga bisa didefinisikan sebagai
Budaya adalah sebuah sistem aturan yang dinamis, eksplisit dan implisit,
mereka. Bagi setiap orang, budaya meneguhkan sebuah konteks perilaku kognitif
a. Dinamis.
b. Sistem aturan.
d. Kelangsungan hidup.
tampak jelas bahwa budaya sebagai himpunan perilaku dan mode persepsi yang
-4-
berurat akar, dan menjadi sangat penting dalam pembelajaran sebuah bahasa baik
bahasa pertama dan kedua. Bahasa adalah bagian dari budaya, dan budaya bagian
dari bahasa, keduannya saling terkait satu sama lain sehingga tidak ada seorang
penting masing-masing.
kedua dengan budaya, artinya bahwa seorang siswa tidak hanya sebatas belajar
bahasanya saja tetapi juga harus belajar tentang budaya yang terkait dengan
bahasa yang dipelajarinya. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menggunakan
asli bahasa tersebut. Berikut ini contoh realitas bahasa yang menunjukkan betapa
melatarbelakanginya.
Budaya Indonesia dan budaya orang barat relatif berbeda. Orang barat akan
menyapa lawan bicaranya dengan ucapan ‘Good morning’, walaupun pada saat
itu menunjukkan pukul 11.00 WIB. Maka ketika orang barat bertemu dengan
orang Indonesia, orang Indonesia akan merasa ada sesuatu yang janggal pada
sapaan orang barat tersebut. Hal ini disebabkan orang Indonesia menganggap
pukul 11.00 WIB sudah siang, maka seharusnya orang barat mengucapkan ‘Good
afternoon’. Contoh di atas hanya merupakan contoh kecil yang tidak akan
menimbulkan masalah yang berarti. Pada kasus-kasus bahasa yang lain, bisa jadi
-5-
berhubungan dengan siapa saja yang ditemui. Mempelajari budaya merupakan
merupakan inti pembelajaran budaya atau yang biasa disebut penyesuaian diri.
dalam penyesuaian diri. Gangguan ini disebut culture shock. Culture shock
sakit jasmani.
Dalam pertukaran budaya, kita menyadari bahwa semua aspek yang ada
dalam budaya yang masuk akan bercampur dengan budaya kita, baik budaya
positif maupun negatif. Tentu saja pandangan seseorang tentang budaya yang
maka mereka tidak akan bisa menerima perbedaan-perbedaan dari budaya mereka.
bahwa orang Amerika semuanya kaya, santai, matrealistis, terlalu ramah, dan
suka minum kopi. Orang Italia umumnya berhasrat, pecinta ulung dan suka
minum anggur merah. Sedangkan orang Inggris sopan, hemat, dan suka minum
teh.
-6-
Stereotip-stereotip tersebut merupakan sudut pandang pada umumnya oleh
bisa dibentuk melalui pergaulan. Orang bisa mengenal dan mengerti akan
perbedaan budaya satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bisa positif atau pun
negatif. Hal yang positif bisa diambil namun yang negatif bisa dicegah dengan
jalan filterisasi.
berbeda satu sama lain. Seperti yang diungkapkan Brown dalam hasil
suatu budaya benar-benar berbeda dari yang lain). Stereotype mungkin benar
dalam menduga watak ‘umum’ anggota budaya tertentu tapi tidak akurat untuk
masing. Oleh karena itu stereotip atau pelabelan orang dari budaya berbeda
haruslah dihindari baik oleh pembelajar maupun guru bahasa kedua, mereka harus
-7-
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kehadiran
2.3 Sikap
budaya atau bahasa yang dibicarakan atau dipelajari. Pengaruh tersebut bisa
datangnya melalui media secara tidak langsung baik televisi, buku, atau internet.
Selain itu juga bisa didapat dari hasil atau pengaruh dari sikap orang dewasa,
orang tua, teman sebaya, dan hasil interaksi dengan orang yang berbeda-beda,
serta hasil interaksi faktor-faktor afektif pada pengalaman manusia. Sikap inilah
yang membentuk satu bagian persepsi atas diri sendiri, orang lain, dan
Acquisition-SLA. Sikap dibagi menjadi dua, yaitu sikap positif dan negative
yang mempunyai sikap negatif terhadap diri sendiri, bahasa target, dan
penguasaan serta pengetahuan tentang bahasa tersebut. Sikap negatif ini dapat
-8-
berjumpa dengan orang-orang dari kebudayaan lain, sehingga akan memperoleh
menekan atau mengubah sikap negatif dengan cara memberikan keterangan yang
benar tentang mitos-mitos yang ada pada budaya lain, yang tentu saja berbeda
dengan budaya siswa yang belajar bahasa kedua. Siswa yang belajar bahasa kedua
pembimbing akan membantu siswa untuk memiliki sikap yang positif terhadap
menuju budaya lain, yang teraih sebagai produk samping dari pelatihan bahasa
Banyak murid di kelas bahasa asing yang mempelajari bahasa bahasa itu
dengan sedikit atau tidak ada pengertian sama sekali tentang kedalaman norma
dan pola budaya dari orang-orang yang berbicara pada bahasa itu. Perspektif lain
adalah gagasan bahwa sebuah kurikulum bahasa asing itu bisa menghadirkan
budaya fakta yang dikonsumsi secara kognitif, oleh murid tanpa interaksi yang
karena tidak efektif dan salah pengertian. Robinson Stuart dan Nokon
-9-
sebagai “sebuah proses, yaitu sebagai sebuah cara mengindra, menafsir, merasa,
hidup di dunia… dan berhubungan dengan tempat di mana seseorang berada dan
budaya. Proses ini harus dijalani, proses pembelajaran bahasa yang berlangsung
perasaan, dan tindakan seseorang. Dalam proses ini akan menimbulkan akulturasi
budaya.
Budaya adalah bagian yang tertanam sangat dalam dari keberadaan kita
anggota seluruh budaya- adalah ekspresi yang paling terlihat dan tersedia dari
budaya itu. Maka, cara pandang, identiras diri, dan sistem berpikir, bertindak,
merasa, dan berkomunikasi bisa terusik oleh kontak dengan budaya lain.
berentang dari ketersinggungan ringan sampai panic dan krisis psikologis yang
bahkan sakit fisik. Orang-orang yang mengalami gegar budaya melihat dunia baru
dengan perasaan sengit dan berubah-ubah dari iba kepada diri sendiri dan marah
kepada orang lain yang tak memahami mereka. Dari kasus yang didapatkan dalam
pandangan baru bahwa orang-orang yang berada dalam suatu budaya kedua
-10-
awalnya mungkin nyaman dan terhibur dengan lingkungan yang eksotis.
merasa nyaman. Begitu kebaruan ini luntur dan kontra diksi yang bertumpuk
sekitar
masuk dari perbedaan budaya ke dalam bayangan mereka akan diri sendiri
dan rasa aman. Dalam tahap ini orang-orang mengandalkan dan mencari
mengeluh tentang adat dan kondisi lokal, berusaha lari dari kesengsaraan ini.
c. Tahap 3 adalah salah satu dari pemulihan bertahap dan pada awalnya tentatif
dan terombang-ambing. Tahap ini di cirikan oleh apa yang disebutkan Larson
sementara masalah lain berlanjut untuk beberapa waktu. Tetapi ada kemajuan
maupun adaptasi, penerimaan budaya dan kepercayaan diri baru dalam orang
-11-
Karya Wallace Lambert tentang sikap-sikap dalam pembelajaran
bahasa dan sikap terhadap budaya asing. Saat orang mulai kehilangan ikatan
dengan budaya asli mereka dan beradaptasi dengan budaya kedua, mereka
tahap ketiga akulturasi, perasaan tak berumah, ketika orang tak merasa lagi tak
punya ikatan kuat dengan budaya aslinya dan belum sepenuhnya beradaptasi
terjadi ketika secara linguistik seseorang mulai “menguasai” bahasa asing. Dalam
studi Lambert, ketika seorang Kanada berbahasa inggris mulai menjadi begitu
terampil dalam bahasa Prancis sehingga mulai “berpikir” dalam bahasa Prancis
bahkan bermimpi dalam bahasa Prancis, perasaan anomi tercatat tinggi. Bagi
subjek Lambert interaksi antara anomi dan keterampilan yang meningkat dalam
bahasa kadang menggiring orang untuk berbalik atau “mundur” ke bahasa Inggris
untuk mencari situasi-situasi dimana mereka bisa bicara bahasa Inggris. Dorongan
sesaat ke mekanisme pelarian yang diperoleh dalam tahap awal gegar budaya.
Baru ketika orang itu masuk penuh ke tahap ketiga, perasaan anomi pembalajar
ketika para pembelajar adalah korban tak sengaja dan tanpa daya dari keadaan.
-12-
Peter Adler, mencatat bahwa gegar budaya, sekalipun pasti mempunyai
manifestasi kritis, juga bisa dilihat lebih positif sebagai sebuah pengalaman
perspektif baru atas dirinya sendiri, dan menjadi paham bahwa identitasnya
sendiri penting untuknya. Selain itu, pengalaman lintas budaya berlangsung ketika
seseorang berhadapan dengan sebuah budaya yang berbeda dan sebagai hasilnya:
b. Memahami nilai, sikap, dan pembawaan orang lain yang bersumber dari
budaya.
Jarak sosial merujuk kepada kedekatan kognitif dan afektif dari dua budaya yang
bertemu dalam diri sesorang. Jarak jelas dipakai sebagai metafora untuk
orang Amerika Serikat mirip secara budaya dengan orang Kanada, semantara
penduduk asli AS dan China, jika jika dibandingkan, relatif tidak serupa. Kita bisa
bilang bahwa jarak sosial kasus yang belakangan melampaui yang sebelumnya.
parameter berikut:
-13-
a. Dominasi. Dalam kaitannya dengan BS (bahasa sasaran), apakah kelompok
kelompok B2?
d. Keserasian apakah budaya dari dua kelompok itu serasi –sistem nilai dan
keyakinan mereka mirip? Seperti apa sikap timbale balik kedua kelompok?
sasaran?
hipotesis pembelajaran bahasa yang baik dan buruk, dan mengilustrasikan tiap
situasi dengan dua konteks lintas budaya yang aktual. Dua hipotesis situasi
preservasi dan penutupan diri tinggi bagi kelompok B2, dan kelompok B2
kohesif sekaligus besar, dua budaya tak serasi, dua kelompok saling bersikap
singkat.
-14-
Situasi pertama, menurut Schumann, adalah tipikal orang Amerika yang
tinggal Riyadh, Arab Saudi. Situasi kedua adalah gambaran Indian Navajo yang
asimilasi (atau setidaknya akulturasi) uuntuk kelompook B2, penutupan diri yang
rendah adalah cita-cita kedua kelompok, kedua budaya serasi, kelompok B2 kecil
dan tidak kohesif, kedua kelompok salaing memiliki sikap positif, dan kelompok
Hipotesis Schumann adalah makin besar jarak sosial antara dua budaya,
makin besar kesulitan yang akan ditemui pembelajar saat belajar bahasa kedua,
dan sebaliknya, makain kecil jarak sosial (solidaritas sosial yang lebih besar
Salah satu kesulitan dalam hipotesis Schumann tentang jarak sosial adalah
pengukuran jarak sosial aktual. Bagaimana orang dapat bisa menentukan derajat
untuk perbandingan jarak relatif? Sampai hari ini pengertian ini masih tetap
empati, harga diri, dan banyak pengertian psikologis lain, sulit didefenisikan
ukuran jarak sosial yang dipahami. Pendapatnya adalah bahwa jarak aktual antara
-15-
pandangan dunia mereka sendiri dan kemudian bertindak di atas persepsi itu
seberapa pun bisanya. Menurut Acton, ketika pembelajar menemui budaya baru,
proses akulturasi mereka adalah sebuah factor bagaimana mereka melihat budaya
sebaliknya.
jarak sosial yang dipahami -Kuesioner Perbedaan Nyata dalam Sikap atau
a. Jarak (perbedaan) antara mereka sendiri dan orang sebangsa secara umum;
c. Jarak antara orang yang sebangsa mereka dan anggota budaya sasaran.
Dengan teknik differensial semantic, skor tiga jarak itu dihitung untuk tiap-
tiap dimensi. Acton mendapati bahwa dalam kasus pembelajar Bahasa Inggris
yang sudah berada di Amerika Serikat selama empat bulan, ada rasio optimal
pada jarak sosial yang dipahami (di antara tiga skor) yang menunjukkan
pembelajar bahasa yang “baik”. Jika pembelajar melihat mereka sendiri terlalu
dekat atau terlalu berjarak dengan dengan budaya sasaran ataupun budaya asli,
yang berhasil melihat diri mereka menjaga jarak antara diri mereka dan kedua
-16-
bahasa sebab kita tahu tidak ada instrumen memadai untuk memprediksi
Teori Acton mengenai jarak sosial optimal yang bisa dipahami mendukung
anomi atau tak berumah, ketika pembelajar sudah bergerak menjauhi budaya asli
budaya sasaran. Lebih penting, model Acton mendekatkan kita pada sebuah
dengan memasok sebuah puzzle. Jika kita menggabungkan penelitian Acton dan
Lambert, sebuah hipotesis yang menarik muncul yaitu, bahwa penguasaan atau
kefasihan dalam bahasa kedua (di dalam budaya kedua) terjadi sekitar awal tahap
penguasaan mungkin tidak terjadi secara efektif sebelum tahap itu, atau
penguasaan bahasa itu jika mereka melaju melampaui awal tahap ke 3 tanpa
menghadirkan jarak optimal tetapi juga tegangan kognitif dan afektif optimal
yang tak membuat kewalahan (seperti gegar budaya tipikal dari tahap 2) ataupun
bahasa tahap 3, pada gilirannya, akan muncul sebagai instrumen untuk melaju
-17-
Menurut model jarak optimal (yang dikembangkan oleh Brown) dari
perolehan bahasa kedua ini, seorang dewasa yang gagal menguasai bahasa kedua
di sebuah budaya kedua mungkin karena berbagai alasan telah gagal untuk
akan melewati tahap 3 dan masuk ke tahap 4 dengan terlalu banyak bentuk bahasa
yang terformilkan, tak pernah mencapai penguasaan. Mereka tidak punya alasan
fungsi bahasa kedua dalam jumlah memadai tanpa memperoleh bentuk yang yang
tepat. Apa yang disarankan model jarak optimal ini mungkin bisa dilihat sebagai
hipotesis periode kritis berdsarkan budaya, yakni sebuah periode kritis yang
independen terhadap usia pembelajar. Meskipun model jarak optimal lebih tepat
diterapkan kepada pembelajar dewasa, ia juga bisa punya relevansi untuk anak-
anak, sekalipun tidak sekritis untuk orang dewasa. Karena mereka belum
akulturasi lebih cepat. Namun kurang lebih mereka bergerak melewati tahap-
tahap yang sama, dan masuk akal membuat hipotesis bahwa tahapan pemulihan
lompatan kritis dalam kelancaran bahsa dan anomi budaya yang terjadi secara
-18-
Norwegia sepertinya meraih kemahiran yang lebih tinggi jika mereka mempunyai
“sikap berimbang dan kritis kepada orang-orang asli Norwegia“ sebagai lawan
dari penghormatan tak kritis kepada semua aspek budaya sasaran. Testimoni
dalam proses adaptasi yang kadang panjang dan melelahkan di tanah air baru.
Para guru dalam konteks yang serupa bisa memetik manfaat dari penilaian
saksama tahap budaya terkini si pembelajar dengan perhatian yang pas bagi
orang mengalami kendala psikologis dan efek menghambat lainnya dari budaya
di budaya kapung halaman mereka, budaya sasaran, dan diri mereka sendiri. Saat
mengajar sebuah budaya asing, kita perlu peka pada kerapuhan murid dengan
-19-
memajukan kemampuan adaptasi budaya. Abrams sukses menggunakan
eksperimental atau proses di ruang kelas mampu membantu para murid mengubah
Donahue dan Parsons memeriksa penggunaan role play di kelas ESL sebagai cara
Sejumlah materi dan teknik lain -bacaan, film, permainan stimulasi, assimilator
budaya, “kapsul budaya”, dan “kulturgram”- tersedia bagi guru bahasa untuk
-20-
istri, anak-anak). Budaya kolektivitas mengasumsikan bahwa setiap orang,
masuk ke salah satu atau lebih “kelompok dalam” (apakah perkerabatan, klan,
Menurut Hofstede: semua masyarakat tak setara, tetapi beberapa lebih tak
dalam sebuah budaya dibuat gugup oleh situasi-situasi yang mereka lihat
sebagai tak terstruktur, tak jelas, tak bisa diduga –situasi-situasi yang yang
kurang agresif, tak emosional, santai, menerima resiko personal, dan relatif
toleran.
-21-
fakta biologis jenis kelamin, dan dalam hal-hal khusus peran sosial yang
yang besar, kuat, dan cepat. Mereka mengharapkan perempuan meladeni dan
tindih peran sosial untuk kedua jenis kelamin, di mana laki-laki tak perlu
ambisius atau kompetitif, tetapi boleh mengejar kualitas hidup yang berbeda
selain sukses materi; laki-laki boleh menghormati apa pun yang kecil, lemah,
menekankan jenis lain kualitas hidup, hubungan antar personal, dan perhatian
sistem bahasa dan adanya sistem bahasa dan adanya sistem universal yang
dimiliki oleh bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Struktur bahasa menentukan
struktur pikiran. Struktur pikiran dibentuk oleh perilaku, dan bukan oleh struktur
-22-
pemikiran adalah milik perseorangan. Anggota-anggota masyarakat yang
Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi
sedangkan binatang tidak mampu melakukan itu semua. Bahasa hidup di dalam
hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam dan
dialami penuturnya, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
manusia.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang hubungan bahasa dan berpikir,
-23-
Bahasa, pikiran, dan budaya memiliki keterkaitan yang saling
telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat “didirikan” di atas tabiat-
tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah tidak ada dua bahasa yang sama
sehingga bisa mewakili satu masyarakat yang sama. Setiap Bahasa satu
masyarakat telah mendirikan satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu.
hubungan subordinatif dan koordinatif. Selain itu, ada beberapa klasifikasi bahasa,
terbentuknya kebudayaan. Bahasa adalah Sine qua non (yang mesti ada) bagi
kebudayaan dan masyarakat manusia. Bahasa adalah kunci bagi pengertian yang
mendalam atas suatu budaya atau ciri yang paling kuat dari kepribadian sosial
-24-
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
bahasa kedua dan bahasa asing. Dengan mengenali hubungan yang kompleks
tersebut guru bahasa dapat merancang perlakuan apa yang oocok terhadap murid-
muridnya di kelas, baik dari segi pendekatan maupun teknik. Guru juga dapat
kelompok pemakai bahasa sasaran jika mereka ingin menguasai bahasa tersebut
3.2 Saran
-25-