Anda di halaman 1dari 27

PENYIMPANGAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA

DALAM FILM DILAN 1990


KARYA FAJAR BUSTOMI DAN PINDI BAIQ

Penelitian Kecil

Oleh
Erwin Wahyu Ilahi
1510221065

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya Sehingga
penyusunan proposal dengan judul “Penyimpangan Prinsip Kesantunan berbahasa
Dalam Film Dilan 1990 Karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq” dapat selesai tepat
waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang cerah.
Mudah-mudahan proposal ini memberikan manfaat dan menambah ilmu
pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa. sehingga dapat memperlancar dan
mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Segala
kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaan proposal ini.

Jember, 30 April 2018

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................22
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian .......................................................................1
1.2 Masalah Penelitian ..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................4
2.1 Pragmatk ................................................................................................4
2.2 Situasi Tutur ...........................................................................................5
2.3 Tindak Tutur ..........................................................................................6
2.4 Maksim-maksim Kesantunan.................................................................8
1. maksim kebijaksanaan ....................................................................9
2. maksim kedermawanan ..................................................................10
3. maksim penghargaan ......................................................................11
4. maksim kesederhanaan ...................................................................12
5. maksim permufakatan.....................................................................13
6. maksim kesimpatisan......................................................................14
2.5 implikatur ...............................................................................................14
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................16
3.1 Jenis Penelitian.......................................................................................16
3.2 data dan sumber data ..............................................................................16
3.3 populasai ................................................................................................17
3.4 Sampel....................................................................................................17
3.5 Metode pengumpulan data .....................................................................18
3.6 Metode analisis data ...............................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari berinteraksi
dengan manusia yang lainnya. Interaksi sangat penting bagi setiap manusia
dengan saling ketergantungan. Oleh karena itu, dalam kegiatan berinteraksi
dengan berbagai pihak sangat membutuhkan alat, sarana, atau media, yaitu
bahasa. Bahasa menurut Budiman 1987 (dalam Elvira, 2017) adalah ucapan,
pikiran, dan perasaan seseorang yang teratur dan digunakan sebagai alat
komunikasi antar anggota masyarakat. Tanpa bahasa manusia tidak dapat
bersosialisasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena manusia
tidak dapat hidup sendiri. Kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan
dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi melalui bahasa.
Melalui bahasa segala sesuatunya dapat dipahami dan dimengerti oleh seseorang
dalam melakukan komunikasi kepada orang lain. Santun berbahasa menunjukkan
seperti apa perangai atau tingkah laku seseorang. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Moeliono, dkk. 2007 (dalam Audina, 2017) mengungkapkan bahwa
menghargai adalah memberi, menentukan, menghormati, dan memuliakan orang
tua atau orang lain.
Kesantunan merupakan kehalusan dan sangat baik dilakukan atau
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat dua konsep kesantunan yang
berkaitan dengan aspek bahasa, yaitu kesantunan tampak pada pilihan kata, nada,
intonasi, dan struktur kalimatnya. Aspek yang kedua terdapat pada tingkah laku,
yaitu kesantunan yang dapat dilihat pada ekspresi, sikap, dan gerak-gerik tubuh
lainnya. Secara luas, kesantunan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
mewujudkan, mempertahankan, serta menyelamatkan harga diri dan kehormatan
mitra bicara selama berlangsungnya suatu percakapan dalam suatu masyarakat. Di
dalam kesantunan ada pengorbanan untuk mau menghargai dan menghormati
mitra bicara. Kalau tidak mau untuk menghormati dan menghargai mitra bicara,
maka kesantunan tidak akan berjalan dengan sebagaimana seharusnya.
Kesantunan memiliki unsur yaitu etika atau kaidah berbahasa, norma sosial,
dan sistem budaya. Kesantunan juga dipengaruhi oleh tata cara, adat, atau

1
2

kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, kesantunan juga
dipengaruhi oleh konteks yang berkaitan dengan tempat, suasana, waktu yang
melatarbelakangi terjadinya komunikasi, yang berkaitan dengan usia, kedudukan,
atau status sosial dari penutur dan mitra tutur selama berlangsungnya proses
komunikasi. Dalam kesantunan berbahasa terdapat beberapa maksim yaitu :
maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim
kesederhanaan, maksim kemufakatan, maksim kesimpatisan. Tetapi tidak jarang
banyak sekali masyarakat yang masih melakukan penyimpangan kesantunan
berbahasa dalam hal berkomunikasi dengan mitra tutur. Salah satunya di sebuah
film yang sedang populer saat ini.
Suatu acara atau film yang ditayangkan di televisi sering terjadi
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa. Para pemeran film tersebut tidak
mengindahkan adanya prinsip kesantunan dalam melakukan komunikasi atau
percakapan. Pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa maksudnya adalah
peristiwa tindak tutur yang melanggar atau tidak mengandung prinsip kesantunan
yang disampaikan oleh Leech. Teori tersebut dinamakan teori kesantunan Leech.
Dikatakan melanggar prinsip kesantunan apabila seorang penutur dan lawan tutur
sedang berkomunikasi dan tuturannya tersebut tidak mengandung maksim
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim
kesederhanaan, maksim permufakatan, atau maksim kesimpatisan. Walaupun, ada
beberapa tuturan yang akan terjadi dikarenakan hasil dari situasi yang terjadi saat
mereka bertutur.
Berdasarkan ulasan di atas, penelitian ini akan membahas mengenai
penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam film Dilan 1990 karya Fajar
Bustomi dan Pindi Baiq. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi penyimpangan
kesantunan berbahasa sesuai dengan teori kesantunan Leech yakni, maksim
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim
kesederhanaan, maksim permufakatan, atau maksim kesimpatisan. Dan mengenai
implikatur dari pelanggaran prinsip-prinsip kesantunan yang terdapat pada film
tersebut.
3

1.2 Rumusan Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, masalah
penelitiannya dapat dirumuskan sebagai beriku:
1. Bagaimana bentuk penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa yang
terdapat dalam film Dilan 1990 karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq?
2. Bagaimana implikatur dari penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa
dalam film Dilan 1990 karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq?

1.3 Tujuan Penelitian


Berkenaan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bentuk penyimpangan prinsip kesantunan yang terdapat
dalam film Dilan 1990 karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq?
2. Mendeskripsikan implikatur dari penyimpangan prinsip kesantunan dalam
film Dilan 1990 karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq?

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, antara
lain:
1. Manfaan Teoritis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan mengenai kajian pragmatik.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pragmatik, khususnya pada penyimpangan prinsip
kesantunan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa menggunakan
tuturan yang melanggar prinsip kesantunan dan implikatur dari pelanggaran prinsip
kesantunan tersebut tidaklah baik baik bagi penutur maupun mitra tutur.
BAB II
KAJIAN TEORI
Penelitian ini difokuskan kajiannya mengenai bagaimana penyimpangan
prinsip kesantunan berbahasa dalam film Dilan 1990 karya fajar bustomi dan
pindi baiq . Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan untuk
mendukung penelitian. Kajian teori dalam karya tulis ini meliputi hakikat
pragmatik, situasi tutur, tindak tutur, maksim-maksim kesantunan, dan implikatur.
Adapun penjelasan dan penjabaran dari teori-teori tersebut diuraikan sebagai
berikut:
2.1 Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang semakin dikenal pada
masa sekarang. Pragmatik terus saja dikembangkan oleh banyak filsuf atau ahli
bahasa, seperti Austin dan Grice tentang prinsip kerja sama (cooperative
principles) dan implikatur percakapan (conversational implicature). Setelah
Leech (dalam Rahardi, 2003)mengemukakan pendapatnya tentang definisi
pragmatik, barulah batasan pragmatik tersebut menonjol di antara definisi para
ahli bahasa yang lain.
Levinson (dalam Rahardi, 2013) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu
tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang didasarkan pada perhitungan
pemahaman bahasa. Seperti dalam kutipan “pragmatics is the study of the relation
between language and context that are basic to an account of language
understanding”, pragmatik adalah ilmu tentang hubungan antara dua bahasa dan
konteks sebagai dasar dari pemahaman bahasa‟. Definisi tersebut menegaskan
bahwa konteks adalah dasar dari pemahaman bahasa, sehingga dalam
menganalisis bahasa, konteks harus selalu diperhitungkan. Definisi pragmatik
Leech dikemukakan dalam bukunya yang berjudul Principles of Pragmatics, yaitu
pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi
ujar (speech situations).
George Yule 1996 (dalam Putri, 2010) mengemukakan ada empat batasan
mengenai pragmatik, yaitu “pragmatic is the study of speaker meaning”,
pragmatik adalah studi tentang maksud menutur‟; “pragmatic is the study of
contextual meaning”, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual‟;

4
5

“pragmatic is the study of how more gets communicated than is said”, pragmatik
adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada
yang dituturkan‟; “pragmatic is the study of the expression of relative distance”,
pragmatik adalah studi tentang ungkapan jarak hubungan‟. Keempat batasan
tersebut mengacu pada pengertian bahwa “pragmatic is the study of the
relationships between lingiustic forms and the usersof those forms”, pragmatik
adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai
bentuk-bentuk itu‟.
Menurut Kridalaksana (2008:177) pragmatik adalah aspek pemakaian
bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna
ujaran. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik
adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari bagaimana bahasa itu digunakan
dalam komunikasi yang terikat konteks.

2.2 Situasi Tutur


Dalam kajian pragmatik, situasi tutur yang terdapat dalam suatu tuturan
amat diperhitungkan. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi
melalui situasi tutur yang mendukungnya. Sehubungan dengan situasi tutur ini,
Leech (dalam Putri, 2010) mengemukakan sejumlah aspek yang harus
dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut secara
ringkas dijelaskan sebagai berikut.
a. Yang menyapa (penyapa) dan yang disapa (pesapa)
Penggunaan penutur (penyapa) dan mitra tutur (pesapa) tidak membatasi
pragmatik pada bahasa lisan saja tetapi konsep ini juga mencakup penulis dan
pembaca bila keduanya berkomunikasi lewat media tulisan. Aspek-aspek yang
terkait dengan penutur dan lawan tutur adalah usia, latar belakang sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, tingkat keakraban dan sebagainya.
b. Konteks sebuah tuturan
Konteks tuturan diartikan sebagai aspek-aspek yang gayut dengan
lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Leech mengartikan konteks sebagai
suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan
lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan.
6

c. Tujuan sebuah tuturan


Tujuan tuturan adalah maksud yang ingin dicapai oleh penutur dengan
melakukan tindakan bertutur. Bentuk-bentuk tuturan yang dilakukan oleh penutur
dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Bentuk-bentuk tuturan yang
bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud atau
sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan berbagai bentuk tuturan.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan
Pragmatik berhubungan dengan tindak- tindak atau performansi-
performansi verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu.
Dengan demikian pragmatik menangani bahasa dalam tingkatan yang lebih
konkret dibandingkan dengan tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal, dalam pragmatik kata
“tuturan” dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu sebagai produk suatu tindak
verbal. Berpijak dari hal tersebut, tuturan dapat dibedakan dari kalimat. Kalimat
adalah entitas gramatika sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat
penggunaannya dalam situasi tertentu.

2.3 Tindak Tutur


Wijana (2015: 92) Berbagai bentuk tindakan yang dapat dilakukan oleh
penutur (termasuk juga penulis) dalam menggunakan bahasanya disebut juga
dengan tindak tutur (speech act). Searle (dalam Audina, 2017) mengemukakan
bahwa tindak tutur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang
didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh
penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada pandangan bahwa (1) tuturan
merupakan sarana untuk berkomunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika
direalisasikan dalam tindak komunikasi nyata, misalnya membuat pernyataan,
pertanyaan, perintah, dan permintaan. Dengan demikian, tindakan merupakan
karakteristik tuturan dalam komunikasi. Diasumsikan bahwa dalam
merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performansi
tindakan. Tuturan yang berupa performansi tindakan ini disebut dengan tuturan
performatif, yakni tuturan yang dimaksudkan untuk melakukan suatu tindakan.
7

John R. Searle (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga macam tindak tutur
yang harus dipahami bersama ( Dalam Rahardi, 2003). Yakni:
Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat
sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Dalam
lokusioner sama sekali tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang
disampaikan oleh si penutur. Contoh “ada ular!”. Semata-mata untuk
menunjukkan bahwa di tempat itu ada binatang melata sangat berbahaya yang
disebut ular.
Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan
fungsi yang tertentu pula. Contoh “ada ular!”. Juga mengimplikasikan adanya
tindak tertentu yang berkaitan dengan keberadaan binatang melata, yakni ular
yang dapat sangat membahayakan itu. Bisa saja orang lalu mengambil sebatang
pohon atau cabang pohon tertentu untuk membunuh binatang ular yang terdapat
sangat berbahaya itu.
Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada diri
sang mitra tutur. Misalnya saja dapat digunakan untuk menumbuhkan pengaruh
rasa takut kepada si mitra tutur. Contoh “ada ular!”. Dapat digunakan untuk
menimbulkan efek takut pada seorang anak kecil yang terus-terusan bermain di
halaman rumah hingga sore hari, tidak mau segera pulang untuk mandi, dan
seterusnya.

Wijana (2015:92-99) menurut para ahli, sekurang-kurangnya ada 7 jenis


tindak tutur yang dilaksanakan oleh penutur yang masing-masing memiliki fungsi
komunikatifnya sendiri-sendiri. Yakni:
Assertif (Assertive), adalah tindak tutur yang digunakan untuk
mengemukakan atau menyatakan fakta atau pengetahuan. Dengan tujuan untuk
menginformasikan sesuatu. pemakaian bahasa dalam kaitan ini berhubungan
dengan kognisi atau pengetahuan . hal-hal yang dikemukakan menyangkut fakta-
fakta, sesuatu dengan yang sedang, akan, atau sudah terjadi. Performatif adalah
tindak tutur yang pelaksanaannya membuat sesuatu yang dinyatakan dalam
tuturan terwujud. Tindak tutur ini lazimnya dilakukan oleh yang berwenang,
ditempat-tempat yang sudah tertentu, dan bersifat resmi. Tuturan ini tidak salah
8

dan tidak benar, tetapi tujuannya membuat orang-orang yang hadir atau
mendengar menyepakati apa yang dinyatakannya.
Verdiktif adalah tindak tutur yang digunakan penutur untuk memberikan
penilaian ata penghakiman terhadap pa yang dilakukan oleh lawan bicara.
Ekspresif adalah tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang
berhubungan dengan hal yang telah dilakukan oleh penuturnya. Tidak mengakui
dan tidak meminta maaf adalah contoh dari tindak tutur ekspresif. Direktif
(Directives), adalah tindak tutur yang diungkapkan oleh penuturnya agar lawan
tutur melakukan sesuatu. pelaku dalam tindak tutur ini adalah orang kedua
walaupun tidak selalu hadir secara eksplisit di dalam tuturan. Komisif adalah
tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan tindakan seperti apa
yang dijanjikan. Tindak tutur ini meliputi tindakan yang berhubungan dnegan
berjanji, bersumpah, dan mengancam. Fatis adalah tindak tutur yang digunakan
oleh penutur untuk mengadakan kontak dengan orang lain.
Kejelasan pragmatik adalah kenyataan bahwa semakin tembus pandang
maksud sebuah pertuturan akan semakin langsungkah maksud pertuturan yang di
munculkan itu. Sebaliknya, semakin tidak tembus pandang maksud sebuah
pertuturan akan semakin tidak langsungkah maksud dari tuturan itu.
Penggolongan tindak tutur ke dalam bentuk-bentuk sangat memungkinkan dapat
terus teridentifikasinya . tingkat penggolongan tindak tutur ke dalam bentuk-
bentuk tutur itu sangat memungkinkan dapat terus teridentifikasinya peringkat
kesantunan sebuah pertuturan di dalam sebuah kegiatan bertutur yang
sesungguhnya di dalam masyarakat.
2.4 Maksim-maksim Kesantunan
Ilmu bahasa pragmatik lebih berkenaan dengan masalah-masalah yang
berciri interpersonal, prinsip kerja sama Grice tidak lagi akan banyak digunakan.
Alih-alih digunakanlah prinsip kesantunan (politeness principle) di dalam
aktivitas berbahasa atau bertutur sapa. Prinsip kesantunan berbahasa yang
dianggap paling lengkap, mapan, dan paling komprehensif telah dirumuskan oleh
Leech (1983) yang diterjemahkan oleh Tarigan (1990).
9

Di dalam model kesantunan Leech, setiap maksim interpersonal itu dapat


dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Berikut
skala kesantunan Leech menurut (Rahardi, 2003)selengkapnya.
1. Maksim Kebijaksanaan
Dalam maksim kebijaksanaan prinsip kesantunan berbahasa ini adalah
bahwa peserta pertuturan hendaknya harus selalu berpegang pada prinsip untuk
terus menerus mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan
keuntungan bagi pihak yang lain, di dalam keseluruhan proses kegiatan bertutur.
Apabila di dalam aktivitas bertutur orang selalu berpegang teguh pada maksim
kebijaksanaan, dia akan mampu menghindarkan sikap dengki, sikap iri hati, dan
sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap sang mitra tutur. Dengan perkataan
lain, menurut maksim kebijaksanaan ini kesantunan atau kesopanan di dalam
aktivitas bertutur akan dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan itu
dilaksanakan dengan benar-benar baik. Contoh:
(17) Tuan rumah : “Silakan makan saja dulu, anak! Tadi kami semua sudah pada
mendahului lo. Bebas saja!.”
Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

- Informasi Indeksal
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang Ibu kepada anak muda yang
kebetulan sedang datang bertamu di rumah sang ibu tersebut. Ketika itu hujan
turun sangat lebat, sehingga memaksanya untuk tetap tinggal di rumah sang ibu
tersebut sampai dengan larut malam. Dalam masyarakat tutur Jawa, sikap
demikian itu sangat sehingga muncul dan dengan mudah sekali dapat ditemukan
dalam hidup keseharian. Contoh:
(18) Ibu : “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.”
Rekan Ibu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, bu?.”
- Informasi Indeksal
Tuturan ini disampaikan oleh seorang ibu kepada teman dekatnya, pada saat
dia berkunjung ke rumahnya. Ketika itu bersamaan dengan jam makan malam,
maka sang ibu itu menjamu rekan yang datang tersebut dengan hidangan makan
bakmi.
10

2. Maksim Kedermawanan
Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta
pertuturan diharapkan akan dapat menghormati orang lain dengan benar-benar
baik. Penghormatan terhadap orang lain akan dapat terjadi hanya apabila orang
dapat mengurangi kadar keuntungan bagi dirinya sendiri, dan memaksimalkan
kadar keuntungan bagi pihak yang lainnya. Yakni dengan cara-cara yang
mengutamakan dan mendahulukan kepentingan bagi orang lain, orang tersebut
akan dipandang sebagai orang yang benar-benar sopan atau santun di dalam suatu
masyarakat tutur. Contoh:
(19) Anak kos A : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok
yang kotor. Tidak apa-apa!”.
Anak kos B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci pakaian
juga kok.”
- Informasi Indeksal
Tuturan di atas merupakan cuplikan pembicaraan antara anak kos pada
sebuah rumah kos mahasiswa di kota Yogyakarta. Anak yang satu ternyata telah
berhubungan demikian erat dengan anak satunya. Mereka juga terbiasa untuk
saling membantu dan mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Dalam
masyarakat tutur Jawa, hal demikian itu sangat seng terjadi dan sangat mudah
ditemukan karena merupakan wujud nyata dari sebuah pelaksanaan prinsip kerja
sama. Gotong royong dan kerja sama untuk membuat sebuah rumah, memperbaiki
gorong-gorong, membangun selokan di perumahan, dan kegiatan semacamnya
akan dianggap sebagai realisasi dari maksim kedermawanan atau kemurahan hati.
Orang yang tidak suka membantu orang lain, apalagi tidak pernah bekerja
bersama-sama dengan orang lain di dalam suatu masyarakat, akan dikatakan
sebagai orang yang tidak tahu sopan santun sama sekali. Contoh lain:
(20) Bapak A : “Wah, oli mesin mobilku agak sedikit kurang, sudah ngebul ini!”
Bapak B : “Pakai oliku juga boleh kok. Sebentar saya ambilkan dulu ya!”
- Informasi Indeksal
Dituturkan oleh seseorang kepada tetangga dekatnya di sebuah kompleks
perumahan di wilayah Yogyakarta, ketika mereka sedang bersama-sama merawat
11

mobilnya masing-masing di dalam garasi. Kedekatan hubungan mereka berdua


menyebabkan mereka saling memberi dan meminjamkan, tanpa ada rasa sungkan.
(21) Kakak : “Dik, Indosiar filmnya bagus lo, sekarang!”
Adik : “Sebentar, Mas. Saya hidupkan dulu saluran listriknya.”
- Informasi Indeksal
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang kakak kepada adiknya pada
sebuah keluarga tertentu di Yogyakarta. Mereka sedang bersama-sama duduk di
kursi sofa sambil membicarakan acara tertentu yang ada pada sebuah siaran
televisi swasta.

3. Maksim Penghargaan
Di dalam maksim penghargaan pada prinsip kesantunan ini dijelaskan
bahwa orang akan dianggap santun di dalam suatu masyarakat bahasa apabila di
dalam praktik bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan dan
penghormatan kepada pihak lain secara optimal. Diharapkan para peserta
pertuturan tidak selalu saling mengejek, tidak sampai saling membenci, atau tidak
juga saling merendahkan kepada pihak yang lainnya. Peserta tutur yang sering
mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur sapa, orang yang selalu
sinis terhadap prestasi yang dicapai seseorang, akan dikatakan sebagai seseorang
yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakatnya. Karena tindakan mengejek
atau menghina orang lain sesungguhnya merupakan tindakan yang tidak
menghargai dan tidak menghormati orang lain. Orang yang berperilaku sopan dan
selalu berlaku santun dengan sesamanya, tidak suka merendahkan dan mengejek
sesamnya, dengan sendirinya akan mendapatkan penghargaan dan penghormatan
dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Contoh:
(22) Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business
English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa inggrismu jelas sekali dari sini.”
- Informasi Indeksal
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang dosen muda kepada temanya yang
juga seorang dosen muda kepada temannya yang juga seorang dosen muda di
dalam ruangan kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
12

Pemberitahuan yang disampaikan oleh si dosen A terhadap rekannya si dosen B


ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian-pujian. Hal itu
berbeda dengan contoh berikut:
(23) Bapak A : “Mas, aku jadi beli mobil Daihatsu Charade tahun 1982 tadi pagi.”
Bapak B : “Profisiat ya, kapan gerobakmu mau dibawa kesini? Aku mau coba
naik!”.

- Informasi Indeksal
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga
berprofesi sebagai dosen, ketika mereka berdua sedang berjalan-jalan bersama-
sama menuju sebuah ruangan minum di kampus perguruan tinggi. Karena
hubungan mereka sudah sangat dekat, kadang kala mereka saling melempar
ejekan kepada yang satunya.
(24) A (mahasiswi) : “Maaf, aku pinjam pekerjaan rumahnya. Aku tidak bisa
mengerjakan tugas itu sendiri!”.
B (Mahasiswa) : “Tolol...! Ini! Cepat kembalikan!”.
- Informasi Indeksal
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang
juga seorang mahasiswa, ketika mereka baru saja bersama-sama memarkir sepada
motor mereka di tempat parkir fakultas. Dengan nada ketus, mahasiswa tersebut
memberikan hasil pekerjaan rumah yang telah dibuatnya kepada sang mahasiswi.

4. Maksim kesederhanaan
Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur
diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian atau
penghormatan kepada dirinya sendiri dan memaksimalkan penghormatan atau
pujian terhadap orang yang lain. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati
apabila dalam aktivitas bertutur sapa apabila selalu memuji-muji dan
mengunggulkan dirinya sendiri. Contoh:
(25) Ibu A : “Nanti Ibu yang memberikan sambutan ya dalam rapat Dasa Wisma!”
Ibu B : “Waduh... nanti grogi aku. Jangan aku ah!”
- Informasi Indeksal
13

Tuturan ini disampaikan seorang ibu anggota Dasa Wisma kepada temannya
sesama anggota perkumpulan tersebut, ketika mereka bersama-sama sedang
berangkat menuju tempat pertemuan untuk ibu-ibu.
(26) Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan Doa dulu, ya! Anda yang
memimpin!”
Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi saya jelek, lho”.
- Informasi Indeksal
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang sekretaris senior kepada sekretaris lain
yang masih junior di sebuah perusahaan, pada saat mereka bersama-sama bekerja
di ruangan kerja kantor.

5. Maksim Permufakatan
Maksim permufakatan juga sering kali di sebut dengan maksim kecocokan.
Di dalam maksim permufakatan ini ditekankan agar para peserta tutur dapat saling
membina kecocokan atau kemufakatan dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat
mufakat atau kecocokan antara diri penutur dan si mitra tutur dalam kegiatan
bertutur yang sesungguhnya, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan
sebagai pribadi yang dapat bersikap santun. Contoh :
(27) Guru A : “Ruangannya gelap ya Bu!”
Guru B : “He..eh! Saklarnya mana, ya ?

- Informasi Indeksal
Tuturan di atas di tuturkan oleh seorang guru kepada rekannya sendiri yang juga
adalah seorang guru, pada saat mereka sedang bersama-sama berada diruang guru
pada sebuah sekolah swasta di Yogyakarta.
(28) Noni : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”
Yuyun : “Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto aja!”
- Informasi Indeksal
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga
seorang mahasiswa pada saat mereka sedang berada di sebuah ruang kelas.
14

6. Maksim Kesimpatisan
Dalam maksim kesimpatisan pada prinsip kesantunan bahasa ini diharapkan
agar para peserta tutur selalu memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang
satu dengan pihak yang lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta
tutur akan dianggap sebagai tindakan yang sama sekali tidak santun, karena
membuat perasaan seseorang sedikit terluka. Orang akan mudah tersinggung atau
terluka hatinya, hanya karena tidak mendapatkan sapaan atau sentuhan tangan dari
orang yang lain. Karena itu, sikap simpati kepada pihak yang lain harus senantiasa
ditingkatkan dalam rangka penerapan prinsip kesantunan berbahasa ini dalam
masyarakat dan budaya kita. Kesimpatisan terhadap pihak lain tersebut sering kali
ditunjukkan dengan senyuman, anggukan, gandengan tangan, dan sebagainya.
Contoh:
(29) Karyasiswa A : “Mas, aku akan ujian tesis minggu depan.”
Karyasiswa B : “Wah. Proficiat ya! Kapan pesta?”
- Informasi Indeksal
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang karyasiswa kepada seorang
karyasiswa yang lainnya pada saat mereka sedang bersama-sama berada di dalam
sebuah ruang perpustakaan kampus.
(30) Ani : “Tut, nenekku meninggal.”
Tuti : “Innalillahi wa inna ilaihi ràjiùn. Ikut berduka cita.”

- Informasi Indeksal
Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lainnya. Mereka sudah
saling berhubungan erat. Saat mereka berada dalam ruangan kerja mereka.

2.5 Implikatur
Istilah implikatur (implicature) adalah derivasi kata implicate, yang semula
bermakna ”menuduh seseorang terlibat dalam perbuatan yang melanggar hukum.
Makna ini diubah oleh Grice menjadi ”sinonim” kata imply. Bedanya adalah
bahwa imply bermakna ”menyiratkan secara umum”, sedangkan implicate
bermakna ”menyiratkan secara kebahasaan” (Gunarwan, 2007:86). Implikatur
15

percakapan adalah implikasi pragmatis yang terdapat di dalam percakapan yang


timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prisip percakapan. Implikatur itu
merupakan sesuatu yang terimplikasi di dalam suatu percakapan, yaitu sesuatu
yang dibiarkan implisit di dalam penggunaan bahasa secara aktual.
Grice (Dalam Rohmadi, 2004:55). dalam artikelnya yang berjudul Logic
and Conversation mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan
proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Proposisi yang
diimplikasikan itu disebut implikatur (implicature). Karena implikatur bukan
merupakan tuturan yang diimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan
merupakan konsekuensi mutlak (necessary consequence). Grice juga
membedakan implikatur menjadi dua, yaitu implikatur konvensional dan
implikatur nonkonvensional. Implikatur konvensional adalah makna suatu ujaran
yang secara konvensional atau secara umum diterima oleh masyarakat, sedangkan
implukatur nonkonvensional adalah ujaran yang menyiratkan suatu perbedaan
dengan yang sebenarnya.
Sebagai contoh:
(25) (+) Andri sekarang memelihara anjing.
(-) Tidak seharusnya Ida memelihara kucing.
Wacana (25) (+) bukan merupakan bagian dari tuturan (-). Tuturan (+) muncul
akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang anjing
dengan segala sifatnya. Adapun satu sifatnya adalah musuh dari kucing.
Tuturan (-) dalam (25) bukan merupakan bagian dari tutuan (+) karena
masih mungkin membuat tuturan (26) seperti terbukti di bawah ini:
(26) Walaupun Andri sekarang memelihara anjing, tetapi Ida juga dapat
memelihara kucing.
Mungkinnya tuturan (26) berdiri sebagai kalimat yang gramatikal atau
berterima karena secara semantis tuturan (-) dan (+) dalam (24) tidak ada
kaitannya. Keberterimaan (25) bila di hubungan dengan tuturan (+) dalam (26)
mungkin karena anjing Andri selalu ada di rumah, atau Ida merantai kucingnya
dalam kandang.
BAB III
METODE PENELITIAN
Setiap penelitian ilmiah selalu menggunakan metode tertentu dan tepat
sesuai dengan objek penelitian, karena validitas dari penelitian tersebut tidak
mungkin dilepaskan dari segi metode yang nantinya akan digunakan untuk
memecahkan persoalan.
1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sugiono (2016: 7)
menjelaskan bahwa metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru,
karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena
berlandaskan kepada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga sebagai
metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola).
Dalam kajiannya, penelitian kualitatif menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif menjelaskan data atau objek secara natural (alamiah), objektif (keadaan
yang sebenarnya tanpa disertai anggapan), dan faktual (apa adanya). Oleh karena
itu, data-data yang berwujud tuturan yang mengandung pelanggaran atas prinsip
kesantunan dicatat dengan teliti dan cermat sehingga metode ini bersifat
deskriptif.

1.2 Data dan Sumber Data


Data sebagai objek penelitian secara umum adalah semua informasi atau
bahan yang disediakan oleh alam yang dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh
peneliti (D. Edi Soebroto, 2007:34). Adapun data dalam penelitian ini berupa
tuturan-tuturan yang mengandung pelanggaran atas prinsip kesantunan dalam film
yang berjudul Dilan 1990 Karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq . Sumber data
adalah sumber atau asal data penelitian diperoleh (D. Edi Soebroto, 2007:34).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah film Dilan 1990 Karya
Fajar Bustomi dan Pindi Baiq.

16
17

1.3 Populasi
Populasi adalah objek penelitian (D. Edi Soebroto, 2007:36). Dalam
penelitian linguistik, populasi ialah bahasa yang dipakai oleh sekelompok orang
tertentu atau segi tertentu dari bahasa tertentu. Populasi dalam penelitian ini
adalah keseluruhan tuturan yang mengandung penyimpangan atas prinsip
kesantunan dan implikatur yang timbul akibat penyimpangan dari prinsip
kesantunan dalam film yang berjudul Dilan 1990 Karya Fajar Bustomi dan Pindi
Baiq
1.4 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian
langsung (D. Edi Soebroto, 2007:36). Jadi, sampel adalah wujud konkret dalam
pemakaian bahasa (lisan maupun tulisan) oleh beberapa penutur asli yang
sekiranya mewakili populasi secara keseluruhan. Dalam penelitian ini,
menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu peneliti memilih
informasi yang dianggap sesuai dengan tujuan dari penelitian itu sendiri untuk
dijadikan sumber data (Sutopo, 2002:56). Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian tuturan yang mengandung unsur penyimpangan terhadap prinsip
kesantunan dan implikatur yang digunakan dalam percakapan pada film yang
berjudul Dilan 1990 Karya Fajar Bustomi dan Pindi Baiq.
Wujud sampel dapat dilihat pada salah satu data yang berhasil dikumpulkan,
kemudian data tersebut diberi kode sesuai nomor data, judul film, dan kemudian
tokoh. Berikut adalah contoh data yang telah diberi kode.
(1) Konteks: Dialog ini mengambil latar di sebuah tempat makan di jakarta.
Milea sedang makan dengan beni kemudian beni pacar milea yang dari
Jakarta datang dengan keadan emosi saat melihat milea sedang berduaan
dengan nandan teman sekelasnya, dengan emosi beni langsung memukul
nandan, hingga nandan terjatuh.
Milea: beni stop, beni udah, kamu apaan sih.
Beni: maju loe, sini lawan gue.
Milea: maksud kamu apa?
Beni: kok kamu jadi belain dia sih?
Milea: nandan tu gak salah.
Beni: gue gak percaya, loenya aja yang kecentilan, loe itu genit, ganjen,
gatel, semua orang udah tahu lia.
(01/D90/Beni)
18

Data yang berkode (01/D90/Beni) tersebut diambil dari percakapan film


Dilan 1990 yang dituturkan oleh Beni, dan dianggap sebagai data nomor 01.
Tulisan yang ditebalkan merupakan tuturan yang menjadi sasaran analisis.
Deskripsi konteks yang dituliskan di awal data penelitian berisi dua aspek konteks
yang dapat dikatakan selalu dominan dalam setiap tuturan. Pertama, penutur dan
lawan tutur atau peserta tutur yang terlibat dalam tuturan beserta perannya
masing-masing, dan kedua, jenis kegiatan atau peristiwa yang sedang terjadi pada
saat tuturan berlangsung.

1.5 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Metode ini digunakan mengingat
bahwa data yang digunakan adalah film yang menggunakan bahasa lisan. Teknik
simak bebas libat cakap digunakan penulis karena penelitian yang dilakukan oleh
penulis tanpa terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara. Jadi penulis
tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang berbicara (D. Edi
Soebroto, 2007:134). Teknik simak adalah menyimak bahasa lisan dan
mengadakan pencatatan yang relevan dan sesuai dengan sasaran serta tujuan
penelitian. Pencatatan terhadap data tersebut kemudian disebut dengan transkrip
data. Transkrip data ialah salinan hasil menyimak dan pengamatan dari film yang
diputar melalui media Leptop ke dalam tulisan di atas kertas.
Selain menggunakan teknik simak bebas libat cakap, penulis menggunakan
teknik catat. Teknik catat ini diawali dengan ditranskripsikannya terlebih dahulu
data yang berwujud dialog-dialog ke dalam bentuk tulisan. Setelah semua data
berbentuk tulisan, dilakukan pencatatan terhadap data yang relevan dengan
penelitian. Selain mencatat data, penulis juga mencatat konteks yang melingkupi
data tersebut. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian diberi kode sesuai
dengan nomor urut sebagai nomor data, dalam film yang berjudul Dilan 1990
yang disingkat menjadi D90, dan nama tokoh utama yang terlibat dalam dialog
tersebut. Di dalam pengumpulan data ini, penulis tidak menggunakan teknik
rekam karena data yang dikumpulkan sudah dalam bentuk file dalam leptop.
19

1.6 Metode Analisis Data


Data yang telah terkumpul selanjutnya akan dianalisis, namun harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Setelah pengklasifikasian ini dianggap selesai,
selanjutnya akan dilaksanakan analisis data. Pekerjaan analisis data dalam hal ini
adalah mengumpulkan dan mengatur serta mengklasifikasikan unsur-unsur
tertentu (D. Edi Soebroto, 2007:59). Analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2007:103).
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pelanggaran atas
prinsip kesantunan dan penafsiran implikatur dalam film yang berjudul Dilan
1990. Penafsiran implikatur percakapan dan pelanggaran atas prinsip kesantunan
merupakan kegiatan pemecahan masalah dari sudut pandang lawan tutur karena di
sini adalah masalah interpretasi tuturan. Interpretasi tuturan berdasarkan makna
tuturan, informasi latar belakang konteks, dan asumsi-asumsi dasar untuk lawan
tutur membuat hipotesis mengenai tujuan-tujuan tuturan.
Selanjutnya, data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan mendasarkan
dan memperhitungkan konteks yang ada. Konteks merupakan alat penentu dari
luar bahasa. Pragmatik mencakup kegiatan pemecahan masalah baik dari sudut
pandang penutur maupun dari sudut pandang mitra tutur. Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kontekstual. Metode analisis
kontekstual adalah cara-cara analisis yang diterapkan pada data dengan
mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan identitas konteks-konteks yang
ada (Kunjana Rahardi, 2003:16). Konteks tersebut mengacu pada aspek-aspek
konteks yang meliputi penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan,
tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk verbal.
Selain menggunakan metode analisis kontekstual, analisis data dalam
penelitian ini juga menggunakan analisis heuristik. Leech (dalam Putri, 2010)
menerangkan bahwa Analisis heuristik adalah jenis analisis pemecahan masalah
20

yang dihadapi petutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan. Data dalam


penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode informal. Adapun penyajian
secara informal yaitu penyajian dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk
kata-kata atau kalimat.
21

DAFTAR PUSTAKA
Audina, Y. (2017, Maret 24). Makalah Tindak Tutur. Dipetik April 15, 2018, dari
https://yuniaudinacch.wordpress.com/2017/03/24/makalah-tindak-tutur/

Gunarwan, A. (2007). Pragmatik: Teori dan Kajian Nusantara. Jakarta.


Universitas Atma Jaya.

Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexi J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja


Rosdakarya.

Putri, T. (2010). Pelanggaran Prinsip Kesantunan Dalam Film Warkop DKI Maju
Kena Mundur Kena (Sebuah Tinjauan Pragmatik). Surakarta. Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Dipetik April 22, 2018,
dari https//eprints.uns.ac.id
Rahardi, K. (2003). Berkenalan Dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.

Rohmadi, M. (2004). Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta. Lingkar Media.

Rokhayanti, P. (2014). Makalah Analisis Kesalahan Dan Kesantunan Isi. Dipetik


April 22, 2018, dari
http://pujirokhayanti999.blogspot.co.id/2014/05/makalah-tentang-
analisis-kesalahan-dan.html

Soebroto. E. (2007). Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta.


Cakrawala Media.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian (Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung:


Alfabeta.

Wijana, I Dewa Putu. 2015. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Yogyakarta:


Program Studi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada
22

LAMPIRAN-LAMPIRAN

SINOPSIS FILM DILAN 1990

Milea (Vanesha Prescilla) bertemu dengan Dilan (Iqbaal Ramadhan) di


sebuah SMA di Bandung. Itu adalah tahun 1990, saat Milea pindah dari Jakarta ke
Bandung. Perkenalan yang tidak biasa kemudian membawa Milea mulai
mengenal keunikan Dilan lebih jauh. Dilan yang pintar, baik hati dan romantis...
semua dengan caranya sendiri. Cara Dilan mendekati Milea tidak sama dengan
teman-teman lelakinya yang lain, bahkan Beni, pacar Milea di Jakarta. Bahkan
cara berbicara Dilan yang terdengar kaku, lambat laun justru membuat Milea
kerap merindukannya jika sehari saja ia tak mendengar suara itu. Perjalanan
hubungan mereka tak selalu mulus. Beni, gank motor, tawuran, Anhar, Kang Adi,
semua mewarnai perjalanan itu. Dan Dilan... dengan caranya sendiri...selalu bisa
membuat Milea percaya ia bisa tiba di tujuan dengan selamat. Tujuan dari
perjalanan ini. Perjalanan mereka berdua. Katanya, dunia SMA adalah dunia
paling indah. Dunia Milea dan Dilan satu tingkat lebih indah daripada itu.

PAGI, Bandung 1990. Kabut tipis hadir di sela sinar matahari yang masih
malu menampakan diri. Suara motor tua memecah keheningan di awal hari itu.
Milea (Vanesha Prescilla) berjalan kaki menuju sekolah. Sudah hampir dua
minggu dia sekolah di SMA yang terletak di Buahbatu, Bandung tersebut. Dia
anak baru, pindahan dari Jakarta. Ibunya (Happy Salma) adalah orang Sunda,
sedangkan ayahnya (M Farhan) seorang tentara dari Sumatera Barat. Milea tak
pernah menyangka, pertemuan pertama dia dengan Dilan (Iqbaal Ramadhan) pagi
itu akan mengubah hari-harinya. Sosok Dilan dikenal badung di sekolah. Dia
adalah panglima di geng motor terkenal di Bandung. Setiap ada kehebohan di
sekolah, Dilan dan kawan-kawannya selalu menjadi biang onar.

Pernah suatu hari, Dilan dan kawan-kawannya mabal upacara. Akibatnya,


guru BP, Suripto (Teuku Rifnu Wikana) menyetrap Dilan dkk. saat upacara masih
berlangsung. Kelakuan bandel Dilan yang lain adalah merubuhkan dinding
pembatas kelas, karena kelas dia dan Milea bersebelahan. Mulanya, Milea tidak
menganggap Dilan. Dia kerap judes saat harus berhadapan si peramal --sebutan
23

Milea untuk Dilan-- itu. Apalagi, Milea punya pacar di Jakarta, Beni (Brandon
Salim). Namun, perhatian Dilan yang unik kepada Milea membuat gadis itu diam-
diam memikirkan Dilan. Dilan menjadi sosok antimainstream di kehidupan Milea.
Saat cowok lain memberikan kado boneka saat Milea ulang tahun, Dilan malah
memberi buku teka-teki silang dan surat pendek. Belum lagi kebiasaan-kebiasaan
lucu Dilan saat menelefon Milea. Milea juga salut dengan keberanian Dilan main
ke rumahnya dan bertemu ayahnya.

Cerita cinta Milea dan Dilan berjalan seperti kisah cinta anak SMA pada
umumnya. Mereka PDKT (pendekatan), jalan bareng, dan sampai pada satu titik
Milea diberi kesempatan untuk memilih Dilan atau Beni. Kisah cinta anak SMA
mungkin terlampau biasa saja, tapi setting kisah di Bandung era 1990-an itu yang
membuat cerita Dilan dan Milea tak biasa. Masa PDKT Milea dan Dilan terbilang
mengasyikan. Tanpa ada gawai di masa itu, Dilan harus menelefon Milea dari
telefon umum koin jika ingin berbincang atau ke rumah Milea langsung kalau
mau bertemu. Hal-hal yang mungkin saat ini sudah tidak ada, karena kecanggihan
gawai dan aplikasi chatting.

Hubungan manis Milea dan Dilan tak melulu mulus. Ada masanya juga
Dilan berbuat ulah dan kembali berurusan dengan guru-gurunya. Di lain
kesempatan, Dilan sempat ribut dengan kawannya karena sang kawan tak sengaja
berurusan dengan Milea. Milea bahkan marah saat tahu Dilan akan terlibat pada
tawuran geng motor. Dia cemas dan tak ingin Dilan terlibat dalam perkelahian
lagi. Dengan akhir cerita yang sedikit menggantung, kreator film yaitu sutradara
Fajar Bustomi dan Pidi Baiq tampaknya ingin membuat penonton penasaran
dengan kelanjutan kisah Dilan dan Milea. Kendati penonton bisa bernapas lega
dengan adegan terakhir Dilan dan Milea, tapi catatan khusus di akhir film yaitu
"sampai jumpa pada Dilan 1991" menggelitik rasa ingin tahu penonton apa yang
akan terjadi dengan dua insan itu kemudian.

Film Dilan 1990 yang tayang 25 Januari 2018 diangkat dari novel laris
berjudul serupa yang ditulis Pidi Baiq. Untuk skenario film, Pidi bekerja sama
dengan penulis Titien Wattimena. Titien dikenal sebagai penulis skenario antara
24

lain film Mengejar Matahari (2004), Love (2008), Minggu Pagi Di Victoria Park
(2010), dan ? (Tanda Tanya) (2011). Kolaborasi Pidi dan Titien menghasilkan
naskah yang berhasil mentransformasikan bahasa novel menjadi visual yang layak
dinikmati.

Anda mungkin juga menyukai