Anda di halaman 1dari 6

LANGKAH UMUM DALAM MEMPRODUKSI UJARAN, RINCIAN

PRODUKSI UJARAN, HUBUNGAN ANTARA KOMPREHENSI-


PRODUKSI

1. Langkah Umum dalam Memproduksi Ujaran


Proses dalam memproduksi ujaran dapat dibagi menjadi empat tingkat: (1)
tingkat pesan (message), di mana pesan yang akan diproses (2) tingkat
fungsional, di mana bentuk leksikal dipilih lalu diberi peran dan fungsi sintaksis,
(3) tingkat posisional, di mana konstituen dibentuk dan afiksasi dilakukan, dan
(4) tingkat fonologi, di mana struktur fonologi ujaran itu diwujudkan.
Pada tingkat pesan, pembicara mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang
akan disampaikan. Untuk lebih jelasnya, marilah kita pakai contoh:
(6) Tutick sedang menyuapi anaknya.
Nosi-nosi yang ada pada benak pembicara adalah antara lain (a) adanya
seseorang, (b)dia seorang wanita, (c) dia sudah nikah, (d) dia punya anak, (e) dia
sedang melakukan suatu perbuatan, (f) perbuatan itu adalah memberi makan
pada anaknya.
                        Pada tingkat fungsional, yang diproses ada dua hal. Pertama, memilih
bentuk leksikal yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi
gramatikal untuk masing-masing bentuk leksikal tersebut. Misalnya, dari sekian
orang dan wanita yang dia kenal, wanita yang disebut adalah Tutick, dan kata ini
adalah nama orang perempuan; perbuatan yang dilakukan diwakili oleh verba
dasar suap; antara dua argumen Tutick dan anaknya, Tutick adalah pelaku
perbuatan sedangkan anaknya adalah resepiennya.
                        Proses kedua pada tingkat fungsional adalah memberikan fungsi pada kata-
kata yang telah dipilih ini. Proses di sini menyangkut hubungan sintaktik atau
fungsi gramatikal.
                        Pada tingkat pemrosesan posisional, diurutkan bentuk leksikal untuk ujaran
yang akan dikeluarkan. Pengurutan ini bukan berdasarkan jejeran yang linear
tetapi pada kesatuan makna yang hierarkis.
2.      RINCIAN PRODUKSI UJARAN
Dalam proses memproduksi ujaran orang mulai dari perencanaan mengenai
topik yang akan diujarkan, kemudian turun ke kalimat yang akan dipakai, dan
turun lagi ke konstituen yang akan dipilih. Setelah itu barulah dia masuk ke
pelaksanaan dari yang akan diujarkan. Marilah kita lihat proses produksi ini satu
per satu secara lebih rinci.
A. Perencanaan Produksi Wacana
Umumnya wacana ini dibagi menjadi dua macam: (a) dialog dan (b)
monolog. Perbedaan utama antara dua macam ini terutama terletak pada ada
tidaknya interaksi antara pembicara dan pendengar.
a. Wacana Dialog
Dalam wacana dialog yang oleh H. Clark dianggapnya sebagai joint activity
(1994:994) ada empat unsur yang terlibat: (1) Personalia (personnel), (2) latar
bersama (common ground), (3) perbuatan bersama (joint action), dan (4)
kontribusi.
1) Unsur Personalia
Pada unsur personalia, minimal harus ada dua partisipan, yakni pembicara
dan interlokotur (orang yang diajak bicara. Tidak mustahil pula adanya
pendengar (side participants), yakni orang lain yang bisa juga ikut serta dalm
pembicaraan itu.
2) Unsur Latar Bersama
Konsep “latar bersama” merujuk pada anggapan bahwa baik pembicara
maupun interlokutornya sama-sama memiliki prasuposisi dan pengetahuan yang
sama. Perhatikan wacana percakapan telepun berikut:
Fivien: Halo. Ini Fivien (1).
Amrul: O, halo, Vien. Apa kabar? (2)
Fivien: Baik-baik aja. Eh, kamu dengar, nggak, si Bram masuk rumah sakit?
(3)
Amrul: Belum, tuh. Kapan, kenpa? (4)
Fivien: Tenggorokannya kena duri ikan, tapi lalu jadi bengkak. (5)
Amrul: O, ya?! Kamu udah jenguk? (6)
Fivien: Belum, ayo, kita jenguk, yo. (7)
Amrul: Ok, kita ketemu di kampus jam 04.00?(8)
Fivien: OK. See you. (9)
Amrul: See you. (10)
3) Unsur Perbuatan Bersama
Yang dimaksud dengan perbuatan bersama (joint action) adalah bahwa baik
pembicara maupun interlokutornya melakukan perbuatan yang pada dasarnya
mempunyai aturan yang mereka ketahui bersama.
4) Unsur Kontribusi
Dengan kata lain, kontribusi umumnya mempunyai dua tahap: (a) tahap
presentasi di mana pembicara menyampaikan sesuatu untuk dipahami oleh
interlokutor, dan (b) tahap pemahaman (acceptance) di mana interlokutor telah
memahami apa yang disampaikan oleh pembicara. Suatu percakapan hanya
dapat berlanjut bila perlataran seperti ini terbentuk.
5) Struktur Percakapan
Secara sepintas orang mengira bahwa suatu percakapan adalah perbuatan
verbal yang spontan yang keluar begitu saja pada waktu berbicara, tanpa ada
aturannya. Kalau hal ini benar maka dapat dibayangkan bahwa dalam suatu
percakapan pasti akan terjadi “tabrakan-tabrakan” dalam giliran berbicara,
penantian yang tak menentu mengenai kapan seseorang harus menjawab, siapa
yang harus masuk dalam percakapan, dsb.
b. Wacana Monolog
Berbeda dengan wacana dialog, wacana monolog umumnya mempunyai satu
partisipan, yakni, orang yang berbicara (atau menulis) itu sendiri. Tentu saja
wacana seperti ini tidak memiliki aturan yang sama dengan aturan untuk dialog.
Pada monolog orang umumnya mengikuti pola narasi tertentu. Dari segi
informasi yang akan diberikan, orang memilah-milah mana yang layak
dimasukkan dan mana yang tidak.
Faktor lain dalam wacana monolog adalah urutan penyajian. Kalau kita
menarasikan suatu perjalanan ke A, B, dan C maka akan sulitlah kalau kita
loncat dari A ke C, lalu ke B, lalu ke A, kemudian ke C lagi.
B. Prencanaan Produksi Kalimat
Setelah kita mengetahui apa yang ingin kita katakan, maka sampailah kita
pada perencanaan produksi kalimat. Menurut Clark dan Clark ada tiga kategori
yang perlu diproses: muatan proposisional (proposotional content), muatan
ilokusioner, dan struktur tematik (1977: 237-248)
1) Muatan Proposisional
Pada kategori muatan proposisional, pembicara menentukan proposisi apa
yang ingin dia nyatakan; seorang ibu yang menyuapi anaknya, mengunjungi
orang sakit, menuai padi, atau apa. Dalam proses ini ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, pemilahan peristiwa atau keadaan. Dalam suatu wacana
yang akan terujar dalam bentuk kalimat-kalimat, kita memilah-milah peristiwa
atau keadaan itu menjadi ihwal yang seolah-olah terpisah-pisah.
2) Muatan Ilokusioner
Setelah muatan proposisional ditentukan, pembicara menentukan uatan
ilokusionernya, yakni, makna yang disampaikan ini akan diwujudkan dalam
kalimat yang seperti apa. Di sini peran tindak ujaran muncul. Suatu maksud
dapat dinyatakan dengan kalimat representatif atau lakimat direktif. Dalam
konteks rencana bepergian, kalimat(22) bukanlah sebuah pertanyaan, tetapi
suatu ajakan.
(22) kenapa nggak berangkat sekarang saja?
Begitu juga kalau kita mau meminta rokok pada seseorang, mungkin sekali
kalimat kita adalah kalimat tanya (23a) dan bukan kalimat (23b).
(23) a. Ada rokok, nggak?
(23) b. Beri aku rokok.
3) Struktur Tematik
Struktur tematik berkaitan dengan penentuan berbagai unsur dalam kaitannya
dengan fungsi gramatikal atau semantik dalam kalimat. Pembicara menentukan
mana yang dijadikan subjek dan mana yang objek. Pemilihan ini akan
menentukan apakah kalimat yang akan diujarkan itu aktif (25) atau pasif (26).
(25) Tyono mencari buku itu.
(26) Buku itu dicari oleh Tyono.
Meskipun tampaknya sama, sebenarnya (25) dan (26) berbeda. Kita memilih
(25) kalau kita beranggapan bahwa Tyono mengandung informasi lama dan
informasi baru yang sedang disampaikan adalah mencari buku itu. Sebaliknya,
kita pilih (26) kalau informasi lama itu buku itu—yang sedang dicari oleh Tyono.
C. Perencanaan Produksi Konstituen
Setelah perencanaan kalimat selesai dibuat, turunlah si pembicara ke tataran
konstituen yang membentuk kalimat itu. Di sini dipilihlah kata yang maknanya
tepat seperti yang dikehendaki. Seandainya, referenya adalah seorang pria,
maka, kalau dia benci orang itu, pilihan kata dia mungkin adalah si brengsek
atau bajingan itu, dsb. Sebaliknya, bila pembicara adalah pengagum pria itu,
bisa saja pilihannya adalah si tampan.
3.      HUBUNGAN ANTARA KOMPREHENSI DAN PRODUKSI
Orang dapat meretrif kata hanya bila dia telah menyimpan kata itu dalam
memori dia sebelumnya. Dengan kata lain, suatu kata dapat diproduksi hanya
bila telah ada komprehensi sebelumnya. Karena itu, masalah produksi tidak
dapat dilepaskan dari komprehensi. Bahkan dalam penelitian-penelitian mutahir,
terutama oleh para psikolog dari kelompok koneksiones, (Bock & Levelt 1994;
Bock & Griffin 2000) produksi merupakan cermin-balik dari komprehensi orang
menerima input untuk kemudian disimpan dalam memori. Pada produksi kata
yang tersimapan itu dicari kembali untuk kemudian diujarkan. Untuk mencari
kata itu tentunya diperlukan proses eliminatif dengan kata memanfaatkan fitur-
fitur yang ada pada kata ini, baik fitur semantik, sintaktik, maupun fonologis.
            Mengujar apa yang dicari itu tidak selamanya lancar. Kadang kita
harus berhentiuntuk mencari kata yang tepat, kadang kita keluar dengan ucapan
yang keliru.
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2014. Pengantar Pemahaman bahasa Manusia. Jakarta:


Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai