Anda di halaman 1dari 7

Template Makalah

MAKALAH PROSES PRODUKSI LISAN


Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik
Yang diampu oleh Dr. Gatot Sarmidi, M.P.D.

M.Royan Bayu Negara (21042080027)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PGRI


KANJURUHAN MALANG 2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam percakapan sehari-hari, kalimat-kalimat dapat diucapkan dengan lancar
dan cepat seolah-olah manusia tidak perlu berpikir atau melalui proses yang rumit.
Penutur tidak menyadari bahwa ada proses mental yang rumit yang berkaitan dengan
berbagai macam aspek, seperti sistem bahasa yang digunakan dalam tuturan, pengetahuan
mitra tutur, prinsip kooperatif dalam pertuturan, norma sosial pertuturan, dan sebagainya.
Meskipun demikian, proses produksi bahasa tetap dapat dilakukan karena penutur telah
menguasai sistem bahasa yang digunakannya yang telah tersimpan dalam otaknya.

Proses produksi tuturan itu sendiri hakikatnya merupakan proses yang rumit dan
kompleks. Bock & Levelt (1994) dalam Dardjowidjojo (2012:117—119) menyatakan
bahwa proses dalam memproduksi sebuah tuturan dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu
(1) tingkat pesan (message), (2) tingkat fungsional, (3) tingkat posisional, dan (4) tingkat
fonologi. Pada tingkat pesan, penutur mengumpulkan makna nosi-nosi yang ingin
disampaikan kepada mitra tutur. Pada tingkat fungsional, bentuk-bentuk leksikal dan
informasi gramatikal yang sesuai dengan pesan akan dipilih dan ditentukan fungsinya.
Pada tingkat selanjutnya, pemrosesan posisional, bentuk-bentuk leksikal yang telah
dipilih tersebut disusun urutan keluarnya. Artinya, penutur memilih mana-mana leksikon
yang harus muncul terlebih dahulu dan manamana leksikon yang harus muncul
belakangan. Proses pengurutan leksikal ini disertai dengan pemilihan afiksasi. Pada
tingkat terakhir, hasil pemrosesan posisional dikirim ke tingkat fonologi untuk
diwujudkan dalam bentuk bunyi. Perwujudan bunyi itu sendiri merupakan keterampilan
yang kompleks: menghasilkan sekitar 15 bunyi per detik dengan cara mengkoordinasi
secara cepat lebih banyak otot daripada kegiatan tubuh yang lain (Fink dalam Bock &
Huitema, 1999:375).
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Produksi ujaran adalah cara manusia dalam mengemukakan gagasannya. Menurut Herman
dalam Saputra dan Kuntarto (2018) produksi ujaran adalah bagaimana manusia merencanakan
pengungkapan bahasa secara lisan maupun tulisan. 

B. PROSES PRODUKSI LISAN


Secara umum langkah dalam memproduksi ujaran seperti yang dikemukakan oleh
Dardjowidjojo (2012:117) dapat dibagi menjadi empat tingkat: (1) tingkat pesan, di mana pesan
yang akan disampaikan diproses, (2) tingkat fungsional, di mana bentuk leksikal dipilih
kemudian diberi peran dan fungsi sintaktik, (3) tingkat posisional, di mana konstituen dibentuk
dan afiksasi dilakukan, dan (4) tingkat filologi, di mana struktur fonologi ujaran itu diwujudkan.
Selanjutnya, proses produksi ujaran diawali oleh tindakan perencanaan dan pelaksanaan. Pada
tindak perencanaan hal-hal yang olah adalah wacana, kalimat, dan konstituen. Kemudian pada
tindak pelaksanaan hal-hal yang diolah adalah program artikulasi dan artikulasi. 

1) Pada tingkat pesan, pembicara mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang ingin disampaikan. 

2) Pada tingkat fungsional, yang diproses ada dua hal. Pertama, memilih bentuk leksikal yang
sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi gramatikal untuk masing-masing
yang telah dikenal. Proses kedua pada tingkat fungsional adalah proses memberikan fungsi pada
kata yang telah dipilih. Proses dalam hal ini menyangkut hubungan sintaktik gramatikal atau
fungsi gramatikal. 

3) Pada tingkat pemrosesan posisisonal, diurutkan bentuk leksikal untuk ujaran yang akan
dikeluarkan. Pengurutan bentuk leksikal untuk ujaran yang akan dikeluarkan. Pengurutan ini
bukan berdasarkan pada jejeran yang linear tetapi pada kesatuan makna yang hierarkis. 

4) Setelah pengurutan selesai, diproseslah afiksasi yang relevan. Hasil dari pemrosesan
posisional ini dikirim ke tingkat fonologi untuk diwujudkan dalam bentuk bunyi. 

Saat memproduksi ujaran, seseorang akan mulai merencanakan yang berkaitan dengan topik
yang akan diujarkan, kemudian turun ke kalimat yang akan dipakai, dan diturunkan kembali ke
konstituen yang akan dipilih. Setelah itu, barulah dia masuk ke pelaksanaan dari yang akan
diujarkan. Hal ini mencakup rencana artikulasi dan bagaimana mengartikulasikannya. 

Clark dan Clark dalam Dardjowidjojo (2012:129) mendefinisikan prosedur ini, sebagaimana
berikut: 

1) Perencanaan Produksi Wacana 


Wacana dibagi menjadi dua macam (a) dialog dan (b) monolog. Perbedaan utama antara dua
macam ini terutama terletak pada tindak interaksi antara pembicara dengan pendengar. Pada
dialog terdapat paling tidak dua pelaku, yakni yang berbicara dan yang diajak bicara,
interlokutornya. Pada wacana monolog hanya terdapat satu pelaku saja. Kalau wacana itu lisan,
hanya ada satu pembicara; kalau wacana tulis, hanya penulis sebagai pelakunya. 

Wacana tertulis di samping menempati ruang juga disusun dan dibaca pada saat-saat tertentu
dalam waktu. Dimensi waktu serupa diberikan pada teks lisan melalui tindak pemroduksian teks
oleh penutur dan tindak penerimaan teks oleh mitra tutur dalam waktu khusus. 

Sebagaimana contoh di bawah ini: 


You must made a strong point there.
(Anda harus mengajukan pendapat yang kuat di sana.) 

That claim was rather week.


(Klaim itu agak lemah.) 

In the next section I present on opposing view. 


(Dalam bagian yang akan datang saya mengajukan satu pandangan bertentangan.) 

The last chapter was extremely boring 


(Bab terakhir itu amat membosankan.)

Dalam kedua ujaran yang pertama, istilah deiksis tempat `there` dan `that` menempatkan
pendapat dan klaim dalam konteks wacana sebelumnya. Dalam ujaran terakhir, ungkapan deiksis
waktu `next` dan `last` sebagai referennya memiliki masing-masing bagian konteks wacana
sebelumnya dan yang akan datang. Fungsi deiksisnya dalam ujaran-ujaran ini erat kaitannya
dengan fungsi deiksis waktu. `This` dan `that` dan erat hubungannya dengan pendukung ujaran-
ujaran ini dalam waktu yang riil sebagai bagian (yang paling mungkin) dari teks lisan. Dengan
cara demikian, penutur ujaran yang pertama mengacu pada satu pendapat yang telah dilontarkan
oleh penutur beberapa waktu sebelumnya. 

2) Perencanaan Produksi Kalimat


Menurut Clark, sebagaimana dikutip oleh Dardjowidjojo (2012), terdapat tiga kategori yang
perlu diproses: muatan proposional (prpotional content), muatan ilokusioner dan struktur
tematik. 

Pada muatan proposional pembaca akan mendapatkan pembicara menentukan proposisi apa yang
ingin dia nyatakan. Sedangkan pada muatan ilokusioner adalah makna yang akan diwujudkan itu
seperti apa. Di sinilah peran tindak ujar muncul. Kemudian pada struktur tematik berkaitan
dengan penentuan berbagai unsur dalam kaitannya dengan fungsi gramatikal atau semantik
dalam kalimat.

3) Perencanaan Produksi Konstituen


Setelah perencanaan kalimat selesai dibuat, maka beralihlah pembicara pada tataran konstituen
yang membentuk kalimat tersebut. Di sinilah dipilihnya kata yang maknanya tepat seperti yang
dikehendaki. Seandainya referennya adalah seorang pria, maka kalau dia suka dengan orang
tersebut, maka pilihan katanya adalah si rajin atau ustaz. Sebaliknya, jika pembicara adalah
pembenci pria, yang mungkin dipilihnya adalah si pemalas. Dengan demikian, kalimat di bawah
(a) dan (b) merujuk pada referen yang sama. 

(a) Tuh, si rajin duduk


(b) Tuh, si malas duduk 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Isi kesimpulan berbentuk kalimat pendek yang padat, ringkas dan jelas.
2. Isi kesimpulan biasanya berisi tentang poin-poin penting saja dan biasanya tidak
lebih dari satu halaman.
3. Karena tidak lebih dari satu halaman, biasanya membuat simpulan jauh lebih sulit
dibanding menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.
4. Karena merupakan hasil ringkasan dan kesimpulan sendiri, maka biasanya sebuah
kesimpulan tidak perlu lagi mencantumkan referee berupa footnote atau innote.

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan pembahasan di
atas adalah:
1. Saran biasanya selalu berkaitan dengan pemabahsan materi yang telah anda bahas
di bagian pembahasan.
2. Saran merupakan murni ide pemikiran penulis sendiri dengan menuliskan kalimat
aktif yang sesuai dengan SPOK yang berlaku.
3. Saran biasanya ditujukan untuk berbagi pihak misalnya untuk pembahasan
selanjutnya atau untuk peneliti yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Walaupun di bagian akhir, daftar pustaka memiliki peran yang sangat krusial bagi sebuah
karya tulis ilmiah. Karena daftar pustaka menjelaskan kekayaan intelektual bagi
penulisnya. Oleh karena itu, perhatikan cara-cara menulis daftar pustaka dengan sumber
bacaan yang berbeda. Ingat, Anda di larang menuliskan daftar rujukan yang anda
sebenarnya tidak merujuknya .

Format AMA Style dalam citasi

Jenis Sumber Citasi dalam Teks/ Foot note


Buku Berupa catatan (footnotes atau end‐ notes).
12. Santoso P, Menembus Ortodoksi Kajian Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Fisipol UGM, 2004
Jurnal 11. Jonathan K. Beyond Growth: Library and
Development. Annals of Library Research 2015; 40:1111‐
1130
Situs Web Penulis or responsible body. Judul. Name Website. URL.
Published date. Updated date. Accessed date. World
Health Organization. Saving Private Ryan.
Contoh :
13. World Health Organization.
http://www.who.int/features/20 13/child /saving.html.
Dipublikasikan 7 July, 2012. Diakses 2 Juni, 2013
Jurnal Online Penulis. Judul Artikel. Nama Jurnal. Tahun; vol(issue);
pages. URL. Published date. Update date. Penulis. Judul
Artikel. Nama Jurnal. Tahun; vol(issue); pages. URL.
Published date. Update date.Penulis. Judul Artikel. Nama
Jurnal. Tahun; vol(issue); pages. Doi:xxx.xxxx.

Contoh :
1.Carter, J. Independence Factors. Americana 1975; 1
(5):1‐9.   http://www.jstor.org/stable/1223 445 (diakses
20 Mei, 2013)

2.Vargas, JA. “The Face of Fracebook”. New Yorker


2011; 70 (12). Doi:1.0.1.016/j.americana.2006.1 2.032

Anda mungkin juga menyukai