B. BAHAN AJAR
1. Pengertian Wicara
Pengertian wicara bermacam-macam tergantung dari dimensi mana seseorang
memandangnya. Berbagai pakar telah membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan
pandangannya masing-masing. Selain itu, definisi atau batasan tentang wicara berdasarkan
kamus-kamus ilmiah juga amat bervariasai. Di bawah ini akan dipetikkan beberapa
pengertian wicara tersebut.
1
b. Webster's Third New International Dictionary:
* Speech is the art or technigue of clear and effective speaking of study in organized
instruction (wicara adalah kiat atau teknik berbicara secara jelas dan efektif dari studi
dalam pembelajaran yang terorganisasi).
* Speaking is to utter words or articalate sounds with the ordinary modulation of the voice
(berbicara adalah melafalkan atau mengartikulasikan bunyi-bunyi bahasa dengan modulasi
suara yang wajar).
* To talk is a formal or prearranged discussion, negotiation, or exchange of view usually
of a political nature (wicara adalah sebuah diskusi resmi atau diskusi yang dipersiapkan
dengan matang, suatu perundingan, tukar pandangan yang biasanya dalam dunia politik).
Berdasarkan definisi dalam kamus di atas dapat dipetik kesimpulan bahwa wicara dapat
dipandang sebagai suatu kiat berbahasa, suatu pengujaran bunyi bahasa, atau bentuk
pertemuan resmi.
2
e. Brigance (1953):
* A speaker may learn the science of speaking from a text-book, but speaking itself is an
art, founded upon the sciences of rhetoric and psychology, and no art can be learned from
books (seorang pembicara dapat belajar dari pengetahuan tentang wicara dari buku teks,
tetapi wicara itu sendiri adalah sebuah kiat, yang diperoleh dari pengetahuan tentang
retorik dan psikologi, dan bukanlah kiat yang dapat dipelajari dari buku).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wicara merupakan sebuat kiat, atau
sebuah kajian yang didasarkan atas retorik (limu tentang cara bertutur secara efektif) dan
psikologi (ilmu jiwa).
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat dikatakan bahwa pengertian wicara itu
bersifat relative. Untuk itu, diperlukan adanya rambu-rambu tentang hakekat wicara. Di
dalam hal ini, Logan (1972: 104--105) membuat rambu-rambu tentang konsep dasar wicara
sebagai berikut.
(1) Wicara dan menyimak merupakan kegiatan yang berbalas-balasan (speaking and
listenning are reciprocal activities).
(2) Wicara merupakan proses berhubungan secara pribadi (speaking is process by which
individuals communi-cates).
(3) Wicara merupakan pernyataan yang kreatif (speech is creative expression).
(4) Wicara mencerminkan prilaku (speech is behavior).
(5) Wicara merupakan prilaku yang dapat dipelajari (speech is lerned behavior).
(6) Wicara dapat dirangsang oleh kakayaan pengalaman (speech is stimulated by rich
experiences).
(7) Wicara merupakan cara untuk memperluas cakrawala pengetahuan (speech is a means
of extending horizon).
(8) Ketrampilan berbahasa dan lingkungan selalu berhu-bungan (linguistic skills and
envoronment are inter-related).
(9) Wicara mencerminkan kepribadian (spech reflects personality).
Berbagai definisi dan berbagai konsep dasar tentang wicara selalu didasarkan atas
asumsi (anggap dasar) tertentu. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan hakekat wicata
tersebut antara lain sebagai berikut.
3
(1) Wicara sangat membedakan dan menentukan prilaku manusia (speech is man's most
distingtive and significant behavior).
(2) Seorang terpelajar membutuhkan banyak pemahaman terha-dap prilaku berbicara (an
educated person needs more than an understanding od speech behavior).
(3) Manusia tidak bisa menghindari diri dari hakekat dan kebermaknaannya sebagai
komunikator (man cannot avoid being essentially and significantly a communicator).
(4) Tindakan dan kiat berkomunikasi dalam wicara dan berbahasa bersifat manusiawi (the
acts and arts of communication in speech and language are humanistic) (Logan, 1972:
166).
Definisi-definisi wicara, konsep-konsep dasar wicara,dan berbagai asumsi terhadap
hakekat wicara selalu dapat didekati dengan menggunakan pendekatan tertentu, yaitu suatu
aksioma-aksima atau ancangan teoritis yang mendasari pemikiran tentang hakekat
berbicara. Di dalam hal ini pendekatan yang digunakan bertumpu pada dimensi-dimensi
yang melandasinya, antara lain sebagai berikut ini.
(1) Dimensi oral, yaitu dimensi yang dititiberatkan pada suara (the oral dimension --> is
concerned with the voice).
(2) Dimensi visual, yaitu kombinasi antara suara dengan bahasa tubuh (the visual
dimension --> two speeches simultancously -- one with his voice and one with body).
(3) Dimensi psikologis, yaitu dengan unsur-unsur kejiwaan dalam diri pembicara yang
meentukan sikap pendengar terhadap apa yang dikatakan (the psychological dimen-sion
--> with psychological elements within the speak-er with determine the attitude of
audience toward what he has to say) (Logan, 1972:136).
2. Ciri-ciri Wicara
Dengan berpijak atas definisi-definisi wicara, konsep-kosep dasar tentang wicara,
asumsi-asumsi tentang hakekat wicara, dan berbagai pendekatan tentang wicara, maka
dapatlah ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri umum wicara secagai berikut:
(a) wicara itu bertujuan; (b) wicara itu bersifat interaktif; (c) wicara itu bersifat sementara;
(d) wicara itu terjadi dalam bingkai-bingkai khusus. (e) wicara itu alpa tanda baca, (f)
wicara itu kata-katanya terbatas; dan (g) wicara itu diwarnai oleh perbendaharaan
pengalaman.
4
a. Wicara itu Bertujuan
Salah satu ciri penanda wicara adalah bertujuan; karena melalui wicara seseorang
dapat mencapai tujuan yang yang telah direncanakan. Adapun tujuan wicara tersebut antara
lain: (1) untuk memberi tahu atau memberi informasi; (2) untuk meyakinkan lawan bicara;
(3) untuk membujuk lawan bicara; (4) untuk memikat lawan bicara; dan (5) untuk
menyenangkan lawan bicara.
5
f. Wicara itu Kata-katanya Terbatas
Terbatasnya kata-kata dalam sebuah penampilan wicara sulit untuk dihindari. Hal
ini disebabkan bahwa dalam pembicaraan sering terjadi spontanitas. Dengan demikian,
pembicara tidak dapat merevisi kata-kata seperti dalam menulis surat atau karangan.
Karena dalam pembicaraan itu cenderung spontanitas, maka pembicara tidak
mempunyai kesempatan untuk meneliti kata demi kata
6
A. Model Wicara Searah
Di dalam proses komunikasi wicara selalu berkaitan dengan: (1) materi komunikasi,
yaitu gagasan atau ide yang tertuang dalam penampilan wicara; (2) peran, yaitu manusia
yang terlibat dalam proses komunikasi wicara; dan (3) tujuan, yaitu maksud untuk
menyampaikan pikiran dan perasaan agar dapat dimengerti oleh orang lain. Di dalakm hal
ini proses komunikasi bisa berupa: (1) komunikasi internal, yaitu komunikasi yang secara
aktif tertjadi dalam diri seseorang; dan (2) komunkasi eksternal, yaitu proses komunikasi
antar individu. Di dalam proses komunikasi wicara itu biasanya terdapat proses kegiatan
berikut:
a. proses menggali pesan;
b. proses seleksi pesan;
c. proses memformulasikan pesan ke dalam bentuk bahasa;
d. proses menyampaikan atau mengirimkan pesan dengan meng-gunakan bunyi-bunyi
bahasa dengan berbagai ilustrasinya lewat saluran komunikasi;
e. proses penerimaan kode-kode verbal dan non-verbal;
f. proses penghayatan pesan secara hakiki;
g. proses mengasosiasikan pesan dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki;
h. proses perumusan dan penyampaian pesan; dan
i. proses pemberian balikan atau tanggapan.
Di dalam komunikasi lisan hubungan antara pembicara dan pendengar itu erat
sekali. Keeratan hubungan antara kedua peran tersebut terlukis sebagaimana apa yang
dikemupakan oleh Bryant (1947: 16) sebagai berikut.
7
(1) Pendengar bukanlah hanya memerlukan rangsangan di dalam penampilan komunikasi,
tetapi juga harus mahir dalam merespon (the audience is not only the necessary
stimulus in any act of communication, it also capable of response).
(2) Pembicara bukan hanya merespon pendengar sebagi sti-mulus, tetapi ia juga harus
menjadikan stimulus efek-tif untuk direspon pendengar (the speaker not only responds
to the audience as stimulus, he also becomes effective stimulus to which the audience
responds).
Dari uraian tersebut dapatlah digambarkan secara diagramatik bahwa eratnya hubungan
antara pembicara de-ngan pendengar tersebut sebagai berikut.
dimana: S = Stimulus
R = Responds
8
The Miller Model of Communication
SPEAKER LISTENER
Attitude Attitude
Encoding Sikll Decoding Skill
FEEDBACK
Positif/negatif
9
Alur komunikasi mula-mula diperankan oleh pembicaraAkan tetapi pesan yang
dikemukakan oleh pembicara sebenar-nya berasal dari suatu sumber, mungkin sumber
insani (nara sumber) atau mungkin sumber taninsani (misalnya buku bacaan). Bahan
pembicaraan yang dikemukakan oleh pembicara kepada pendengar tersebut disalurkan
lewat saluran kommunikasi (channel) tertentu. Tujuan atau sasaran yang dituju dalam
proses komunikasi tersebut adalah agar pendengar memperoleh dampak langsung atau tak
langsung terhadap penerimaan isi komunikasi tersebut. Secara dia-gramatis alur
komunikasi itu terlihat dalam model komu-nikasi yang telah dikemukakan oleh Lasswell
sebagai berikut.
Di dalam alur komunikasi dimulai dari adanya sumber informasi yang berisi pesan-pesan.
Pesan-pesan tersebut dipindahkan oleh alat pemindah (transmitter) berwujud signal-signal
bunyi bahasa. Signal-signal bunyi bahasa tersebut diterima oleh penerima informasi
(receiver). Dengan demikian receiver akan memperoleh pesan-pesan tersebut, sehingga
sampai pada sasaran yang dikehendaki-nya. Secara diagramatis alur komunikasi tersebut
10
terlihat dalam model komunikasi yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver sebagai
berikut.
Information
Source Transmitter Receiver Destination
Signal Received
Message Signal Message
Noise
Source
Sumber informasi yang dimiliki oleh pengirim informasi (encoder) tergantung dari
bidang pengalaman setiap orang. Begitu pula penerimaan inforamsi tentang pesan-pesan
dari pembicara kepada pendengar juga dikaitkan pula dengan bidang pengalaman penerima
informasi (decoder). Signal-signal yang dikirimkan encoder kepada decoder sebenarnya
merupakan tukar-menukar berdasarkan bidang pengalamannya masing-masing. Dengan
demikian di dalam proses komunikasi dua arah kedua belah pihak sekaligus memiliki peran
ganda, yaitu sebagai encoder dan decoder, karena dalam komunikasi tersebut kedua belah
pihak dapat berperan sebagai penafsir informasi (interpreter). Secara diagramatis alur
komunikasi tersebut terlihat dalam model komunikasi yang telah dikemukakan oleh
Schramm sebagai berikut ini.
Encoder Decoder
Message
Interpreter Interpreter
Message
Decoder Encoder
11