Anda di halaman 1dari 87

KAJIAN MAKNA TEKS DAN STRUKTUR MELODI LAGU ONANG-

ONANG YANG DISAJIKAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION


PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT MANDAILING
DI KOTA MEDAN

SKRIPSI SARJANA

O
L
E
H

NAMA : LAMHOT K. RONY SINAGA


NIM : 100707070

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KAJIAN MAKNA TEKS DAN STRUKTUR MELODI LAGU ONANG-
ONANG YANG DISAJIKAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION
PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT MANDAILING
DI KOTA MEDAN

OLEH :

NAMA : LAMHOT K. RONY SINAGA


NIM : 100707070

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. Drs. Fadlin,M.A.


NIP 196512211991031001 NIP 196102201989031003

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni
dalam bidang disiplin Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN

DITERIMA OLEH :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk


melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin
Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Budi Agustono., M.S.


NIP 196008051987031001

Panitia Ujian : Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si ( )

5. Arifninetrirosa, SST. M.A ( )

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.


NIP 196512211991031001

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAKSI

Onang-onang merupakan salah satu nyanyian masyarakat Mandailing.


Onang-onang adalah nyanyian yang berisi pantun untuk menceritakan kehidupan
kedua mempelai secara garis besar.
Dalam penulisan ini, penulis melakukan pendekatan yang bersifat
kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Sehingga menghasilkan pernyataan
dari informan maupun narasumber. Penulis juga menggunakan teori semiotik
untuk menganalisa teks serta menggunakan teori weighted scale dalam
menganalisa melodi Onang-onang. Penelitian ini bertujuan untuk membahas
Struktur Teks dan Melodi Lagu Onang-onang Pada Upacara Perkawinan Adat
Mandailing di Kota Medan Oleh Bapak Ridwan Aman Nasution.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Onang-onang ini
dan dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul “Kajian Makna Teks dan Struktur
Melodi Lagu Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman Nasution Pada
Upacara Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih

dan anugerah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup

penulis, serta memberi kekuatan dan pengertian dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Kajian Makna Teks dan Struktur Melodi Lagu

Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman Nasution Pada Upacara

Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan.” Skripsi ini diajukan sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan yang terdapat dalam

penulisan atau penyusunan skripsi ini. Selain itu juga tidak luput dari kebosanan

dan jenuh yang penulis rasakan. Namun, dengan adanya dorongan dari orang-

orang sekitar penulis, maka penulis semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orang tua tercinta, yakni ayahanda S.M. Sinaga, S.H. dan ibunda M.S. Samosir,

S.Pd. Terimakasih atas cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada

ananda. Demikian pula motivasi-motivasi yang diberikan dan juga doa yang

selalu dipanjatkan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak

Dr. Budi Agustono., M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Begitu juga segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. selaku Ketua Program Studi Etnomusikologi

FIB USU yang juga dosen pembimbing I penulis yang telah membimbing dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu-ilmu,

nasehat-nasehat, perhatian, pengalaman yang telah Bapak berikan kepada penulis

selama berada di perkuliahan.Kiranya Tuhan selalu memberikan berkat yang

melimpah serta kesehatan kepada Bapak. Terima kasih juga kepada Ibu Dra.

Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU,

yang telah membantu lancarnya administrasi kuliah saya selama ini, serta ilmu

yang diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhomat Bapak Drs.

Fadlin, M.A. Sebagai Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan

memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu, dan kebaikan yang

Bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasi melindungi dan melimpahkan berkat

untuk Bapak. Begitu juga untuk pegawai administrasi di Departemen

Etnomusikologi FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan

pendekatannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh

staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan

pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D.,

Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak

Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifninetrirosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan

Purba, M.Si., dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Juga kepada semua

dosen praktik di Program Studi Etnomusikologi. Penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu yang telah membagikan ilmu

dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup

Bapak dan Ibu sekalian menjadi pelajaran berharga untuk penulis.

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan

untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;Bapak Ridwan Aman Nasution,

Ibu Rosmati Lubis, Bapak Ishak Jamal Lubis, dan Hardiansyah Nasution.

Sungguh pengalaman dan kesempatan yang tak terhingga yang penulis dapat

untuk mengetahui Mandailing lebih dalam dan luas lagi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara saya July

Andrey, Freny Octaviana, Ria Afriana, Ridhayani, Ruth Darmayana yang juga

menyokong, memberi semangat serta materi dalam membantu penyelesaian

skripsi ini. Dan juga kepada : Citra Butar-butar, Ardy Manurung, Amsal Siburian,

Rian Situmorang, Yusuf Regar, Surung, BenPur, Jackson, Bang Dolok, Hendra

Woyoo, Rendy, Ferry, Rani, Upay, Jenny, Hotlan, Mueq, Ryan Ambarita,

Goppaz, Zube, Daniel Pardosi, Velix, pra Salomo, Gogo, Kia, Ade Pasaribu, Bang

Ivan Sianipar, Bang Batoan, Bang Fuad, Black Canal Family, Cici, Basecamp

SkaMerkunjo, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

terimakasih atas semangat yang kalian berikan.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Semoga saja Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan petunjuk dan

karunia kepada kita semua sebagai Keluarga Besar Program Studi

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumaera Utara Medan.

Jayalah almamaterku.

Medan, Februari 2017

Lamhot K. Rony Sinaga

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Abstraksi ................................................................................................ V
Kata Pengantar ..................................................................................... VI
Daftar Isi ................................................................................................ X
Daftar Gambar ...................................................................................... XII
Daftar Tabel ........................................................................................... XIII

BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Pokok Permasalahan .................................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 8
1.3.1 Tujuan ................................................................................ 8
1.3.2 Manfaat ............................................................................. 8
1.4 Konsep dan Teori .......................................................................... 9
1.4.1 Konsep ............................................................................... 9
1.4.2 Teori ................................................................................... 10
1.5 Metode Penelitian ......................................................................... 12
1.5.1 Studi Kepustakaan .............................................................. 13
1.5.2 Kerja Lapangan ................................................................... 13
1.5.3 Wawancara ......................................................................... 14
1.5.4 Observasi ............................................................................ 15
1.5.5 Kerja Laboratorium ............................................................ 15
1.6 Lokasi Penelitian ........................................................................... 15

BAB II: MASYARAKAT MANDAILING DI KOTA MEDAN


DAN BIOGRAFI RINGKAS BAPAK RIDWAN AMAN
NASUTION
2.1 Masyarakat Mandailing ................................................................ 17
2.1.1 Asal-usul Orang Mandailing ............................................... 17
2.1.2 Sistem Religi dan Agama ................................................... 20
2.1.3 Bahasa ................................................................................. 22
2.1.4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing ..................... 22
2.1.5 Kesenian ............................................................................. 25
2.1.6 Organisasi Masyarakat Mandiling di Kota Medan ............. 30
2.1.7 Sistem Mata Pencarian Masyarakat Mailing di Kota
Medan ................................................................................ 30
2.2 Pengertian Biografi .................................................................... 31
2.3 Alasan Dipilihnya Ridwan Aman Nasution ............................... 33
2.4 Biografi Ridwan Aman Nasution ............................................... 34
2.4.1 Latar Belakang Keluarga .................................................... 34
2.4.2 Latart Belakang Pendidikan ................................................ 35
2.4.3 Berumah Tangga ................................................................. 35
2.4.4 Bapak Ridwan Aman Nasuiton Sebagai Pembuat Alat
Musik .................................................................................. 35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.5 Bapak Ridwan Aman Nasution Sebagai Pemusik
Tradisional Mandailing ..................................................... 36
BAB III: ANALISIS TEKS ONANG-ONANG
3.1 Bentuk Teks Onang-onang ........................................................ 37
3.2 Analisis Semiotik Tekstual Onang-onang ................................. 38
3.2.1 Tema Teks .......................................................................... 47
3.2.2 Arti Kosa Kata Dalam Teks ............................................... 48
3.2.3 Onang-onang Untuk Kedua Pengantin ............................... 54
BAB IV: TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ONANG-
ONANG
4.1 Transkripsi ................................................................................ 58
4.1.1 Simbol Dalam Notasi ......................................................... 58
4.2 Analisis Melodi Onang-onang ................................................... 60
4.2.1 Tangga Nada ...................................................................... 61
4.2.2 Nada Dasar (Pitch Center) .................................................. 62
4.2.3 Wilayah Nada (Range) ...................................................... 62
4.2.4 Jumlah Nada (Frequency of notes) .................................... 62
4.2.5 Jumlah Interval (Prevalent Intervals) ................................ 63
4.2.6 Pola Kadensa ...................................................................... 64
4.2.7 Formula Melodik ............................................................... 65
4.2.8 Kontur ................................................................................ 67

BAB V: PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 69
5.2 Saran .......................................................................................... 71
Daftar Pustaka ......................................................................................... 72
Daftar Informan ....................................................................................... 73
Lampiran .................................................................................................. 74

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 .............................................................................................. 56
Gambar 3.2 ............................................................................................. 56
Gambar 3.3 ............................................................................................. 57
Gambar 3.4 ............................................................................................. 57

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Tabel
Tabel 3.1 .................................................................................................. 47
Tabel 4.1 .................................................................................................. 63

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kebudayaan. Apa yang

disebut kebudayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan

diterapkan oleh manusia. Budaya suatu suku bangsa merupakan suatu

penampakan identitas diri dari suku bangsa tersebut. Suatu suku bangsa dapat

dikenal oleh dunia apabila suatu suku bangsa tersebut sanggup memperkenalkan

identitas dirinya lewat budayanya yang khas (Parlaungan, 1997:4).

Kekayaaan Indonesia ini didukung oleh banyaknya etnik atau suku yang

mendiami seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Masing-

masing etnik memiliki ciri khas yang menjadi identitas etnik tersebut. Salah satu

dari sekian banyaknya kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan

masyarakat Mandailing yang terletak di Tapanuli bahagian selatan Provinsi

Sumatera Utara. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing

secara turun menurun dimanapun ia bertempat tinggal. Mandailing terdapat di

Sumatera Utara yang terletak di Mandailing Julu dan Mandailing Natal.

Etnik Mandailing memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara

turun-temurun. Salah satu bentuk kebudayaan itu adalah kesenian. Etnik

Mandailing memiliki alat musik kesenian yang menjadi ciri khas kebudayaan

Mandailing yang bernama Gordang sambilan. Gordang sambilan adalah warisan

budaya suku bangsa Mandailing. Musik ini adalah seperangkat alat musik sakral

yang terdiri dari sembilan buah gendang yang berukuran besar. Dikatakan sakral

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


karena dipercayai mempunyai kekuatan gaib memanggil roh nenek moyang untuk

memberi pertolongan melalui medium atau shaman yang di namakan Sibaso.

Ada beberapa ansambel1 yang terdapat pada masyarakat Mandailing yaitu

Gondang Dua, Gordang Lima dan Gordang Sambilan. Alat musik yang termasuk

ansambel Gondang Dua yaitu Sarune, Penyanyi, Gondang Dua, Ogung, Doal,

Momongan, dan Tali Sasayap. Alat musik yang termasuk ansambel Gordang

Lima yaitu Gordang Lima, Sarune, Ogung, Momongan, dan Doal. Alat musik

yang termasuk ansambel Gordang Sambilan yaitu sarune, gordang yang

jumlahnya sembilan (2 jangat, 2 hudong-kudong, 2 padua, 2 patolu, 1 enek-

enek), gong (dada boru dan jantan), mongmongan, dan tali sasayak.

Masyarakat Mandailing memiliki beberapa repertoar musik, antara lain

Gondang Sampuara Batu Magulang, Roba Na Mosok, Udan Potir, Aek

Magodang, Mamele Begu, Jolo-jolo Turun, Alap-alap Tondi, Pamulihon, Raja-

raja (Raja Nasution, Raja Lubis), Tua Porang, Mandailing, Sarama Babiat, Orja,

Lima (Bombat), Sabe-sabe, dan Onang-onang.

Dalam tulisan ini penulis lebih berfokus pada teks dan melodi lagu onang-

onang. Onang-onang merupakan suatu repertoar yang diiringi oleh gondang

dua yang bertempo lambat (semacam andung-andung) dan pembawa melodinya

adalah sulim. Onang-onang, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu

nasehat dan dapat juga diartikan sebagai penggunaan kosakata tertentu yang

bersifat puitis. Onang-onang termasuk dalam bentuk kesenian musik vokal (oral

languange) yang memiliki kosakata tersendiri dan berkaitan dengan tujuan

penyelenggaraan.

1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ansambel yaitu kelompok pemain
musik (penyanyi).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Onang-onang dalam upacara adat menurut Siregar (2003:11) disampaikan

secara lisan dan pada tiap ucapan akan diakhiri dengan kata onang-onang. Para

penutur atau paronang-onang menyampaikan tuturan secara bergantian antara

mora, kahanggi, dan anak boru. Ketiga kelompok ini secara spontan

mengucapkan larik-larik dengan nada suara yang bergelombang, irama yang

mengalun untuk menonjolkan isi onang-onang yang berupa nilai budaya

masyarakat dalam lingkup seni tradisi.

Untuk dapat melihat dengan jelas mengenai seni tradisi maka setidaknya

deskripsi mengenai Indonesia sebagai negara dengan daerah kepulauan, yang

dihuni oleh berbagai macam suku bangsa, yang memiliki kekayaan budaya dapat

menjadi bentuk pemikiran dalam melihat seni tradisi dalam kehidupan

masyarakat. Di antara keragaman tersebut terdapat musik yang sering digunakan

suku-suku bangsa di Indonesia, baik itu dalam upacara adat, hiburan, dan

komunikasi sosial. Dengan letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan dan

lalu lintas pelayaran, baik itu sejak zaman Hindu-Budha, Islam, dan hingga saat

sekarang ini, musik sebagai bagian dari kebudayaan, mendapat pengaruh dari luar

Indonesia (Matondang, 2013).

Menurut Matondang (2013) musik adalah bentuk ekspresi kultural yang

memiliki dua sifat utama, yaitu sifat universal dan sifat partikular. Musik juga

merupakan ekspresi emosi yang berkait dengan kehidupan. Rhythm atau ritem

dan melodi dalam musik dapat mengungkapkan emosi yang disampaikan oleh

senimannya. Selain itu musik juga merupakan alat komunikasi sosial yang

berhubungan dengan aspek kebudayaan. Di dalamnya terkandung sistem

kepercayaan, konsep struktur sosial, dan juga sistem perekonomian suatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masyarakat. Musik juga dapat disajikan sebagai hiburan yang mempunyai peranan

penting dalam suatu kehidupan masyarakat. Setiap suku bangsa memiliki

kebudayaan musik yang berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi di negara

Indonesia, yang memiliki ratusan suku bangsa dan kebudayaannya.

Mengkaji seni tradisi dalam konteks antropologi dapat dilihat sebagai

bagian dari kajian antropologi, dimana antropologi secara harfiah dapat dikatakan

sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia beserta kebudayaannya,

menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1980:193).

Etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan humaniora dan

sosial yang mempelajari musik dalam konteks kebudayaan. Secara jelas dan tegas

apa itu etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, didefinisikan

oleh Merriam, sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own


division, for it has always been compounded of two distinct parts,
the musicological and the ethnological, and perhaps its major
problem is the blending of the two in a unique fashion which
emphasizes neither but takes into account both. This dual nature
of the field is marked by its literature, for where one scholar
writes technically upon the structure of music sound as a system
in itself, another chooses to treat music as a functioning part of
human culture and as an integral part of a wider whole. At
approximately the same time, other scholars, influenced in
considerable part by American anthropology, which tended to
assume an aura of intense reaction against the evolutionary and
diffusionist schools, began to study music inits ethnologic
context. Here the emphasis was placed not so much upon the
structural components of music sound as upon the part music
plays in culture and its functions in the wider social and cultural
organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl
(1956:26-39) that it is possible to characterize German and
American "schools" of ethnomusicology, but the designations do
not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


of geography as it is one of theory, method, approach, and
emphasis, for many provocative studies were made by early
German scholars in problems not at all concerned with music
structure, while many American studies heve been devoted to
technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).

Apa yang dikemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para

pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih

pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam

memfusikan kedua disiplin ini, maka dalam etnomusikologi akan menimbulkan

kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua

disiplin itu, tentu saja setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian

ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin

tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari

bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana

etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu

sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk

memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan

sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan.

Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh

para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali

suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner

difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya.

Dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini

lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam

organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara bertahap oleh Bruno Nettl yaitu

terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan

Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi

etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,

pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan

oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan

hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana

Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi

dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun

terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.

Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam

konteks kebudayaannya.

Lebih khusus lagi, mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi

telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan

edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah

mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang tertuang di dalam

buku yang berjudul Etnomusikologi, tahun 1995. Buku ini diedit oleh Rahayu

Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat

di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh

Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.

Dari semua penjelasan tentang apa itu etnomusikologi, maka dapatlah

ditarik kesimpulan bahwa etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu

pengetahuan yang merupakan hasil fusi dari antropologi (etnologi) dan

musikologi, yang mengkaji musik baik secara struktural dan juga sebagai

fenomenal sosial dan budaya manusia di seluruh dunia. Para ahlinya (lulusan

sarjana etnomusikologi atau peringkat magister dan doktoral) disebut sebagai

etnomusikolog.

Lebih khusus lagi, di dalam disiplin etnomusikologi terdapat berbagai jenis

dan ruang lingkup kajian, seperti: guna dan fungsi musik, pemusik dalam konteks

sosial, studi teks nyanyian, kajian pengkategorian musik, musik dan kreativitas

budaya, musik dalam konteks kontinuitas dan perubahan, juga organologi (alat-

alat musik).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk

meneliti lebih dalam lagi tentang teks Onang-onang Mandailing oleh bapak

Ridwan Aman Nasution termasuk struktur melodinya. Penelitian ini akan dibuat

ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: “Kajian Makna Teks dan Struktur

Melodi Lagu Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman Nasution Pada

Upacara Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah dua aspek

berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Bagaimana makna teks lagu onang-onang yang disajikan oleh Bapak Aman

Ridwan Nasution dalam konteks upacara perkawinan adat Mandailing di

Medan?

2. Bagaimana struktur melodi lagu onang-onang oleh Bapak Ridwan Aman

Nasution dalam konteks upacara perkawinan adat Mandailing di Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana makna teks lagu onang-onang yang disajikan

oleh Bapak Aman Ridwan Nasution dalam konteks upacara perkawinan adat

Mandailing di Medan.

2. Untuk mengetahui bagaimana struktur melodi lagu onang-onang yang

disajikan oleh Bapak Ridwan Aman Nasution dalam konteks upacara

perkawinan adat Mandailing di Medan.

1.3.2 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan

pengetahuan tentang kebudayaan Mandailing.

Manfaat lain yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah dokumentasi mengenai Mandailing di Departemen

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang diperoleh

penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan

topik judul penelitian.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari

suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang

sejenis, berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten (koentjaraningrat

2009:85). Menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005),

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

peristiwa konkret. Maka, berdasarkan pengertian diatas penulis akan menjelaskan

beberapa konsep yang berkaitan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian

atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh

pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata

analisis dalam tulisan ini berarti hasil penguraian objek penelitian.

Menurut Soeharto dalam buku Kamus Musik (1992:86) pengertian musik

adalah pengungkapan melalui gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa

melodi, irama, dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan

warna bunyi. Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal

merupakan suatu ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada-

nada yang harmonis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Onang-onang merupakan sebuah lagu yang penulis nyatakan sebagai

objek kajian Etnomusikologi, karena ada atau terbentuk dari struktur, bentuk,

bunyi-bunyian, unsur musikal yang dapat di golongkan atau dikategorikan sebagai

nyanyian. Kemudian, onang-onang juga mengandung unsur nada, ritem dan

harmoni. Sesuai dengan pengertian diatas, maka penulis akan membahas yang

tertuju pada melodi.

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata dari pengarang, kutipan dari

kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar

memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia

edisi keempat 2008:1474). Dari pengertian teks diatas, maka tekstual adalah

sesuatu yang berkaitan dengan teks. Sesuai dengan judul tulisan ini, penulis akan

menganalisa makna dari teks atau kata dari lagu tersebut.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa

(KamusBesar Bahasa Indonesia, 2005). Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79),

mengemukakan: “Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions,

and proposition that present a systematic view of phenomena by specipying

relations among variabels, with purpose of explaining and predicting the

phenomena.”

Artinya secara harfiah, teori adalah sebuah hubungan konsep, defenisi,

proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dengan fenomena yang

menggambarkan hubungan variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


fenomena tersebut. Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk

membahas dan menjawab pokok permasalahan.

Untuk menganalisis struktur melodi Onang-onang penulis menggunakan

teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P.

Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: (1)

tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada-

nada, (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa, (7) formula-formula melodik,

dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15).

Untuk mendukung analisis struktur melodi onang-onang, penulis

menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi

yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi penulis menggunakan

pada notasi musik yang dinyatatakan Seeger yaitu notasi preskriptif dan

deskriptif. Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat

pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan

notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada

pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui

oleh pembaca.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan menggunakan notasi

deskriptif. Karena, penulis akan menyampaikan atau memberikan informasi

tentang Onang-onang dengan detail agar jelas tujuan dari komposisi Onang-

onang.

Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang

berbeda. Karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama

oleh setiap pendukung kebudayaan (Nettl 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat berupa teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumentasian, penggunaan,

fungsi, pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain.

Dalam proses menganalisis struktur teks-teks onang-onang, penulis

berpedoman pada teori William P. Malm. Dalam buku Music Culture of The

Pasific, the Near, East, and Asia (1977) ia menyatakan bahwa dalam musik vokal,

hal yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan

teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini

disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada

disebut melismatis.

Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan

hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, Serta sangat

membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan

pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1995:17).

Untuk mengetahui dan mendalami mankna teks-teks onang-onang yang

disajikan oleh Bapak Ridwan Aman Nasution, penulis menggunakan teori

semiotik. Istilah kata semiotik ini berasal dari bahasa Yunani, semeioni. Panuti

Sudjiman dan van Zoest (Bakar, 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti

tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Teori semiotik

adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan.

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang

digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan (Koentjaraningrat

2009:35). Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip

dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis

2006:24).

Jadi, metode penelitian adalah cara yang dipakai untuk mendapatkan atau

memperoleh informasi atau fakta yang ada didalam objek penelitian. Penulis juga

menggunakan metode kualitatif agar mendapatkan dan mengumpulkan data dan

menguraikannya dengan mewawancarai informan dari anak dan rekan-rekan dari

Bapak Ridwan Aman Nasution.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan

penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-

buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan

yang berkaitan dengan objek penelitian. Kemudian mencari teori-teori yang dapat

digunakan sebagai acuan dalam membahas tulisan ini dan memperoleh

pengaturan awal mengenai apa yang diteliti. Studi pustaka ini bertujuan untuk

mencari informasi dan menambah data-data yang dibutuhkan dalam penulisan,

penyesuaian dan pengamatan yang sudah ada mengenai objek penelitian di

lapangan.

1.5.2 Kerja Lapangan

Dalam kerja lapangan (field work), penulis melakukan kerja lapangan

dengan observasi langsung ke daerah penelitian yaitu rumah Rumah

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bapak Ridwan Aman Nasution dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat

Mandailing yang ada di Kota Medan sebagai narasumber lainya.

1.5.3 Wawancara

Adapun teknik wawancara yang di lakukan penulis ialah melakukan

dengan tiga cara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat untuk melakukan

wawancara (1985:139) yaitu: wawancara berfokus (focused interview),

wawancara bebas (free interview,) dan wawancara sambil lalu (casual

interview). Yang di maksud dengan wawancara berfokus adalah pertanyaan yang

selalu berpusat kepada pokok permasalahan, sementara wawancara bebas adalah

pertanyaan yang selalu beralih dari satu pokok permasalahan ke pokok

permasalahn yang lain. Sedangkan wawancara sambil lalu hanya untuk

menambah atau melengkapi data yang lain. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu

menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan pada saat wawancara secara

bebas ataupun tertuju dari satu topik ke topik lain dan materinya tetap berkaitan

dengan topik penelitian.

Penulis melakukan wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini

Bapak Ridwan Aman Nasution selaku informan kunci, dan beberapa informan

informan lainnya. Menurut Harsja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah

untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data

atau keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman

wawancara penulis menggunakan kamera dan handphone sebagai alat rekam

sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital, di

samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan informan.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.5.4 Observasi

Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan

sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap

kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987:54). Observasi atau

pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan

menggunakan indra penglihatan yang juga berarti tidak mengajukan pertanyaan-

pertanyaan.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses

dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan

sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti

kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.

Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian

berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).

1.5.6 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang

merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Ridwan Aman

Nasution di Saentis Pasar 1, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli

Serdang yang juga merupakan lokasi bengkel instrumen beliau. Tempat ini juga

kadangkala dijadikan tempat latihan kelompok musik Mandailing, terutama untuk

persiapan pertunjukan, baik untuk memenuhi permintaan pertunjukan untuk

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memeriahkan pesta perkawinan, hiburan untuk kegiatan kebudayaan, menyambut

tetamu dalam kebudayaan Mandailing, dan lain-lainnya.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
MASYARAKAT MANDAILING DI KOTA MEDAN DAN
BIOGRAFI RINGKAS RIDWAN AMAN NASUTION

2.1 Masyarakat Mandailing

2.1.1 Asal Usul Orang Mandailing

Masyarakat Mandailing yang mendiami Kota Medan tidak terlepas dengan

asal-muasal oleh leluhurnya yang bertempat tinggal di Wilayah Mandailing.

Masyarakat Mandailing diduga sudah ada pada ribuan tahun yang lalu.

Menelusuri latar belakang masuknya penduduk didaerah Mandailing beberapa

pendapat orang berbeda-beda, dan pendapat berbeda itulah bila tidak didukung

dengan fakta-fakta tertulis, seperti prasasti-prasasti tentu tidak mudah untuk

mempertanggung jawabkannya. Penulis mengambil beberapa pendapat mengenai

asal usul Masyarakat Mandailing sebagai bahan informasi mengenai asal usul

nama daerah Madailing dan masyarakatnya. Memungkinkan bahwa Wilayah

Mandailing pada zaman Kerajaan Majapahit mempunyai masyarakat secara

homogen, yaitu masyarakat yang tumbuh dan terhimpun dalam suatu

Ketatanegaraan Kerajaan dalam Kebudayaannya. Terbukti dari ekspansi pasukan

Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1287 Caka (365 M). dimana salah satu

syairnya disebut nama Mandailing. Adapun syair tersebut yaitu, “Lwir ning nusa

pranusa pramuka sakahawat ksoniri malayu/ning jambi, mwang Palembang

karitang I teba len dharmamacraya tumut/kandis kahwas manangkabwa ri siyak

rekan Kampar mwang I pane/ kampe harw athawe mandailing I tumihang parilak

mwang I babrat/” (Pane, 2014).

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebagai mana terlihat pada teks tersebut ekspansi Kerajaan Majapahit ke

Malayu di Sumatera merata sejak Jambi, Palembang, Muara Tebu, Darmasraya.

Minangkabau, Siak. Rokan, Kampar, Panai, Pulau Kampar, Haru, Mandailing.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nama Mandailing sudah terlukis pada

syair ke 13 Negarakertagamanya Propanca yang agung seperti tersebut diatas.

(Mhd. Arbain Lubis Ha 11-24) Menurut ulasan dari seorang tokoh budaya

Z.Pangaduan Lubis. Dosen Fakultas Sastra USU atau sekarang Ilmu Budaya USU

Medan dalam bukunya “Kisah Asal Usul Mandailing”, (Tahun 1986 hal 4-6),

mengatakan selanjutnya bahwa di dalam tonggo-tonggo (doa) terdapat kata-kata:

di situlah (di tanah Mandailing) bertamasya si boru deakparujar.

Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan sekali justru di

tanah Mandailing itu pula Si Boru Deakparujar turun dari kayangan. Dapat

diketahui bahwa Deakparujar adalah tokoh mitologi dalam Kebudayaan Toba-

Tua. Dan menurut mitologi Si Boru Deakparujar adalah Puteri Debata Mulajadi

Nabolon yang dititahkannya turun dari Benua ke Benua Tengah membawa

sekepal tanah untuk menempa bumi diatas lautan. Tonggo-Tonggo Si Boru

Deakparujar merupakan Kesusasteraan Toba Tua yang klasik yang terdiri dari 10

pasal sebagai dasar atau sumber dari falsafah masnyarakat dan kerohanian

dari dalihan na tolu.

Dada Meuraxa mengatakan didalam bukunya Sejarah Kebudayaan

Sumatera (1974:349) menyatakan bahwa Mandailing ada yang menduga berasal

dari perkataan Mande Hilang dalam bahsa Minangkabau perkataan tersebut

berarti Ibu yang Hilang. Selanjutnya ia mengatakan bahwa ada yang menyangka

nama Mandailing berasal dari perkataan Mundahilang yang berarti munda yang

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengungsi. Dalam hubungan ini disebut bahwa bangsa Munda yang berada di

India pada masa yang silam melakukan pengungsian kepada mereka terdesak oleh

Bangsa Aria, menurut Slamet Mulyana menjelaskan dalam bukunya Asal Bangsa

dan Bahasa Indonesia (1964:140) mengatakan sebagai berikut: “sebelum

kedatangan Bangsa Aria, Bangsa Munda menduduki India Utara. Karena desakan

bangsa Aria, maka bangsa Munda menyingkir ke selatan yang terjadi sekitar 1500

SM.”

Pada waktu perpindahan bangsa Munda dari India Utara ke Asia Tenggara

oleh karena terdesak bangsa Aria. Diduga ada sebagian yang masuk ke Sumatera.

Dengan melalui Pelabuhan Barus pantai barat Sumatera mereka meneruskan

perjalanan sampai ke suatu daerah yang kemudian disebut dengan Mandailing,

yang berasal dari perkataan Mundahiling yang berarti munda yang mengungsi.

Didalam buku yang dikemukakan oleh pengarangnya Mangaraja Lelo

Lubis bahwa menurut orang tua, nama Mandailing berasal dari perkataan

Mandala Holing. Pada zaman dahulu kala Mandala Holing adalah sebuah kerjaan

yang menguasai daerah mulai dari Portibi di Gunung Tua Padang Lawas sampai

ke daerah Pidoli di Mandailing. Semua pusat kerajaan ini terletak di Portibi

Gunung Tua, tenpat dimana banyak ditemukan Candi-candi Purba. Oleh karena

serangan Kerajaan Majapahit, kemudian pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan

ke Piu Delhi dimana kemudian hari kota ini dikenal dengan nama Pidoli di daerah

Mandailing (didekat Kota Panyabungan yang sekarang). Terbukti terdapat

candicandi purba pada waktu silam didaerah Pidoli tetapi hancur oleh pasukan

islam dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol ratusan tahun yang lalu.

Masyarakat Mandailing digolongkan kedalam kelompok Proto Melayu (Melayu

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tua), yang mempunyai persamaan dengan Suku Toba, Simalungun, Karo, dan

Pakpak-Dairi. Yang persamaan itu bisa dilihat pada Bahasa dan Adat Istiadatnya.

Kelompok Proto ini berasal dari Tiongkok Selatan, dan berpindah di Wilayah

Indonesia yang kemungkinan terjadi pada abad 7 atau ke 8 SM. Dan dari cici-ciri

khas bentuk fisik dan temperamen, bahwa nenek moyang suku-suku bangsa

termasuk rumpun Proto Melayu (Emilkam Tambunan, 1982 :33).

Apa yang telah diuraikan baik pendapat Dada Meuraxa, Emilkam

Tambunan, Slamet Mulyana sudah tersusun di dalam buku Z. Pangaduan Lubis

berjudul Kisah Asal Usul Mandailing (1986:6-10) dengan pejabarannya yang luas

dan yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan berdasarkan

metodemetode yang abash kiranya dapat dicatat bahwa asal usul nama Mandailing

yang murni sudah terbuka lebar, untuk mengungkapkan dan membuktikan

kembali nama Mandailing yang harum semenjak dari seribu yang silam.

2.1.2 Sistem Religi dan Agama

Pada masa sekarang ini Masyarakat Mandailing umumnya masih

menganut Agama Islam dan hanya sedikit Agama Kristen, tetapi Nenek Moyang

mereka sebelum masuknya Agama Islam maupun Kristen masih mempercayai

dengan Animisme atau dikenal dengan pele begu (suatu pemujian terhadap roh

nenek moyang). Ajaran relegi tersebut mengakui adanya bermacam makhlus halus

dan kekuatan-kekuatan gahib yang dapat menimbulkan pengaruh buruk, misalnya

penyakit dan mala petaka atas diri manusia (Parlaungan Rotonga, 1997:10)

Didalam pelaksanaan Upacara Ritual (animisme), dipimpin oleh seorang yang

sudah ahli dan bukan orang sembarangan. Orang itu adalah orang yang

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengetahui tentang doa-doa yang harus disampaikan kepada leluhurnya atau

disebut dengan Si Baso. Nenek moyang mempercayai peantaraan si baso dengan

roh nenek moyang dapat turun ke bumi dengan menurunkan pemberian berkah

atau sebaliknya. Sistem animisme ini mulai terhapus sekitar tahun 1820 sejak

Agama Islam masuk ke Mandailing yang dibawa oleh Kaum Padri dari

Minangkabau.

Ajaran yang dibawa langsung oleh Kaum Padri ini adalah ajaran Agama

Islam yang keras. Mereka tidak kompromi dengan masyarakat dan pemuka Adat

Mandailing. Siapa saja yang tidak mau masuk ke Agama Islam akan dibunuh atau

akan menjadi budak kepada Kaum Padri. Lama kelamaan Masyarakat Mandailing

menerima agama Islam, dan akhirnya agama Islam menjadi berkembang di

seluruh daerah Mandailing. Setalah Masyarakat Mandailing memeluk Agama

Islam, membawa pengaruh terhadap upacara-upacara animisme.

Karena Agama Islam melarang setiap kaumnya berhubungan dengan roh-

roh yang dipuja pada upacara ritual tersebut, karena dianggap bertentangan

dengan ajaran Agama Islam. Sekitar tahun 1839 Agama Kristen mulai masuk ke

daerah Mandailing yang dibawa oleh para Pendeta-pendeta. Masyarakat

Mandailing tidak banyak yang menganut Agama Kristen dikarenakan telah

terlebih dahulu menganut agama Islam sehingga yang menganut Agama Kristen

sangat sedikit, dan kebanyakan yang menganut Agama Kristen adalah orang-

orang pendatang dari luar daerah Mandailing yang menetap di Mandailing.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.3 Bahasa

Bahasa Mandailing merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang

dipergunakan oleh suku Batak Mandailing yang sebagaimana bahasa tersebut

dapat dipakai didaerah Mandailing maupun daerah perantauan yang digunakan

sebagai media komunikasi diantara sesama Etnik Mandailing. Menurut H.

Pandapotan Nasution,SH (2005 hal 14-15). Dalam bukunya mengungkapkan

dengan sesuai pemakainya Bahasa mandailing terdiri dari 5 tingkatan, yaitu:

(a) Bahasa adat (bahasa pada waktu upacara adat),

(b) Bahasa andung (bahasa waktu bersedih),

(c) Bahasa parkapur (bahasa ketika di hutan),

(d) Bahasa na biaso (bahasa sehari-hari), dan

(e) Bahasa bura (bahasa waktu marah atau kasar).

Pertuturan Bahasa Mandailing masih dipergunakan pada saat tertentu. Di

antaranya adalah dalam upacara peradatan (siriaon dan siluluton), arisan,

perkumpulan keluarga ini, atau perkumpulan keluarga luas lainnya.

2.1.4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing

Sistem kekerabatan adat istiadat Mandailing masih memegang pada adat

istiadat yang disebut dengan markoum marsisolkot, adat istiadat ini sudah

disempurnakan atas pihak-pihak yang untuk dapat disatukan menjadi hidup

berdampingan rukun dan damai.

Karena dari arti dan makna markaoum adalah berkaum atau famili dekat,

meskipun ia dari orang yang juah atau orang yang tidak pernah dikenal.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sedangkan marsisolkot artinya mendekatkan yang sudah dekat, artinya

masih satu marga atau suku dari satu nenek moyang. Adat Istiadat Markoum

Marsisolkot di Mandailing sudah disepakati untuk dipakai kepada masyarakatnya

baik dalam upacara siriaon (upacara suka cita) ataupun Upacara siluluton

(upacara duka cita). Dimana dikatakan bahwa adat istiadat yang

berdasarkan markoum marsisolkot yang tertuang dalam beberapa lembaga Adat

yaitu (1) patik, (2) ugari, (3) uhum, dan hapantunon.

Patik adalah peraturan adat yang tidak boleh dilanggar , jika dilanggar

akan dihukum, sebagaimana patik sebagai peraturan yang dipakai untuk pedoman

agar semua kegiatan dalam kehidupan dapat menciptakan kasih sayang, atau tidak

menimbulkan pertentangan atau pergesekan kepada masyarakat. Sementara itu,

ugari adalah kebiasaan yang diangkat seperti peraturan. Jadi adat kebiasaan yang

diadatkan dari suatu daerah tidak merusak adat. Kemudian, uhum adalah sanksi

hokum terhadap perlanggaran atas peraturan seperti patik, ugari, dan hapantunon.

Uhum atau sanksi pelanggaran itu bertingkat tingkat mulai dari teguran, denda,

pasung, diusir dari kampong, dan kepada hukuman mati. Hapantunon adalah

salah satu adat istiadat yang bertujuan memperhalus hubungan manusia atau

dengan manusia yang lain. Hapantunon memberikan kepada Masyarakat maupun

Keluarga yang mempelajari etika pergaulan ataupun etika dalam bergaul sehari-

hari atau dalam ikatan keluarga didalam pertuturon. Adat istiadat Markaoum

Marsisolkot ini belakang hari dikatakan orang juga sebagai Dalihan Na

Tolu . Dalihan artinya batu tungku, dan na tolu artinya yang tiga, maksudnya

ketiga batu ini menjujung satu wadah atau satu adat. Yakni tiga unsur kelompok

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang berbeda menjujung satu wadah Adat Mandailing, yang terdiri dari Kahanggi,

Anak Boru, dan Mora.

Kahanggi adalah kelompok yang terdiri dari pihak kita sendiri yang

bersaudara kandung dan ditambah dengan kelompok yang sesame satu marga.

Unsur kahanggi juga termasuk saama–saibu (seayah-seibu), saompu (satu

nenek), saparaman (satu bapak), sabana (seketurunan), sapangupaan (kakek

bersaudara kandung), dan sakahanggi (orang-orang satu marga dalam satu

kampung).

Anak Boru adalah tempat pemberian anak-anak gadis dari kelompok kita tadi.

Atau kelompok kerabat yang menerima anak gadis dari pihak Mora. Dan biasanya

pihak keluarga anak boru hormat kepada pihak moranya. Di lain sisi, mora adalah

kelompok saudara-saudara dari istri-istri dari pihak kita atau tempat pengambilan

anak -anak gadis dalam perkawinan.

Dari hasil keputusan musyawarah dari ketiga kelompok inilah atau dari

pihak kahanggi, Anak Boru, dan Mora terciptanya adat Mandailing yang

dikatakan adat Markoum Marsisolkot. Apabila salah satu kelompok diantaranya

tidak diikut sertakan, maka upacara Adat Mandailing yang berdasarkan adat

istiadat Markoum Marsisolkot tidak tercipta, atau dengan perkataan lain

dibatalkan sama sekali. Di Mandailing menganut Marga yang diturunkan melalui

dari Marga Ayah atau disebut dengan patrilineal. Orang-orang yang atau garis

keturunan Patrilineal ini di daerah Mandailing dikelompokan menjadi marga yang

dimaksud sama dengan clan. Adapun marga yang terdapat di Mandailing yaitu

(a) Nasution, (b) Lubis, (c) Pulungan, (d) Rangkuti, (e) Batu Bara, (f) Dulae,

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(g) Matondang, (h) Parinduri, (i) Hasibuan. Marga Lubis dan Nasution

merupakan marga yang paling banyak jumlah warganya di Daerah Mandailing.

Setiap anggota Masyarakat yang mempunyai marga, akan meletakkan

nama marganya di belakang marga sendiri. Karena hal ini merupakan suatu tradisi

yang telah menyatu dengan kehidupan Masyarakat Mandailing sejak

dahulu. Marga adalah suatu yang memiliki nilai-nilai solidaritas didalam keluarga

maupun di masyarakat. Orang-orang yang semarga dianggap bersaudara atau satu

keturunan yang disebut markahanggi.

Sistim kekerabatan lain yang luas dari marga juga terdapat pada

Masyarakat Mandailing. Sistim kekerabatan ini didasari oleh adanya suatu ikatan

darah dan ikatan perkawinan antara anggota kelompok marga yang ada pada

masyarakat. Ikatan darah dan perkawinan inilah yang melahirkan sistem sosial

yang dilandasi dengan hubungan kekerabatan yang dinamakan dalihan natolu.

2.1.5 Kesenian

Kesenian sudah dikenal oleh masyarakat Mandailing sejak zaman dahulu,

seni musik yang hidup pada saat itu sangat berkaitannya dengan sistim

kepercayaan lama atau dengan pelebegu (menyembah roh nenek moyang). Setiap

melakukan upacara ritual atau keagamaan pada masa itu musik digunakan sebagai

perantaraan dalam upacara. Di dalam kehidupan masyarakat Mandailing pada

masa pra islam, musik merupakan sebahagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan keagamaan (religi) dan upacara-upacara adat, baik itu upacara yang

bersifat suka cita yang dinamakan siriaon, ataupun upacara adat siluluton, yaitu

upacara adat duka cita. Sistim kepercayaan animisme yang dikenal

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan pelebegu tersebut menempatkan musik (yang dipergunakan untuk upacara

religi) pada kedudukan yang tinggi. Seperti penjelasan yang dibuat oleh

koentjaraningrat bahwa : hal itu disebabkan karena suara, nyanyian dan musik,

merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam upcara keagamaan sebagai hal

yang biasa menambah suasana keramat atau sakral (Koentjaraningrat 1980:245).

Dalam tradisi di Mandailing pada masa Pra Islam pemujaan itu selalu

menggunakan seorang perantara yang dinamakan si baso. Sedangkan bunyi –

bunyian suci diperkirakan adalah ensambel gondang maupun gordang. Dan

pemain musik yang ahli pada masa itu dinamakan datu peruning-

uningan atau datu pargondang. Dikarenakan mereka belajar bermain musik bukan

dari manusia, melainkan dari begu. Yang secara khusus pula begu memberikan

irama-irama gondang kepada datu paruning-uningan. Setelah masuk dan

berkembangnya Agama Islam di daerah Mandailing, penggunaan musik yang

ditujukan kepada roh nenek moyang tidak dibenarkan untuk ditampilkan, karena

hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam. misalnya tradisi

mangandung (meratap dihadapan jenazah) yang dilakukan pada upacara

adat siluluton (duka cita).

Mengandung pada adat siluluton adalah suatu perbuatan yang tidak

diperkenankan yang tidak sesaui dengan kaidah ajaran islam. Dalam bentuk

nyanyian biasanya masyarakat dibawakan secara solo. Misalnya jenis

nyanyian ungut-ungut. Nyanyian ini sering dibawakan oleh anak muda (meskipun

siapa saja boleh membawakannya) sebagai nyanyian pelipur lara yang melukiskan

tentang rasa duka dalam hal percintaan, dan dinyanyikan tidak di depan umum

atau secara tertutup hanya secara pribadi. Masyarakat Mandailing, terutama ibu-

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ibu rumah tangga ataupun anak-anak gadis bila hendak menidurkan anak bayi

biasanya akan dibawakan nyanyian khusus yang dinamakan bue-bue. Sambil

membuei si bayi, ibunya ataupun anak-anak gadis akan mendendangkan nyanyian

nyanyian agar buah hatinya tertidur. Tradisi bernyanyi seperti ini jarang hampir

tidak dipergunakan oleh masyarakat terutama ibu rumah tangga. Hal ini

disebabkan perkembangan zaman yang berubah ubah.

Secara khusus masyarakat Mandailing menggunakan istilah ende untuk

menyebutkan segala jenis nyanyian atau seni vocal yang terdapat pada masyarakat

tersebut. Walaupun pada tiap nyanyian yang dibawakan oleh masyarakat yang

mempunyai fungsi berbeda-beda seperti contoh diatas.

Adapun jenis alat musik di masyarakat Mandailing yang sumber bunyinya

dari udara yang disebut dengan aerofon yaitu, sebagai berikut:

a) tulila, merupakan alat musik tiup yang digunakan oleh para anak-anak

muda untuk memikat anak gadis yang dilakukan pada malam hari. Sang

pemuda mendatangi rumah si gadis untuk berdialog secara berbisik dari

dibali dinding tentang rasa cinta antara keduanya.

b) uyup-uyup, merupakan alat musik tiup yang terbuat dari batang padi.

Digunakan oleh para pemuda sebagai hiburan di sawah-sawah, dan tidak

jarang pula untuk menarik perhatian oleh para gadis-gadis.

c) ole-ole atau olang-olang yang merupakan alat musik tiup ini terdapat

lilitan daun kelapa yang berbentuk corong dan berfungsi untuk

memperbesar suara.

d) suling, yang terbuat dari bambu dan digunakan untuk hiburan

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e) sordam, merupakan alat musik bambu. Alat musik ini kegunaannya sama

dengan suling yang dilakukan ditempat bernaungan seperti di bawah –

bawah pohon.

f) Sarune, merupakan alat musik yang terbuat dari bambu.

Jenis alat musik membranofon yang sumber bunyi berasal dari kulit atau

membran yaitu sebagai berikut:

a) Gondang dua. Ensambel ini juga dinamakan gondang boru. Alat musik ini

terdiri dari dua buah gondang. Keduanya memliki ukuran dan bentuk

yang sama dan kegunaan gondang dua atau gondang boru ini digunakan

pada upacara adat siriaon (suka cita) misalnya perkawinan yang berfungsi

untuk menjemput pengantin perempuan, dan upacara silluluton (duka cita)

misalnya upacara kematian.

b) Gordang tano, gordang tanoh ini terbuat dari tanah yang dikorek kemudian

ditutup dengan papan dan dibuat tiang penyangga yang fungsinya untuk

mengikat rotan. Rotan inilah yang dipukul untuk menghasilkan bunyi.

Gordang tano digunakan uttuk menurunnkan hujan, tetapi pada saat

sekarang sudah sulit untuk ditemui.

c) gordang sambilan, ensambel ini terdiri dari sembilan buah gordang yang

bentuknya panjang dan besar dengan ukuran yang berbeda-beda. Nama-

nama gordang ini tidak sama di wilayah Mandailing seperti di daerah

pakantan, huta pungkut, dan tamiang. untuk sepasang gordang yang paling

besar di daerah Pakantan disebut: jangat (1,2), hudong-

kudong (3,4), panduai (5,6), patolu (7,8) dan enek-enek (9), sedangkan di

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


daerah Hutapungkut dan Tamiang disebut jangat yang dibagi dalam tiga

bagian yaitu (1) jangat siangkaan, (2) jangat silitonga , dan (3) jangat

sianggian, (4,5) pangaloi, (6,7) paniga, (8) hudong-kudong, (9) teke-

teke (Hutapungkut), eneng-eneng (Tamiang). Gordang sambilan terbuat dari

pohon ingul tetapi pada saat sekarang tidak jarang memakai batang pohon

kelapa di karenakan pohon ingul sulit ditemukan. Untuk membrannya yaitu

kulit lembu yang diikat dengan rotan yang besarnya jari kelingking orang

dewasa dan cara memainkannya dipukul dengan sepasang batang kayu.

Gordang sambilan digunakan di dalam upacara siriaon (suka cita) misalnya

upacara pernikahan, menyambut tamu, memasuki rumah baru, dan

peresmian – peresmian. (d) gordang lima, dipergunakan lima buah gordang

yang memiliki ukuran dan nama yang berbeda – beda. Ukuran yang terbesar

bernama jangat. Kemudian ukuran selanjutnya hudong kudong, ukuran yang

ketiga dinamaka padua, yang keempat adalah patolu, dan yang terkecil

adalah enek-enek. Gordang lima digunakan pada zaman dahulu untuk

memohon kepada roh nenek moyang mereka. Alat musik mandailing

lainnya yang bersifat kordofon yaitu gondang bulu, dalam sub klasifikasi

ziter tabung dan mempunyai dawai yang bersifat idiokordik. Gondang

Bulu digunakan untuk menghibur dan mengiringi anak–anak gadis berlatih

tarian tortor.

Jenis kesenian alat musik Mandailing yang sumber bunyinya berasal dari

dirinya sendiri (idiofhon) terdiri dari yaitu (a) tali sasayak, (b) ogung jantan (lebih

kecil dari ogung boru), (c) ogung betina atau ogung boru, (d) doal,

(e) momongan yang terdiri dari (1) pamulusi, (2) panduai, dan (3) panolongi.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Yang sebenarnya tortor menurut aslinya bukanlah tarian tetapi sebagai pelengkap

gondang berdasarkan kepada falsafah adat. Tortor yang dilakukan dengan gerakan

tertentu mempunyai ciri khas, makna, dan tujuan tertentu.

2.1.6 Organisasi Masyarakat Mandailing di Kota Medan

Masyarakat Mandailing yang berdomisili di kota Medan memiliki

organisasi atau perkumpulan. Dalam penelitian ini organisasi masyarakat yang

menjadi gambaran mengenai masyarakat Mandailing di Kota Medan terdapat pada

beberapa organisasi masyarakat yang didasarkan oleh pekumpulan marga maupun

asal daerah. Organisasi masyarakat penting untuk dijelaskan dalam penelitian ini,

karena organisasi masyarakat merupakan perkumpulan bagi masyarakat

Mandailing yang berdomisili di Kota Medan, HIKMA (Himpunan Keluarga Besar

Mandailing) di Kota Medan memiliki beberapa perwakilan, yaitu: Dewan

Pengurus Daerah (DPD) Tingkat I Sumatera Utara dan Dewan Pengurus Cabang

(DPC) terdapat di Jln. Letda Sutjono, Medan. IKANAS (Ikatan Marga Nasution)

organisasi masyarakat yang didasarkan pada marga Nasution, organisasi ini tidak

saja beranggotakan marga Nasution melainkan juga menerima marga lainnya

sesuai dengan kontribusi yang diberikan pada organisasi. Organisasi lainnya pada

umumnya organisasi masyarakat ini berbasiskan kepada garis keturuan yang

didasarkan pada marga ataupun tempat asal (daerah Mandailing).

2.1.7 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Mandailing di Kota Medan

Umumnya mata pencaharian masyarakat mandailing di mandailing adalah

bertani (Mandailing Godang) dan berkebun (Mandailing Julu). Sementara

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masyarakat Mandailing yang sudah berdomisili di Kota Medan, sisitem mata

pencaharian yang mereka kerjakan adalah kebanyakan pegawai negeri maupun

swasta ataupun sebagai pejabat-pejabat lainnya. Selain itu, ada juga pekerjaan

yang dikerjakan masyakat Mandailing sebagai pedagang, pemain musik, atau

pekerjaan lainnya seperti supir angkot, becak dan pengusaha itu semua yang

mereka kerjakan untuk mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari keluarga

mereka.

2.2 Pengertian Biografi

Biografi berasal dari kata bios (bahasa Yunani) yang artinya hidup, dan

graphien yang berarti tulis. Biografi secara bahasa bisa diartikan sebagai sebuah

tulisan tentang kehidupan seseorang, secara sederhana dapat dikatakan sebagai

sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi seringkali bercerita mengenai

seorang tokoh sejarah, namun tak jarang juga tentang orang yang masih hidup.

Biografi biasanya ditulis secara kronologis. Beberapa periode waktu tersebut

dapat dikelompokkan berdasar tema-tema utama tertentu (misalnya “masa-masa

awal yang susah” atau “ambisi dan pencapaian”). Walau begitu, beberapa yang

lain berfokus pada topik-topik atau pencapaian tertentu. Biografi juga menulis dan

menganalisa serta menerangkan kejadiankejadian dalam hidup seseorang.

Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat

berupa lebih dari satu buku. Perbedaanya adalah, biografi singkat hanya

memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya

sementara biografi yang panjang meliputi, informasi-informasi penting namun

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita

yang baik.

Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan

keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut,

juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Biografi biasanya bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal maupun

tidak terkenal, namun biasanya biografi orang tidak terkenal akan menjadikan

orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang

menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun biasanya biografi hanya

berfokus pada orang-orang yang terkenal saja. Banyak biografi yang ditulis secara

kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan

menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga

beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan

utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping

Koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-

buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain:

(a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama

mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan

waktu.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan

yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang

tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat

apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d)

Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut;

(e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f)

Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam

hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil

resiko,atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait

dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup

ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian. Lakukan juga penelitian

lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk

membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan

supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik.

Terjemahan Ary (2007) dari situs: (www.infoplease.com/

homework/wsbiography.html).

2.3 Alasan Dipilihnya Ridwan Aman Nasution

Dalam tulisan ini, penulis memilih Ridwan Aman Nasution sebagai objek

penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik

tradisional Mandailing, dan juga pengalaman beliau dalam bermain musik

Mandailing dimulai pada saat dia masih kecil yang didapatnya dari orang tuanya

sendiri yang merupakan pemusik Mandailing pada zaman itu.

Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan

Bapak Ridwan dan juga dari rekan-rekan. Peranan dan pengalaman beliau yang

banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau

sebagai seniman Mandailing.

2.4 Biografi Ridwan Aman Nasution

Biografi Ridwan Aman Nasution yang akan dideskripsikan dalam tulisan

ini, mencakup aspek-aspek: latar belakang keluarga, pendidikan beliau, kehidupan

sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik. Semua uraian

dibawah ini penulis dapatkan dari hasil wawancara langsung dengan Bapak

Ridwan Aman Nasution, juga dari beberapa keluarga dan kerabat beliau.

2.4.1 Latar Belakang Keluarga

Bapak Ridwan Aman Nasution lahir di Pakantan, 13 Januari 1960. Beliau

adalah putera dari Almarhum Burhanuddin Nasution dan Almarhumah Fatimah

Lubis. Beliau merupakan anak ke empat(4) dari sepuluh (10) orang bersaudara.

Beliau lahir dari keturunan seniman Mandailing. Ayah dari bapak Ridwan ini

merupakan seniman Mandailing. Beliau mendapat pengalaman bermain musik

dan membuat alat musik dari ayahnya sendiri. Sampai saat ini masih ada alat

musik peninggalan ayah beliau di kampung mereka , Pekantan, yaitu berupa

gordang sambilan dan lain-lain. Ibu dari ibu beliau ini merupakan seorang vokal

di tradisi Mandailing. Ayah dari ibu beliau merupakan kepala kelompok Lubis,

sedangkan ayah dari ayah beliau juga merupakan kepala kelompok Nasution.

Beliau pertama kali merantau ke medan berusia 20 tahun, sewaktu lajang, beliau

pernah membuat grup gambus, beliau juga dulu pernah membuat beberapa alat

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


musik seperti biola dari bambu, uyup-uyup batang padi (wawancara penulis

dengan Bapak Ridwan Aman Nasution).

2.4.2 Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan terakhir bapak Ridwan Aman Nasution adalah hanya tamatan

SD. Bapak Ridwan SD di tempat kelahirannya yaitu Pekantan. Beliau tidak dapat

melanjutkan pendidikan dikarenakan kekurangan biaya. Sehingga setelah tamat

SD, beliau mengikuti ayahnya dalam bertani dan bermain musik. (wawancara

penulis dengan Bapak Ridwan Aman Nasution).

2.4.3 Berumah Tangga

Bapak Ridwan menikah tahun 1987 dengan istrinya Rosmati Lubis. Dari

pernikahan mereka lahirlah satu orang putra dan dua orang putri, yaitu:

1. Hardiansyah Nasution (20 tahun tamat SMA)

2. Umi Arpa Nasution ( 18 tahun tamat SMA)

3. Dina Rahmadani (14 tahun SMP kelas 3)

(wawancara penulis dengan Bapak Ridwan Aman Nasution).

2.4.4 Bapak Ridwan Aman Nasution Sebagai Pembuat Alat Musik

Seperti yang telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang

keluarga banyak mempengaruhi dan membuat beliau seorang yang piawai dalam

bermain musik tradisional Mandailing. Demikian juga halnya sebagai pembuat

instrumen musik Mandailing. Kemampuan dalam membuat instrumen musik

tradisional masyarakat Mandailing diperoleh beliau semenjak dia masih anak-

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


anak, beliau sering membantu ayahnya yang mahir dalam membuat instumen

musik tradisional Mandailing. Hingga sekarang ilmu yang di dapat dari ayahnya

itu ia kembangkan terus menerus.

Berawal dari pengalaman hidup pada masa anak-anak tersebutlah yang

terus dikembangkan dan menjadi bekal bagi beliau untuk memulai karir beliau

sebagai pembuat instrumen musik tradisional Mandailing. . Hingga kini, beliau

masih tetap membuat alat musik Mandailing khususnya Sarune Mandailing di

Medan.

2.4.5 Bapak Ridwan Aman Nasution Sebagai Pemusik Tradisional

Mandailing

Seperti yang telah diterangkan di sub bab sebelumnya, tidak hanya

pembuat alat musik tradisional Mandailing saja, beliau juga mahir dalam

memainkan alat musik tradisional Mandailing tersebut. Telah banyak tempat yang

dijalani beliau dalam hal bermain musik Mandailing.

Beliau pernah tampil di Amerika Serikat dalam acara Pameran

Kebudayaan Indonesia (KIAS) pada tahun 1990-1991, beliau juga pernah

mengikuti acara budaya Penang Fair di Malaysia pada tahun 1988-1989 yang

pada saat itu beliau mengikuti grup batang gadis, pada tahun 1988, beliau juga

mengikuti acara MTQ Nasional di Jogjakarta yang pada saat itu beliau mengikuti

grup Sarta Barita. Bukan hanya itu, beliau juga pernah mengikuti acara-acara

kebudayaan lainnya seperti di Jakarta, HUT TVRI Medan tahun 2014, acara

budaya di Batam.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

ANALISIS MAKNA TEKS ONANG-ONANG

3.1 Bentuk Teks Onang-onang

Onang-onang yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu nasehat

dan dapat juga diartikan sebagai penggunaan kosakata tertentu yang bersifat

puitis. Onang-onang termasuk dalam bentuk kesenian musik vokal (oral

language) yang memiliki kosakata tersendiri dan berkaitan dengan tujuan

penyelenggaraan.

Lirik onang-onang disesuaikan dengan status sosial penarinya namun

melodinya tetap sama. Onang-onang ini dilantunkan dengan menggunakan bahasa

Mandailing. Isi dari onang-onang itu sendiri berupa nasehat. Lirik onang-onang

setiap tortor berbeda-beda. Untuk orang yang menyanyikan onang-onang dalam

upacara adat disebut dengan paronang-onang, yang artinya penyanyi.

Teks onang-onang juga digolongkan sebagai teks yang bersifat

melismatik. Melismatik berarti satu suku kata dapat dinyanyikan dengan beberapa

nada. Dalam teks onang-onang ditemukan berbagai suku kata yang diciptakan

penyaji dan dinyanyikan dengan beberapa nada.

Dalam Bab III ini, penulis mengkaji teks onang-onang yang disajikan oleh

seorang penyanyi dan digunakan untuk mengiringi sebuah upacara perkawinan

adat tradisional Mandailing. Kajian ini menggunakan teori semiotik yang

meletakkan lambang sebagai bagian dari komunikasi. Komunikasi dapat

mengandung makna-makna tertentu. Makna digunakan untuk menyampaikan

suatu pesan.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Analisis Makna Teks Onang-onang

Menganalisis teks onang-onang berarti penulis mencari tahu dan

menemukan makna-makna dari teks onang-onang tersebut. Dengan makna-makna

tersebut, Alan P. Merriam mengemukakan bahwa musik juga mempengaruhi

bahasa di mana keperluan musikal meminta perubahan dalam bentuk-bentuk

percakapan yang normal. Ciri-ciri bahasa dalam lagu adalah jenis terjemahan yang

istimewa yang mana kadang kala memerlukan pengetahuan bahasa yang istimewa

pula (1964:188).

Teks onang-onang diambil penulis untuk dianalisis. Berikut ini, penulis

akan menjabarkan liriknya dan artinya dalam bahasa Indonesia. Artinya ini

diterjemahkan oleh narasumber penulis yaitu Bapak Ridwan Aman Nasution.

1. Ile onang baya onang

Bismillah mulo ni hata

Alhamdulillah pengabisan

Parjolo do mangido mohop

Ampot adong hata na salah

Sanga hata naluang lopus

Sakali nai mangido mohop

Artinya:

(Ile onang baya onang2

Bismillah permulaan kata

Alhamdulillah di akhir

Pertama-tama memohon maaf

2
Kata yang digunakan sehari-hari untuk menandakan perasaan

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bilamana ada kata yang salah

Maupun kata yang terlanjur luput

Sekali lagi mohon maaf)

2. Di taon ualupuluh sorang ma sinuan tunas

Ni amanta Japartomuan Nasution

Dohot inanta soripada Sitinaduma boru Lubis

Dilehen ma sada goar tu anak Parlagutan Nasution

(Di tahun delapan puluhan, lahirlah anak laki-laki

Dari bapak Japatomuan Nasution

Dengan ibu Sitinaduma Lubis

Diberilah satu nama kepada si anak Parlagutan Nasution)

3. Dompak di menekni anak si Parlagutan

Tikki di anggunan sanga pe waktu di ompaan

Diendehon, diurourohon

Simbur ko amang laos magodang

Pengpeng laos matua

(Sewaktu di masa kecil si anak Parlagutan

Sewaktu di ayunan maupun sewaktu di gendongan

Dinyanyikan, ditimang-timang

Tidak ada halangan yang merintangimu nak menjelang besar

Tidak ada kendala sampai tua)

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Dung magodang, dohot maginjang

Anso hu pataru tu bangku sikola

Manjalahi ilmu dohot poda

Onom taon di Sekolah Dasar

Tolu taon di Sekolah Menengah Pertama

Tolu taon di Sekolah Menengah Atas

(Sudah besar, dan sudah tinggi

Pasti ku antar ke bangku sekolah

Mencari ilmu dan pengajaran

Enam tahun di Sekolah Dasar

Tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama

Tiga tahun di Sekolah Menengah Atas)

5. Bope namarsusah-payah

Bope dalan marutang

Bope marudan mar las ni ari

Hu pataru do ho amang tu bangku parkuliahan

(Walaupun bersusah-payah

Walaupun dengan jalan berhutang

Walaupun menahan hujan dan terik matahari

Ku antarkan kau nak ke bangku perkuliahan)

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. “Mangkuling lonceng, tarbege tu bariba”

Bope bahat habis hepeng, sonang do pangarohai na

Harana opat taon di bangku parkuliahan

Sandang ma titel sarjana

Sumonang ma pangarohai ni ama dohot ina

(“Berbunyi lonceng, terdengar ke seberang”

Walaupun banyak uang yang habis, tetap senang perasaannya

Karena empat tahun di bangku perkuliahan

Tersandanglah gelar sarjana

Bahagialah perasaan bapak dan ibu)

7. Kasih sayang ni simatobang

Tongtong do sepanjang jalan

Pala dapot rongkap ni tondimu amang Parlagutan Nasution

Hita bahen do horja godang

(Kasih sayang kedua orang tua

Tetap sepanjang jalan

Sekiranya dapat jodoh kau nak Parlagutan Nasution

Kita adakannya pesta besar)

8. Mukobul do pangidoan ni ama dohot ina

Dapot ma rongkap ni tondi

Ima boru ni parkulaan sian kota Nopan

Namargoar Rahma boru Lubis

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ima boru ni mora namargoar Mangaraja Pinayungan Lubis

dohot inanta soripada Wardah boru Nasution

(Tercapailah permintaan bapak dan ibu mendapat jodoh

Itulah anak perempuan mertua dari Kotanopan

Yang bernama Rahma Lubis

Itulah anak perempuan dari mertua yang bernama Mangaraja

Pinayungan Lubis

dan ibu Wardah Nasution)

9. Dipapondok sada carito

Madung tolak parumaen tu bagas nami

Ima di bagas godang Panyabungan

Dibahen ma sada parpokatan

Mambahen horja bolon

Manjalahi ari na sae

Ari na tupa

Ari pangkorjahonkon

(Diperpendek satu cerita

Sudah sampai menantu ke rumah kami

Yaitu di rumah besar Panyabungan

Dibuatlah satu kesepakatan

Membuat pesta besar

Mencari hari yang cerah

Hari yang bagus

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hari untuk berpesta)

10. Topet di ari na nasadari on

On ma ari na tama

Ari na tupa

Ari na silangsae

Suada mara

Pabotohonkon tu hula dongan

Bahasona si Parlagutan Nasution

Madung mamolus adat matobang

(Tepat di satu hari ini

Inilah hari yang tepat

Hari yang bagus

Hari yang amat cerah

Tak ada halangan

Memberitahukan ke semua masyarakat

Bahwasanya si Parlagutan Nasution

Sudah melangsungkan adat pernikahan)

11.Ulang pajala jelu songon parkuaian ni adaran

Nasada dohot tu jae

Nasada dohot tu julu

Tapi songon siala sampagul ma hamu

Muda malamun, rap lalu

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Muda magulang, rap margulu

Hibul mai songon palu palu

(Jangan berselisih pendapat seperti parkuaian ni adaran3

Yang satu mau ke hilir

Yang satu mau ke hulu

Tapi jadilah kalian seperti siala sampagul4

Kalau matang satu, sama matang semuanya

Kalau jatuh satu, sama jatuh semuanya

Bulat seperti palu-palu)

Tubu lak-lak, tubu singkoru

Obanon tu pardegean

Tubu anak, tubu boru

Mudah-mudahan maroban tu hadamean

Sodame pangarohai ni si dua manjujung

Di na langka matua bulung

Tubu lak-lak, tubu singkoru

Obanon tu pardegean

Lahirkan anak, lahirkan boru

Mudah-mudahan membawa perdamaian

Berdamailah perasaan kalian berdua

Sampai tua

3
Pondasi panggangan lemang yang terbuat dari pelepah aren yang sudah dipotong lidinya,
sehingga memiliki arah yang berbeda-beda
4
Sejenis buah-buahan yang memiliki rasa asam

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12. Sombahon bo onang

Somba mu on

Somba jari sapuluh

Taradopkon ama songoni ina

Mangido mohop,mangido ijin

Sembari mangido tarimo kasih

Tu ama ina na madung mangalahir pagodangkon au

Dison ma au amang mangido ridho

Tu ama ina

(Hormati ayah

Hormati ibu

Sembah dengan sepuluh jari

Hormati ayah dan ibu

Meminta maaf dan meminta ijin

Sambil berterima kasih

Kepada ayah ibu yang sudah melahirkan, membesarkan aku

Di sinilah aku ayah meminta berkat

Kepada ayah ibu)

13. Pala ridho kedua orang tua kedua belah pihak

Ridho orang tua adalah ridho Allah

Doanta sasude na

Kedua pengantin on mandapot kaluarga na marbahagia

Sahat tu daganak muse tu pahompu

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(Dan juga berkat kedua orang tua kedua belah pihak

Berkat orang tua adalah berkat Allah

Doa kita semuanya

Kedua pengantin menjadi keluarga yang berbahagia

Sampai ke anak-anak sampai ke cucu-cucunya)

14. Lak-lak di ginjang pintu

Singkoru di golom-golom

Maranak sapuluh pitu

Marboru sapuluh onom

(Terang di atas pintu

Singkoru di remas-remas

Memiliki anak tujuh belas

Memiliki boru enam belas)

15.Lak-lak di ginjang pintu

Singkoru di golom-golom

Maranak na jitu-jitu

Marboru na marpohom

(Terang di atas pintu

Singkoru diremas-remas

Memiliki anak yang baik-baik

Memiliki boru yang sopan)

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Malos ma dingin-dingin

Obanon tu batang toru

Horas ma tondi madingin

Pir tondi matogu

Horas, horas, horas

(Layulah dingin-dingin

Dibawa ke batang toru

Horas kita semua

Selamatlah roh kita

Horas, horas, horas)

3.2.1 Tema Teks

Seperti terurai di atas, onang-onang yang disajikan Bapak Ridwan

Nasution, terdiri dari lima belas bait teks, yang setiap barisnya diisi oleh rata-rata

empat kata. Bait yang satu menyatu dengan bait yang lainnya secara utuh.

Setelah dianalisis, maka didapati tema-tema yang saling menyatu antara

satu bait dengan bait berikutnya. Intinya tema itu adalah kisah kehidupan

pengantin lelaki dan perempuan di daerah yang terpisah, namun telah dijodohkan

oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Setiap bait memiiki tema teks sebagai berikut.

Tabel 3.1

Nomor bait Tema Teks


pertama Ucapan religius Islam tentang memulai (bismillah) dan
mengakhiri (alhamdulillah), oleh paronang-onang.

kedua Cerita tentang biografi ringkas pengantin lelaki yang lahir


tahun 1980-an yang bernama Parlagutan Nasution anak dari
Japartomuan Nasution dan Sitinaduma Lubis

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ketiga Anak lelaki tersebut tumbuh dan berkembang menjadi besar

keempat Cerita anak lelaki tersebut sekolah SD, SMP, dan SMA

kelima Dengan susah payah kedua orang tua menguliahkan Parlagutan


Nasution hingga menjadi sarjana

keenam Simbol berbunyi lonceng terdengar sampai ke seberang artinya


sampai berita ke tempat calon istri bahwa Parlagutan Nasution
sudah sarjana.

ketujuh Walau sudah sarjana kasih ayah dan ibunya tak akan pernah
putus.

kedelapan Dapat jodoh Rahmah Lubis dari Kotanopan, anak dari


Mangaraja Pinayungan Lubis dan Wardah Nasution.

kesembilan Pesta adat besar di rumah mempelai lelaki.

kesepuluh Pengumuman telah dilangsungkannya pernikahan Parlagutan


nasution kepada masyarakat luas.

kesebelas Nasihat untuk kedua mempelai.

Kedua belas Harapan menjadi keluarga ini yang damai dan dikaruniai
keturunan.

Ketiga belas Berkat orang tua dan Allah untuk mempelai.

Keempat belas Doa agar memiliki anak yang banyak.

Kelima belas Doa agar keturunannya (anak) menjadi baik dan sopan.

3.2.2 Arti Kosa Kata dalam Teks

Arti-arti kosa kata yang digunakan dalam onang-onang yang seluruhnya

menggunakan bahasa mandailing di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia adalah sebagai berikut.

mulo : mula

hata : kata

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


parjolo : pertama

mangido : meminta

mohop : maaf

ampot : barangkali

adong : ada

sanga : apa, manakala

naluang lopus : yang terlanjur luput, terlewatkan

sakali nai : sekali lagi

taon : tahun

sorang : lahir

situan tunas : anak laki-laki

dilehen : diberi

goar : nama

dompak : sewaktu

menekni : kecilnya

tikki : ketika

anggunan : ayunan

ompaan : gendongan

diendehon : dinyanyikan

diuro-urohon : ditimang-timang

simbur : mulus, Ttdak memiliki kendala

laos : menjelang

magodang : besar

pengpeng : tak ada halangan

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


matua : tua

dung : setelah

maginjang : tinggi

anso : pasti

pataru : antarkan

manjalahi : mencari, menuntut ilmu

poda : pengajaran

bope : biarpun

namarsusah payah : bersusah payah

dalan : jalan

marutang : berhutang

marudan :kehujanan

marlas ni ari : kepanasan

mangkuling : berbunyi

tarbege : terdengar

tu bariba : ke seberang

bahat : banyak

hepeng : uang

sonang : senang

pangarohai : perasaan

harana : karena

sumonang : bersuka ria

simatobang : kedua orang tua

tongtong : tetap

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pala : sekiranya

dapot : dapat

rongkap ni tondi : jodoh

hita : kita

bahen : buat

horja godang : pesta besar

mukobul : tercapai

pangidoan : permintaan

ama : ayah

ina : ibu

sian : dari

namargoar : yang bernama

ima : itulah

dipapondok : diperpendek

sada : satu

arito : cerita

madung : sudah

tolak : sampai

parumaen : menantu

mora : mertua

bagas : rumah

bagas godang : rumah besar

parpokatan : kesepakatan

mambahen : membuat

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


horja bolon : pesta besar

ari na sae : hari yang cerah

ari na tupa : hari yang pas

ari pangkorjahonkon : hari untuk berpesta

topet : tepat

ari : hari

nasadarion : satu hari ini

on ma : inilah

ari na tama : baik, tepat

ari na silangsae : hari yang amat cerah

suada mara : tak ada marabahaya

pabotohonkon : memberitahukan

tu : kepada

hula dongan : semua masyarakat

bahasona : bahwasanya

mamolus : melangsungkan

matobang : melangkah membina rumah tangga

ulang : jangan

pajala jelu : berselisih pendapat

songon : seperti

parkuain ni adaran : pondasi panggangan lemang yang terbuat dari

pelepah aren yang sudah dipotong lidinya,

sehingga memiliki arah yang berbeda-beda

nasada : yang satu

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dohot tu Jae : mau ke hilir

dohot tu julu : mau ke hulu

hamu : kalian

muda : kalau

malamun : matang

rap lalu : sama sampai

magulang : jatuh ke tanah

rap margulu : sama jatuh

hibul mai : bulatlah itu

tubu : lahir

obanon : dibawa

maroban : membawa

hadamean : perdamaian

sombahon : sembahkan

taradopkon : kepada

dison : di sini

pala : dan juga

sahat : sampai

daganak : anak-anak

muse : maupun

pahompu : cucu

lak lak : terang

ginjang pintu : atas pintu

golom-golom : remas-remas

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


marpohom : memiliki sopan santun

malos : layu

tondi : roh

horas : salam

Seperti terurai di atas, maka kata-kata yang digunakan dalam onang-onang

ini terdiri dari berbagai jenis kata dalam bahasa Mandailing. Di antara kata

tersebut adalah kata dasar, kata sifat, kata kerja, kata keterangan (waktu, tempat,

keadaan, sifat), dan lain-lainnya. Kosa-kosa kata inilah yang membentuk baris per

baris dan kemudian bait dan selanjutnya memiliki makna secara umum, dan

disesuaikan dengan konteksnya.

3.2.3 Onang-onang untuk kedua pengantin

Sebelum onang-onang dinyanyikan, paronang-onang (orang yang

menyanyikan onang-onang) terlebih dahulu bertanya nama kedua pengantin,

marga dan boru kedua pengantin, nama orang tua kedua pengantin dan kampung

asal kedua pengantin beserta orang tua kedua belah pihak.

Adapun yang diceritakan di dalam onang-onang tersebut merupakan cerita

riwayat hidup kedua pengantin dari sewaktu kecil hingga besar. Selama enam

belas tahun duduk di bangku pendidikan dan berhasil mendapat gelar sarjana,

membuat perasaan kedua orang tua senang dan bangga. Orang tua memiliki kasih

sayang yang tidak pernah habis, mereka rela kerja banting tulang menahankan

hujan dan teriknya matahari dan juga rela berhutang agar si anak menjadi seorang

yang berhasil dan terpelajar. Setelah itu, bilamana si anak mendapat jodoh, orang

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tua pasti menginginkan pesta pernikahan yang terbaik untuk anaknya dan

berharap si anak menjadi sepasang suami-istri yang berbahagia sampai ke anak-

cucu. Dilain kata, menjadi keluarga yang sakinah ‘mawadah ‘warobmah. Tetapi

sebelum semua hal itu terlaksana, si anak tersebut harus meminta ridho (restu)

kepada kedua orang tua kedua belah pihak dan demikian pula sebaliknya dengan

pasangannya.

Ketika onang-onang dinyanyikan, kedua pengantin memulai sebuah tarian

yang disebut tortor somba-somba (tortor sungkeman) dan memiliki makna,

sebagai berikut:

1. Meminta terima kasih kepada kedua orang tua karena sudah membesarkan,

menyekolahkan dan meresepsikan acara pernikahannya.

2. Meminta maaf kepada kedua orang tua bilamana ada kesalahan yang

dilakukan si anak, karena tidak ada manusia yang tidak luput dari

kesalahan.

3. Memohon ridho (restu) kepada kedua orang tua kedua belah pihak, karena

ridho (restu) kedua orang tua adalah ridho Allah (restu Yang Maha

Kuasa). Termasuk juga doa para undangan yang menghadiri pesta

pernikahan tersebut.

Demikianlah isi atau garis besar makna teks onang-onang yang

dinyanyikan selama tortor somba-somba (tortor sembah sujud) .

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3.1
Dua Mempelai di Depan Pelaminan
(Dokumentasi Penulis, 2016)

Gambar 3.2
Penyajian Onang-onang oleh Bapak Ridwan Nasution
(Dokumentasi Penulis, 2016)

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3.3
Orang Tua Kedua Mempelai
(Dokumentasi Penulis, 2016)

Gambar 3.4
Pemain Suling Pengiring Onang-onang
(Dokumentasi Penulis, 2016)

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ONANG-ONANG
OLEH BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION

4.1 Transkripsi
Menurut ilmu etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan

bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke

dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan

transkripsi melodi onang-onang, penulis memilih notasi deskriptif yang

dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan

untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail

komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Dalam bab IV ini, penulis akan memilih menganilisis dan

mentranskripsikan onang-onang. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan

menggunakan notasi barat. Penulis membuat hasil transkripsi dari hasil penelitian

dengan narasumber sebagai paronang-onang (penyanyi) sekaligus narasumber

penulis.

4.1.1 Simbol Dalam Notasi

Simbol-simbol yang digunakan dalam notasi transkripsi marsialop ari

merupakan simbol-simbol dalam notasi Barat. Berikut ini, beberapa simbol yang

digunakan dalam hasil transkripsi onang-onang

1. : merupakan garis paranada yang memiliki 5 buah

garis dan 4 spasi dengan tanda kunci C.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. : merupakan kunci dasar Onang-onang yaitu Gb =

do

3. : merupakan Birama 4/4 dalam kunci Gb.

4. : merupakan nada not 1/16 bernilai ¼ ketuk

5. : merupakan nada not 1/8 bernilai ½ ketuk

6. : merupakan nada not ½ bernilai 2 ketuk

7. : merupakan nada not 1/8 dengan titik bernilai ½

dan satu buah not 1/16 dan bernilai 1 ketuk

8. : merupakan tanda istrahat bernilai ½ ketuk

9. : merupakan tanda istrahat bernilai ¼ ketuk

10. : merupakan tanda istrahat bernilai 2 ketuk

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Simbol-simbol yang penulis jabarkan diatas, merupakan simbol-simbol

yang tertulis atau terdapat dalam lampiran partitur agar pembaca dapat mengerti

dan memahami artinya. Hal ini untuk menjelaskan tentang hal-hal yang

dimaksudkan dari notasi tersebut. Dari transkripsi yang diurai diatas, maka

hasilnya seperti di bawah ini.

4.2 Analisis Melodi Onang-onang


Dalam menganalisis melodi onang-onang, penulis berpedoman kepada

teori yang dikemukakan oleh William P. Malm yang dikenal dengan teori

weighted scale. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi,

yaitu (1) tangga nada (scale); (2) nada dasar (pitch center); (3) wilayah nada

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(range); (4) jumlah nada (frequency of notes); (5) jumlah interval (prevalent

intervals); (6) pola kadensa (cadence patterns); (7) formula melodik (melody

formula); dan (8) kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 13)..

4.2.1 Tangga Nada (Scale)

Dalam analisis ini, yang dimaksud tangga nada adalah susunan nada-nada

yang di pakai dalam onang-onang. Penulis akan mengurutkan nada-nada dari

nada yang terendah hingga nada yang tertinggi. Tangga nada onang-onang

dikategorikan ke dalam jenis tangga nada heptatonik yaitu tangga nada yang

tersusun dari rangkaian interval penuh dan setengah, interval tersebut adalah satu

laras atau 200 sent dan setengah laras atau 100 sent.

Dalam mendeskripsikan tangga nada (scale), penulis mengurutkan nada-

nada yang terdapat dalam onang-onang tersebut dimulai dari nada terendah

sampai nada yang tertinggi. Penulis memperoleh 4 nada mulai dari nada terendah

Ab dan nada tertinggi Db pada oktaf berikutnya.

1 ½ 1 Laras

200 100 200 Sent

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.2 Nada Dasar (Pitch Center)

Dalam menentukan nada dasar Onang-onang ini, penulis menggunakan

data tersebut dan ditranskripsikan ke dalam notasi barat. Hasil yang didapatkan

dalam transkripsi Onang-onang adalah nada dasar Gb.

4.2.3 Wilayah Nada (Range)

Wilayah nada adalah jarak antara nada tertinggi dan nada terendah dalam

tangga nada. Wilayah nada pada Onang-onang adalah sebagai berikut:

2 ½ laras

500 sent

4.2.4 Jumlah Nada (Frequency of Notes)

Jumlah nada adalah banyaknya nada-nada yang dipakai secara keseluruhan

dalam suatu musik baik musik instrumental atau vokal. Dalam melodi Onang-

onang penulis memperoleh 85 nada Ab, 30 nada Bb, 63 nada Cb, 36 nada Db.

Nada yang paling sering muncul dalam Onang-onang adalah nada Ab,

disusul nada Cb,Db dan Bb. Dengan demikian, intensitas kemunculan yang paling

banyak yaitu nada Ab sehingga mengindikasikan nada tersebut sebagai pusat

tonalitasnya.

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85 30 63 36

4.2.5 Jumlah Interval (Prevalent Intervals)

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri

dari interval naik maupun turun. Di bawah ini merupakan tabel jumlah interval

dalam Onang-onang.

Tabel 4.1

Jumlah Interval Onang-onang

Interval Posisi Jumlah Total Total (x 15)

- 33
2m 36 540
3

- 48
3m 49 735
1

- 70
3M 82 1230
12

- 6
3M 20 300
14

4P - 1 1 15

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Melalui tabel diatas dapat diketahui interval yang paling banyak

digunakan dalam penyajian Onang-onang adalah interval 3M dengan jumlah 1230

kali, interval 3m dengan jumlah 735 kali, interval 2m dengan jumlah 540 kali dan

interval 4P dengan jumlah 15 kali. Dengan demikian dapatkan disimpulkan bahwa

interval 3M, 3m dan 2m mempunyai peranan penting dalam membentuk Onang-

onang.

4.2.6 Pola Kadensa

Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi yang menjadi

penutup pada bagian akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup

sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut

dalam satu frasa.

Dalam Onang-onang hanya terdapat 1 jenis pola kadensa baik dari akhir

melodi maupun pertengahan melodi.

Pola pada akhir melodi

Pola pada pertengahan melodi I

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pola pada pertengahan melodi II

4.2.7 Formula Melodik

Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk dan frasa.

Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola

melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. William P. Malm

mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitive adalah bentuk nyanyian dengan melodi pendek yang diulang-ulang.

2. Iterative adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil

dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan

nyanyian.

3. Strophic adalah bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks

nyanyian yang baru atau berbeda.

4. Reverting adalah bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan

pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.

5. Progressive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan

menggunakan materi melodi yang selalu baru.

Dengan apa yang sudah dikemukkan malm, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa bentuk yang terdapat pada nyanyian Onang-onang adalah

bentuk nyanyian dengan kategori strophic. Onang-onang terdiri dari 2 bentuk,

yaitu bentuk A dan B. Namun dalam penyajiannya, bentuk B akan diulangi pada

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bagian akhir. Dengan demikian onang-onang memiliki bentuk A-B-B. Onang-

onang merupakan nyanyian yang terdiri dari 6 frasa. 6 frasa tersebut adalah

sebagai berikut:

Frasa I

Frasa II

Frasa III

Frasa IV

Frasa V

Frasa IV

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.8 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan

kontur ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang

lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada

yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke

nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang

lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih

rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang

lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai

batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi Onang-onang pada umumnya adalah

ascending, descending, conjuct, dan juga static. Untuk lebih jelasnya lihat gambar

di bawah ini:

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kontur Ascending

Kontur Descending

Kontur Static

Kontur Conjuct

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan adalah

segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia.

Budaya suatu suku bangsa merupakan suatu penampakan identitas diri dari suku

bangsa tersebut. Suatu suku bangsa dapat dikenal oleh dunia apabila suatu suku

bangsa tersebut sanggup memperkenalkan identitas dirinya lewat budayanya yang

khas (Parlaungan, 1997:4).

Kekayaaan Indonesia ini didukung oleh banyaknya etnik atau suku yang

mendiami seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Masing-

masing etnik memiliki ciri khas yang menjadi identitas etnik tersebut. Salah satu

dari sekian banyaknya kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan

masyarakat Mandailing yang terletak di Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera

Utara. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun

menurun dimanapun ia bertempat tinggal. Mandailing terdapat di Sumatera Utara

yang terletak di Mandailing Julu dan Mandailing Natal. Etnik Mandailing

memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara turun-temurun. Salah

satu bentuk kebudayaan itu adalah kesenian. Mandailing memiliki beberapa

repertoar musik, antara lain Gondang Sampuara Batu Magulang, Roba Na Mosok,

Udan Potir, Aek Magodang, Mamele Begu, Jolo-jolo Turun, Alap-alap Tondi,

Pamulihon, Raja-raja (Raja Nasution, Raja Lubis), Tua Porang, Mandailing,

Sarama Babiat, Orja,Lima (Bombat), Sabe-sabe, dan Onang-onang.

Onang-onang merupakan suatu repertoar yang diiringi oleh gondang

dua yang bertempo lambat (semacam andung-andung) dan pembawa melodinya

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah sulim. Onang-onang, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu

nasehat dan dapat juga diartikan sebagai penggunaan kosakata tertentu yang

bersifat puitis. Onang-onang termasuk dalam bentuk kesenian musik vokal (oral

languange) yang memiliki kosakata tersendiri dan berkaitan dengan tujuan

penyelenggaraan. Di dalam upacara pernikahan adat Mandailing juga terdapat

onang-onang.

Lirik teks onang-onang dalam upacara pernikahan adat Mandailing

berisikan cerita riwayat hidup pengantin dari sewaktu masih kanak-kanak sampai

tumbuh besar menjadi anak yang baik dan terpelajar hingga duduk di pelaminan.

Beberapa makna teks onang-onang, yaitu sebagai berikut:

1. Meminta terima kasih kepada kedua orang tua karena sudah membesarkan,

menyekolahkan dan meresepsikan acara pernikahannya.

2. Meminta maaf kepada kedua orang tua bilamana ada kesalahan yang

dilakukan si anak, karena tidak ada manusia yang tidak luput dari

kesalahan.

3. Memohon ridho (restu) kepada kedua orang tua kedua belah pihak, karena

ridho (restu) kedua orang tua adalah ridho Allah (restu Yang Maha

Kuasa). Termasuk juga doa para undangan yang menghadiri pesta

pernikahan tersebut.

Bentuk atau pola nyanyian nya adalah strophic atau gaya nyanyian yang

diulang dengan teks yang baru atau berbeda. Dapat dikatakan bahwa onang-onang

merupakan nyanyian yang mementingkan teks daripada melodi yang disebut

dengan logogenic.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam mengerjakan tulisan

ini. Maka itu, peneliti selanjutnya yang akan menyempurnakan tulisan ini, baik

dari kurang nya sumber referensi maupun yang lainnya.

Bagi para peneliti selanjutnya, penulis berharap agar peneliti berikutnya

dapat mengkaji bagian-bagian dari Mandailing yang masih banyak mulai dari

ritual, nyanyian, tari-tarian, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu

persatu. Walaupun sudah banyak yang mengkaji tentang Mandailing tetapi pasti

ada salah satu yang belum terjamah oleh kita sebagai penulis.

Bagi pemilik kebudayaan Mandailing, penulis berharap agar berkenan

memberikan informasi dan pengetahuan tentang Mandailing. Agar keberadaan

kebudayaan Mandailing tetap ada bagi generasi-generasi berikutnya. Dan penulis

juga berharap agar masyarakat Mandailing dapat mempertahankan, menjalankan,

dan meningkatkan kebudayaan yang ada di Mandailing agar tidak hilang dimakan

oleh waktu.

Demikian tulisan ini diselesaikan oleh penulis, semoga tulisan ini

bermanfaat bagi yang membaca agar menjadi pengetahuan dan sumber informasi

khususnya dibidang ilmu etnomusikologi.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abdul Latiff Abu. 2006. Aplikasi Teori Semiotika dalam Seni
Pertunjukan.Etnomusikologi (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni),(53), 45-
51. Depdikbud, 2005.Kamusbesarbahasaindonesia.Jakarta balaipustaka.

Departemen pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Pusat Bahasa

Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:


Gramedia.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi


Aksara.

Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and
Asia (terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara (terjemahan Takari). Nettl, Bruno.1964.Theory
and Method of Ethnomusicology. New York: The Free Press.

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Illinois: North-Western


University Press.

Nettle, Bruno. 1964. Theory and Method Of Ethnomusicology. New York: The
Free Press-A Division Old Mc Milan publishing, Co, Inc.

Purba, Anna. 2014. Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat
Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Skripsi Sarjana Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pane, Mahyar Sofyan. 2014. Gordang Sambilan dalam Upacara Adat Perkawinan
Mandailing di Kota Medan: Analisis Ritme dan Fungsi. Skripsi Sarjana
Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.

Manurung, Ardy Widanto. 2015. Kajian Organologis Sarune Mandailing Buatan


Bapak Ridwan Aman Nasution di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sugiono,2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta

www.ethnomusicology.org
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29774/4/Chapter%20II.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41364/4/CHapter%20II.pdf

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ridwan Aman Nasution

Umur : 55 tahun

Alamat : Saentis Pasar 1, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Nama : Rosmati Lubis

Umur : 46 Tahun

Alamat : Saentis Pasar 1, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3. Nama : Ishak Jamal Lubis (Ucok)

Umur : 48 tahun

Alamat : Jalan Letda Sujono gang Akur nomor 2B

Pekerjaan : Dosen luar biasa di Departemen Etnomusikologi, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Wiraswasta

4. Nama : Adi Lubis

Umur : 45 Tahun

Alamat : jl kenari sampali no 35 Medan

Pekerjaan : pemain musik

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1

Gambar Bapak Ridwan beserta Istri

(Dokumentasi Penulis, 2016)

Lampiran 2

Gambar Bapak Ridwan A. Nasution bersama Penulis

(Dokumentasi Penulis, 2016)

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai