Anda di halaman 1dari 14

Sémiotique Et Culture contemporaine

(disusun untuk memenuhi makalah kelompok 3)

Nama :

- Novita Pratiwi Silalahi (2203131017)

- Okke Tamariska Ekkytetha (2203131023)

Mata Kuliah :

Semiotika

Dosen Pengampu:

Dr. Rabiah Adawi, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan Rahmatnya

sehingga kami bisa menyusun atau menyelesaikan penyusunan tugas Makalah mata kuliah

Semiotika tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Rabiah Adawi,

S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Semiotika yang sudah membimbing kami.

Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang

yang ditekuni oleh kami. Atas semua itu dengan rendah hati kami harapkan kritik dan saran

yang membangun guna menyempurnakan.

Semoga dapat bermanfaat.

Medan, April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR
BELAKANG................................................................................................
.
B. TUJUAN.......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. DEFINISI
SEMIOTIKA&BUDAYA........................................................................
2. AREA KAJIAN
SEMIOTIKA..................................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semiotika merupakan suatu ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan
manusia. Kata semiotika sendiri berasal dari kata Yunani Semeion yang
berarti tanda. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
mencari makna di setiap kejadian yang terjadi disekitarnya dapat
mewakili suatu hal lainnya yang masih berkaitan dengan objek tertentu-
objek inilah yang membawa informasi dan mengkomunikasikan dalam
bentuk tanda memiliki sesuatu yang tersembunyi yang ingin ditunjukkan.
Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis
ketimbang estetis. Objek kajian dalam Cultural studies bukanlah budaya
yang didefinisikan dalam pengertian sempit yaitu sebagai objek
keadiluhungan estetis (‘seni tinggi’); juga bukan budaya yang
didefinisikan dalam pengertian yang sama-sama sempit, yaitu sebagai
sebuah proses perkembangan estetik, intelektual, dan spiritual; melainkan
budaya yang dipahami sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari.(John
storey, 2008: 2) Inilah definisi budaya menurut John Storey yang biasa
melibatkan budaya pop yang bergerak melampaui eksklusivitas sosial dan
sempitnya definisi budaya ini.
Isu-isu seni dan pengaruh kebudayaan luar sangat mudah ditemui dan
bermunculan dimana-mana. Hal ini disebabkan pengaruh media massa
yang terus dikonsumsi oleh generasi muda melalui televisi, gadget,
internet dan sebagainya.

B. Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui semiotika dan budaya
kontemporer pada semiotika.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian (Définition)
Budaya adalah segala upaya manusia daiam suatu kelompok untuk
membuat hidupnya iebih baik. Budaya merupakan aktivitas atau
kegiatan yang dipelajari dan terkait dengan kelompok. Hal ini
berimplikasi bahwa Dudaya terkair dengan kebersamaan Dengan
demikian. berjalan dan berbicara bukanlah budaya karena setiap anak
yang terlahir normal, sehat dan tidak cacad akan mampu berjalan dan
berbicara. Kedua kegiatan terkait dengan aspek biologis. Selanjutnya
beriajan dan berbicara adalah capaian individu. Berbeda dengan itu
gaya atau cara berjalan cepat dalam satu kompetisi gerak jalan adalah
budaya. Orang harus mempelajari cara dan gaya berjalan cepat agar
memenagkan satu kompetisi gerak jalan Sama dengan gaya berjalan,
berdebat adalah budaya. Kegiatan berdebat harus dipelajari dan
merupakan kegiatan sosial. Untuk memenagkan kompetisi debat
seseorang harus mempelajari cara berbicara dan menentang lawan
dalam kompetisi verbal itu.

Budaya dapat bersifat material atau nirmaterial Yang dimaksud


dengan budaya material adalah budaya konkret, yakni budaya yang
dapat diinderai (dilihat, didengar, dicium, diraba, dikecap), seperti
makanan pakaian, perumahan, bahasa, seni: musik, tari, rupa, sastra,
kriya, dan lain- lain. Yang termasuk ke dalam budaya nirmateri adalah
budaya mental atau budaya abstrak yang tidak dapat diinderai, seperti
yang umunya terdapat di benak, perasaan dan kalbu manusia, seperti
sikap, pandangan hidup, pengidealan/ideologi, cara bertindak, cara
menghargal atau menilai sesuatu, keyakinan dan lain-lain.

Budaya kontemporer adalah produk atau proses beraktivitas atau


berpikir manusia yang dipelajari dan berlangsung pada suatu kurun
waktu tertentu. Budaya kontemoprer berlangsung pada suatu kurun
waktu, yang berimplikasi bahwa budaya itu potensial berubah pada
satu kurun waktu atau jaman. Unsur waktu merupakan hal penting
dalam budaya kontemporer. Keberadaan suatu budaya ditentukan oleh
waktu dan tempat. Misalnya, bentuk pakaian pada tahun 1960an di
Indonesia berbeda dengan pakaian tahun 1980an dan 2000an.
Demikian juga bahasa Indonesia yang digunakan tahun 1920an,
1950an, 1980an dan saat ini 2018 berbeda.

2. Area Kajian Semiotika (Zone d'étude sémiotique)


Kajian semiotika mencakupi area yang sangat luas dan budaya
kontemporer merupakan satu arena atau bagian. Cakupan semilotik
yang luas ini memberikan kesan bahwa hampir tidak ada kehidupan
yang terlepas dari semiotik. Namun demikian, dengan merujuk Eco
(1979;9), bidang kajian semiotik diidentifikasi mencakupi 10 bidang
berikut ini:

 Zoosemiotics
Zoosemiotics adalah kajian tentang tingkah laku hewan. Para
pakar hewan, misalnya, para pegawai kebun binatang atau
polisi khusus kehutanan dapat mengindentifikasi tingkah
laku hewan dan memahami makna tingkah laku hewan,
sebagai penanda dan petanda yang diwakilinya. Misalnya,
jika kucing mengeong dengan nada dan frekuensi tertentu
pakar tentang perilaku hewan itu dapat mengetahui bahwa
kucing sedang menjalani fase kehidupan birahi yang siap
untuk bereproduksi. Perilaku harimau juga diidentifikasi
sebagai apakah hewa buas itu sedang marah dan siap
menerkam manusia atau sedang gembi. dan mau bersahabat
dengan manusia. Jika burung pemakan bang perkerumun di
satu kawasan atau di angkasa, perilaku unggas buas memberi
penanda bahwa di sekitar kawasan kerumunan itu ada bang
ewan atau manusia. Dengan sifat dan perilaku hewan itu
yang diamati manusia, manusia, manusia membangun
budaya berupa pengetahuan tentang atau yang terkait dengan
tingkah laku hewan secara ikonik, indeksikal dan simbolik
Dengan kata lain, tingkah laku hewan diidentifikasi sebagai
berhubungan dengan kegiatan atau budaya manusia.
20osemiotics yang terkait dengan kehidupan atau budaya
manusia. Dalam budaya Simalungun jika enggang paruh
panjang yang berwarna hitam putih bersuara meraung dan
melengking di tengah hari di suatu kampung, itu adalah
penanda bahwa tidak lama lagi akan ada orang yang
meninggal di kampung itu. Dalam budaya Melayu di Asahan
dan Batubara diyakini Berikut ini adalah contoh bahwa jika
ayam jantan atau ayan jago berkokok saat matahari setinggi
galah atau sekitar pukul 9 pagi atau menjelang tengah hari,
itu penanda ada anak gadis yang hamil tidak syah-tidak
memiliki suami yang syah di sekitar kampung itu. Jika ayam
berkokok pertama kali, itu penanda malam hari masih lama
berlangsung karena diperkirakan saat itu pukul 2 pagi. Pada
kokok ayam kedua seseorang (Muslim) diharapkan bangun
dan mengambil wudu karena waktu sembahyang subuh
sudah dekat. Burung bence (bahasa Jawa di Sumatra) yang
bersuara di malam hari adalah penanda ada pencuri yang
berkeliaran dan akan membungkar rumah Burung birik-birik
(bahasa Simalungun) yang bersuara di malam har bermakna
ada begu ganjang (hantu raksasa atau gondoruo-bahasa lawa)
yang melintas. Jika balang horbou (belalang kerbau) masuk
ke dalam rumah seorang Simalungun dan belalang itu
bersuara, itu merupakan penanda bahwa satu dari anggota
keluarganya atau keluarga jauhnya akan meninggal dunia.
Demikian juga jika kupu-kupu atau rama-rama masuk ke
dalam rumah seseorang dalam keyakinan Simalungun dan
Melayu di Sumatra Utara, itu adalah penanda akan ada tamu
ke rumah orang itu. Peribahasa yang mengatakan anjing
mengonggong tidak menggigit adalah semiotik yang bertaut
dengan tingkah laku hewan. Demikian juga kalau tidak ada
berada tidak tempua bersarang rendan adalah peribahasa
yang bertaut dengan zoosemiotics. Peribahasa anak harimau
tidak akan menjadi kambing juga terkait dengan perilaku
hewan Bagi masyarakat yang bergama Islam saat bulan
puasa sering disindirkan bahwa ada orang yang
mengamalkan puasa ular dan puasa harimau. Orang yang
puasa ular adalah orang yang saat puasa Ramadan itu
sebagian besar waktunya tidur seperti ular. Beranalogi
dengan itu seseorang yang melaksanakan puasa harimau
adalah orang yang selalu atau cepat marah seperti harimau.
Dua sifat itu sering digunakan untuk menyindir orang yang
tidak melaksanakan ibadah puasa dengan baik.
 Olfactory Signs (Signes olfactifs)
Olfactoory Signs adalah kajian tentang bau atau aroma. Bau
atau aroma befungsi sebagai penanda sesuatu makna atau
petanda. Rangkaian bau dan aroma ini bermanfaat untuk
pembuatan minyak wangi atau parfum. Misalnya, bau
tertentu merupakan penanda bagi petanda perempuan atau
lelaki. memberi aroma tertentu untuk menandai laki-laki,
perempuan, remaja. Pada dasaranya perusahaan parfum telah
Aroma parfum juga dikaitkan dengan waktu, misalnya
aroma tertentu digunakan untuk beraktifitas siang hari, senja
atau malam. Demikian juga dengan bau parfum yang
digunakannya, kepribadian seseorang dapat diidentifikasi.
Misalnya, ada aroma sebagai penanda berani, sedih atau
gundah Dalam etnis tertentu misalnya dalam perspektif suku
Simalungun hau ditautkan dengan rasa atau fenomena hidup
manusia: ada bau asam (bau migar) yang bermakna bahaya,
bau garam sebagai penanda keselamatan, bau pahit (songa)
sebagai penanda kehancuran atau kematian, dan bau besi
untuk menghalau hantu jembalang.
 Tactile Communication (Communication tactile)
mencakupi kajian tentang perilaku komunikasi yang
selanjutnya bertaut dengan perilaku dengan tujuan
menyampaikan sesuatu pesan. Kajian ini mencakupi
pelukan, usapan, ciuman, kecupan, cubitan, tepukan, dan
perilaku lain. Setiap perilaku itu memiliki makna yang
berbeda dari satu budaya ke budaya lain. Ada perilaku yang
dibolehkan dalam satu budaya, ada pula yang terlarang di
budaya lain. Misalnya, ciuman memiliki makna tertentu:
ciuman di pipi penanda bersahabat, akrab dan rindu, ciuman
di bibir berarti ciuman birahi atau bernafsu, ciuman di
kening berarti ciuman sayang dan ciuman di tangan berarti
hormat Dalam budaya Simalungun tepukan di bahu berarti
pujjan dan tenukan di Jengan berarti keakraban. Dalam
budaya Melayu (di Asahan dan Batubara di Sumatra Utara)
cubitan oleh kekasih (walaupun agak sakit) adalah penanda
sayang dan kemesraan, sedangkan cubitan pada anak kecil
adalah penanda marah atau hukuman. Seorang anak yang
mengeluarkan lidahnya ketika seseorang berbicara bermakna
bahwa anak itu mengejek orang yang berbicara itu.
digunakan untuk menunjuk seseorang adalah penanda
kebencian dalam Muncung yang budaya Simalungun dan
Melayu.
 Code of Taste (Code du goût)
Code of Taste menunjukkan makna rasa makanan oleh
pengecapan. Umumnya kajian ini bertaut dengan makanan.
Hampir semua etnis di Indonesia memiliki makna terhadap
makanan mereka. Misalnya, di Sumatra Utara etnis Batak
dan Melayu memiliki makanan yang bernilai budaya dengan
berbagai rasa, seperti asam, manis, kelat, asin, pedas, pahit
dan lain sebagainya. Bagi suku Melayu, misalnya rasa pahit
dalam makanan adat bermakna sesorang akan menghadapi
hidup yang penuh dengan kepahitan.
Masyarakat Simalungun juga memiliki makanan yang
dikenal sebagai dayok ni ura atau (masakan ayam diura ala
Simalungun) atau dayok binatur (ayam yang dimasak
dengan cara Simalungun dan diatur seperti layaknya ayam
masih hidup). Demikian juga dalam masyarakat Karo dan
Mandailing di Sumatra Utara setiap rasa dalam makanan
adat memiliki makna dan merupakan semiotik Khusus dalam
tradisi dan adat masyarakat Simalungun, dayok ni ura
merupakan makanan adat yang bermakna semiotik luas.
Bahan utamanya adalah ayam dengan umur dan ukuran
tertentu, biasanya tidak boleh ayam yang sudah tua Ayam ini
dipanggang sampai renyah dan sesudah itu diberi saus yang
dibuat dari santan kelapa (rasa lemak), holat (kelat) dari
pohon jorlang atau buah saoh muda, kincong (asam) dan
jahe (pedas), garam, dan bumbu lainnya. Ayam yang telah
dipanggang diberi saus dan diberikan kepada pengantin yang
baru saja memulai kehidupan berumah tangga. Makanan
dayok ni ura memiliki makna budaya dan unsur filosofis.
Dayok ni ura adalah simbol kehidupan. Rasa lemak santan,
kelat holat, garam, asam siala adalah penanda atau simbol
kehidunan yang penuh dengan kesejahteraan, asam garam
dan kelatnya kehidupan.

Bagian-bagian dari tubuh ayam juga memiliki makna


simbolis dan budaya. Hati ayam berarti makan hati, kaki
ayam berarti rajin atau ringan kaki, empelak ayam atau
bilalang ayam sebagai tanda ketamakan, sayap ayam berarti
akan cepat terbang atau merana, dada ayam berarti
kemakmuran dan lain sebagainya Jika mempelai pada saat
memulai makan telah mengambil dan memakan hati ayam,
hal itu penanda bahwa pasangan itu akan makan hati.
Demikian pula jika pasangan suami isteri yang baru itu
memulai makanan dengan mengambil kaki ayam, hal itu
bermakna pasangant itu akan rajin dan giat bekerja. Apapun
yang dilakukan oleh penerima dayok ni ura dalam menerima
dan memakan hidangan itu memiliki makna budaya secara
simbolis dan folosofis. Makna masing-masing unsur ayam,
bumbu, garam dan holat tidak dapat diuraikan secara rinci
dalam buku ini karena cakupannya sangat luas dan bersifat
mistik, sementara penekanan buku ini adalah pada semiotik
bahasa. Analogi semiotik makanan di Simalungun ini juga
terdapat dalam makanan adat Karo dan Angkola/Mandailing.
 Paralinguistics (Paralinguistique)
Paralinguistics adalah kajian tentang ciri suprasegmental dan
tingkah laku yang menyertai komunikasi verbal yang
cenderung membudaya. Dengan merujuk Eco (1979: 12),
yang selanjutnya merujuk Trager (1964) kajian
paralinguistics mencakupi (1) perangkat suara yang terkait
dengan jenis kelamin, umur, kesehatan dan (2) perilaku
bahasa yang terbagi ke dalam dua kategori,yakni (a) kualitas
suara, misalnya tingi- rendah bunyi, kontrol suara oleh bibir,
kontrol tekak, kontrol ujaran dan (b) ujaran yang selanjutnya
terbagi ke tiga subkategori, yakni (1) penanda ujaran, seperti
tawa, tangisan, rintihan (whimpering), ratapan, lolongan
(whining), uapan (yawning), dan sendawa (belching), (ii)
penanda ucapan, misalnya kuat suara, tingginya suara,
lamanya suara, dan (iii) sertaan ucapan, yakni suara yang
mengikuti ketika melakukan teriakan, sengauan, gerutuan
(grunt). Kajian paralinguistics juga mencakupi kajian
genderang dan siulan yang menyertai komunikasi verbal.
Dalam sejumlah budaya etnis di Indonesia berbagai tawa
dapat merealisasikan petanda yang berbeda: ada tawa yang
menyatakan gembira, lucu, marah, bangga, dan mengejek
dengan masing-masing tawa ditandai dengan lamanya atau
durasinya, interval tawa, dan kuat- lemahnya suara. Dalam
budaya bangsa-bangsa di Asia sendawa biasa saja bermakna
orang itu telah kenyang setelah bersantap dan merupakan
ucapan terima ksih terhadap orang yang menyediakan
makanan, sementara dalam budaya pemakai bahasa Inggris
sendawa tidak dilakukan yang dikehendaki dan menganggu
dalam pergaulan. Dalam budaya dan bahasa Jawa penekanan
dan perubahan bunyi vokal menjadi penanda dari petanda
'arti positif, komparatif dan superlatif. Misalnya, ekspresi
hidangan itu enak, hidangan itu enak (dengan intonasi naik),
hidangan itu uenak masing-masing berarti positif,
komparatif dan superlatif.
 Semiotik Kesehatan (Sémiotique de la santé)
Semiotik Kesehatan (medical semiotics) menunjukkan tanda
dalam kesehatan, yang mencakupi dua hal yakni kajian
tentang tanda (signs) atau gejala (symptons) akan terjadinya
penyakit dan penyakit yang sudah diderita. Cara seseorang
berbicara, bintik hitam di kulitnya, wajah pucat dan gejala-
gejala dalam diri seseorang adalah penanda atau gejala
bahwa dia menderita sesuatu penyakit. Di samping itu
penanda lain seperti tekanan darah 120, kadar gula darah,
kadar asam urat, kadar larutan di air seni, dan lain
sebagainya adalah semiotik yang menujukkan kesehatan
seseorang.
 Kinesics dan Proxemics (Kinésique et Proxémique)
Kinesics dan Proxemics adalah kajtan tentang isyarat yang
digunakan ketika berbicara Kajin ini mencakupi berbagai
tingkah taku yang dilakukan seseorang ketika dia
menggunakan bahasa. seperti gerakan bandan, ekspresi
wajah, gerakan/lambaian tangan, gerakan kepala, jarak yang
diambil ketika berinteraksi, pandangan kepada mitrabicara,
dan lain sebagainya Kajin kinesics dan proxemics juga
mencakupi gerakan ritual agama (misalnya menengadah dan
membuka kedua tangan ketika seorang Muslim berdoa atau
mengepal dan menutup kedua tangan ketika seorang Kristen
berdoa), etiket tingkah taku dan gerakan pantomin.
Misalnya, ketika seseorang tidak tahu apa yang harus
dikatakan atas pertanyaan seseorang dia mengangkat bahu
dan melebarkan senyumannya. Kerutan dahi ketika ditanya
juga merupakan penanda kebingungan Secara khusus
proxemics mencakup makna jarak antara penutur dan petutur
lika dua orang berinteraks jarak yang terbentuk antara
keduanya menjadi penanda apakah mereka akrab atau
berjarak Yang dimaksud dengan jarak dalam hal ini adalah
jarak sosial, yakni apakah dekat atau akrab atau baru
pertama sekali kenai. Demikian juga seorang atasan yang
memarahi hawahannya secara berhadapan muka memiliki
makna yang berbeda dengan kalau atasan memberikan surat
peringatan. Surat peringatan merupakan upaya atasan untuk
membuat jarak.
 Musical Codes (Codes musicaux)
Musical Codes adalah kajian tentang suara musik Semiotik
musik mencakupi kuatnya, cepatnya, dan lamanya suara, dan
hal lain sebagainya yang berkait dengan suara manusia atau
instrumen musik Kesedihan. kegembiraan, kerinduan, dan
kemarahan dapat disampaikan melalui musik Dalam musik
Batak Toba ada gondang mula-mula dengan bunyi
genderang khusus untuk memulai satu tortor atau tarian. Di
Simalungun ada pagayo siar-siaran yakni bunyi musik
khusus untuk memanggil roh. Bunyi pagayo siar siaran ini
berbeda dengan bunyi gendang untuk tarian bergembira atau
bersuka cita. Dalam beberapa peribahasa atau ungkapan
bunyi musik dikaitkan dengan perilaku manusia, seperti
bagaimana gendangnya, begitulah tarinya kita buat dalam
menyelesaikan masalah ini dan genderang perang telah
ditabuh.
 Aesthetic Texts (Textes esthétiques)
Teks seni merupakan bagian dari kajian semiotik. Keindahan
suatu teks seni mencakupi kajian tentang berbagai aspek,
seperti teks puisi, prosa, drama Susunan kata yang
membentuk suatu benda merupakan penanda kepada petanda
lain. Misalnya, puisi mengenai cinta dengan susunan kata
dalam puisi itu membentuk gambar hati.
 Komunikasi Massa (communication de masse)
Komunikasi Massa (Mass Communication) merupakan
bidang cakupan semiotik. Di dalam surat kabar. misalnya,
letak berita pada halaman pertama surat kabar memiliki
makna yang berbeda dengan letak berita pada halaman
terahir Demikian juga ukuran huruf dan sudut pengambilan
gambar memiliki makna tertentu dalam komunikasi massa.
Dalam kajiannya tentang teks berita surat kabar, Saragih
(1996) menemukan pemakaian verba atau Proses dalam teks
berita menjadi penanda jenis teks Misalnya, verba material
menjadi penanda berita kejadian. dan verba relasional
menjadi penanda berita ucapan dan keadaan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan (conclusion)
Pada dasarnya budaya kontemporer merupakan budaya yang populer
pada masanya dan dapat barubah sesuai dengan perkembangan era.
Budaya kontemporer sangat tergantung dengan teknologi. Budaya
kontemporer pada saat ini dapat disebut budaya hyperrealitas dan
hyperrality. Kontemporer adalah hasil dari kemajuan teknologi. Arti dari
budaya kontemporer adalah budaya pada saat ini dimana kita hidup.
Budaya kontemporer juga disebut sebagai budaya hiperealitas karena
budaya kontemporer saat ini muncul karena adanya era modern.
Budaya kontemporer berlangsung pada kurun waktu pada suatu
komunitas, yang dapat berupa suku, bangsa atau komunikasi global.
Budaya kontemporer mencakupi budaya material dan nirmaterial. Dari
perspektif semiotika, berbagai aspek kehidupan manusia dapat dikaji
dengan menggunakan prinsip semiotika, termasuk budaya kontemporer.

Anda mungkin juga menyukai