Nama :
Mata Kuliah :
Semiotika
Dosen Pengampu:
T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan Rahmatnya
sehingga kami bisa menyusun atau menyelesaikan penyusunan tugas Makalah mata kuliah
S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Semiotika yang sudah membimbing kami.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni oleh kami. Atas semua itu dengan rendah hati kami harapkan kritik dan saran
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG................................................................................................
.
B. TUJUAN.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1. DEFINISI
SEMIOTIKA&BUDAYA........................................................................
2. AREA KAJIAN
SEMIOTIKA..................................................................................
A. KESIMPULAN............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semiotika merupakan suatu ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan
manusia. Kata semiotika sendiri berasal dari kata Yunani Semeion yang
berarti tanda. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
mencari makna di setiap kejadian yang terjadi disekitarnya dapat
mewakili suatu hal lainnya yang masih berkaitan dengan objek tertentu-
objek inilah yang membawa informasi dan mengkomunikasikan dalam
bentuk tanda memiliki sesuatu yang tersembunyi yang ingin ditunjukkan.
Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis
ketimbang estetis. Objek kajian dalam Cultural studies bukanlah budaya
yang didefinisikan dalam pengertian sempit yaitu sebagai objek
keadiluhungan estetis (‘seni tinggi’); juga bukan budaya yang
didefinisikan dalam pengertian yang sama-sama sempit, yaitu sebagai
sebuah proses perkembangan estetik, intelektual, dan spiritual; melainkan
budaya yang dipahami sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari.(John
storey, 2008: 2) Inilah definisi budaya menurut John Storey yang biasa
melibatkan budaya pop yang bergerak melampaui eksklusivitas sosial dan
sempitnya definisi budaya ini.
Isu-isu seni dan pengaruh kebudayaan luar sangat mudah ditemui dan
bermunculan dimana-mana. Hal ini disebabkan pengaruh media massa
yang terus dikonsumsi oleh generasi muda melalui televisi, gadget,
internet dan sebagainya.
B. Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui semiotika dan budaya
kontemporer pada semiotika.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian (Définition)
Budaya adalah segala upaya manusia daiam suatu kelompok untuk
membuat hidupnya iebih baik. Budaya merupakan aktivitas atau
kegiatan yang dipelajari dan terkait dengan kelompok. Hal ini
berimplikasi bahwa Dudaya terkair dengan kebersamaan Dengan
demikian. berjalan dan berbicara bukanlah budaya karena setiap anak
yang terlahir normal, sehat dan tidak cacad akan mampu berjalan dan
berbicara. Kedua kegiatan terkait dengan aspek biologis. Selanjutnya
beriajan dan berbicara adalah capaian individu. Berbeda dengan itu
gaya atau cara berjalan cepat dalam satu kompetisi gerak jalan adalah
budaya. Orang harus mempelajari cara dan gaya berjalan cepat agar
memenagkan satu kompetisi gerak jalan Sama dengan gaya berjalan,
berdebat adalah budaya. Kegiatan berdebat harus dipelajari dan
merupakan kegiatan sosial. Untuk memenagkan kompetisi debat
seseorang harus mempelajari cara berbicara dan menentang lawan
dalam kompetisi verbal itu.
Zoosemiotics
Zoosemiotics adalah kajian tentang tingkah laku hewan. Para
pakar hewan, misalnya, para pegawai kebun binatang atau
polisi khusus kehutanan dapat mengindentifikasi tingkah
laku hewan dan memahami makna tingkah laku hewan,
sebagai penanda dan petanda yang diwakilinya. Misalnya,
jika kucing mengeong dengan nada dan frekuensi tertentu
pakar tentang perilaku hewan itu dapat mengetahui bahwa
kucing sedang menjalani fase kehidupan birahi yang siap
untuk bereproduksi. Perilaku harimau juga diidentifikasi
sebagai apakah hewa buas itu sedang marah dan siap
menerkam manusia atau sedang gembi. dan mau bersahabat
dengan manusia. Jika burung pemakan bang perkerumun di
satu kawasan atau di angkasa, perilaku unggas buas memberi
penanda bahwa di sekitar kawasan kerumunan itu ada bang
ewan atau manusia. Dengan sifat dan perilaku hewan itu
yang diamati manusia, manusia, manusia membangun
budaya berupa pengetahuan tentang atau yang terkait dengan
tingkah laku hewan secara ikonik, indeksikal dan simbolik
Dengan kata lain, tingkah laku hewan diidentifikasi sebagai
berhubungan dengan kegiatan atau budaya manusia.
20osemiotics yang terkait dengan kehidupan atau budaya
manusia. Dalam budaya Simalungun jika enggang paruh
panjang yang berwarna hitam putih bersuara meraung dan
melengking di tengah hari di suatu kampung, itu adalah
penanda bahwa tidak lama lagi akan ada orang yang
meninggal di kampung itu. Dalam budaya Melayu di Asahan
dan Batubara diyakini Berikut ini adalah contoh bahwa jika
ayam jantan atau ayan jago berkokok saat matahari setinggi
galah atau sekitar pukul 9 pagi atau menjelang tengah hari,
itu penanda ada anak gadis yang hamil tidak syah-tidak
memiliki suami yang syah di sekitar kampung itu. Jika ayam
berkokok pertama kali, itu penanda malam hari masih lama
berlangsung karena diperkirakan saat itu pukul 2 pagi. Pada
kokok ayam kedua seseorang (Muslim) diharapkan bangun
dan mengambil wudu karena waktu sembahyang subuh
sudah dekat. Burung bence (bahasa Jawa di Sumatra) yang
bersuara di malam hari adalah penanda ada pencuri yang
berkeliaran dan akan membungkar rumah Burung birik-birik
(bahasa Simalungun) yang bersuara di malam har bermakna
ada begu ganjang (hantu raksasa atau gondoruo-bahasa lawa)
yang melintas. Jika balang horbou (belalang kerbau) masuk
ke dalam rumah seorang Simalungun dan belalang itu
bersuara, itu merupakan penanda bahwa satu dari anggota
keluarganya atau keluarga jauhnya akan meninggal dunia.
Demikian juga jika kupu-kupu atau rama-rama masuk ke
dalam rumah seseorang dalam keyakinan Simalungun dan
Melayu di Sumatra Utara, itu adalah penanda akan ada tamu
ke rumah orang itu. Peribahasa yang mengatakan anjing
mengonggong tidak menggigit adalah semiotik yang bertaut
dengan tingkah laku hewan. Demikian juga kalau tidak ada
berada tidak tempua bersarang rendan adalah peribahasa
yang bertaut dengan zoosemiotics. Peribahasa anak harimau
tidak akan menjadi kambing juga terkait dengan perilaku
hewan Bagi masyarakat yang bergama Islam saat bulan
puasa sering disindirkan bahwa ada orang yang
mengamalkan puasa ular dan puasa harimau. Orang yang
puasa ular adalah orang yang saat puasa Ramadan itu
sebagian besar waktunya tidur seperti ular. Beranalogi
dengan itu seseorang yang melaksanakan puasa harimau
adalah orang yang selalu atau cepat marah seperti harimau.
Dua sifat itu sering digunakan untuk menyindir orang yang
tidak melaksanakan ibadah puasa dengan baik.
Olfactory Signs (Signes olfactifs)
Olfactoory Signs adalah kajian tentang bau atau aroma. Bau
atau aroma befungsi sebagai penanda sesuatu makna atau
petanda. Rangkaian bau dan aroma ini bermanfaat untuk
pembuatan minyak wangi atau parfum. Misalnya, bau
tertentu merupakan penanda bagi petanda perempuan atau
lelaki. memberi aroma tertentu untuk menandai laki-laki,
perempuan, remaja. Pada dasaranya perusahaan parfum telah
Aroma parfum juga dikaitkan dengan waktu, misalnya
aroma tertentu digunakan untuk beraktifitas siang hari, senja
atau malam. Demikian juga dengan bau parfum yang
digunakannya, kepribadian seseorang dapat diidentifikasi.
Misalnya, ada aroma sebagai penanda berani, sedih atau
gundah Dalam etnis tertentu misalnya dalam perspektif suku
Simalungun hau ditautkan dengan rasa atau fenomena hidup
manusia: ada bau asam (bau migar) yang bermakna bahaya,
bau garam sebagai penanda keselamatan, bau pahit (songa)
sebagai penanda kehancuran atau kematian, dan bau besi
untuk menghalau hantu jembalang.
Tactile Communication (Communication tactile)
mencakupi kajian tentang perilaku komunikasi yang
selanjutnya bertaut dengan perilaku dengan tujuan
menyampaikan sesuatu pesan. Kajian ini mencakupi
pelukan, usapan, ciuman, kecupan, cubitan, tepukan, dan
perilaku lain. Setiap perilaku itu memiliki makna yang
berbeda dari satu budaya ke budaya lain. Ada perilaku yang
dibolehkan dalam satu budaya, ada pula yang terlarang di
budaya lain. Misalnya, ciuman memiliki makna tertentu:
ciuman di pipi penanda bersahabat, akrab dan rindu, ciuman
di bibir berarti ciuman birahi atau bernafsu, ciuman di
kening berarti ciuman sayang dan ciuman di tangan berarti
hormat Dalam budaya Simalungun tepukan di bahu berarti
pujjan dan tenukan di Jengan berarti keakraban. Dalam
budaya Melayu (di Asahan dan Batubara di Sumatra Utara)
cubitan oleh kekasih (walaupun agak sakit) adalah penanda
sayang dan kemesraan, sedangkan cubitan pada anak kecil
adalah penanda marah atau hukuman. Seorang anak yang
mengeluarkan lidahnya ketika seseorang berbicara bermakna
bahwa anak itu mengejek orang yang berbicara itu.
digunakan untuk menunjuk seseorang adalah penanda
kebencian dalam Muncung yang budaya Simalungun dan
Melayu.
Code of Taste (Code du goût)
Code of Taste menunjukkan makna rasa makanan oleh
pengecapan. Umumnya kajian ini bertaut dengan makanan.
Hampir semua etnis di Indonesia memiliki makna terhadap
makanan mereka. Misalnya, di Sumatra Utara etnis Batak
dan Melayu memiliki makanan yang bernilai budaya dengan
berbagai rasa, seperti asam, manis, kelat, asin, pedas, pahit
dan lain sebagainya. Bagi suku Melayu, misalnya rasa pahit
dalam makanan adat bermakna sesorang akan menghadapi
hidup yang penuh dengan kepahitan.
Masyarakat Simalungun juga memiliki makanan yang
dikenal sebagai dayok ni ura atau (masakan ayam diura ala
Simalungun) atau dayok binatur (ayam yang dimasak
dengan cara Simalungun dan diatur seperti layaknya ayam
masih hidup). Demikian juga dalam masyarakat Karo dan
Mandailing di Sumatra Utara setiap rasa dalam makanan
adat memiliki makna dan merupakan semiotik Khusus dalam
tradisi dan adat masyarakat Simalungun, dayok ni ura
merupakan makanan adat yang bermakna semiotik luas.
Bahan utamanya adalah ayam dengan umur dan ukuran
tertentu, biasanya tidak boleh ayam yang sudah tua Ayam ini
dipanggang sampai renyah dan sesudah itu diberi saus yang
dibuat dari santan kelapa (rasa lemak), holat (kelat) dari
pohon jorlang atau buah saoh muda, kincong (asam) dan
jahe (pedas), garam, dan bumbu lainnya. Ayam yang telah
dipanggang diberi saus dan diberikan kepada pengantin yang
baru saja memulai kehidupan berumah tangga. Makanan
dayok ni ura memiliki makna budaya dan unsur filosofis.
Dayok ni ura adalah simbol kehidupan. Rasa lemak santan,
kelat holat, garam, asam siala adalah penanda atau simbol
kehidunan yang penuh dengan kesejahteraan, asam garam
dan kelatnya kehidupan.
PENUTUP
A. Kesimpulan (conclusion)
Pada dasarnya budaya kontemporer merupakan budaya yang populer
pada masanya dan dapat barubah sesuai dengan perkembangan era.
Budaya kontemporer sangat tergantung dengan teknologi. Budaya
kontemporer pada saat ini dapat disebut budaya hyperrealitas dan
hyperrality. Kontemporer adalah hasil dari kemajuan teknologi. Arti dari
budaya kontemporer adalah budaya pada saat ini dimana kita hidup.
Budaya kontemporer juga disebut sebagai budaya hiperealitas karena
budaya kontemporer saat ini muncul karena adanya era modern.
Budaya kontemporer berlangsung pada kurun waktu pada suatu
komunitas, yang dapat berupa suku, bangsa atau komunikasi global.
Budaya kontemporer mencakupi budaya material dan nirmaterial. Dari
perspektif semiotika, berbagai aspek kehidupan manusia dapat dikaji
dengan menggunakan prinsip semiotika, termasuk budaya kontemporer.