Anda di halaman 1dari 12

LINGUISTIK UMUM

BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Linguistik Umum
Dosen Penampu : Yang Yang Merdiyatna, S.S., M.Pd.

Disusun oleh
Dwi Septiyani R 1510631080040
Fitria Nurul Afifah 1510631080058
Ima Noerfadilla 1510631080072
Muhammad Yusuf 1510631080199
Nurhaeni 1510631080116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA

KARAWANG

2015
LEMBAR PENGESAHAN

Bahasa dan Faktor Luar Bahasa

Disusun oleh:

Dwi Septiyani R 1510631080040


Fitria Nurul Afifah 1510631080058
Ima Noerfadilla 1510631080072
Muhammad Yusuf 1510631080199
Nurhaeni 1510631080116

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Yang Yang Merdiyatna, S.S., M.Pd.


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT. karena atas karunia-Nya.

Sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini merupakan syarat untuk

melengkapi nilai tugas Mata Kuliah “Linguistik Umum”. Keberhasilan makalah ini

tidak lain juga disertai referensi-referensi serta bantuan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

Makalah ini juga memiliki kekurangan dan kesalahan, baik dalam penyampaian materi

atau dalam penyusunan makalah ini. Penyusunan ini juga dimaksudkan untuk menambah

wawasan mahasiswa mengenai materi ini. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat

kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga

makalah ini dapat terselesaikan.

Penyusun

Karawang, 13 November 2015


Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ………………………………………………............................

KATA PENGANTAR………………………………………………….……………….      ii

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ iii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….....      iv

BAGIAN I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………......... 1
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………...… 1

BAGIAN II PEMBAHASAN………………………………………………………… 2
2.1 Bahasa dan Faktor Luar Bahasa…………………………………………………… 2

BAGIAN III PENUTUP……………………………………………………………… 5   


3.1 Kesimpulan……………………………..…………...………………………..…....   5
3.2 Saran………………………………………………………………………………. 5

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..…..    6   


BAGIAN I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah


Objek kajian linguistik tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi
sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian
manusia; bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu,
atau dalam bahasa inggris disebut dengan ordinary language atau natural language. Ini berarti
bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan
(written language) sebagai obyek sekunder linguistic, karena bahasa tulisan dapat dikatakan
sebagai “turunan” bahasa lisan.
1.2     Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud objek kajian linguistik mikro dan makro?
2. Apa yang dimaksud masyarakat bahasa? Jelaskan!
3. Apa yang dimaksud variasi dan status sosial bahasa?
4. Apa yang dimaksud penggunaan bahasa dan kontak bahasa?
5. Apa yang dimaksud daripada hubungan bahasa dan budaya?
1.3    Tujuan
Agar tulisan dari makalah ini diharapkan mampu memiliki kegunaan baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis diharapkan tulisan dari makalah ini menambah
khazanah teoritis keilmuan Linguistik Umum dan secara praktis diharapkan Tulisan dari
makalah ini menambah pengetahuan, wawasan dan keilmuan bagi penulis maupun bagi
pembaca.
BAGIAN II
PEMBAHASAN
2.1 Bahasa dan Faktor Luar Bahasa
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri;
sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor
diluar bahasa. Kiranya yang dimaksud dengan faktor-faktor diluar bahasa itu tidak lain
daripada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia didalam masyarakat, sebab tidak
ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa. Yang ingin dibicarakan dan yang erat
kaitannya dengan bahasa adalah masalah bahasa dalam kaitannya dengan kegiatan sosial
didalam masyarakat; atau lebih jelasnya, hubungan bahasa dengan masyarakat itu.
2.1.1 Masyarakat Bahasa
Kata masyarakat biasa diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang
banyaknya relatif), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal,
atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Seperti masyarakat betawi. Lalu
yang dimaksud dengan masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa
menggunakan bahasa yang sama. Contoh seperti sekelompok orang yang merasa
menggunakan bahasa sunda maka dapat dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa
sunda. Akhirnya tentang masyarakat bahasa ini ada masalah, bagaimana dengan
masyarakat yang bilingual atau multilingual, seperti keadaan di Indonesia selain ada
bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, ada pula bahasa-bahasa daerah. Pada
umumnya, mereka adalah bilingual yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
daerahnya. Ada juga yang multilingual karena menguasai pula bahasa daerah lain atau
bahasa asing.
2.1.2 Variasi dan Status Sosial Bahasa
Bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat
beragam, berdasarkan penuturnya kita mengenal adanya dialek-dialek, baik dialek
regional maupun dialeg sosial. Lalu berdasarkan penggunaannya kita mengenal
adanya ragam-ragam bahasa, seperti ragam jurnalistik, ragam sastra, ragam ilmiah,
dsb. Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk
membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status
pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi ( T ), dan yang lain variasi
bahasa rendah ( R ). Variasi T digunakan dalam situasi-situasi resmi, seperti pidato
kenegaraan dan bahasa pengantar dalam pendidikan. Variasi T ini harus dipelajari
melalui pendidikan formal disekolah-sekolah. Sedangkan variasi bahasa R digunakan
dalam situasi yang tidak formal, seperti dirumah, dan surat pribadi. Variasi R ini
dipelajari secara langsung didalam masyarakat umum.
Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut istilah diglosia (Ferguson
1964). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis.
Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai nama yang berlainan. Variasi bahasa
Yunani T disebut katherevusa dan variasi bahasa Yunani R disebut dhimotiki; variasi
bahasa Arab T disebut al-fusha dan variasi bahasa Arab R disebut ad-darij; variasi
bahasa Jerman Swiss disebut schrifttdrache dan variasi bahasa Jerman Swiss R
disebut schweizerdeutsch. Dalam bahasa Indonesia variasi bahasa T, barangkali, sama
dengan ragam bahasa Indonesia variasi bahasa T, barangkali, sama dengan ragam
bahasa Indonesia baku dan variasi bahasa R sama dengan ragam bahasa Indonesia
nonbaku. Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai kosakata masing-masing
yang berbeda. Sekadar contoh:
(a) Bahasa Yunani
Ragam T Ragam R
ikos spiti ‘rumah’
idhor nero ‘air’
inos krasi ‘anggur’

(b) Bahasa Arab


ma eh ‘apa’
anfun manaxir ‘hidung’
al ‘ana dilwa’ti ‘sekarang’

(c) Bahasa Indonesia


Uang duit
Tidak nggak, kagak
Istri bini
2.1.3 Penggunaan Bahasa
Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu
komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang
diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni:
(1) Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan
waktu terjadinya percakapan.
(2) Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
(3) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan.
(4) Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk da nisi
percakapan. Misalnya dalam kalimat:
a. Dia berkata dalam hati, “Mudah-mudahan lamaranku diterima
dengan baik.”
b. Dia berkata dalam hati, mudah-mudah lamarannya diterima
dengan baik.

Perkataan “mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada


kalimat (a) adalah bentuk percakapan; sedangkan kalimat (b)
adalah contoh isi percakapan.
(5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam
melaksanakan percakapan. Misalnya, pelajaran linguistik dapat
diberikan dengan cara yang santai; tetapi dapat juga dengan
semangat yang menyala-nyala.
(6) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan
apakah secara lisan atau bukan.
(7) Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta
percakapan.
(8) Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa
yang digunakan.
2.1.4 Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat
menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu
masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat
yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari
masyarakat yang dating. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya
kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya yang disebut bilingualisme dan
multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi,
alihkode, dan campurkode. Namun disamping itu banyak pula yang hanya menguasai
satu bahasa. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual,
unilingual, atau monoglot; yang menguasai dua bahasa disebut bilingual; sedangkan
yang menguasai lebih dua bahasa disebut multilingual, plurilingual, atau poliglot.
Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya
kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus
yang disebut interferensi, integrasi, alihkode (code-switching), dan
campurkode (code-mixing). Keempat peristiwa ini gejalanya sama,yaitu
adanya unsur bahasa yang lain dalam bahasa yang digunakan namun,konsep
masalahnya tidak sama. Yang dimaksud dengan interferensi adalah terbawa
masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan itu.
Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa, mulai dari tataran
fonologi, morfologi, sintaksis, sampai ke tataran leksikon. Contoh pada tataran
fonologi misalnya, kalau penutur bahasa Jawa mengucapkan kata-kata bahasa
Indonesia yang mulai dengan /b/, /d/, /j/, dan /g/ maka konsonan tersebut akan
didahuluinya dengan bunyi nasal yang homorgan. Jadi, kata Bogor akan
diucapkan mBogor. Contoh pada interferensi pada tataran gramatikal
misalnya, penggunaan prefiks ke-seperti pada kata kepukul, ketabrak, dan
kebaca yang seharusnya terpukul, tertabrak, dan terbaca. Contoh interferensi
dalam tataran sintaksis adalah susunan kalimat pasif Makanan itu telah
dimakan oleh saya dari penutur berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam bahasa
Sunda susunannya adalah Makanan the atas dituang kuabdi; padahal susunan
bahasa Indonesianya yang baku adalah Makanan itu telah saya makan.
Interfernsi biasanya dibedakan dari integrasi. Dalam integrasi unsur-unsur dari
bahasa lain yang terbawa masuk itu, sudah dianggap, diperlakukan, dan
dipakai sebagai bagian dari bahasa yang menerimanya atau yang dimasukinya.
Proses integrasi ini tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur
yang berintegrasi itu telah disesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, maupun tata
bentuknya. Kata dalam bahasa Indonesia yang sekarang dieja menjadi montir,
riset, sopir, dan dongkrak adalah contoh yang sudah berintegrasi.
Dalam masyarakat yang bilingual maupun yang multilingual seringkali terjadi
peristiwa yang disebut ahlikode, yaitu beralihnya penggunaan suatu kode
(entah bahasa atau pun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain
(bahasa atau ragam bahasa lain). Umpamanya, ketika A dan B sedang
bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia, datanglah C yang tidak mengerti
bahasa Indonesia tetapi berbahasa inggris (dan kebetulan A dan B juga dapat
berbahasa inggris), maka kemudian digunakanlah bahasa inggris. Setelah C
pamit, A dan B meneruskan kembali bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia.
Ahli kode juga terjadi karena sebab-sebab lain. Misalnya karena perubahan
situasi, atau topik pembicaraan. Berikut disajikan contoh yang diambil dari
Djoko Kentjo (1982)
A : Dik! Saya dengar kabar selentingan lho. Wanneer verirek je naar Hollan?
Nanti saya titip surat, ya?
B : Silahkan, Mbak!

2.1.5 Bahasa dan Budaya


Satu lagi yang menjadi objek kajian linguistik makro adalah mengenai hubungan
bahasa dengan budaya atau kebudayaan. Dalam sejarah linguistik ada satu hipotesis
yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini
dikeluarkan oleh dua orang pakar , yaitu Edward Sapir dan Benjamin Lee whorf (dan
oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa
mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan lebih jelas, bahasa itu mempengaruhi cara
berfikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya.Jadi, bahasa itu menguasai cara
berfikir dan bertindak manusia.Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh
sifat-sifat bahasanya. Misalnya, katanya, dalam bahasa-bahasa yang mempunyai
kategori kala atau waktu, masyarakat penuturnya sangat menghargai dan sangat
terikat oleh waktu. Segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai dengan waktu yang
telah dijadwalkan. Tetapi dalam bahasa-bahasa yang tidak mempunyai kategori kala,
masyarakatnya sangat tidak menghargai waktu. Jadwal acara yang telah disusun
seringkali tidak dapat dipatuhi waktunya. Itulah barangkali sebabnya kalau di
Indonesia ada ungkapan ‘jam karet”, sedangkan di Eropa tidak ada. Karena eratnya
hubungan antara bahasa dengan kebudayaan ini,maka ada pakar yang menyamakan
hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Atau sebagai sekeping mata uang sisi yang satu adalah bahasa dan sisi yang lain
adalah kebudayaan.
BAGIAN III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu
sendiri sedangkan faktor diluar bahasa merupakan kajian linguistik makro. Kiranya yang
dimaksud dengan faktor-faktor diluar bahasa itu tidak lain daripada segala hal yang berkaitan
dengan kegiatan manusia didalam masyarakat, karena tidak ada kegiatan yang tanpa
berhubungan dengan bahasa jelasnya, hubungan bahasa dengan masyarakat itu sangat erat
kaitannya.
3.2 Saran
Demikianlah hasil ringkasan pembahasan mengenai Bahasa dan Faktor Luar Bahasa.
Saran dan kritik senantiasa kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dalam penulisan
laporan kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://evyca-sijelek.blogspot.com/2011/12/linguistik-umum-bahasa-dan-faktor-luar.html

Chaer, Abdul. (2014). Linguistik Umum. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai