Anda di halaman 1dari 13

MAKNA PEMARKAH KOHESI ANTAR KLAUSA DAN KALIMAT

DI
S
U

S
U
N
OLEH

KELOMPOK 9
SRIWATI ILYAS
RISDA DARMAYANTI
AYU WAHYUNI
MUH. SUKRI YUNUS
NUR ILMIAH






UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
FAKULTAS ILMU BUDAYA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


MAKNA PEMARKAH KOHESI ANTAR KLAUSA DAN KALIMAT

Kohesi adalah sebuah konsep semantik, yang mengacu pada hubungan semantik, yang
hadir di dalam teks, dan yang menentukannya sebagai sebuah teks. Kohesi terjadi jika
penafsiran unsur-unsur di dalam wacana tergantung pada penafsiran-penafsiran yang lain.
Unsur yang dipraanggapkan kepada unsur yang lain, dalam pengertian bahwa unsur itu tidak
dapat disusun secara baik kecuali dengan unsur lainnya. Bila hubungan ini terjadi, maka
terjadilah hubungan kohesi, dan dua unsur yang mempraanggapkan dan yang dipraanggapkan
paling tidak secara potensial sudah terangkum di dalam teks). Dengan kata lain kohesi juga
biasa disebut hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh
unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat yang membentuk wacana.
Kohesi (cohesion) memiliki kedudukan yang amat penting dalam wacana. Jika kita
setuju terhadap pandangan bahwa wacana merupakan jaringan atau tenunan unsur-unsur
pembentuknya (Djawanai, 1977:2) dalam Gatra, 1990), kohesi adalah salah satu unsur
wacana yang berfungsi sebagai pengantar jaringan unsur-unsur tersebut sehingga
membentuk wacana yang utuh. Jika jaringan itu berupa jaringan semantik, kohesilah yang
merupakan relasi semantik yang membentuk jaringan tersebut. Bila jaringan itu berupa
jaringan gramatikal, kohesi berfungsi sebagai pengatur relasi gramatikal bagian-bagian
wacana. Di samping itu, jika jaringan-jaringan itu mengarah ke kesatuan topik (topic unity),
kohesilah yang bertugas menjaga kesinambungan topik (topic continuity). Oleh karena itu,
kohesi adalah salah satu sarana pembangun keutuhan wacana.
Kohesi, sebagai aspek formal bahasa dalam wacana organisasi sintaktik, merupakan wadah
kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Hal ini berarti
pula bahwa kohesi adalah hubungan antarkalimat di dalam sebuah wacana, baik dalam strata
gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu (Gutwinsky, 1976:26; dalam Tarigan,
1987:96).



PEMARKAH
Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh ferdinan de saussure melalui
dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat
atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat
asosiasi atau in absentia antara yang ditandai (signified) dan yang menandai (signifier).
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau
petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan
yang bermakna. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan
atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran,
atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180). Suatu
penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda.
Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda;
petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan
suatu faktor linguistik. Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari
sehelai kertas, kata Saussure.
Menurut pradopo (1990 : 121 - 124). Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem
tanda-tanda yang mempunyai arti. Jadi kata-kata yang sebelum dipergunakan dalam karya
sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang dientukan oleh perjanjian
masyarakat atau konveksi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda pada kata
tersebut dapat berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti dalam konvensi
masyarakat. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip yaitu :
1. Penanda atau yang menandai yang merupakan bentuk tanda
2. Petanda atau yang ditandai yang merupakan arti tanda
Sehingga berdasarkan hubungan penanda dan petanda ada tiga jenis tanda yang pokok yaitu,
1. Ikon adalah tanda penghubung antara penanda dan petandanya yang bersifat
persamaan bentuk alamiahnya.


2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hunbungan alamiah antara tanda dan
petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat
3. Simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan hubungan alamiah antara petanda dan
penandanya.
Klausa
Menurut Kridalaksana (2001:110) klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata
yang sekurang-kurangya terdiri dari subyek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk
menjadi kalimat. Klausa belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu. Intonasi atau
tanda baca itulah yang membedakan klausa dengan kalimat. Kalimat juga mengandung unsur
paling sedikit subjek dan predikat, tetapi telah dibubuhi intonasi atau tanda baca tertentu
(Mulyani, 2004:14). Contoh :
a. Ibu memasak nasi
b. Ibu memasak nasi.
Kalimat (a) yang dilafalkan tanpa intonasi dan tidak ditandai tanda baca adalah sebuah
klausa, sedangkan kalimat (b) apabila diucapkan dengan intonasi naik, lalu turun pada kata
nasi, terbentuklah kalimat yang merupakan pernyataan berita dengan ditandai tanda baca
akhir titik (.). Berdasarkan kedudukannya dalam kalimat, sebuah klausa dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas
adalah konstruksi predikatif yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat tunggal atau
kalimat sempurna dengan penambahan intonasi akhir. Klausa terikat adalah konstruksi
predikatif yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat tunggal atau kalimat
sempurna, dan merupakan bagian fungsi sintaksis klausa bebas (Sibarani, 1997:49). Contoh :
1. Dia terjatuh di lantai 2. ketika kami sedang bermain Klausa (1) merupakan klausa bebas
karena dapat berdiri sendiri, sedangkan klausa (2) merupakan klausa terikat yang tidak bisa
berdiri sendiri karena terikat klausa yang lainnya. Klausa terikat biasanya dapat dikenali
dengan konjungsi subordinatif di depannya.


Kalimat
Verhaar (2001:161) secara singkat menyatakan kalimat adalah satuan yang
merupakan suatu keseluruhan yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah
keseluruhan. Menurut Kridalaksana (2001:92) kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri; mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial
terdiri dari klausa.
Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik
(.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula tanda
baca seperti koma, titik dua, tanda pisah, dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda
seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda. Spasi
yang mengikuti tanda titik, tanda tanya dan tanda seru melambangkan kesenyapan.
Pengkajian kalimat dapat meliputi tiga hal, yaitu:
a) Fungsi sintaksis yang meliputi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
b) Kategori sintaksis yang terdiri antara lain verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan
numeralia.
c) Peran sintaksis, yang erat kaitannya dengan makna seperti agent (pelaku), benafactive
(penerima), objektive (sasaran), instrument (alat) serta locative (lokasi) Ricahrds (dalam
Mulyani, 2004:14).
Penelitian kalimat imperatif dalam lirik lagu Ebiet G Ade tahun 1980-an ini pengkajian data
hanya meliputi fungsi dan kategori sintaksis saja.


CONTOH dalam klausa dan kalimat.
Contoh kohesi :
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Impor beras meningkat, diperkirakan
menjadi 3,1 ton tahun 1998. swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun
1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun
1993. pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Impor beras
meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.
Paragraf di atas mengemukakan satu gagasan utama, yaitu mengenai masalah
naik turunnya produksi beras Indonesia. Dengan demikian koherensi kalimat tersebut sudah
terpenuhi, namun paragraf tersebut dikatakan tidak memiliki kohesivitas yang baik
sehingga gagasan tersebut sulit dipahami. Paragraf tersebut perlu diperbaiki, misalnya
dengan memberikan kata perangkai seperti berikut ini.
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Akibatnya, impor beras
meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai
pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan
530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras
kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai
2,5 juta ton.







Penggunaan Pemarkah Kohesi Gramatikal yang Digunakan terhadap Kepaduan
Makna
Penggunaan alat/pemarkah kohesi gramatikal berpengaruh terhadap kepaduan makna
yang terdapat dalam wacana kumpulan cerpen Bintang Kecil di Langit yang Kelam karya
Jamal T. Suryanata. Alat/pemarkah yang menjadikan sebuah wacana kohesif meliputi
pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian
(conjunction).
a. Pengacuan (reference), merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lainnya atau suatu acuan
yang mendahului atau mengikutinya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini terdapat
kutipan wacana cerpen yang di dalam wacana tersebut digunakan alat/pemarkah
pengacuan.
Contoh 1 :
Tiba-Tiba saja sosok itu sudah puluhan tahun berdiam dalam hidupku. Segalanya seakan
tercatat baik, bahkan mungkin sangat detail, dalam setiap jejak kehidupanku. Suatu
kebersamaan yang saling mengisi. Kekosongan demi kekoso-ngan dalam diriku serasa telah
menjadi pasar terbuka. Tempat segala penawaran terjadi. Barangkali, simpulku menyerah,
inilah resiko menjadi seorang perempuan seperti aku. Perempuan sunyi, ah, aku tak perlu
melanjutkannya.
Pada data di atas, terdapat pengacuan persona yaitu ku dan aku. Kedua alat
pemarkah tersebut bersifat ensofora. Pengacuan endofora adalah apabila anteseden
yang diacu berada di dalam teks wacana. Pada kutipan wacana cerpen di atas
terdapat anteseden yang diacu berada di dalam wacana yaitu seorang perempuan.
Pengacuan yang digunakan di atas juga termasuk kepada endofora yang bersifat
katafora, karena satuan lingual yang dirujuk baru disebutkan kemudian yaitu seorang
perempuan. Pada awal penceritaan pengarang merujuk dengan menggunakan ku dan
aku, dan pada bagian paragraf lain baru ditemukan bahwa ku dan aku yang dimaksud
oleh pengarang adalah seorang perempuan. Oleh sebab itu, penggunaan pengacuan


seperti yang terdapat pada kutipan cerpen di atas menjadikan cerpen tersebut
kohesif.
b. Penyulihan (substitution) merupakan proses atau hasil penggantian unsur bahasa
oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk menjelaskan struktur
tertentu. Penggunaan penyulihan pada kutipan wacana cerpen juga menjadikan
wacana cerpen kohesif dapat dilihat pada kutipa wacana berikut.
Contoh 2 :
Masih tak ada reaksi apa pun yang keluar dari mulut lelaki bertubuh ceking itu. Seakan ia
datang hanya untuk menu-naikan kewajiban, seperti layaknya seorang suami kepada istrinya.
Bertahun-tahun sudah mereka lalui kebersamaan seperti itu.

Pada data di atas, terdapat peyulihan yaitu seperti itu, kata yang diganti adalah
seakan ia datang hanya untuk menunaikan kewajiban, seperti layaknya seorang suami
kepada istrinya. Penggantian kalimat di atas menjadi seperti itu mempunyai arti
yang sama, untuk pengekfektifan kalimat dan tidak timbulnya pengulangan, maka
pengarang mengganti kalimat tersebut seperti yang terdapat pada kutipan wacana di
atas. Adanya penggunaan alat/pemarkah penyulihan tersebut, menjadikan wacana
tersebut kohesif.
c. Pelesapan (ellipsis) adalah adanya unsur yang dinyatakan tersurat pada kalimat
berikutnya. Walaupun tidak dinyatakan tersurat, sudah dapat diperkirakan
kehadirannya. Untuk lebih jelasnya, berikut kutipan wacana cerpen yang
menggunakan pelesapan.
Contoh 3 :
Keesokan harinya Bang Hamid minggat meninggalkan ibunya. Meninggalkan kami semua.
Pada data diatas terdapat pelesapan yaitu Bang Hamid yang dilesapkan pada kutipan
tersebut.
Keesokan harinya Bang Hamid minggat meninggalkan ibunya. (Bang Hamid) Meninggalkan
kami semua.


d. Perangkaian (conjunction) adalah kata yang digunakan untuk penghubung
antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat, dan antar-paragraf.
Penggunaan perangkaian pada kutipan wacana cerpen Bintang Kecil di Langit yang
Kelam menjadikan wacana tersebut kohesif, karena dengan adanya penggunaan
perangkaian (conjunction) kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf yang terdapat
dalam wacana cerpen berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, dengan
adanya penggunaan perangkaian (conjunction) pada wacana cerpen tersebut
menjadikan wacana cerpen tersebut menjadi kohesif. Untuk lebih jelasnyan,
berikut kutipan wacana cerpen yang memakai alat/pemarkah perangkaian
(conjunction).
Contoh 4 :
Kau pasti salah orang, anak muda. Aku hanyalah seorang pengembara baru turun dari puncak
gunung setelah bertahun-tahun bersunyi-sunyi di sana. Aku tak lebih dari seorang,
pengelana yang terbebas dari ikatan segala kemutlakan dunia. Karena itu, pergilah kamu
jauh-jauh. Melangkah sesuka hatimu.
Contoh 5 :
Wahai Nyonya Kapten Wirasegara. Jadi, bukanlah suatu kebetulan jika saya memang
mengetahui segala hal tentang diri Nyonya. Bahkan, saya ikut merasakan getar-getar
penyesalan setiap kali Nyonya selesai melakukan penyelewengan itu.
Pada contoh 4 di atas, terdapat penggunaan perangkaian (conjunction) yaitu karena
itu yang termasuk pada perangkaian (conjunction) antarkalimat yang berfungsi
menghubungkan kalimat satu dengan kalimat yang lainnya.
Pada contoh 5 terdapat penggunaan perangkaian (conjunction) yaitu jadi dan bahkan.
Oleh karena itu, dengan adanya penggunaan perangkaian (conjunction) pada kutipan
wacana cerpen di atas, menjadikan wacana cerpen tersebut kohesif.





EVALUASI.
ESAY
1. Jelaskan tiga tanda jenis yang pokok berdasarkan hubungan penanda dan
petanda !
Jawab : Tiga jenis yang pokok berdasarkan hubungan penanda dan petanda
yaitu,
a. Ikon adalah tanda penghubung antara penanda dan petandanya yang bersifat
persamaan bentuk alamiahnya.
b. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hunbungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat
c. Simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan hubungan alamiah antara
petanda dan penandanya.

2. jelaskan perbedaan antara penanda dan petanda
Jawab : penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna.
Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau
didengar dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan Petanda adalah gambaran
mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa.

3. Sebutkan dua prinsip Dalam pengertian tanda !
Jawab : Dua prinsip dalam pengertian tanda yaitu :
a. Penanda atau yang menandai yang merupakan bentuk tanda
b. Petanda atau yang ditandai yang merupakan arti tanda

4. jelaskan pengertian kalimat menurut Kridalaksana !
Jawab : Menurut Kridalaksana, kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif
berdiri sendiri; mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun
potensial terdiri dari klausa.


5. Jelaskan pengertian dari klausa bebas !
Jawab : Klausa bebas adalah konstruksi predikatif yang memiliki potensi untuk
menjadi kalimat tunggal atau kalimat sempurna dengan penambahan intonasi
akhir.
PILIHAN GANDA
1. sebuah konsep semantik, yang mengacu pada hubungan semantik, yang hadir di
dalam teks, dan yang menentukannya sebagai sebuah teks merupakan pengertian
dari ...
A. Kohesi
B. Klausa
C. Ikon
D. indeks
E. Simbol
Jawab : A. Kohesi
2. tanda yang menunjukkan adanya hunbungan alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat merupakan pengertian dari ...
A. Ikon
B. Simbol
C. Klausa bebas
D. Klausa terikat
E. Indeks
Jawab : E. Indeks
3. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda-tanda yang mempunyai arti.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh ?
A. Ferdinand de Saussure
B. Kridalaksana
C. Pradopo


D. Verhaar
E. Abdul Chaer
Jawab : C. Pradopo
4. Siapakah yang memperkenalkan Awal mulanya konsep semiotik melalui dikotomi
sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat
atomistis ?
A. Ferdinand de Saussure
B. Pramoedya Anantatoer
C. Abdul Chaer
D. J.D. Parera
E. M. Ramlan
Jawab : A. Ferdinand de Saussure
5. Konstruksi predikatif yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat tunggal
atau kalimat sempurna, dan merupakan bagian fungsi sintaksis klausa bebas
adalah pengertian dari ...
A. Klausa bebas
B. Klausa terikat
C. Kalimat
D. Predikat
E. Sintaksis
Jawab : B. Klausa terikat


SUMBER :
PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN CERPEN BINTANG KECIL DI LANGIT
KELAM KARYA JAMAL T. SURYANATA
Oleh:
Hevy Metalizka Antony1, Novia Juita2, Ngusman3
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FBS Universitas Negeri Padang
email:

(_)


)

Anda mungkin juga menyukai