Anda di halaman 1dari 14

INTERJEKSI DALAM BAHASA INGGRIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah


Deskripsi Bahasa

Dosen Pengampu Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U, M.A.

Disusun oleh:
Nanik Sri Retnaningsih
13/350898/PSA /07446

PROGRAM STUDI LINGUISTIK


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
INTERJEKSI DALAM BAHASA INGGRIS

Pendahuluan

Dalam banyak situasi tutur, seringkali penutur bahasa mengujarkan kata-kata


tertentu untuk mengungkapkan perasaannya. Kata-kata tersebut lazim dikenal dengan
kata seru, yang istilah gramatikalnya adalah interjeksi.

Dalam banyak bahasa interjeksi meliputi (a) kata-kata yang digunakan untuk
mengungkapkan emosi seperti rasa jijik/muak dan perasaan-perasaan yang
berhubungan dengan itu, misalnya yek! dalam bahasa Jawa, idih! dalam bahasa
Indonesia, dan ew! dalam bahasa Inggris; (b) kata-kata dan ungkapan sapaan,
pamitan, rasa terima kasih, permohonan maaf, dan sebagainya (sebagai contoh Hai
dan Halo dalam bahasa Indonesia); (c) sumpah serapah; (d) tanda atau isyarat untuk
menarik perhatian (psst! dalam bahasa Inggris); (e) beberapa partikel dan kata-kata
tanggapan (Ya atau Tidak dalam bahasa Indonesia); (f) kata-kata yang ditujukan
kepada hewan (heoh¸kepada ayam); dan kata-kata yang menandakan atau
menggambarkan maksud tertentu (iconic depictive), misalnya huuu ‘mengejek’ dan
hus ‘menyuruh diam’.

Dalam makalah ini akan dipaparkan sejumlah pandangan mengenai definisi


interjeksi, karakteristik, klasifikasi, kedudukannya dalam bahasa dan contoh-contoh
penggunaannya dalam bahasa Inggris.

Definisi Interjeksi

Dalam Oxford English Dictionary disebutkan bahwa istilah interjection


kemungkinan masuk ke dalam Bahasa Inggris pada abad ke-13 atau ke-14 dari kata
interjicere (-jacere) bahasa Latin yang mengandung arti menyusup atau masuk di
antara (Jovanovic, 2004: 18). Hal ini sesuai dengan kemunculan interjeksi yang
masuk atau menyusup ke dalam ujaran atau konstruksi kalimat.
Definisi dari leksikografer memuat penjelasan sebagai berikut mengenai
interjeksi:

1. Ujaran berupa ungkapan emosi, yang tiba-tiba dikeluarkan atau diserukan.


2. Seruan lazim berupa ungkapan perasaan atau emosi, yang digunakan atau
dianggap sebagai kelas kata

Definisi tersebut menguak hakikat ganda interjeksi. Di satu sisi, interjeksi


bahwa keduanya merupakan unsur yang terpisah yang memiliki kesamaan yakni
lazimnya tidak berinfleksi dan memuat sensasi, sikap, dan cara pandang. Di sisi lain,
interjeksi dapat membentuk ujaran atau kalimat yang terdiri dari satu atau dua kata
saja tanpa hubungan subjek-predikat (Jovanovic, 2004: 18).

Definisi serupa untuk interjeksi juga pernah diungkapkan oleh Jespersen


sebagaimana yang dikutip oleh Mrochen (2009: 19). Jespersen mendefinisikan
interjeksi sebagai ungkapan yang tiba-tiba dari emosi atau sensasi/perasaan yang
muncul tiba-tiba. James (Mrochen, 2009: 19) menambahkan bahwa selain digunakan
untuk mengungkapkan emosi, interjeksi juga digunakan untuk mengungkapkan
keraguan.

Wilkins (Mrochen, 2009: 20) menggunakan kriteria semantik dalam


mendefinisikan interjeksi. Menurut Wilkins, interjeksi adalah:

A conventional lexical form which (commonly and) conventionally constitutes


an utterance on its own, (typically) does not enter into costruction with other
word classes, is (usually) monomorphemic, and (generally) does not host
inflectional or derivational morphemes [suatu bentuk leksikal konvensional
yang (biasanya dan) lazimnya membentuk ujaran sendiri, (biasanya) tidak
memasuki susunan dengan kelas kata lainnya, (biasanya) monomorfemik, dan
(umumnya) tidak memiliki morfem infleksional dan derivasional].
Dari definisi tersebut, dapat ditarik empat poin penting tentang interjeksi,
sebagai berikut:
1. “Bentuk leksikal konvensional” mengindikasikan bahwa interjeksi memiliki
bentuk fonologis/fonetik/visual yang arbitrer yang dikenal oleh mayoritas
anggota masyarakat tutur di mana interjeksi itu ditemukan, dalam merasakan
bentuk ini, kelompok tersebut mampu menafsirkan artinya.
2. “Lazimnya membentuk ujaran sendiri”, dengan kata lain, menjadikan suatu unsur
sebagai interjeksi artinya menjadikannya sebagai tanda yang disepakati oleh para
penutur sebagai sebuah ujaran.
3. “Tidak memasuki konstruksi dengan kelas kata lain”, artinya secara sintaksis
strukturnya terpisah walaupun muncul bersama dengan unsur-unsur lain dalam
kalimat atau ujaran. Ini merupakan karakteristik interjeksi primer yang akan
dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
4. “Batasan-batasan dalam tanda kurung”, yaitu biasanya, lazimnya, dan umumnya,
memasukkan unsur-unsur yang disebut sebagai interjeksi sekunder yang akan
dibahas pada bagian selanjutnya.

Sementara itu, Ameka (2006: 743) mengatakan bahwa interjeksi dapat


didefinisikan dengan menggunakan tiga kriteria: bentuk, semantik, dan pragmatik.
Dari segi bentuk, interjeksi biasa didefinisikan sebagai bentuk leksikal yang (a)
lazimya membentuk ujaran singkat sendiri, (b) tidak masuk ke dalam konstruksi
bersama kelas kata yang lain, (c) tidak menggunakan afiks infleksional dan
derivasional, dan (d) monomorfemik. Definisi inilah yang kemudian membentuk
karakteristik kata-kata yang tergabung dalam kelas kata interjeksi ini.

Dari sudut pandang semantik, interjeksi didefinisikan sebagai tanda-tanda


kebahasaan yang disepakati untuk mengungkapkan keadaan mental, sikap, dan reaksi
penutur terhadap suatu keadaan pada saat tuturan itu terjadi. Definisi ini
mempersempit kelas kata interjeksi dan tidak memasukkan kata-kata onomatope,
karena interjeksi bersifat ekspresif sedangkan onomatope bersifat deskriptif (Ameka,
2006: 743).
Dari segi pragmatik, interjeksi merupakan tanda-tanda linguistik yang terikat
konteks. Artinya, interjeksi berkaitan dengan situasi tertentu dan menunjuk kepada
unsur-unsur dalam konteks ekstralinguistik. Karena terikat konteks, interjeksi
memuat dugaan tentang wacana dan konteks sosial tertentu yang dapat dijelaskan
secara lengkap dengan proposisi (Ameka, 2006: 743). Sebagai contoh, ketika seorang
penutur bahasa Inggris berujar Wow!, itu menunjukkan bahwa dirinya telah melihat
sesuatu yang mengesankan dan ia senang dengan hal itu. Begitu penuturnya dapat
diidentifikasi, maka ujaran ini dapat dipahami secara lengkap.

Senada dengan Ameka, Taavitsainen (Mrochen, 2009: 21) mendefinisikan


interjeksi dari segi fungsinya, yakni untuk mengungkapkan keadaan mental, tindakan
atau sikap, dan maksud komunikatif penutur. Wierzbicka (Mrochen, 2009: 22)
menambahkan bahwa interjeksi merupakan tanda kebahasaan yang mengungkapkan
keadaan mental penutur (1) dapat digunakan sendiri, (2) mengungkapkan makna
tertentu, (3) tidak memasukkan tanda lain (dengan maksud tertentu), (4) tidak
homofon dengan unsur leksikal lainnya yang akan dirasa berkaitan secara semantik,
dan (5) yang mengacu kepada keadaan mental atau tindakan mental penutur pada saat
tuturan itu dihasilkan.

Dari beragam pandangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa interjeksi


dapat dipandang dari segi bentuk dan fungsi. Dari segi bentuk, interjeksi biasanya
monomorfemik, tidak mengandung morfem infleksional dan derivasional, secara
sintaksis tidak memasuki konstruksi/susunan dengan kelas kata lainnya, dan dapat
berdiri sendiri sebagai sebuah ujaran. Definisi ini selanjutnya menjadi dasar untuk
merumuskan karakteristik interjeksi. Dari segi fungsi, interjeksi mengungkapkan
makna tertentu, dapat mengenai keadaan mental, sikap atau tindakan, dan maksud
komunikatif tertentu. Dari pengertian ini, selanjutnya akan muncul beberapa
klasifikasi interjeksi.
Karakteristik Interjeksi

Dalam bahasa lisan, interjeksi biasa ditandai dengan intensitas, tekanan, dan
nada yang tinggi dalam pengujarannya. Dalam bahasa tulis, biasanya ditandai dengan
penggunaan tanda seru (!). Interjeksi memiliki bentuk fonologis dan morfologis yang
cenderung janggal. Dalam tataran fonologis, interjeksi kebanyakan terdiri atas fonem
konsonan dan vokal yang teratur. Tapi ada juga yang fitur fonologisnya tidak sesuai
dengan yang ada dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Sebagai contoh bunyi klik
alveolar pada interjeksi tut-tut! Bahasa Inggris, padahal dalam sistem fonologi bahasa
Inggris tidak ada bunyi klik. Contoh lain, beberapa interjeksi dalam bahasa Inggris
hanya berupa serangkaian vokal konsonan, padahal dalam sistem fonologis yang
lazim dalam Bahasa Inggris, deretan konsonan tanpa vokal tidak dapat dibunyikan,
misalnya psst!.

Dari segi morfologis, interjeksi memiliki bentuk yang tidak berinfleksi, jadi
penggunaanya tidak terpengaruh kategori gramatikal. Walaupun ada beberapa
interjeksi yang seperti terbentuk dari kelas kata lain dengan pemarka jamak, seperti
balls!, havers!, dan rats!, penggunaannya tidak ada aturan yang mengikat bahwa,
misalnya, ketika ditujukan kepada lawan tutur yang tunggal maka suffiks –s harus
ditanggalkan.

Banyak interjeksi dalam bahasa Inggris yang terbentuk dari gabungan dua
interjeksi, misalnya Oh, God!. Banyak juga yang terbentuk dari kelas kata lain,
misalnya bother!, up with!, dan nonsense!.

Klasifikasi Interjeksi

Interjeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan fungsi


komunikatifnya (Ameka, 2006:44). Berdasarkan bentuknya, terdapat interjeksi
primer dan interjeksi sekunder. Interjeksi primer adalah kata kecil atau “bukan kata”,
yang dalam distribusinya dapat membentuk ujaran sendiri yang mandiri dan
normalnya tidak memasuki konstruksi dengan kelas kata lain. Contohnya dalam
bahasa Inggris adalah Gee!, Oops!, dan Ah!. Interjeksi sekunder adalah kata-kata
yang memiliki nilai semantik yang mandiri, tetapi dapat digunakan secara
konvensional sebagai ujaran mandiri untuk mengungkapkan keadaan atau sikap
mental. Termasuk dalam kategori ini adalah panggilan peringatan dan penarik
perhatian (contohnya dalam bahasa Inggris: Help! Fire!), kata-kata tabu dan sumpah
serapah (contohnya dalam bahasa Inggris: Damn! Screw!), dan kata-kata lain yang
digunakan secara emotif, seperti Bother! dan Drat!.

Berdasarkan fungsi komunikatifnya, beberapa ahli membuat klasifikasi yang


berbeda. Ameka (2006: 44-45) dan Taavitsanen (Mrochen, 2009: 21)
mengelompokkan interjeksi berdasarkan fungsi komunikatif yang dikemukakan oleh
Jakobson.

1. Interjeksi Ekspresif, yaitu isyarat vokal yang mengindikasikan keadaan mental


penutur. Interjeksi ini dapat dibagi lagi menjadi interjeksi emotif dan interjeksi
kognitif.
a. Interjeksi emotif, adalah interjeksi yang mengungkapkan keadaan penutur
terkait dengan emosi dan perasaannya pada saat itu. Contohnya dalam bahasa
Inggris: Yuk! ‘saya merasa jijik’ dan Ouch! ‘saya tiba-tiba merasakan sakit’.
b. Interjeksi kognitif, adalah interjeksi yang menyangkut pengetahuan atau
pikiran penutur pada saat ujaran itu dihasilkan. Contohnya dalam bahasa
Inggris: Aha! ‘saya tahu sekarang’ dan Oh-oh! ‘saya tahu sesuatu yang buruk
bisa terjadi’.
2. Interjeksi Konatif, yaitu ungkapan yang ditujukan kepada pendengar. Tujuannya
adalah untuk menarik perhatian seseorang atau meminta orang lain untuk
bertindak atau memberikan tanggapan. Contohnya dalam bahasa Inggris adalah
shh! ‘saya menginginkan ketenangan di sini’ dan eh? ‘saya ingin mengetahui
sesuatu’.
3. Interjeksi Phatik, yaitu interjeksi yang digunakan untuk membangun dan
memelihara hubungan komunikasi. Contohnya dalam bahasa Inggris adalah
beberapa penanda wacana untuk memberikan umpan balik atau meminta
meneruskan pembicaraan seperti mhm, uh-uh, yeah, sapaan dan pamitan, serta
pengaturan wacana, misalnya OK.

Wierzbicka (Mrochen, 2009: 22) juga menggolongkan interjeksi menjadi


tiga jenis yang pada dasarnya agak mirip dengan klasifikasi Ameka.

1. Interjeksi emotif, yang di dalam maknanya terdapat komponen saya merasakan


sesuatu, misalnya Ouch!
2. Interjeksi volitif, yang di dalam maknanya terdapat komponen saya
menginginkan sesuatu dan tidak terdapat komponen saya merasakan sesuatu,
misalnya Shh!
3. Interjeksi kognitif, yang di dalam maknanya terdapat komponen saya
memikirkan sesuatu dan saya mengetahui sesuatu, tetapi tidak terdapat
komponen saya merasakan sesuatu maupun saya menginginkan sesuatu,
misalnya Aha!

Sementara itu, Lyda (Mrochen, 2009: 22-23) membuat klasifikasi yang


berbeda untuk interjeksi. Ia membagi interjeksi menjadi empat jenis, sebagai berikut:

1. Interjeksi impulsif, yang mengungkapkan beragam derajat atau perbedaan


perasaan, yang dibagi lagi menjadi:
a. Sensorik, yang berhubungan dengan panca indera, misalnya Aw! ketika tak
sengaja tangan menyentuh gelas panas.
b. Emotif, (emotif primer) atau perasaan (emotif sekunder), misalnya Wow!
c. Intelektual, misalnya Well.
2. Interjeksi representatif, yang sekiranya berhubungan dengan kategori onomatope
dan merupakan gambaran pendengaran dan kesan visual (tiruan bunyi), misalnya
zonk!.
3. Interjeksi parenthetik (sisipan), yang secara sintaksis tidak berhubungan dengan
klausa yang berdekatan, yang terdiri dari intensifier (penguat), misalnya bloody;
(b) kejengkelan yang mengungkapkan emosi negatif yang kuat, misalnya for
God’s sake; dan (c) sumpah serapah, misalnya Damn it!

Interjeksi juga dapat dikelompokkan berdasarkan maknanya atau fitur semantik


yang mendominasi, seperti yang digolongkan oleh Jovanovic (2004: 22-23) sebagaimana
yang tersaji dalam tabel berikut.

[Amarah] Damn! Damnation! The devil! Doggone! Fuck! Ha!


Hang it! Hell! Hunh! Rats! Shit! What! Zounds!
[Kejengkelan] Bother! Damn! Damnation! Deuce! Drat! Drot! Mercy!
Merde! Oof! Ouf(f)! Ouch! Rot! Son of a bitch! Spells!
Tut! Tut-tut! Zut!
[Persetujuan] Hear! Hubba-hubba! Hurrah! Keno! Ole! So!
[Hinaan] Bah! Boo! Booh! Faugh! Hum! Humph! Shuh! Thcuh!
Yech! Zut!
[Kegembiraan] Ah! Ach! Coo! Coo-er! Goody! Goody goody!
Whacko! Wacko! Whizzo! Wizzo! Yippee! Yip-ee!
[Rasa jijik] Aargh! Hah! Faugh! Fuck! Gad! Humph! Pah! Phew!
Phooey! Pish! Pshaw! Pugh! Rot! Shit! Shoot! Ugh!
Yech! Yuck!
[Antusiasme] Hubba-hubba! Wahoo! Zowie!
[Ketakutan] Eeeek! Oh! Oh, no!
[Ketidaksabaran] Chut! Gah! Pish! Pooh! Pshaw! Psht! Pshut! Tcha!
Tchah! Tchu! Tchuh! Tut! Tut-tut! Why! Zut!
[Kedongkolan] Here! Here! Why!
[Rasa terganggu] Cor! Corks! Doggone! Hell! Hoot! Lord! Lor’! Lor!
Lordy! Lord me! Sapperment! Shit! Upon my word!
[Keriangan] Heyday! Hurrah! Ole! Whee! Whoop! Whoopee!
Yippee!
[Luka] Ah! Oh! Ouch! Ow! Wow! Yipe! Yow!
[Kasihan] Alas! Dear! Dear me! Ewhow! Lackaday! Lackadaisy!
Las! Och! Oche! Wellaway! Welladay! Welliday!
[Kesenangan] Aha! Boy! Crazy! Doggone! Good! Heigh! Ho! Wow!
Yum! Yum-yum!
[Kelegaan] Whew! Whoof!
[Dukacita] Alas! Ay! Eh! Hech! Heck! Heh! Lackaday!
Lackadaisy! Las! Mavrone! Och! Oche! Wellaway!
Welladay! Welliday! Wirra!
[Keheranan/kaget] Ah! Alack! Blimey! Boy! Caramba! Coo! Cor! Dear!
Dear me! Goodness! Gosh! Say!
[Simpati] Now! Tsk!
[Keberhasilan] Aha! Ha! Hurrah! Ole! So!
[Keheranan/kekaguman] Blimey! Crazy! Gee! Goodness! Gosh! Ha! Heyday!
Oh! What! Wow!

Kedudukan Interjeksi

Interjeksi biasanya terletak di awal ujaran atau kalimat, dan posisi ini
seringkali dianggap bebas (independent), artinya secara gramatikal maupun
fungsional tidak berhubungan dengan kelas kata lain dalam kalimat tersebut, maupun
berhubungan sintaksis dengan klausa lain (Jovanovic, 2004: 21). Interjeksi adalah
unsur kalimat/ujaran yang bebas dan terlepas dari kalimat di mana ia muncul, apabila
dipisahkan dengan koma. Interjeksi dapat menjadi bagian dari pernyataan sederhana
Eliminate the secondary
yang membuat proposisi tertentu, interjections
tidak perlu diakhiri
from the dengan tanda seru. Misalnya:
Oh, you have taken the seat, I’m sorry to sit here.
discussion, just include
those which do no
Namun demikian, interjeksi jugalexical
thave dapatmeaning
mengawali kalimat seru, mendahului
isi dan tipe ujaran itu. Dalam halToini dapat
make dikatakan
it rich, find bahwa interjeksi tersebut
moreMisalnya:
berfungsi sebagai keterangan tambahan. uses of every
Oh, what a mess!
single interjections
J. Sledd (Jovanovic, 2004: 22) menganggap interjeksi sebagai adverbial,
To substitute each
yang posisinya mendahului urutan nomina-verba
interjection dasar. Misalnya: Gosh, I have
may enrich
forgotten to bring my paper. and make it clearer

You may connect them


to sociolingustics

Discuss only some of


them.
Interjeksi juga bisa berada di akhir kalimat, yang dipisahkan dari bagian
pokok dengan koma. Ini biasanya berlaku untuk kasus-kasus jarang terjadi pada
pemakaian interjeksi yang agak kuno yaitu Alas!. Misalnya: He lost his only ten
thousand note, alas!

Interjeksi dalam Bahasa Inggris dan Penggunaannya

Bahasa Inggris memiliki beragam bentuk interjeksi. Bahkan sebuah


interjeksi dapat mengungkapkan makna yang berbeda-beda. Kebanyakan berasal dari
bahasa Inggris sendiri, namun ada juga yang dipinjam dari bahasa lain. Interjeksi ini
biasanya digunakan dengan makna yang sama dengan makna asalnya. Sebagian besar
dipinjam dari bahasa Prancis, Spanyol, Jerman, Arab, dan Yahudi (Jovanovic, 2004:
24). Kira-kira sepuluh persen dari sekitar 550 interjeksi bahasa Inggris yang ada dan
digunakan saat ini berasal dari bahasa lain, belum termasuk yang khusus dipakai
oleh penutur bahasa Inggris di Irlandia dan Skotlandia.

Interjeksi dalam bahasa Inggris dapat dikelompokkan berdasarkan nilai


pragmatisnya. Kelompok yang terbesar memasukan lebih banyak interjeksi yang
berorientasi situasi dengan tujuan pragmatis yang terbatas. Interjeksi-interjeksi
tersebut dituturkan pada kesempatan tertentu dan jarang, misalnya dalam kegiatan
sosial tertentu, bermain game tertentu, atau melakukan ritual-ritual tertentu. Sebagian
besar interjeksi ini dipinjam dari bahasa lain. Berikut beberapa contoh yang sudah
akrab di telinga kita.

Amen! ‘semoga demikian halnya’


Bravo! Brava! ‘kerja yang bagus! Bagus sekali! Baik sekali!
Cheerio! ‘selamat tinggal’
Gracias! [Spanyol] ‘Terima kasih’
Inshallah! [Arab] ‘jika Tuhan menghendaki’
Sayonara! [Jepang] ‘perpisahan’
Time! ‘tanda bahwa waktu bermain telah habis’
Kelompok interjeksi lainnya berdasarkan pada gema dan onomatope, berupa
tiruan bunyi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

Bang! ‘tiruan bunyi tembakan atau ledakan’


Boing! ‘tiruan bunyi pegas yang mengendur setelah ditekan’
Bow-wow! ‘tiruan bunyi anjing yang menggonggong’
Hem! ‘tiruan bunyi melegakan tenggorokan’
Slurp! ‘tiruan bunyi menghirup/menyedot’
Tantara! ‘tiruan bunyi terumpet, atau genderang’
Tra-ra! ‘tiruan bunyi klakson’
Zonk! ‘tiruan bunyi tubrukan yang mendadak’

Berikutnya adalah kelompok interjeksi yang digunakan sebagai umpatan,


umpatan ringan, atau ungkapan halus. Banyak di antaranya yang digunakan untuk
mengungkapkan kekesalan, rasa terkejut atau kekecewaan penutur. Contohnya adalah
sebagai berikut.

Damn! Marah, jengkel, kecewa


Gosh! Kaget, kagum, dsb.
Pardi! Pardie! Pardie! Perdie! ‘demi Tuhan, sungguh, beneran’

Macam-macam aba-aba, perintah dan panggilan kepada hewan membentuk


kelompok interjeksi sendiri. Banyak di antaranya yang dialektal, yang khusus
diujarkan terhadap hewan piaraan atau pada saat berburu. Berikut contohnya:

Gee! Gee-ho! Jee! Jee-hup! Aba-aba terhadap kuda untuk jalan terus dan belok
kanan.
Giddyap! Aba-aba terhadap kuda untuk mulai berjalan dan berjalan lebih cepat.
Hush! Meminta ketenangan.
Sh-sh! Menyuruh diam.

Kelompok interjeksi lain yang kurang menonjol adalah teriakan dukungan,


yang terutama digunakan di Amerika Serikat, seperti: attaboy! Huzzah! Keeno! dan
Thatta boy!.
Interjeksi untuk menarik perhatian jumlahnya tidak begitu banyak, misalnya:
ahem! Look! Yoo-hoo! dan Hallow!

Penutup

Menyimak beberapa klasifikasi interjeksi dalam bahasa Inggris di atas, dapat


dilihat bahwa interjeksi dalam bahasa Inggris beragam bentuknya, dan masing-
masing memiliki fungsi komunikatif yang berbeda-beda. Banyak interjeksi yang
dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud yang berbeda. Banyak juga yang
dapat saling menggantikan untuk mengungkapkan maksud yang sama. Dengan
memperhatikan konteks dan bagaimana suatu interjeksi dituturkan, lawan tutur akan
dapat memahami maksudnya dengan lengkap.

REFERENSI

Ameka, Felix. (1992) ‘Interjections: The Universal yet Neglected Part of Speech’,
Journal of Pragmatics, vol. 18, pp. 101-118. Diakses di
http://pubman.mpdl.mpg.de/pubman/item/escidoc:855720:1/component/esci
doc:855719/Ameka_1992_Interjections_J_Pragm_1992.pdf. pada 07 Maret
2014, 14:39:23.
Ameka, Felix. (2006) ‘Interjections’ Journal of Pragmatics, vol. 4, pp. 743-746.
Diakses di
http://pubman.mpdl.mpg.de/pubman/item/escidoc:852625:5/component/esci
doc:852624/Ameka%20-%202006%20-%20Interjections.pdf. pada 06 Maret
2014, 8:01:45.
Jovanovic, Vladimir Z. (2004). ‘The Form, Position, and Meaning of Interjections in
English’, Linguistics and Literature, vol. 3, no. 1, pp. 17-28. Diakses di
http://fact.junis.ni.ac.rs/lal/lal2004/lal2004-02.pdf. pada 05 Maret 2014
6:48:37.
Mrochen, Izabela. (2009). A History of Emotive Interjections in English. Tesis PhD
[Tidak Diterbitkan], Katowice, Universitas Silesia.

Anda mungkin juga menyukai