DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kata-kata atau leksem-leksem yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai
kata-kata atau leksem-leksem yang berada dalam satu medan makna atau satu
medan leksikal,sedangkan usaha untuk menganalisis kata-kata atau leksem-
leksem terhadap unsurunsur makna yang dimilikinya dinamakan analisis
komponen makna atau analisis ciri-ciri makna, atau analisis ciri-ciri leksikal.
Secara singkat di bawah ini akan dipaparkan mengenai medan makna dan
komponen makna.
2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan medan makna.
2. Mengetahui bagaimana analisis medan makna.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komponen makna.
4. Mengetahui bagaimana analisis komponen dan medan makna.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Teori medan makna atau theory of semantic field atau field theory berkaitan
dengan perbendaharaan kata dalam suatu bahasa yang memiliki medan
struktur, baik secara leksikal maupun konseptual yang dapat dianalisis secara
sinkronis, diakronis, maupun paradigmatik (Aminuddin, 88: 108). Salah satu
kajian teori medan makna yang sangat berpengaruh adalah teori frier (1934)
yang menunjukkan bahwa dalam bahasa Jerman terdapat kata kunst dan list
yang sekitar tahun 1200memiliki makna dalam kaitannya dengan nilai etis
dan nilai di luar etika. Kedua kata tersebut tercakup dalam kata wisheit yang
bermakna “pengalaman keagamaan”.
Pada tahun 1300 ketiga kata tersebut berdiri sendiri. Kata wisheit berarti
“pengalaman keagamaan”, kunst bermakna “pengetahuan” , dan list
bermakna “seni” (Palmer, 1981: 68).
Teori kajian Trier dapat disimpulkan bahwa teori medan makna berhubungan
dengan relasi makna kata pada periode yang berbeda, asosiasi hubungan kata
secara pardigmatis sesuai dengan ciri referen dan konseptualisasinya, serta
hubungan internal antara kata yang satu dengan kata yang lainnya.
4
kebahasaan yang meiliki referensi sama atau diasosiasikan memiliki
hubungan.
Medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam
semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah
tangga, atau nama-nama perkerabatan, yang masing-masing merupakan satu
medan makna (Chaer, 1994: 315-316).
5
kanak menuju dewasa, sedangkan kata sejuk merupakan suhu di antara dingin
dan hangat.
Pada wala analisis linguistic struktural, para linguis dengan intuisi mereka
menyimpilkan hubungan di antara seperangkat kata, misalnya data kata “baik,
kebaikan, memperbaiki, perbaikan” atau kata “satu, satuan, penyatu,
penyatuan, menyatu, bersatu, pemersatu, kesatuan” sebagai kata-kata yang
memiliki asosiasi antar sesamanya. Demikian awal konsep asosiasi makna
yang dipelopori oleh Ferdinand De Saussure.
Enseigment
Enseigner elment
Enseignos justement
Etc etc
Appresintage changement
education armament
Etc etc
Dalam diagram tersebut ada empat garis asosiasi memancar dari (1) nomina
enseigment ‘pengajaran’ kata ini dihubungkan dengan verba enseigner
‘mengajar’ oleh kesamaan bentuk dan makna berdasarkan kata dasarnya
6
enseign ‘ajar’. Selanjutnya dengan (2) appresintage ‘pemagangan’ dan
education ‘pendidikan’ karena persamaan makna; (3) dengan changement
‘perubahan’ armament ‘peralatan perang’ karena kata-kata tersebut
bersufiks –ment yang membentuk N abstrak dari V; dan (4) dengan
adjektiva element ‘bermurah hati’ dan adverbial justement ‘pantas, tepat’
oleh persamaan kebetulan ada yang pada akhiran kata-kata tersebut.
7
Inggris) karya dari Peter Mark Roget telah mengkategorisasikan ide-ide ke
dalam 1042 kelompok medan makna (Parera, 2004: 140).
8
kata yang memiliki komponen makna yang identic seperti dalam bahasa Inggris
‘big’ dan ‘large’ dalam bahasa Indonesia ‘besar’ dan ‘raya’.
3. Pakar semantik, Leech Karsz dan Bierwisch telah mendesain satu sistem logika
yang memungkinkan komponen makna dipakai sebagai alat uji atas kalimat secara
benar.
Sama halnya dengan medan makna, setiap kata, leksem, atau butir leksikal
tentumempunyai makna. Makna yang dimiliki oleh setiap kata, leksem, atau butir
leksikal itu terdiri dari sejumlah komponen yang dinamakan komponen makna,
yang membentuk keseluruhan makna kata, leksem, atau butir leksekal tersebut.
Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu
berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya (Chaer, 1994: 318).
9
membatu, dan sebagainya. Proses afiksasi dengan prefiks me- pada nomina yang
memiliki komponen makna ‘hasil olahan’ akan mempunyai makna gramatikal
‘membuat yang disebut kata dasarnya’, seperti pada kata menyate, menggulai,
menyambal, dan sebagainya. Dalam proses komposisi, atau proses penggabungan
leksem dengan leksem, terlihat bahwa komponen makna yang dimiliki oleh
bentuk dasar yang terlibat dalam proses itu menentukan makna gramatikal yang
dihasilkannya. Misalnya, makna gramatikal ‘milik’ hanya dapat terjadi apabila
konstituen kedua dari komposisi itu memiliki komponen makna manusia atau
dianggap manusia.
Ketiga, bermanfaat untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga dilihat pada
proses reduplikasi dan proses komposisi. Dalam proses reduplikasi, yang terjadi
pada dasar verba yang memiliki komponen makna ‘sesaat’ dapat memberi makna
gramatikal‘berulang-ulang’, seperti pada kata memotong-motong, memukul-
mukul, menendangnendang, dan sebagainya. Pada verba yang memiliki
komponen makna ‘bersaat’ akan memberi makna gramatikal ‘dilakukan tanpa
tujuan’, seperti pada kata membaca-baca, mandi-mandi, duduk-duduk, dan
sebagainya.
10
komponen makna dibedakan antara istilah a) komponen, b) fitur c) pemarkah, dan
d) pembeda (Lyons, 1979: 323).
Komponen adalah wujud dari perangkat makna suatu kelas kata. Fitur merupakan
variabel hubungan sejumlah makna dalam suatu kata yang masing-masingnya
memiliki ciri berbeda-beda. Ciri khusus yang dimiliki setiap anggota kelas makna
disebut dengan pemarkah, sementara bila dihubungkan dengan keberadaan ciri-
ciri dari keseluruhan anggota kelas makna, ciri khusus setiap anggota dapat
berfungsi sebagai pembeda. Misalnya kata jantan memiliki fitur semantis atau
komponen makna +laki-laki, -betina, +binatang, +benda atau sesuatu. Komponen
makna ini dapat digambarkan dalam bagan 8.4.
Analisis komponen yang menggunakan system biner atau system bagi dua
berperan sekali dalam system kekerabatan atau kinship. Selain itu, hubungan biner
seperti (1) ayah-ibu, (2) paman-bibi, (3) adik-kakak dengan jelas dapat dikenali.
Untuk itulah dalam analisis komponen makna dikenal tingkat hubungan linelity-
direct, misalnya antara kakek dengan ayah; kolinela, antara orang tua atau ayah-
ibu dengan paman ditinjau dari generasiego atau anak sebagai titik analisis, serta
hubungan ablineal, yakni hubungan dengan saudara sepupu.
jantan
11
Analisis komponen makna melatari kehadiran semantik interpretatif yang
dikembangkan oleh Katz dan Fodor (1971). Menurutnya, pemahaman komponen
semantik sangat berperan dalam upaya memahami pesan lewat penguraian fitur
sematik suatu tuturan. Selain itu, berperan juga dalam memproduksi kalimat baru
sehingga struktur sintaktik dan fonologik dapat dikembangkan dan diwujudkan
yang pada akhirnya menghasilkan kalimat yang benar secara gramatikal dan
leksikal.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Teori medan makna atau theory of semantic field atau field-theory berkaitan
dengan perbendaharaan kata dalam suatu bahasa yang memiliki medan struktur,
baik secara leksikal maupun konseptual yang dapat dianalisis secara sinkronis,
diakronis, maupun paradigmatik. Setiap kata dapat dikelompokkan sesuai dengan
medan maknanya. Akan tetapi, perbedaan medan makna tidak sama untuk setiap
bahasa. Semua bergantung pada faktor sosial budaya penuturnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/KEBAHASAAN_I/BBM_7.pdf
14