Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna

untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan pada masa itu. Naskah yang

dijumpai saat ini, antara lain merupakan naskah kuna dari kerajan-kerajaan dan

padepokan-padepokan. Salah satu skriptorium1 yang menghasilkan naskah-

naskah terkenal adalah skriptorium Merapi-Merbabu, Keraton Yogyakarta,

Keraton Surakarta, Pura Pakualam Yogyakarta, dan Pura Mangkunegaran

Surakarta. Saat ini naskah-naskah tersebut disimpan di berbagai perpustakaan,

museum maupun sebagai koleksi pribadi. Instansi yang saat ini menyimpan

naskah-naskah tersebut antara lain perpustakaan museum Sonobudoyo,

perpustakaan Radya Pustaka, perpustakaan Widyapustaka, perpustakaan

Widyabudaya, Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta, dan masih ada yang lain.

Saat ini perpustakaan Pura Pakualaman mempunyai banyak koleksi naskah

yang ditulis di dalam lingkungan Pura Pakualaman oleh para carik2 pada

masanya. Hal inilah yang menunjukkan bahwa Pura Pakualaman merupakan

skriptorium atau tempat pembuatan naskah. Koleksi ini dikelompokkan menjadi

beberapa lingkup, yakni babad, Islam, piwulang, primbon, sastra, dan bagian lain-

lain yang memuat tentang bahasa, adat-istiadat, musik, serta tari-tarian

(Saktimulya, 2005). Salah satu naskah bergenre babad koleksi Pura Pakualam

1
Tempat pembuatan naskah
2
Carik menurut “Baoesastra Jawa” karya W. J. S. Poerwadarminta ialah orang yang
pekerjaannya menulis di kelurahan (1939: 626). Dalam hal ini, carik ialah orang yang menulis di
kerajaan.

1
2

adalah Babad Sĕngkala. Babad Sĕngkala berasal dari dua kata, yakni babad dan

sĕngkala. Dalam buku yang berjudul Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan

karya Imade Purna, dkk (1994:3-5), Rochkyamto mengghimpun pengertian babad

dari beberapa ahli, yakni:

1) Menurut Darusuprapta, babad ialah istilah untuk menyebut salah satu jenis

karya sastra Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok yang masih banyak mengandung

unsur sejarah dengan menggunakan bahasa daerah masing-masing.

2) Menurut Purwadarminta, babad ialah cerita tentang peristiwa yang terjadi.

3) Menurut Gericke dan Rooda, babad ialah histori/sejarah atau buku tahunan

dari suatu kejadian.

4) Menurut Jan, babad ialah sejarah kerajaan atau sejarah rakyat.

5) Menurut Taufik Abdulah, babad ialah sejarah lokal.

6) Menurut Sudibyo, babad ialah asal-usul, pertumbuhan, dan perkembangan

kelompok masyarakat setempat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, babad ialah cerita yang berkembang di

Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok, ditulis degan bahasa daerah masing-masing dan

memaparkan tentang peristiwa atau kejadian berdasarkan sejarah. Sedangkan kata

sĕngkala berarti, (1) kalimat yang mempunyai makna dibalik makna

sesungguhnya yang menerangkan tentang tahun, (2) berarti halangan

(Poerwadarminta, 1939: 558). Dengan demikian, Babad Sĕngkala mempunyai dua

makna, yaitu cerita tentang tahun-tahun kejadian masa lalu yang berdasarkan

sejarah. Makna selanjutnya yaitu menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang

berupa halangan atau kejadian buruk.


3

Menurut Amir Rochkyatmo dalam pengantar buku Babad Tanah Jawi VI,

judul babad ada yang berdasarkan namatokh, tempat, dan nama peristiwa. Nama

tokoh misalnya, Babad Trunajaya, Babad Ajisaka, dan Babad Gajah Mada.

Berdasarkan nama tempat misalnya Babad Cirebon, Babad Demak, dan Babad

Madura. Berdasarkan peristiwa misalnya Babad Perang Inggris, Babad Perang

Eropa, dan Babad Palihan Nagari (Damono dan Sonya Sondakh, 2004 :xi-xvi).

Selain itu ia juga memaparkan adanya judul babad yang tidak sesuai dengan tiga

hal tadi. Dengan demikian, Babad Sĕngkala merupakan babad yang tidak masuk

dalam ketiga kategori di atas.

Garis besar isi Babad Sĕngkala telah dijelaskan pada “Katalog Naskah-Naskah

Perpustakaan Pura Pakualaman”, yaitu teks diawali dengan cerita kedatangan

orang Hindu di Kalimantan dan Papua. Cerita dilanjutkan tentang penyebaran

agama Islam di Jawa oleh orang Arab dan berakhir dengan cerita pembukaan

wilayah Cirebon oleh Raden Patah (Saktimulya, 2005: 47–48). Dilihat dari

kejadian-kejadian yang muncul dalam babad tersebut, menunjukkan adanya

beberapa budaya yang dimuat. Budaya yang terkandung ialah budaya Hindu dan

budaya Islam. Dari kedua budaya tersebut tentunya tidak mengesampingkan

adanya budaya lokal yang sudah ada. Budaya lokal yang dimaksud ialah budaya

asli yang dimiliki orang Jawa pada masa itu. Bisa dimungkinkan ketiga budaya

yang muncul pada cerita itu melebur dan memunculkan budaya baru. Meskipun

demikian, besar juga kemungkinan adanya pengkotak-kotaan budaya. Budaya

asing seperti Hindu dan Islam, tetap terlihat meskipun sudah berbaur dengan

budaya asli.
4

Budaya Hindu dan Islam mempunyai budaya masing-masing salah satunya

sistem kepercayaan. Bangsa Hindu jelaslah membawa kepercayaan akan Dewa-

Dewa. Sedangkan bangsa Arab membawa kepercayaan yang ditemukan oleh

Nabi-Nabi. Kepercayaan-kepercayaan ini nantinya akan mempengaruhi

kepercayaan orang Jawa. Orang Jawa pada dasarnya sudah mempunyai

kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Sistem kepercayaan ini berkaitan dengan

tempat berdoa, alat-alat untuk berdoa dan buku-buku religinya (Koentjaraningrat,

2000: 375-380). Semua yang berkaitan dengan religi ini, saat ini terlihat dengan

adanya peninggalan-peninggalan benda sejarah bernafaskan religi. Contoh dari

benda bersejarah tersebut ialah candi-candi, arca, masjid kuna, dan naskah-naskah

kuna misalnya Al-Qur’an. Dengan demikian, Babad Sĕngkala yang dimaksud

ialah berkaitan dengan zaman perubahan budaya di Indonesia khususnya pulau

Jawa.

Teks Babad Sĕngkala merupakan petikan dari artikel Suluh Pangajar yang

dimuat dalam surat kabar Bramartani pada tahun 1817.

“… Methik sangking cariyosipun Suluh Pangajar ingkang mĕdal ing sĕrat


Bramartani, ingkang mĕdal kala wulan Rĕjĕb taun Wawu angka3 1817, utawi
kaping: 22 Maret taun 1888.” (Babad Sĕngkala, hal 1)
Terjemahan: … [Cerita ini] dipetik dari cerita Suluh Pangajar yang ada di
surat kabar Bramantani. Terbit pada bulan Rajab tahun Wawu angka 1817
atau 22 Maret tahun 1888.

Dengan demikian teks ini sangatlah penting kegunaannya di masyarakat pada

masa itu. Hal itu diperkuat dengan ditulis kembali dalam sebuah dokumen yang

disebut naskah. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat pada masa saat ini untuk

mengungkap kembali teks Babad Sĕngkala tersebut.

3
Naskah: ongka, untuk seterusnya dalam suntingan kata ongka ditulis angka.
5

Di atas disebutkan bahwa teks Babad Sĕngkala dipetik dari Suluh Pangajar

yang diterbitkan pada tahun 1888. Pada masa itu yang berkuasa di Kadipaten Pura

Pakualaman ialah Paku Alam V, yaitu tahun 1879-1900 (Saktimulya, Sudibya,

dan Sumardiyanto, 2012:264). Dengan demikian, penulisan teks Babad Sĕngkala

dapat diperkirakan ditulis pada masa Paku Alam V atau setelah itu.

Teks Babad Sĕngkala ditulis pada kertas yang saat ini sudah mulai rapuh.

Selain itu, jika naskah terkena kadar keasaman yang terlalu tinggi, tinta yang

digunakan untuk menulis teks akan melebar (mlobor4). Dengan dimikian sangat

dibutuhkan penyalinan naskah agar dapat dibaca oleh khalayak umum.

Naskah Babad Sĕngkala ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa. Agar

khalayak umum dapat membaca naskah tersebut, perlu adanya pengalihaksaraan.

Hal ini dikarenakan saat ini tidak banyak orang yang dapat membaca aksara Jawa

dan memahami teks dengan bahasa Jawa. Oleh sebab itu, perlu adanya alih aksara

dari aksara Jawa ke aksara Latin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Teks Babad Sĕngkala ditulis dengan aksara Jawa dan menggunakan bahasa

Jawa sehingga teks ini sulit dinikmati atau dipahami oleh masyarakat pada

umumnya. Dengan demikian teks Babad Sĕngkala harus dialihaksarakan

(transliterasi) dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia (terjemahan). Hal

ini dimaksudkan agar Babad Sĕngkala dapat dibaca dan dipahami oleh

masyarakat umum.

4
Mbobor ialah kondisi tulisan yang melebar akibat keasaman tinta yang terlalu tinggi
6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian teks Babad Sĕngkala sebagai berikut:

1) Menyajikan teks Babad Sĕngkala dalam bentuk suntingan teks untuk

mempermudah pembacaannya.

2) Menyajikan terjemahan teks Babad Sĕngkala ke dalam bahasa Indonesia agar

isi teks mudah dipahami.

3) Menyajikan uraian tentang hal-hal penting yang terkandung dalam teks Babad

Sĕngkala.

1.4 Ruang Lingkup

Objek yang akan diteliti ialah teks Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura

Pakualaman dengan kode koleksi 0191/PP/73. Naskah memuat 164 halaman

berupa teks prosa. Teks disajikan dalam 3 bab, bab pertama berupa pendahuluan

dari penulis mengenai teks. Pada bab kedua dan ketiga berupa isi, yakni

menceritakan tentang kedatangan orang Hindu beserta peninggalan-

peninggalannya. Bab terakhir berisi cerita tentang kerajan-kerajaan di pulau Jawa.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan keterangan dari petugas perpustakaan Pura Pakualaman, naskah

Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura Pakualaman ini belum pernah dikaji

baik dalam suntingan, terjemahan, maupun kandungan teks5. Saat ini penulis

belum menemukan penelitian yang berkaitan dengan sĕngkala yang ada dalam

5
Wawancara dengan Nyi Mas Ngabei Sestramurti (Ratna Mukti Rarasasri, S.Sos) tanggal 17
September 2013.
7

sebuah naskah babad. Dengan demikian tinjauan pustaka yang digunakan dalam

penelitian ini ialah pustaka yang mendekati dengan isi teks Babad Sĕngkala.

Pustaka-pustaka yang mempunyai kesamaan isi, antara lain:

(1) Babad Tanah Jawi yang dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Sudibjo Z.

H, diterbitkan pada tahun 1980 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta.

(2) Babad Demak 1 yang dialihaksarakan oleh Slamet Riyadi dan diterjemahkan

oleh Suwaji, diterbitkan pada tahun 1981 oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta.

(3) Babad Demak 2 yang dialihaksarakan oleh Gina dan diterjemahkan oleh Dirgo

Sabariyanto, diterbitkan pada tahun 1981 oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta.

(4) Babad Cirebon yang dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh S. Z.

Hadisutjipto, diterbitkan pada tahun 1981 oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta.

Naskah ini koleksi pribadi Bapak Taryadi Tjokrodipuro, jl. Klayan 65

Cirebon.

Penelitian diatas dimanfaatkan sebagai pemahaman isi teks Babad Sĕngkala

sehubungan dengan kehidupan orang Jawa, orang Cirebon, dan orang Demak. Ini

sesuai dengan gambaran garis besar isi teks Babad Sĕngkala tentang kedatangan

bangsa Hindu dan Arab di tanah Jawa, tentang Raden Patah raja Demak, dan

tentang pembukaan wilayah Cirebon.


8

1.6 Landasan Teori

Filologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengupas kandungan makna teks

lampau (Baroroh Baried, 1994: 1-11). Dengan kata lain ilmu filologi merupakan

ilmu yang mempelajari tentang naskah-naskah kuna. Yang dimaksud dengan

naskah kuna ialah naskah yang berumur lebih dari 50 tahun. Dalam pengerjaannya

ilmu filologi dibagi menjadi beberapa disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang masuk

dalam ranah ilmu filologi antara lain paleografi, kodikologi, dan tekstologi. Salah

satu dari kerja tekstologi adalah kritik teks.

Kritik teks merupakan tahap pemberian tindakan berupa kritik terhadap teks

yang dikerjakan. Kata ‘kritik’ berasal dari dari bahasa Yunani krites yang berarti

hakim (Baried, 1985: 61). Dari pengertian hakim, jika diambil kata kerjanya

berarti menghakimi. Dari sini terlihat jelas bahwa ini adalah suatu tahap

menghakimi atau menilai. Menilai yang dimaksud ialah memberikan evaluasi

terhadap teks. Pelaksanaan kritik teks tidak terlepas dari teks-teks se-induk

maupun induknya. Selain itu, untuk teks yang berupa tembang atau puisi yang

mempunyai aturan tertentu, tentu saja kritik teks sesuai dengan aturan tembang

atau puisi tersebut. Kritik atas teks dapat dilakukan atau dibubuhkan pada proses

penyuntingan naskas yang disebut aparat kritik.

Salah satu prinsip aparat kritik yaitu memberikan informasi kepada pembaca

bagian dari teks yang mengalami perbaikan (West, 1973: 86). Kritik teks memuat

perbaikan atas ejaan ataupun edisi teks dari teks lain yang sama . Selain itu, kritik

teks memuat varian-varian bacaan yang ada. Aparat kritik disajikan lengkap

dengan pembenaran atas kesalahan teks.


9

Pengerjaan kritik teks, tidak terlepas dengan terjemahan. Penerjemahan ialah

usaha menyatakan kembali ide atau gagasan dari bahasa satu ke bahasa yang lain

(Rokhman, 2008: 9). Dalam penanganan sebuah teks, dapat dikaitkan bahwa

penerjemahan teks adalah penuangan kembali ide atau gagasan teks. Ide atau isi

teks dituangkan kenbali ke dalam bahasa selain bahasa yang digunakan dalam

teks.

Penerjemahan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yang masing-masing

mempunyai tekanan berbeda dalam penerjemahannya (Crystal, 1997: 346 via

Rokhman, 2008: 10). Penerjemahan itu ialah:

1) Word-for-word translation, yaitu menerjemahkan teks dari bahasa satu ke

bahasa yang lain dengan mencari padananya secara gramatikal. Pengerjaan ini

dilakukan dengan membandingkan kata demi kata atau frase dengan frase.

2) Literal translation, yaitu menerjemakan teks dari bahasa yang satu ke bahasa

yang lain dengan hanya melihat arti literal dari kata, frase, klausa, atau

kalimat. Perlakuaan ini dilakukan dengan mengikuti struktur linguistik bahasa

asal dan disesuaikan ke dalam gramatikal bahasa baru atau sasaran.

3) Free translation, yaitu menerjemahkan makna yang dinyatakan ke dalam

bahasa lain. Penanganan ini tidak memperhatikan struktur linguistik karena

lebih ditekankan pada ekuivalensi makna.

Dari ketiga macam tekanan penerjemahan digunakan sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai. Untuk studi filologi, penekanan yang biasa dipakai adalah

bentuk penekanan yang pertama (Word-for-word translation ) dan kedua (Literal

translation). Hal ini dimaksudkan agar teks dapat disajikan dalam bahasa lain
10

namun tidak merubah rasa kandungan makna. Meskipun demikian, penekanan

ketiga juga digunakan dalam situasi tertentu.

Penerjemahan mempunyai tahap-tahap yang harus dilaluli oleh seorang

penerjemah (MacArthur, 1992: 1052 via Rokhman, 2008: 10-11). Dalam

praktiknya tahap-tahap ini dilakukan dengan cara berurutan dan tidak dapat

dibalik. Tahap-tahap itu ialah:

1) Receptive phase, merupakan tahap berusaha menangkap ide tau pikiran dalam

bahasa asal. Ide ini dapat pula berupa ide atau pikiran yang terkandung dalam

setiap kata atau frase.

2) Code-switching phase, yaitu tahan pencarian padanan dalam bahasa sasaran

(yang dituju). Dapat dilakukan dari kata atau frase menuju kata atau frase

dalam bahasa sasaran. Tahap ini disebut juga dengan tahap alih kode.

3) Productive phase, yaitu pengalihan ide yang dituangkan sesuai norma atau

aturan yang berlaku dalam sistem linguistik bahasa sasaran. Sistem ini baik

secara gramatikal maupun leksikal.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka.

Studi pustaka diawali dengan studi katalog. Setelah itu dilakukan inventarisasi.

Inventarisasi merupakan pengumpulan naskah dan menentukan naskah yang akan

dijadikan objek penelitian. Inventarisasi ini berkaitan dengan adanya naskah sama

yang jumlahnya lebih dari satu.


11

Naskah yang berjudul Babad Sĕngkala tidak hanya satu. Dijumpai naskah lain

dengan judul Babad Sĕngkala yang tersimpan di perpustakaan museum Keraton

Surakarta. Dalam buku “Descriptive Catalogue of The Javanese Manuscripts and

Printed Books in The Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta” yang disusun

oleh Nikolaus Girardet, disebutkan bahwa di perpustakaan keraton Surakarta

terdapat naskah berjudul “Sĕrat Babad Sĕngkala”. Pada ringkasan cerita

dijelaskan bahwa naskah berisi catatan tentang peristiwa penting yang dimulai

dari perkampungan pertama orang Jawa, acara sunatan Mas Karebet (Jaka

Tingkir), penobatan PB VII sampai meninggalnya P. H Prabuningrat anak dari PB

IX , dan pemakamannya di Imagiri (1983:10). Isi teks naskah tersebut sangat

berbeda dengan isi teks Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura Pakualaman.

Pada tanggal 16 Juni 2014, peneliti berkunjung ke perpustakaan keraton

Surakarta untuk melihat naskah Babad Sĕngkala secara langsung. Di sana terdapat

dua naskah berbeda dengan judul Sĕrat Babad Sĕngkala. Naskah pertama atau

yang disebut naskah Sĕrat Babad Sĕngkala a menceritakan tentang pulau Jawa

diisi orang pada tahun 1 sampai tahun 1843 (h.1). Naskah tersebut memetik dari

teks Sĕrat Pustaka Raja jilid I (h.2). Pada naskah kedua atau yang disebut Sĕrat

Babad Sĕngkala b menceritakan tentang pulau Jawa yang dimulai pada tahun 110

dengan candra sengkala “sirna rupaning dhuwur”, dilanjutkan angka tahun 1018,

dan sampai pada masa Pakubuwana VII pada tahun 1784 (h1). Kedua naskah di

atas tidak mempunyai isi yang sama dengan teks Babad Sĕngkala koleksi

perpustakaan Pura Pakualaman. Dengan demikian, dalam penelitian ini objek

kajian dianggap sebagai naskah tunggal.


12

Langkah selanjutnya ialah deskripsi. Deskripsi yang dimaksud merupakan

deskripsi teks yang dibandingkan dengan naskah lain yang sama. Mengingat

naskah Babad Sĕngkala merupakan naskah tunggal, maka pengerjaannya dengan

metode naskah tunggal. Setelah itu menuju pada tahap suntingan dan terjemahan.

Suntingan teks disajikan ke dalam edisi kritis (perbaikan bacaan). Sedangkan

terjemahannya ialah dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Penyajian

disertai dengan aparat kritik, baik kritik terhadap teks maupun kritik pada

terjemahan. Aparat kritik memuat perbaikan, catatan kerusakan, dan keterangan

idiom bahasa Jawa yang tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Pemilihan metode penyajian didasarkan atas sifat teks dan tujuan dari

penyuntingannya. Suntingan kritis ialah suatu metode penyajian teks dengan

memperbaiki kesalahan-kesalahan yang muncul dalam suatu teks. Metode ini

bertujuan untuk menyajikan teks yang mudah dibaca oleh khalayak umum.

Dengan motode perbaikan bacaan, masyarakat akan dalam membacanya karena

ejaan dan truktur kata sudah diperbaiki. Dalam perbaikan ini, keaslian teks masih

dapat dilacak pada naskah. Perbaikan atas kesalahan dijelaskan dalam aparat

kritik, yaitu bagaimana edisi aslinya pada naskah.

Metode kritis dapat ditempuh dengan dua macam cara, yaitu edisi kritis satu

sumber dan edisi kritis yang direkontruksi. Edisi kritis yang direkonstruksi

menyajikan teks dengan perbaikan berdasarkan teks-teks lain yang koheren.

Perbaikan ini berupa pemiihan kata yang tepat, perbaikan kata yang hilang, dan

pembakuan ejaan. Sedangkan edisi kritis satu sumber ialah menyajikan dengan

memperbaiki kesalan penulisan saja. Pemilihan edisi ini berdasarkan dengan


13

tujuan dan kondisi varian teks yang ada (De Haan 1973: 77-78 via Robson, 1994:

22). Karena naskah yang dikerjakan saat ini belum ditemukan naskah lain yang

sama, maka penyajian kritis hanya sebatas pembenaran ejaan saja.

Metode yang dipakai untuk menerjemahkan teks pada penelitian ini ialah

metode gabungan. Metode gabungan yang dimaksud ialah gabungan dari

penerjemahan kata demi kata, terjemahan literal (harafiah), dan terjemahan bebas.

Meskipun demikian, metode terjemahan kata-demi kata tetap diutamakan dalam

penelitian ini. Jika terjemahan kata demi kata tidak memungkinkan akan

dilanjutkan dengan terjemahan literal. Jika metode terjemahan literal tidak dapat

menyelesaikan masalah maka akan disambung dengan metode terjamahan bebas.

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini disajikan dalam bentuk bab-bab, yaitu dari bab I sampai dengan

bab V. Bab I ialah pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan

sistem penyajian. Bab II ialah deskripisi, berisi paparan fisik keseluruhan naskah.

Bab III ialah suntingan dan terjemahan. Bab ini berisi suntingan kritis (perbaikan

bacaan) dan alih bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Bab IV ialah

peristiwa-peristiwa penting dalam teks Babad Sĕngkala. Pada bab ini diuraikan

tentang silsilah raja-raja Jawa, kejadian-kejadian penting, arti nama-nama kota,

dan perbedaan nama kota pada masa sekarang dan dahulu menurut teks Babad

Sĕngkala. Bab V berisi kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai