Anda di halaman 1dari 28

Pemakaian Bahasa Melayu dari Novel berjudul

“Azab dan Sengsara”


karya Merari Siregar
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Bahasa Indonesia

Guru pengampu: Muhammad Adi Alvian, S.Pd

Disusun Oleh:
Nurul Amalia (183027)

XI MIA 3

MADRASAH ALIYAH NEGERI 11 JAKARTA

Jl. H Gandun 60 RT 007 RW 08 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan


2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah analisis yang bertajuk
“Pemakaian Bahasa Melayu pada Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar”
dengan lancar.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata Pelajaran Bahasa
Indonesia yang diampu oleh Bapak Muhammad Adi Alvian
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya
dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, saya menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi.
Sehingga saya secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat, dan untuk saya sendiri khususnya.

Jakarta, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A) Latar Belakang ……………………………………………………….... 1


B) Rumusan masalah ………………………………………………………… 1
C) Batasan Masalah ………………………………………………………… 1
D) Tujuan ………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN

A) Kajian Teori ………………………………………………………………… 2


B) Unsur instrinsik ………………………………………………………… 2
C) Sinopsis ………………………………………………………………… 6

BAB III TENTANG PENULIS

A) Biografi Penulis ………………………………………………………… 10


B) Karya Penulis ………………………………………………………… 10

BAB IV ANALISIS

A) Unsur Instrinsik ………………………………………………………… 11


B) Pemakaian Bahasa Melayu ………………………………………………… 23

BAB V PENUTUP

A) Kesimpulan ………………………………………………………………… 24
B) Saran ………………………………………………………………………… 24

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang yang berada di sekelilingnya dan menonjolkan
watak (karakter) dan sifat setiap pelaku. Novel terdiri dari bab dan sub-bab tertentu
sesuai dengan kisah ceritanya.
Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar memiliki genre novel romantis,
pada masanya di sebuah tempat bernama sipirok memiliki aturan adat-istiadat yang
sangat ketat. Merari Siregar si Penulis Novel klasik ini mengambil tema tentang
kawin paksa antara Aminuddin dan Mariamin.
Novel Azab dan Sengsara pertama kali terbit pada tahun 1920. Novel ini
menggunakan Bahasa Melayu yang sangat kental. Buku ini merupakan novel pertama
pada Angkatan 20. Kisah yang terdapat dalam cerita merupakan kisah cinta abadi
penuh duka antara Mariamin dan Aminuddin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur instrinsik yang terdapat dalam novel Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar?
2. Bagaimana pemakaian Bahasa Melayu yang kental dalam novel Azab dan
Sengsara karya Merari Siregar?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis membatasi masalah pada:
1. Unsur instrinsik yang terdapat pada novel “Azab dan Sengsara” karya Merari
Siregar
2. Pemakaian Bahasa melayu yang kental pada novel “Azab dan Sengsara” karya
Merari Siregar
D. Tujuan
1. Mengetahui unsur instrinsik pada novel “Azab dan Sengsara”
2. Mengetahui pemakaian Bahasa Melayu pada Novel “Azab dan Sengsara”

1
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori
Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang yang berada di sekelilingnya dan menonjolkan
watak (karakter) dan sifat setiap pelaku. Novel terdiri dari bab dan sub-bab tertentu
sesuai dengan kisah ceritanya. 1
Banyak hal yang terdapat dalam novel seperti unsur instrinsik maupun unsur
ekstrinsik, konflik batin yang dialami tokoh, unsur kebahasaan, serta amanat yang
terkandung dalam cerita tersebut. Apabila kita membaca seksama akan mengetahui
apa saja nilai kehidupan yang dapat dipetik dan pengalaman yang terdapat pada novel
tersebut.
B. Unsur Instrinsik
Unsur intrinsik novel adalah unsur utama pembangun novel dari dalam. Dapat
dikatakan kalau unsur ini adalah unsur dalam cerita novel itu sendiri. Unsur intrinsik
ini tidak hanya ada satu, melainkan ada banyak. 2 Beberapa unsur intrinsik novel
terdiri dari beberapa sub bagian yang memiliki porsinya sendiri-sendiri, di antaranya:
1. Tema
Tema adalah ide atau gagasan utama dari novel. Tema mengandung gambaran
luas mengenai kisah yang akan diangkat sebagai ceritanya, sehingga sangat
penting untuk memilih tema yang tepat sebelum memulai membuat sebuah novel.
Sebab tema yang bagus akan menghasilkan cerita yang bagus pula. Tema
memiliki sifat umum dan general yang dapat diambil dari lingkungan sekitar,
permasalahan yang ada di masyarakat, kisah pribadi pengarang sendiri,
pendidikan, sejarah, perjuangan romansa, persahabatan dan lain-lain.

1
Nawan Pangestu, 2019, Novel, https://id.wikipedia.org/wiki/Novel Diunduh pada 16 November 2019,
06.09 WIB
2
Fajar Setiyoko, 2017, Unsur Instrinsik Novel, http://kampoengilmu.com/unsur-intrinsik-novel/ Diunduh
pada 16 November 2019, 06.22 WIB

2
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pemeran atau seseorang yang menjadi pelaku dalam cerita
novel. Sedang penokohan atau karakterisasi merupakan watak atau sifat dari
tokoh yang ada dalam cerita novel tersebut.

Berdasarkan watak atau karakternya, tokoh dibagi menjadi tiga, antara lain:

1) Tokoh protagonis, merupakan tokoh utama yang menjadi pusat perhatian


dalam cerita. Tokoh utama ini digambarkan sebagai seseorang yang baik
yang selalu mendapatkan masalah.
2) Tokoh antagonis, merupakan tokoh yang menjadi musuh dari tokoh utama
atau tokoh protagonis dalam cerita. Tokoh antagonis digambarkan dengan
seseorang yang memiliki sifat yang buruk, tidak bersahabat dan selalu
menimbulkan konflik.
3) Tokoh tritagonis, merupakan tokoh yang menjadi penengah antara tokoh
protagonis dan juga tokoh antagonis. Tokoh tritagonis ini digambarkan
dengan seseorang yang memiliki sifat dan sikap netral, kadang bisa
berpihak pada tokoh protagonis, dan kadang berpihak pada tokoh
antagonis. Akan tetapi di saat keduanya terlibat konflik, maka tokoh
tritagonis ini bertindak sebagai pelerai dari keduanya.

Untuk menggambarkan karakter tokoh tersebut sang pengarang


menampilkannya dengan cara yang berbeda-beda setiap novelnya, berikut cara
yang biasa dilakukan pengarang untuk menggambarkan watak atau karakter dari
tokoh novel:

1) Penggambaran dijelaskan melalui bentuk lahiriah seperti keadaan fisik,


cara berpakaian, tingkah laku, dan sebagainya.
2) Penggambaran dijelaskan dengan jalan pikiran tokoh.
3) Penggambaran dilakukan dengan melalui reaksi dari tokoh terhadap suatu
hal atau kejadian tertentu.
4) Penggambaran dijelaskan melalui lingkungan dan keadaan sekitar tokoh.

3
3. Alur (Plot)

Alur (Plot) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa yang membentuk


sebuah jalannya cerita pada novel. Secara umum alur pada novel dibedakan
menjadi 3 macam, antara lain:

1) Alur maju (Progresif), merupakan alur peristiwa-peristiwa atau kejadian


dalam cerita yang bergerak secara urut dari awal hingga akhir dan
memiliki jalan cerita yang rapi. Biasanya alur maju ini digunakan pada
novel autobiografi dan biografi.
2) Alur mundur (Regresif), merupakan alur peristiwa-peristiwa atau kejadian
dalam cerita yang bergerak secara terbalik atau dari yang sudah berlalu.
Pada alur ini cerita tidak diawali dengan pengantar.
3) Alur campuran, adalah perpaduan antara alur maju (Progresif) dengan alur
mundur (Regresif ) namun kadang jalannya alur secara acak dan tidak rapi.
Alur ini biasanya digunakan untuk novel misteri atau novel fantasi.

4. Latar atau Setting

Latar atau setting terdiri dari beberapa macam, di antaranya:

1) Waktu, yaitu masa di mana jalannya cerita sedang berlangsung. Latar atau
setting waktu ini bisa digambarkan secara garis besar ataupun secara
terperinci. Secara garis besar misalnya saja, pada musim kemarau, musim
hujan, siang hari, malam hari, hari minggu, dan lain sebagainya.
2) Tempat, yaitu lokasi di mana jalannya cerita tersebut berlangsung. Latar
atau setting tempat ini digambarkan secara umum dan khusus, misalnya
saja secara umum seperti di terminal Bekasi, di Stadion, dan lain
sebagainya. Sedangkan secara khusus seperti di ujung jalan mawar, di
rumah Anton dan lain sebagainya.
3) Suasana, yaitu kondisi latar secara menyeluruh dan emosi yang kuat.

4
5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang dalam menempatkan


dirinya pada cerita atau cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita. Sudut
pandang ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1) Sudut pandang orang pertama-sebagai pelaku utama


Pengarang dalam sudut pandang ini berperan sebagai tokoh utama dalam
cerita. Sehingga apa yang diceritakan merupakan kisah pengalaman yang
dapat dirasakan saat membaca cerita.
Kalimat yang digunakan biasanya menggunakan kalimat dalam bentuk
aktif, dan pengarang menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”.
2) Sudut pandang orang pertama-sebagai pelaku sampingan
Pengarang dalam sudut pandang ini sebagai pelaku di luar tokoh utama.
Pengarang seperti menceritakan atau mengungkapkan tanggapannya atau
sebagai pencerita apa yang dilihatnya dari tokoh utama.
Pada sudut pandang ini pengarang berperan ganda. Namun posisinya
sebagai pencerita cenderung terbatas.
3) Sudut pandang orang ketiga serba tahu. Pada sudut pandang ini pengarang
menempatkan dirinya menjadi pelaku cerita sekaligus penciptanya.
Pengarang bisa mengarahkan, membuat, mengomentari, bahkan
melakukan dialog dengan tokoh-tokoh dalam cerita. Bisa dikatakan posisi
ini merupakan posisi sebebas-bebasnya.
4) Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
Pada sudut pandang ini pengarang menempatkan dirinya sebagai
pengamat cerita saja. Sehingga pengarang hanya menyampaikan yang dia
lihat, dengar, dan rasakan, kemudian disimpulkan ke dalam cerita saja.
Dengan kata lain pengarang terbatas posisinya meski ada dalam cerita.

6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah suatu corak dalam pemilihan bahasa yang digunakan oleh
penulis di dalam cerita novel. Gaya bahasa ini berguna untuk menciptakan

5
suasana atau nada untuk mengajak. Selain itu juga dapat berguna untuk
merumuskan dialog yang bisa menggambarkan hubungan atau interaksi yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam cerita.

7. Amanat

Amanat merupakan pesan dari pengarang kepada pembacanya yang


terkandung di dalam cerita novel. Dalam menyampaikan maksud pesannya, sang
penulis biasanya mengungkapkannya secara tersirat ataupun tersurat.

1) Tersirat , adalah amanat yang cara penyampaiannya secara langsung


sehingga pembaca bisa langsung menemukannya.
2) Tersurat, adalah amanat yang cara penyampaiannya secara tidak langsung,
atau pembaca perlu membaca cerita dari awal hingga akhir untuk bisa
menemukan pesan dari penulis.

Amanat merupakan salah satu unsur yang paling penting dari sebuah karya
sastra. Amanat dapat berupa nasehat, ajakan, kritik sosial, protes, dan lain
sebagainya.

C. Sinopsis
Di kota Sipirok, hidup seorang bangsawan kaya raya yang memiliki seorang anak
laki-laki dan seorang perempuan (yang perempuan tidak dijelaskan lebih lanjut oleh
pengarangnya). Anaknya yang laki- laki bernama Sutan Baringin. Dia sangat dimanja
oleh ibunya. Segala kehendaknya selalu dituruti dan segala kesalahannya pun selalu
dibela ibunya.
Akibatnya, setelah dewasa, Baringin tumbuh menjadi seorang pemuda yg angkuh,
berperangai jelek, serta suka berfoya-foya. Oleh kedua orangtuanya, Sutan Baringin
dinikahkan dengan Nuria, seorang perempuan baik-baik pilihan ibunya. Walaupun
telah berkeluarga, Sutan Baringin masih tetap suka berfoya-foya menghabiskan harta
benda kedua orangtuanya. Dia berjudi dengan Marah Said, seorang prokol bambu
sahabat karibnya. Sewaktu ayahnya meninggal, sifat Sutan Baringin semakin menjadi,
makin suka berfoya-foya menghabiskan harta warisan orangtuanya.

6
Akhirnya, dia bangkrut dan utangnya sangat banyak. Dari perkawinannya dengan
Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang satu perempuan bernama
Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki-laki (yang laki2 tidak diceritakan
pengarang).
Akibat tingkah laku ayahnya, Mariamin selalu dihina oleh warga kampungnya
akibat kemiskinan orangtuanya. Cinta kasih perempuan yang berbudi luhur ini dengan
pemuda bernama Aminuddin terhalang oleh dinding kemiskinan orangtuanya.
Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, yaitu seorang bangsawan kaya-raya yang
sangat disegani di daerah Sipirok. Sebenarnya Baginda Diatas masih mempunyai
hubungan sepupu dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin. Ayah Baginda keduanya
adalah kakak beradik.
Sejak kecil, Aminuddin bersahabat dengan Mariamin. Setelah keduanya beranjak
dewasa, mereka saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai Mariamin. Dia berjanji
untuk melamar Mariamin bila dia telah mendapatkan pekerjaan. Keadaan Mariamin
yang miskin tidak menjadi masalah bagi Aminuddin. Aminuddin memberitahukan
niatnya untuk menikahi Mariamin kepada kedua orangtuanya. Ibunya tidak merasa
keberatan dengan niat tersebut. Dia benar-benar mengenal pula keluarganya.
Keluarga Mariamin masih keluarga mereka juga sebab ayah Baginda Diatas,
suami ibu Aminuddin, dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin, adalah kakak beradik.
Selain itu, dia juga merasa iba terhadap keluarga Mariamin yang miskin. Bila menikah
dengan anaknya, dia mengharapkan agar keadaan ekonomi Mariamin bisa terangkat
lagi. Ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak setuju dengan niat anaknya menikahi
Mariamin. Jika pernikahan itu terjadi, dia merasa malu sebab dia merupakan keluarga
terpandang dan kaya-raya, sedangkan keluarga Mariamin hanya keluarga miskin.
Namun, ketidaksetujuannya tersebut tidak diperlihatkan kepada istri dan anaknya.
Dengan cara halus, Baginda Diatas berusaha menggagalkan pernikahan anaknya.
Salah satu usahanya adalah mengajak istrinya menemui seorang peramal.
Sebelumnya dia telah menitipkan pesan kepada peramal agar memberikan jawaban
yang merugikan pihak Mariamin. Jelasnya, sang peramal memberikan jawaban
bahwa Aminuddin tidak akan beruntung jika menikah dengan Mariamin. Setelah
mendengar jawaban dari peramal tersebut, ibu Aminuddin tidak bias berbuat banyak.
Dengan terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya untuk mencarikan jodoh yang

7
sesuai untuk Aminuddin. Mereka langsung melamar seorang perempuan dari keluarga
berada.
Oleh karena Aminuddin sedang berada di Medan, mencari pekerjaan, Baginda
Diatas mengirim telegram yg isinya meminta Aminuddin menjemput calon istri dan
keluarganya di stasiun kereta api Medan. Menerima telegram tersebut, Aminuddin
mersasa sangat gembira. Dalam hatinya telah terbayang wajah Mariamin. Ia mengira
bahwa calon istri yang akan dia jemput adalah Mariamin.

Namun setelah mengetahui bahwa calon istrinya itu bukanlah Mariamin, hatinya
menjadi hancur. Tapi sebagai anak yang berbakti terhadap orangtuanya, dengan
terpaksa ia menikahi perempuan pilihan orangtuanya itu. Aminuddin segera
memberitahukan kenyataan itu kepada Mariamin. Mendengar berita itu, Mariamin
sangat sedih dan menderita. Dia langsung pingsan tak sadarkan diri. Tak lama
kemudian, dia pun jatuh sakit.

Setahun setelah kejadian itu, Mariamin dan ibunya terpaksa menerima lamaran
Kasibun, seorang kerani di Medan. Pada waktu itu, Kasibuan mengaku belum
mempunyai istri. Mariamin pun akhirnya diboyong ke Medan. Sesampainya di Medan,
terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Dia hanyalah seorang lelaki hidung belang.

Sebelum menikah dengan Mariamin, dia telah mempunyai istri, yang dia ceraikan
karena hendak menikah dengan Mariamin. Hati Mariamin sangat terpukul
mengetahui kenyataan itu. Namun, sebagai istri yang taat beragama, walaupun dia
membenci dan tidak mencintai suaminya, dia tetap berbakti kepada suaminya.

Perlakuan kasar Kasibun terhadap Mariamin semakin menjadi setelah Aminuddin


mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu pada Aminuddin. Menurutnya,
penyambutan istrinya terhadap Aminuddin sangat di luar batas. Padahal, Mariamin
menyambut Aminuddin dengan cara yang wajar. Namun, karena cemburunya yang
sangat berlebihan, Kasibun menganggap Mariamin telah memperlakukan Aminuddin
secara berlebih-lebihan.

Akibatnya, dia terus-menerus menyiksa Mariamin. Perlakuan Kasibun yang kasar


kepadanya, membuat Mariamin hilang kesabaran. Dia tidak tahan lagi hidup
menderita serta disiksa setiap hari. Akhirnya, dia melaporkan perbuatan suaminya

8
kepada kepolisian Medan. Dia langsung meminta cerai. Permintaan cerainya
dikabulkan oleh pengadilan agama di Padang. Setelah resmi bercerai dengan Kasibun,
dia kembali ke kampung halamannya dengan penuh kehancuran. Hancurlah jiwa dan
raganya. Kesengsaraan dan penderitaan secara batin maupun fisiknya terus mendera
dirinya dari kecil hingga dia meninggal dunia.3

3
Atok Dwi Wibowo, 2012, Sinopsis Azab dan Sengsara, https://atokyala.blogspot.com/2013/01/sinopsis-
novel-azab-dan-sengsara-karya.html Diunduh pada 16 November 2019, 07.10 WIB

9
BAB III
BIOGRAFI PENULIS

A. Biografi Penulis
Merari Siregar lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896. Semasa kecil,
Merari Siregar berada di Sipirok. OIeh karena itu, sikap, perbuatan, dan jiwa Merari
Siregar sangat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Sipirok. Ia menjumpai
kepincangan-kepincangan khususnya mengenai adat, misalnya, kawin paksa yang
terdapat dalam masyarakat lingkungannya. Setelah dewasa dan menjadi orang
terpelajar, Merari Siregar melihat keadaan suku bangsanya yang mempunyai pola
berpikir yang tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Hati kecilnya ingin mengubah sikap
orang-orang yang berpandangan kurang baik khususnya orang-orang di daerah Sipirok.
Ia pernah bersekolah di Kweekschool Oost en West di Gunung Sahari, Jakarta.
Pada tahun 1923, dia bersekolah di sekolah swasta yang didirikan oleh vereeniging tot
van Oost en West. Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di
Medan. Kemudian dia pindah ke Jakarta dan bekerja di Rumah Sakit CBZ (sekarang
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Terakhir dia pindah ke Kalianget, Madura,
tempat ia bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya.
Merari Siregar wafat di Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941. Ia
meninggalkan tiga orang anak, yaitu Florentinus Hasajangu MS, Suzanna Tiurna
Siregar, dan Theodorus Mulia Siregar.4
B. Karya Penulis
1) Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun 1920.
2) Binasa Karena Gadis Priangan. Jakarta: Balai Pustaka 1931.
3) Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi. Jakarta: Balai Pustaka 1924.
4) Cinta dan Hawa Nafsu. Jakarta
5) Si Jamin dan si Johan. Jakarta: Balai Pustaka 1918.5

4
Muhammad Nurdin Fatthurrohman, 2017, Biografi Merari Siregar, https://biografi-tokoh-
ternama.blogspot.com/2017/02/biografi-merari-siregar-sastrawan-indonesia-angkatan-balai-pustaka.html
Diunduh pada 16 November 2019, 07.39 WIB
5
Orophin Bot, 2019, Merari Siregar, https://id.wikipedia.org/wiki/Merari_Siregar Diunduh pada 16
November 2019, 07.55 WIB

10
BAB IV
ANALISIS NOVEL

A. Unsur Instrinsik
a) Tema
Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini mengangkat tema
tentang adat dan kebiasaan di masyarakat yang dapat membawa kesengsaraan
dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut
adalah adat dan kebiasaan menjodohkan anak yang menyebabkan kesengsaraan
untuk dua anak manusia karena kasih tak sampai. Seperti yang terlihat dalam
kutipan di bawah ini.

“Kedua laki-istri itu mufakat akan mencarikan jodoh anak mereka itu”6

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa orang tua yang mencari
danmenentukan jodoh untuk anak mereka tidak melakukan mufakat dengan
anak terlebih dulu sebelumnya. Sehingga anak tidak dapat menolak ketika
telahdijodohkan, walau pun ia tidak menyukai bahkan tidak mengenal seorang
yangakan menjadi jodohnya. Karena jika ia menolak dapat membuat malu
keluarga.Orang tua juga dalam menentukan jodoh melihat dari latar belakang
keluargacalon menantu. Apakah sudah sepadan dengan mereka atau belum?
Sehinggawalau pun sang anak telah memiliki seorang yang dicintai, akan tetapi
jika tidak dari keluarga dengan latar belakang yang tinggi atau sepadan dengan
mereka tidak dapat diterima sebagai menantu. Hal ini karena dianggap tidak
pantas dan akanmerendahkan martabat mereka di mata masyarakat karena
memiliki menantu darikalangan yang rendah. Sehingga akhirnya anak yang akan
menjadi korban danakan menanggung sengsara karena adat dan kebiasaan ini.
Seperti pada kutipan di bawah ini.

6
Merari Siregar, 2011, Azab dan Sengsara, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 135

11
“Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu?Tentu
tak mungkin, karena tak patut!”7

Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak setuju atau tidak
sudimemiliki menantu dari kalangan keluarga yang rendah atau miskin. Hal ini
lagi-lagi karena dianggap dapat merendahkan martabat di mata masyarakat.
Karena mereka merupakan keluarga terpandang yang seharusnya juga memiliki
menantudari keluarga terpandang. Walau pun Aminuddin telah memiliki seorang
yang dicintai yaitu Mariamin, dan tali persaudaraan mereka juga masih dekat.
Tetapi tetap orang tua tidak menginginkannya. Seperti pada kutipan di bawah ini.

“Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah
istrimendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddinitu,
sungguhpun pertalian mereka masih dekat”8

Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin tidak peduli


dengan perasaan Aminuddin terhadap Mariamin. Atau tali silaturrahmi keluarga
mereka yang dapat dipererat lagi dengan pernikahan Aminuddin dan Mariamin.
Hal ini karena mereka lebih mementingkan adat atau kebiasaan dan pandangan
masyarakat nanti jika menjadikan Mariamin menantu.
“Ayahnya itu membawa anak gadis yang bagus, akan tetapi
tetapbukanlah Mariamin yang diharap-harapkannya itu”9
“Bagaimana pertemuan anak muda itu tak dilukiskan di sini.Tiadalah
dapat menuliskan sedih dan pilu, kesal dan kecewa yang dideritahati anak muda
remaja itu ...”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin membawa
gadis lain pilihan mereka untuk dinikahkan tanpa mufakat dengan Aminuddin
terlebih dahulu. Ini menyebabkan sakit dan derita yang berat untuk Aminuddin,
karena harus menikah dengan gadis yang tidak dicintai bahkan tidak dikenalnya.
Apalagi ia juga tidak dapat menolak keinginan orang tuanya itu. Karena akan

7
Ibid, hlm. 135
8
Ibid, hlm. 135
9
Ibid, hlm. 151

12
menyebabkan malu untuk keluarga. Hal itu juga belum pernah terjadi di kebiasaan
dan bukan adat mereka menolak gadis yang telah dijemput orang tua
untuk dinikahkan. Seperti pada kutipan di bawah ini.

“Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah


dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah
kejadiandan bukan adat!” 10

Bukan hanya Aminuddin yang harus menderita karena harus menikah


dengan gadis lain. Tetapi juga Mariamin yang juga akhirnya mengalami hal yang
sama yaitu dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintai bahkan dikenalnya.
Karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan,
orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah
yang tak disukainya”11
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa akhirnya Mariamin juga
melakukan kebiasaan dan adat perjodohan tersebut. Apalagi laki-laki yang
menjadi suaminya memiliki penyakit mematikan yang dapat menular
ketika berhubungan badan dengan Mariamin. Kenyataan pedih ini harus
dihadapiMariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan. Ketika lelaki yang akan
menjadi pasangan hidup kita ditentukan oleh orang lain sekalipun orang tua.
Tetapi belumkita kenal dia dengan baik. Sehingga perangai buruknya baru terlihat
setelahmenikah. Hal ini menyebabkan kesengsaran yang pedih. Seperti yang
harusdialami Mariamin. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“patutlah ia pucat dan kurus.” Kata Mariamin pula dalamhatinya.
“seharusnyalah aku menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu
kepadaku”12
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin kaget ketika
mengetahui lelaki yang menjadi suaminya memiliki penyakit yang mematikan.
Hal ini terjadi karena sebelum menikah mereka belum saling mengenal satu sama

10
Ibid, hlm. 152
11
Ibid, hlm. 162
12
Ibid, hlm. 169

13
lain, karena adat dan kebiasaan perjodohan tersebut. Dari penjelasan-penjelasan
di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami oleh dua anak manusia
yaitu Aminuddin dan Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan yang
memisahkan cinta mereka.
b) Tokoh dan penokohan
Berikut ini tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel “Azab
danSengsara” karya Merari Siregar.
1. Mariamin
1) Penurut
“Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,”
sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan
menimpanya13
Dari kutipan di atas menunjukkan sifat penurut Mariamin kepada
orangtua. Walau pun dalam hatinya merasa resah dan khawatir tentang
akan hal yangakan dilakukan. Tetapi ia tidak ingin mengecewakan hati
orang tuanya.
2) Perhatian
“Sudahlah berkurang sesaknya dada ibuku itu?” tanyanya sambil
dirabanya muka ibunya yang sakit itu14
Dari kutipan di atas menunjukkan perhatian Mariamin pada ibunya
yangsakit. Ia terus bertanya bagaimana keadaan sang ibu apakah sudah
membaik atausemakin parah.
3) Lemah lembut
“Mengapa Angkang bertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan
muda itu dengan suara yang lembut, karena itulahkebiasaannya;
jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marahatau merengut,
selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda,
sahabatnya yang karib itu15
Dari kutipan di atas menunjukkan sifat lemah lembut Mariamin.
Terlihat dari caranya bertutur kata kepada Aminuddin.

13
Ibid, hlm. 165
14
Ibid, hlm. 7
15
Ibid, hlm. 5

14
4) Ramah
“... karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia
berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah,
lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu”16
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin adalah seorang
gadisyang ramah dalam bertutur kata kepada siapapun. Apalagi kepada
Aminuddinyang mejadi kekasihnya.
5) Jujur
“Dengan tiada disembunyi-sembunyikan Mariaminmenceritakan
sekalian perkataan Aminuddin itu”17
Dari kutipan dia atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak
menyembunyikan apa-apa yang menjadi pikirannya. Semua diceritakan
dengan jujur kepada ibunya.
6) Tidak suka menunda pekerjaan
Bagaimanapun lekasnya, saya sempat lagi menyiapkan
pekerjaanku yang terbengkalai ini, tak banyak lagi,” jawab Mariamin18
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak ingin
pulangdulu sebelum menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit.
Walau pun hari sudah mau hujan lebat.
7) Pemaaf
“Sementara itu ia mengambil surat Aminuddin dari
bawahbantalnya, lalu dibacanya perlahan-lahan. Air mukanya tak
berubah lagi, tinggal tenang saja”19
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Mariamin telah memaafkan
Aminuddin yang tidak jadi menikah dengannya. Terbukti dari raut
wajahnya yang tetap tenang ketika membaca surat permintaan maaf dari
Aminuddin.

16
Ibid, hlm. 5
17
Ibid, hlm. 15
18
Ibid, hlm. 32
19
Ibid, hlm. 159

15
8) Berbakti kepada orang tua
“Sedapat -dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,”
sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan
menimpanya20
2. Aminuddin
1) Penurut dan berbakti kepada orang tua
Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi
pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang itu
semua21
Kutipan di atas menunjukkan sikap Aminuddin yang awalnya
menolak tetapi pada akhirnya ia menerima untuk menikah dengan gadis
lain pilihan orangtuanya. Hal ini menunjukkan bahwa Aminuddin adalah
seorang yang penurutkepada orang tua walau pun hal tersebut
menyakitkan.
2) Pandai
Dari kelas satu sampai kelas tiga, ia masuk anak yang terpandai
dikelasnya22
3) Rajin
Meskipun ia yang terlebih kecil diantara kawan-kawannya,
akantetapi ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah ... 23
4) Tidak sombong
Meskipun demikian tiadalah pernah ia menyombongkan diri24
5) Suka menolong
Akan tetapi, kadang-kadang ia tiada dapat menahan hati dannafsunya,
yakni nafsu yang selalu hendak memberi pertolongan kepadakawannya 25
6) Bijaksana
Aminuddin anak yang bijaksana ...26

20
Ibid, hlm. 165
21
Ibid, hlm. 152
22
Ibid, hlm. 21
23
Ibid, hlm. 21
24
Ibid, hlm. 21
25
Ibid, hlm. 21
26
Ibid, hlm. 31

16
3. Nuria (Ibu Mariamin)
1) Penyayang
“Anakku sudah makan?” tanya si ibu seraya menarik tangan budak
itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang27
Kutipan menunjukkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu
kepadaanaknya.
2) Penyabar
Akan tetapi si ibu itu seorang perempuan yang sabar dan keras
hati28
3) Lemah lembut
Wah, enak benar sayur yang Riam bawa tadi, anakanda pun
pandai benar merebusnya; nasi yang sepiring itu sudah habis olehku,”
kata si ibu dengan suara lembut dan riang akan menghiburkan
hatianaknya itu29
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nuria atau ibu Mariamin
adalahseorang yang lemah lembut dalam bertutur kata seperti yang
terdapat dalam kutipan di atas.
4) Tabah dan salehah
Karena, meskipun hidupnya di dunia ini makin sengsara, hatinya
pun makin tetap juga dan imannya bertambah teguh30
Kutipan di atas menunjukkan ketabahan dan keimanan ibu
Mariamin yang walau pun kesengsaraan hidup yang berat terus
menghampirinya. Ia tetap tabahdan menambah keimanannya kepada
Tuhan yang Maha Esa.
4. Sutan Baringin
1) Licik
Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan, haruslah pulaku
bayar, karena tiada dapat disembunyikan lagi. Tapi siapa tahu, aku harus
mencari akal31

27
Ibid, hlm. 9
28
Ibid, hlm. 122
29
Ibid, hlm. 10
30
Ibid, hlm. 122
31
Ibid, hlm. 90

17
Dari kutipan di atas menunjukkan kelicikan Sutan Baringin yang
tidak ingin memberikan harta warisan yang menjadi hak saudaranya. Ia
ingin mengambil seluruh harta warisan yang seharusnya terdapat bagian
untuk saudaranya.
2) Buruk sangka
“Si Tongam itu tiada dapat dipercayai. Tiadakah engkau tahu
orang yang biasa di negeri rama amat pintarnya; tetapi pintar dalam
kejahatan 32
Dari kutipan di atas menunjukkan pikirannya yang jahat.
Pikirannya yang berburuk sangka pada niat bait saudaranya. Tetapi karena
hatinya telah dipenuhidengan kejahatan sehingga niak baikpun ia anggap
niat buruk.
3) Pemarah
Tutur yang lemah lembut itu tiada berguna lagi. Bukanlah diaakan
melembutkan hati Sutan Baringin, tetapi menerbitkan nafsu marah saja.33
Dari kutipan di atas menunjukkan sifat pemarah Sutan Baringin
yang walaupun istrinya berbicara dengan lemah lembut tetapi tetap saja ia
marah

4) Kasar
Diamlah engkau, apakah gunanya engkau berkata-kata itu?”34
(Merari Siregar, 2010:96)
Dari kutipan di atas menunjukkan sikap kasar Sutan Baringin
padaistrinya. Ia juga tidak pernah memikirkan perasaan istrinya dengan
sikapnya yang kasar.

32
Ibid, hlm. 94
33
Ibid, hlm. 96
34
Ibid, hlm. 96

18
5. Baginda Diatas
1) Sombong
Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu?
Tentu tak mungkin, karena tak patut! 35
Kutipan di atas menunjukkan sifat sombong Baginda Diatas yang
tidak ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin yang seorang gadis
miskin.
6. Ibunda Aminuddin
1) Penyayang
“Janganlah Kakanda terlalu keras kepada anak kita itu!
Umurnya belum berapa dan tulangnya belum kuat, tetapi Kakanda selalu
menyuruh dia bekerja”36
Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada
anaknya. Iat idak ingin anaknya bekerja terlalu berat karena masih kecil.
2) Baik hati
Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu adalah
perubahan kemeralatan orang itu, pikir ibu Aminuddin37
Kutipan dia tas menunjukkan kebaikan hati ibu Aminuddin yang
tetap ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin walau pun dari
keluarga yang miskin. Ia berpikir dengan pernikahan itu dapat mengubah
nasib keluargaMariamin yang melarat.
7. Kasibun
1) Pencemburu
2) Kasar
Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin.
Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya38
Dari kutipan di tas dapat diketahui bahwa kasibun seorang yang
kasar. Terlihat dari kutipan bahwa ia menampar, bahkan tak segan
memukul Mariamin.

35
Ibid, hlm. 135
36
Ibid, hlm. 22
37
Ibid, hlm. 136
38
Ibid, hlm. 178

19
3) Licik
Istrinya yang di Medan itu tiada susah mengurusnya, jatuhkan
sajatalak tiga, habis perkara; ... 39
Dari kutipan di atas terlihat kelicikan hari Kasibun yang ingin
menikah dengan Mariamin. Ia mengaku belum menikah, padahal telah
memiliki istri diMedan. Sehingga ia kembali ke Medan terlebih dahulu
untuk menalak istrinya. Hal ini dilakukan agar Mariamin dan ibunya
bersedia menerima lamarannya.
c) Alur
Alur yang digunakan ialah alur campuran
1) Pengenalan Cerita
Dari yang panas berangsur-angsur menjadi dingin,
karenamatahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya
kebalik gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok40
Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masid besar dan
perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuk
nyaanak-beranak41
2) Pengungkapan Cerita
“Saya bermaksud hendak pergi ke Deli mencari
pekerjaan. Ingatlah saya pergi bukan meninggalkan engakau, tetapi
mendapatkan engkau”42
3) Menuju Pada Konflik
“Ya, di belakang hari, bila ia sudah besar, tentu mengertilah ia
akan makna: “Utang mas dapat dibayar, utang budi dibawa mati”43
4) Puncak Konflik
“Diam, tak kukenal kau, engkau datang ke sini sebagai pencuri
tengah malam, ayoh, nyah!” kata Sutan Baringin dengan suara kasar44

39
Ibid, hlm. 163
40
Ibid, hlm. 1
41
Ibid, hlm. 2
42
Ibid, hlm. 5
43
Ibid, hlm. 54
44
Ibid, hlm. 104

20
5) Penyelesaian
“Sekarang pulanglah ia ke kampung seorang diri, membawa
malu,kehinaan, mendukung kemiskinan dan kemelaratan, karena harta
telahhabis musnah dalam waktu yang sekian pendek itu”45
d) Latar
1. Tempat
1) Sipirok
Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah yang
beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota
Sipirok46
2) Rumah Mariamin
…. rumah kecil tempat kediaman ibu dan anaknya itu47
3) Deli
Setelah lengkaplah sekalian, Baginda di atas pun berangkatlah ke Deli
mengantarkan menantunya48
4) Medan
Ia sudah mendengar kabar perkawinan Mariamin itu, itulah sebabnya
ia datang ke Medan, dengan maksud hendak bersua dengan Mariamin,
sahabatnya yang tak dilupakannya itu49
2. Waktu
1) Malam Hari
“Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu
Angkang,”50
2) Sore Hari
“Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena
matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, kebalik

45
Ibid, hlm. 107
46
Ibid, hlm. 2
47
Ibid, hlm. 17
48
Ibid, hlm. 142
49
Ibid, hlm. 172
50
Ibid, hlm. 4

21
gunung Gunung Sibualbuali, ayng menjadi watas dataran tinggi
Sipirok itu”51
e) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” karya
Merari Siregar adalah sudut pandang orang ketiga pengarang sebagai pengamat.
Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga “ia” dan hanya melukiskan
apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita.
Berikut ini cuplikan dalam cerita,
“belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak
kulihat?” tanya perempuan itu berulang -ulang dalam hatinya52
f) Amanat
Amanat yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari
Siregar adalah seperti pada kutipan di bawah ini.
“Daripada uang dikeluarkan dengan percuma, lebih baik
diberikankepada orang yang papa”53
Dari kutipan di atas terdapat amanat jangan sombong atau menghambur-
hamburkan uang untuk sesuatu yang percuma atau tidak berguna. Lebih baik
uangtersebut diberikan kepada yang memeng membutuhkan.

“Agama itulah yang memberi tenaga bagi kita akan memikul


bebankehidupan kita”54
Dari kutipan di atas terdapat amanat bahwa agama adalah penopang hidup
yang memberikan tenaga dan semangat untuk menjalani semua derita
dankesukaan hidup ini. Sehingga jangan mudah terbawa oleh hasutan setan
yang akan menjerumuskan.
“Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu
hanya menurut saja”55
Dari kutipan di atas amanat yang tersirat yaitu tentang perjodohan anak.
Padahal Tuhan menjadikan makhluk berpasang-pasangan agar mereka saling

51
Ibid, hlm. 1
52
Ibid, hlm. 2
53
Ibid, hlm. 86
54
Ibid, hlm. 123
55
Ibid, hlm. 127

22
berkasih-kasihan bukan mendatangkan azab dan kesengsaraan seperti
perjodohan yang hanya ditentukan oleh orang tua dan anak hanya tinggal
mengikuti keninginan orang tua tersebut.
B. Pemakaian Bahasa Melayu
Berdasarkan hasil analisis novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar
menggunakan Bahasa batak dan campuran melayu. Orang batak menggunakan
beberapa Bahasa, yaitu Karo dipakai oleh orang Karo, Pakpak dipakai oleh orang
pakpak, Simalungun dipakai oleh orang Simalungun, Toba dipakai oleh orang
Toba, Angkola dan Mandailing. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan teks dibawah
ini,
“kira-kira pada pertengahan Keresidenan Tapanuli (sebenarnya Tapian
na Uli artinya “tepian yang elok”. Tepian yang elok”. Tepian yang indah itu
didapati orang dulunya dekat Sibolga; itulah sebabnya negeri atau keresidenan
itu disebutkan Tapanuli; nama itu asalnya dari tatkala pemerintahan kompeni).
Disitulah letaknya dataran tinggi atau luhak sipirok, yakni pada Bukit Barisan
yang membujur sepanjang Pulau Sumatra. Bentuk dataran tinggi itu kira-kira
empat persegi . Disebelah timur ditasi dolok (gunung) Sipipisan, disebelah barat
sibualbuali, gunung yang selalu memuntahkan asap karena berapi. Simagomago
berdiri agak disebelah selatan, yang menjadi watas dengan tanah Angkola.
Simole-ole menceraikan dataran tinggi itu pada sebelah utara dengan datarang
tinggi Pangaribuan (Toba).”56
Dan selain menggunakan Bahasa batak seperti diatas juga menggunakan
Bahasa mealayu tinggi seperti berikut ini,
“ Pergilah anakku tidur! Riam sudah payah sehari ini bekerja; tak
usahlah ibu anakku tunggui,” kata mak Mariamin57

56
Ibid, hlm. 3
57
Ibid, hlm. 11

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menganalisis novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini, dapat
disimpulkan bahwa unsur instrinsik yang dibangun didalam novel memiliki
keterkaitan atau hubungan yang sesuai. Sehingga antara unsur yang satu dan lainnya
tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan. Walaupun, dalam penggunaan alur
campuran yang sedikit membingungkan pembaca. Selain menganalisis unsur instrinsik
dapat juga menganalisis pemakaian Bahasa. Pada novel ini menggunakan Bahasa
melayu tinggi dan campuran Bahasa batak. Ini membuat para pembaca sulit mengerti,
akan tetapi mendapatkan nilai estetis dan realita dalam cerita.
B. Saran
Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar disebut sebagai novel perintis
karya sastra modern Indonesia. Oleh karean itu, penulis mengharapkan pembaca mau
membaca novel ini, walau penggunaan Bahasa melayu tinggi yang membuat sulit
dipahami.
Penulis menyadari bahwa hasil analisis ini masih jauh dari kata sempurna, semoga
kedepannya dapat lebih baik lagi.

24
Daftar Pustaka

Siregar, Merari, 2011, Azab dan Sengsara, Jakarta, Balai Pustaka


Pangestu, Nawan, 2019, Novel, https://id.wikipedia.org/wiki/Novel Diunduh pada 16
November 2019, 06.09 WIB
Setiyoko, Fajar, 2017, Unsur Instrinsik Novel, http://kampoengilmu.com/unsur-intrinsik-
novel/ Diunduh pada 16 November 2019, 06.22 WIB
Octa, Yohanes, 2014, Konflik Batin, https://octacintabuku.wordpress.com/tag/konflik-
batin/ Diunduh pada 16 November 2019, 07.28 WIB
Bot, Orophin, 2019, Merari Siregar, https://id.wikipedia.org/wiki/Merari_Siregar
Diunduh pada 16 November 2019, 07.55 WIB
Wibowo, Atok Dwi, 2012, Sinopsis Azab dan Sengsara,
https://atokyala.blogspot.com/2013/01/sinopsis-novel-azab-dan-sengsara-karya.html
Diunduh pada 16 November 2019, 07.10 WIB

25

Anda mungkin juga menyukai