Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KAJIAN STILISTIKA TERHADAP CERPEN "GERHANA MATA"


KARYA DJENAR MAESA AYU
Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Stilistika
Dosen Pengampu : Drs. Narsidi M.Pd

Disusun Oleh :

BINTANG SAGESTI
NPM. 181310024

PRODI: PBSI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
STKIP METRO
TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sebesar – besarnya kami panjatkan atas nikmat dan
karunia yang diberikan oleh Allah SWT, karena mustahil bagi kami untuk
menyelesaikan makalah ini tanpa RidhoNya.
            Dengan diselesaikannya makalah ini, penulis menyampaikan terimakasih
dan penghargaan yang setinggi – tingginya, atas segala bantuan, bimbingan,
dukungan serta pengarahan yang telah diberikan kepada penulis, diantaranya:
1. Orang tua yang telah memberikan dorongan baik dalam segi materi maupun
moral, sehingga kami bisa menjadi seperti saat ini.
2. Dosen pengampu mata Kuliah Stilistika yang telah memberikan banyak sekali
bimbingan selama perkuliahan
3. Rekan – rekan maupun para sahabat yang selalu ada untuk memberika spirit
semangat tersendiri bagi kami untuk terus menjadi lebih baik.
4. Para pihak – pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Demikianlah makalah ini dibuat, penulis mohon maaf yang sebesar –
besarnya apa bila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan
baik dalam segi penulisan maupun sebagainya. Kritik dan saran yang membangun
dari pembaca selalu penulis tunggu sebagai bahan evaluasi untuk pembuatan
makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada orang lain secara umum serta bagi penulis sendiri pada khususnya serta
atas perhatian, kritik dan sarannya penulis sampaikan terimakasih

Metro, 30 Desember 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Masalah.................................................................................... 2
D. Manfaat ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3


A. Biografi Pengarang ............................................................................. 3
B. Sinopsis Cerpen .................................................................................. 4
C. Analisis Stilistika Cerpen ................................................................... 7
D. Analisis gaya bahasa Cerpen ............................................................. 8
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 12
A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cerita pendek atau cerpen merupakan salah satu karya sastra yang habis
dibaca sekali duduk. Menurut Soeharianto (1982: 39), cerpen adalah wadah
yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk menyuguhkan sebagian kecil saja
dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang.
Menurut Soeharianto (1982) cerita pendek bukan ditentukan oleh
banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikit tokoh yang
terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup
permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra itu. Jadi jenis
cerita yang pendek belum tentu dapat digolongkan menjadi cerita pendek, jika
ruang lingkup permasalahannya tidak memenuhi persyaratan sebagai cerpen.
Media yang digunakan oleh cerpen untuk menyampaikan pikiran
pengarang adalah bahasa. Bahasa dalam karya sastra merupakan lambang
yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian atau konvensi dari
masyarakat. Bahasa yang digunakan di dalam karya sastra cenderung
menyimpang dari kaidah kebahasaan, bahkan menggunakan bahasa yang
dianggap aneh atau khas. Penyimpangan penggunaan bahasa dalam karya
sastra, menurut Riffaterre (dalam Supriyanto, 2009: 2) disebabkan oleh tiga
hal yaitu displacing of meaning (pengganitan arti), dan creating of meaning
(perusakan atau penyimpangan arti), dan creating of meaning (penciptaan
arti).
Oleh karena banyak penyimpangan arti di dalam karya sastra, maka
pengamatan atau pengkajian terhadap karya sastra (cerpen) khususnya dilihat
dari gaya bahasanya sering dilakukan. Pengamatan terhadap karya sastra
(cerpen) melalui pendekatan struktur untuk menghubungkan suatu tulisan
dengan pengalaman bahasanya disebut sebagai analisis stilistika.
Salah satu cerpen yang sangat menarik untuk dikaji menggunakan analisis
stilistika adalah cerpen Gerhana Mata karya Djenar Maesa Ayu. Cerpen ini

1
menarik untuk dikaji karena mengandung banyak majas (gaya bahasa) dan
bahasa kiasan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana isi Biografi Pengarang ?
2. Bagaimana Sinopsis Cerpen ?
3. Bagaimana Analisis Stilistika Cerpen ?
4. Bagaimana Analisis gaya bahasa Cerpen ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui isi Biografi Pengarang
2. Untuk Mengetahui Sinopsis Cerpen
3. Untuk Mengetahui Analisis Stilistika Cerpen
4. Untuk Mengetahui Analisis gaya bahasa Cerpen

D. Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik
bagi pembaca maupun bagi penulis pribadi. Adapun makalah ini diharapkan
dapat memberikan kegunaan sebagai media pembelajaran sastra bagi
mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Pengarang
Gerhana Mata merupakan buku yang ditulis oleh Djenar Maesa Ayu.
Djenar biasa dipanggil Nai. Ia lahir di Jakarta, 10 Januari 1970. Djenar lahir
dari keluarga seni. Kedua orangtuanya adalah tokoh perfilman Indonesia.
Ayahnya adalah Sjumanjaya seorang sutradara terkemuka dan ibunya, Toeti
Kirana aktris era 70-an yang terkenal. Dari beberapa penulis perempuan di
Indonesia saat ini, nama Djenar Maesa Ayu sangat menonjol.
Pada awalnya Djenar menulis cerita pendek (cerpen), kemudian berpindah
ke novel. Namanya semakin terkenal ketika ia melebarkan sayap ke dunia
televisi dan layar lebar. Sekarang, ia telah menjadi sutradara lewat film yang
diangkat dari karya cerpennya sendiri, “Mereka Bilang, Saya Monyet!”
Karya-karya Djenar Maesa Ayu:
a. Kumpulan Cerpen
1) Mereka Bilang, Saya Monyet!; kumpulan cerpen (2002)
2) Jangan Main-main dengan Kelaminmu; kumpulan cerpen (2003)
3) Cerita Pendek tentang Cerita yang Pendek; kumpulan cerpen (2006)
4) Naila; Novel(2005)
b. Novel
1) Ranjang; novel (segera terbit 2010)
c. Film
1) Mereka Bilang, saya monyet!
d. Televisi
1) Fenomena (TranTv, 2006
2) Silat Lidah (Antv, 2007

3
B. Sinopsis Cerpen
GERHANA MATA
Malam selalu memberi ketenangan. Banyak kenangan yang begitu
mudah dikais dalam ruang-ruang kegelapan. Kenangan yang memang hanya
layak mendekam dalam gelap itu seolah mengacung-ngacungkan telunjuknya
meminta waktu untuk diingat setiap kali malam bergulir, di atas pembaringan
tanpa kekasih yang tak akan hadir.
Banyak orang yang begitu takut pada malam. Pada gelap. Pada sesuatu
yang membuat mata kita seolah buta dan mau tak mau harus meraba-raba.
Membuat jantung mereka berdegup lebih kencang. Membuat mereka tak
tenang. Membuat mereka rela menukar ketidak-tenangan itu dengan harga
listrik walaupun harganya semakin tinggi menjulang.
Tapi saya selalu merasa malam memberi ketenangan. Semakin gelap
semakin ramai. Hampir menyerupai pasar malam yang ingar bingar namun
tanpa penerangan. Sehingga saya tak pernah merasa ketakutan. Tak pernah
merasa tak tenang. Sepanjang mata memandang, hanyalah kegelapan. Tubuh
kelihatan amat samar. Namun, suara-suara begitu jelas terdengar. Begitu
dekat. Sedemikian dekat sehingga aroma napas si empunya suara itu di hidung
terasa melekat. Mata saya mulai merapat, semakin gelap, semakin semuanya
akhirnya begitu terang terlihat.
Mungkin karena itulah saya begitu membutuhkan cinta. Seperti
malam. Seperti gelap. Cinta pun membutakan. Saya tidak butuh kacamata
matahari demi mendapatkan gelap di kala siang menyala. Saya tidak perlu
menutup semua tirai dan pintu serta menyumbat sela-sela terbuka yang
membiarkan cahaya menerobos masuk supaya kegelapan yang saya inginkan
sempurna. Saya hanya perlu mencinta dan dengan seketika butalah mata saya.
Saya menamakan kebutaan itu gerhana mata. Orang-orang menamakannya
cinta buta. Apa pun namanya saya tidak peduli. Saya hanya ingin mendengar
apa yang ingin saya dengar. Saya hanya ingin melihat apa yang ingin saya
lihat. Dan hanya ialah yang saya ingin lihat, sang kekasih bak lentera
benderang dalam kegulitaan pandangan mata saya. Dari sinarnyalah saya

4
mendapatkan siang yang kami habiskan di ranjang-ranjang pondok
penginapan. Saling menatap seakan hanya siang itu hari terakhir kami bisa
saling bertatapan. Saling menyentuh seakan hanya siang itu hari terakhir kami
bisa saling bersentuhan. Dan melenguh seakan hanya siang itu hari terakhir
kami bisa saling mengeluarkan lenguhan.
Di saat-saat seperti itu, di kebutaan seperti itu, saya tak perlu meraba-
raba. Tak pernah ada waktu untuk berpikir apa yang akan terjadi di hari esok.
Apakah benar masih ada hari esok. Atau apakah masih perlu akan hari esok.
Walaupun tidak jarang kebutaan yang memabukkan itu terganggu oleh suara-
suara dari luar dunia, seperti suara-suara ponsel yang berdering tak henti-
hentinya, namun dengan seketika gerhana mata bekerja. Suara-suara ponsel
yang mengganggu itu berubah menjadi suara lagu. Lembut mendayu-dayu.
Tak saya sadari lagi ketika tubuhnya pelan-pelan memisah dan menjauh. Tak
terdengar suaranya yang sengaja dibuat lirih ketika menjawab panggilan
telepon dan mengatakan kalau ia sedang tidak ingin diganggu dengan alasan
penyakit lambungnya tengah kambuh. Saya tetap merasakan tubuhnya
melekat. Saya tetap mendengar suaranya melantunkan senandung yang
membuat saya merasa itulah saat terindah untuk sekarat. Saya masih melihat
matanya sedang menatap. Mata yang seperti mengatakan bahwa tidak ada
siapa pun di dunia ini yang berarti kecuali saya. Tidak ada apa pun di dunia ini
yang lebih penting dari saya. Mata saya pun semakin buta. Dicengkeram
gerhana. Semakin kabur. Semakin dalam ke muara cinta tubuh ini tercebur.
Kami hanya bertemu kala siang. Kala api rindu sudah semalaman
memanggang. Kala segala garis maupun lekukan amat nyata terlihat dengan
mata telanjang. Segala garis maupun lekukan itu selalu diikuti bayang-bayang.
Dan dalam bayang-bayang itulah kami betemu dan bersatu. Di sanalah kami
saling menjamu keinginan antara satu dengan yang satu.
Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala
siang? Kenapa tidak pagi atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam
kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang saya inginkan. Tak terkecuali
pagi. Tak terkecuali malam.

5
Banyak yang tambah mempertanyakan. Kenapa harus buta? Kenapa
tidak menggunakan mata asli demi melihat pagi asli atau malam asli. Kenapa
harus menciptakan buta yang tak asli? Karena cinta, saya bilang. Dalam cinta
saya bisa merasakan segala sesuatunya asli, walaupun di kala pagi dan malam
yang tak asli.
Terus terang, saya tidak pernah dapat memastikan apakah pertanyaan-
pertanyaan itu asli. Kadang saya merasa pertanyaan-pertanyaan itu tidak
datang dari orang-orang, melainkan datang dari diri saya sendiri. Sehingga
saya pun tak dapat memastikan apakah jawaban saya asli. Karena tidak
mungkin sesuatu yang asli lahir dari yang tak asli.
Namun lagi-lagi perasaan ini terasa asli. Walaupun kami hanya
bertemu kala siang, atau kala pagi dan malam yang tak asli. Kalimat di
bungkus kondom “ASLI, SERATUS PERSEN ANTI BOCOR” yang kami
robek sebelum bercinta pun asli. Hangat kulitnya yang tak berjarak. Gerakan
tubuhnya yang sebentar menarik sebentar menghentak. Bunyi ranjang
berderak. Jantung keras berdetak. Suara yang semakin lama semakin serak,
adalah asli. Membuat saya selalu merasa tak pernah cukup dan ingin
mengulanginya kembali.
Saya tahu, saya akan bisa mengulanginya lagi. Tapi dengan satu
konsekuensi. Harus mengerti statusnya sebagai laki-laki beristri. Bertemu kala
siang, bukan kala pagi atau malam hari. Kala siang dengan durasi waktu yang
amat sempit. Bukan kala pagi atau malam hari yang terasa amat panjang
dalam penantian dan rindu yang mengimpit. Membuat saya kerap merasa
terjepit. Antara lelah dan lelah. Antara pasrah dan pasrah. Saya terjebak dan
berputar-putar pada dua pilihan yang sama. Saya jatuh cinta.
Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika,
mungkin tak akan seperti ini saya tak berdaya. Mungkin suara-suara yang
kerap menghantui dengan pertanyaan dan jawaban akan lain bunyinya.
Mungkin malam akan membuat saya takut. Dan dengan tubuh lain ke dalam
selimut saya akan beringsut. Juga tak akan ada siang di mana saya meradang
dan menggelepar atas tubuh yang menyentuh di atas seprai kusut lantas

6
terhenti oleh dering panggilan ponsel yang membuat satu-satunya fungsi pada
tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut.
Mungkin…
Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya.
Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala
siang. Tak menunggu kala pagi dan malam. Tak ada pertanyaan mengapa
hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam. Tak ada jawaban
karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena cinta telah
membutakan kami berdua.
Mungkin…
Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya
telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam
kedua mata ini menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap
tak akan hadir

C. Analisis Stilistika Cerpen "Gerhana Mata" Karya Djenar Maesa Ayu


Penelitian stilistika menaruh perhatian pada penggunaan bahasa dalam
karya sastra. Persoalan yang menjadi fokus perhatian stilistika adalah
pemakaian bahasa yang menyimpang dari bahasa sehari-hari, atau disebut
bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa bisa
berupa penyimpangan terhaap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa
daerah, dan pemakaian bahasa asing atau unsur-unsur asing. Penyimpangan
terhadap kaidah kebahasaan tersebut diduga dilakukan untuk tujuan tertentu.
Pusat perhatian stilistika adalah penggunaan bahasa (gaya bahasa)
secara literer dan sehari-hari. Sebagai stylist, seseorang harus mampu
menguasai norma bahasa pada masa yang sama dengan bahasa yang dipakai
dalam karya sastra. Penggunaan gaya bahasa juga diarahkan oleh bentuk karya
sastra yang ingin dihasilkan. Misalnya, gaya penataan prosa fiksi (cerpen)
berbeda dengan gaya penataan bentuk puisi. Dalam cerpen, selain fokus dalam
alur cerita, penulis dapat menggunakan gaya bahasa dan bahasa kiasan agar
cerpen yang dihasilkan lebih hidup dan menarik pembaca.

7
Salah satu cerpen yang sarat dengan gaya bahasa dan bahasa kiasan
adalah Cerpen Gerhana Mata karya Djenar Maesa Ayu. Hampir semua
barisnya menggunakan kata kiasan sehingga pembaca diajak untuk menikmati
kalimat demi kalimat, bukan hanya menikmati alur ceritanya saja. Gaya
bahasa dan bahasa kiasan yang terdapat di dalam cerpen Gerhana Mata karya
Djenar Maesa Ayu antara lain Paralelisme, paradoks, hiperbola, simile,
metafora, dan personifikasi.

D. Analisis gaya bahasa Cerpen "Gerhana Mata" Karya Djenar Maesa Ayu
a. Gaya Bahasa
(1) Paralelisme
Paralelisme merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang
maksud tujuannya serupa. Gaya bahasa paralelisme yang terkandung di
dalam cerpen Gerhana Mata antara lain:
Paragraf ke-2
.... . Membuat mereka tak tenang. Membuat mereka rela menukar
ketidaktenangan itu dengan harga listrik .... .
Paragraf ke-5
.... . Saya hanya ingin mendengar apa yang ingin saya dengar. Saya hanya
ingin melihat apa yang saya lihat. ....
Paragraf ke-6
.... Saya tetap merasakan tubuhnya melekat. Saya tetap mendengar suranya
melantunkan senandung ......... Semakin kabur. Semakin dalam ke muara
cinta tubuh ini tercebur.
Paragraf ke-13
.... . Mungkin suara-suara yang kerap menghantui dengan pertanyaan dan
jawaban akan lain bunyinya. Mungkin malam akan membuat saya takut. ...
Paragraf ke-15
..... Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi dan malam.
Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi
atau malam. Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. ....

8
Pada cerpen karya Djenar tersebut ditemukan empat gaya bahasa
paralelisme. Gaya bahasa ini biasanya digunakan penulis sebagai
penekanan makna, bahwa si tokoh benar-benar merasakan pengalaman hal
itu lebih dari pengalaman yang lainnya.
(2) Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlawanan,
tetapi sebenarnya tidak apabila dicermati dan dipikir dengan sungguh-
sungguh.
Paragraf ke-3
Hampir menyerupai pasar yang ingar bingar namun tanpa penerangan.
Paragraf ke-6
Saya tetap mendengar suaranya melantunkan senandung yang membuat
saya merasa itulah saat terindah untuk sekarat.
(3)Hiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal. Pada
cerpen Gerhana Mata juga ditemukan beberapa gaya bahasa hiperbola.
Paragraf ke-4
Saya hanya perlu mencinta dan dengan seketika butalah mata saya.
Paragraf ke-6
Mata saya pun semakin buta. Dicengkeram gerhana.

b. Bahasa Kiasan
Di samping gaya bahasa, Djenar Maesa Ayu juga menggunakan bahasa
kiasan untuk menekankan makna dan mempertahankan unsur estetis.
Bahasa kiasan yang terdapat pada cerpen tersebutada beberapa bahasa
kiasan di antaranya:
(1) Simile
Simile adalah basa kiasan yang mennyamakan satu hal dengan hal lain
dengan kata-kata pembanding. Bahasa kiasan Simile terdapat pada:

9
Paragraf ke-
Pada sesuatu yang membuat mata kita seolah buta dan mau tak mau
harus meraba-raba.
Paragraf ke-6
.... suara-suara dari luar dunia, seperti suara ponsel yang berdering tak
henti-hgentinya......
Mata yang seperti mengatakan bahwa tidak ada siapa pun di dunia ini
selain saya.
(2) Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak
mempergunakan kata-kata pembanding. Bahasa kiasan metafora yang
terdapat pada cerpen Gerhana Mata antara lain:
Paragraf ke-4
Saya tidak membutuhkan kacamata matahari demi mendapatkan gelap
di kala siang menyala.
Paragraf ke-5
Saya menamakan kebutaan itu gerhana mata.
Paragraf ke-6
Walaupun tidak jarang kebutaan yang memabukkan itu terganggu oleh
suara-suara dari luar dunia.
Paragraf ke-7
Kala api rindu, sudah semalaman memanggang
(3) Personifikasi
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mempersamakan benda
mati dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir,
dan sebagainya seperti manusia. Bahasa Kiasan Personifikasi dalam
cerpen Gerhana Mata karya Djenar Maesa Ayu terdapat pada:
Paragraf ke-1
.... Kenangan yang memang hanya layak mendekam dalam gelap itu
seolah mengacung-acungkan telunjukknya meminta waktu untuk
diingat setiap kali malam bergulir .... .

10
Paragraf ke-4
.... Saya tidak perlu menutup semua pintu dan tirai dan pintu serta
membuat sela-sela terbuka yang membiarkan cahaya menerobos
masuk supaya kegelapan yang saya inginkan sempurna.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membuat


cerpen, Djenar Maesa Ayu sangat memperhatikan nilai estetisnya
sehingga banyak ditemukan gaya bahasa dan bahasa kiasan. Selain itu,
dalam cerpen karya Djenar tersebut juga ditemukan beberapa rima
yang sama. Hal ini membuat karya Djenar berbeda dengan cerpen
lainnya. Karena biasanya rima ditemukan dalam karya yang bergenre
puisi. Persamaan rima itu ditemukan di dua paragraf yang berbeda,
yaitu:
Paragraf ke-6
.... Semakin kabur. Semakin dalam muara cinta ini tercebur.
Paragraf ke-12
.... Kala siang dengan durasi waktu yang sangat sempit. Bukan kala
pagi atau malam hari yang terasa amat panjang dalam pennantian dan
rindu yang menghimpit. Membuat saya merasa sangat terjepit.

Dari kedua contoh di atas, dapat dilihat bahwa rima yang sama adalah
rima [ur] dan [pit]. Kedua pengulangan rima ini biasanya digunakan
oleh pengarang untuk mempertegas arti dan menjelasan suasana secara
jelas. Di samping itu penggunaan rima yang sama dapat memberikan
efek keindahan, sehingga menjadikan cerpen Gerhana Mata berbeda
dari cerpen-cerpen yang lain.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cerpen Gerhana Mata karya Djenar Maesa Ayu mengandung gaya bahasa
dan bahasa kiasan yang terdiri dari paralelisme, paradoks, hiperbola,
personifikasi, metafora, dan simile. Gaya bahasa dan bahasa kiasan tersebut
berfungsi memberikan efek estetis atau keindahan. Selain itu, dalam cerpen
karya Djenar tersebut ditemukan persamaan rima. Hal ini menjadikan karya
Djenar menjadi lebih hidup dan berbeda degan karya lainnya.

B. Saran
Dari makalah ini dapat disarankan sebagai berikut:
1)      Kepada pembaca agar makalah ini dapat memberikan wawasan  tentang
gaya bahasa dalam sebuah karya sastra.
2)      Bagi penulis sendiri sebagai pembelajaran dalam menganalisis stilistika
dalam sebuah karya sastra.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Djenar Maesa. 2007. Gerhana Mata. (online)


(http://cerpenkompas.wordpress.comdi akses 20 Mei 2007 pukul 14:17).
Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.
Supriyanto, Teguh. 2009. Stilistika dalam Prosa. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.

13

Anda mungkin juga menyukai