Anda di halaman 1dari 12

SEMIOTIKA DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik

Sastra Dosen Pengampu : Prof. Dr. Prima Gusti Yanti M,Hum

Di Susun Oleh

Nabila Muzdalifah 1801045083


Miftahunnajah 1801045187

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR. HAMKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya
makalah ini dapat dibuat. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kritik Sastra.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penyusun tidak luput dari kesalahan dan
kekhilafan baik dari segi penulisan maupun tata bahasa. Tetapai walaupun demikian, penyusunan
berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana.
Penyusun menyadari tanpa kerjasama anatara penyusun serta beberapa kerabat yang
memberi berbagai masukan yang bermanfaat yang bermanfaat bagi penyusun demi tersusunnya
makalah ini. Untuk itu penyusunan mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah
ini. Demikian semoga maka ini dapatbermafaat bagi penyunan dan para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 9 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan Makalah................................................................................................................ 4

BAB II............................................................................................................................................. 5

1.2.1 Sejara perkembangan semiotika ....................................................................................... 5

1.2.2 Definisi dan teori semiotika .............................................................................................. 6

BAB III ......................................................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan..........................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 12

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh penulisnya yang
disampaikan melalui dalam wujud karya sastra. Wujud tersebut akan dimaknai kembali
sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan makna suatu karya sastra dapat
dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang ingin disampaikan oleh penulisnya melalui hasil
karyanya dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pembacanya.
Semiotika berperanan besar dalam memaknai banyak hal. Mempelajari tanda berarti
mempelajari bahasa dan kebudayaan. Dalam tingkatan praktis dapat digunakan semiotika
sebagai alat analisis karya-karya sastra asing, bagaimana karya tersebut ditampilkan,
bagaimana karya-karya sastra asing tersebut disusun, dan menyimpan kode-kode apabila
dilihat secara sekilas tidak memiliki arti apapun.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah perkembangan semiotika?

1.2.2 Apa itu definisi dan teori semiotika?

1.3 Tujuan Makalah


1.3.1 Untuk mengetahui sejarah perkembangan semiotika.
1.3.2 Untuk mengetahui definisi dan teori semiotika

i
BAB II
PEMBAHASAN

1.2.1 Sejarah Perkembangan Semiotika

Semiotika pertama kali dikembangkan dan banyak dipergunakan dalam pengkajian sistem
tanda. Semiotika dalam kaitannya dengan hal tersebut adalah pemahaman semiotika yang
mengacu pada teori semiotika Ferdinand De Sausure dan Semiotika Charles Snaders Peirce, yang
dikenal sebagai bapak semiotika modern, serta semiotika Roland Barthes, Semiotika C.K. Ogden
dan I.A. Richard, Semiotika Michael Riffaterre. Ferdinand De Saussure sebagai bapak
semiotikamodern (1857-1913) ia membagi relasi antara penanda (signifier) dan petanda (signified)
berdasarkan konvensi yang disebut dengan signifikasi. Penanda dilihat sebagai wujud fisik seperti
konsep di dalam karya sastra. Sedangkan, petanda dilihat sebagai makna yang ada di balik wujud
fisik berupa nilai-nilai. Adapun hubungan signifikan berdasarkan atas kesepakatan sosial dalam
pemaknaan tanda. Hubungan semiotik dengan linguistik harus disadari hakikat adanya ikatan
antara dua bidang tersebut yang oleh Saussure difokuskan pada hakikat kata sebagai sebuah tanda.
Semiotika Roland Barthes (1915-1980) mengembangkan dua tingkatan pertandaan, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi. Referensi terhadap penanda yang ditandai sering disebut sebagai
signifikasi tataran pertama (first order of signification) yaitu referensi denotasi, sedangkan
konotasi disebut sebagai sistem penanda tataran kedua (second order signifying sistem) (Sulaiman,
2005:41).
Semiotika C.K. Ogden dan I.A. Richard mengembangkan teori semiotika trikotomi yang
merupakan pengembangan dari teori Ferdinand Saussure dan Roland Barthes. Teori tersebut masih
mengembangkan hubungan antara petanda (signified) dan penanda (signifier) dengan denotasi dan
konotasi. Penanda secara denotasi merupakan sebuah peranti (actual function/ object properties)
dan secara konotasi penanda merupakan bentuk dari sebuah petanda. Jadi teori ini, petanda
berwujud makna, konsep, dan gagasan, sedangkan penanda merupakan gambaran yang
menjelaskan peranti, ini merupakan penjelasan fisik objek, kondisi objek, dan cendrung berupa
ciri-ciri bentuk. Dan peranti merupakan wujud benda.
Charles Sanders Peirce juga merupakan bapak semiotika modern (1839- 1914), ia
mengemukakan tanda dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ideks (index) ikon (icon) dan symbol
(symbol). Ikon adalah tanda hubungan antara penanda dan petandanya bersifat persamaan bentuk

i
ilmiah, indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, symbol itu tanda yang tidak menunjukkan
hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, (Pradopo, 1990:121)
Semiotika Michael Riffaterre mengemukakan empat hal pokok untuk memproduksi
makna, yaitu ketidak langsungan ekspresi pembacaan heurisik, retroaktif (hermeneutic), matrik
dan hipogram. Ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh penggantian arti penyimpangan arti
dan penciptaan arti (Kusuji, 1999:3, 5). Pembacaan heuristic merupakan pembacaan objek
berdasarkan struktur kebahasaannya. Adapun pembacaan retroaktif (hermeneutic) merupakan
pembacaan ulang setelah diadakan pembacaan heuristic dengan memberikan penafsiran
berdasarkan konvensi sastranya.
Menurut North ada empat tradisi yang melatarbelakangi kelahiran semiotika,yaitu
semantic, logika, retorika dan hermeneutic, yang menurut Culler(1977:6) kedudukan semiotik
identik pada tanda (Nyoman, 2004: 97). Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz
(2002:4) semiotika berasal dari kata seme, berasal dari bahasa Yunani yang berarti penafsir tanda,
dengan pengertian secara luas sebagai sebuah teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai
produksi dan intepretasi tanda. Dalam hal ini teori semiotikan terkait dengan kehidupan manusia
yang dapat dianggap penuh dengan tanda, dan semiotik sebagai perantara tanda dalam proses
berkomunikasi, sehingga manusia disebut dengan homo semioticus (Nyoman: 2004;97). Kajian
mengenai tanda dilakukan secara baru dilakukan awal abad ke-20 oleh dua orang filosof, yaitu
Ferdinand de Saussure(1857-1913) sebagai ahli bahasa dan Charles sanders Peirce (1839-1914)
sebagai ahli filsafat dan logika.

1.2.2 Definisi dan Teori Semiotika


1. Definisi semiotika
Definisi semiotika dapat dipahami melalui pengertian semiotika yang berasal dari kata
semeion, bahasa asal Yunani yang berarti tanda. Semiotika ditentukan sebagai cabang ilmu yang
berurusan dengan tanda, mulai dari system tanda, dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda
pada akhir abad ke-18. J.H. Lambert, seorang filsuf jerman yang sempat dilupakan, menggunakan
kata semiotika sebagai sebutan untuk tanda. Untuk beberapa masa, perbincangan mengenai
semiotika sempat tenggelam dan tidak menarik perhatian para filsuf atau pemerhati ilmu bahasa
dan kesastraan lainnya. Baru setelah seorang filsuf Logika Amerika pertama, C.S. Peirce (1834-

i
1914) menuliskan pikirannya guna mendapatkan perhatian pada tahun 30-an, semiotika kembali
dikenal di abad barunya. Hal ini diperkenalkan oleh Charles Morris (Amerika) dan Max bense
(Eropa). Perkembangan semiotika sebagai salah satu cabang ilmu memang tergolong sebagai ilmu
tua yang baru. Perkembangan teori semiotika tidak dapat dikatakan pesat. Ilmu tanda, sistem tanda,
serta proses dalam penggunaan tanda hingga pada taraf pemahaman melalui makna memerlukan
kepekaan yang besar. Makna yang berada dibalik setiap karya sastra atau bahasa, dengan kepekaan
tersebut akan dapat diungkap dan dipahami dengan baik.
2. Teori semiotika
Dalam dunia semiotik, Ferdinand de Saussure yang berperan besar dalam pencetusan
Strukturalisme, ia juga memperkenalkan konsep semologi (sémiologie; Saussure, 1972: 33).
Berpijak dari pendapatnya tentang langue yang merupakan sistem tanda yang mengungkapkan
gagasan ada pula sistem tanda alphabet bagi tuna wicara, simbol-simbol dalam upacara ritual,
tanda dalam bidang militer. Saussure berpendapat bahwa langue adalah sistem yang terpenting.
Oleh karena itu, dapat dibentuk sebuah ilmu lain yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan
sosial yang menjadi bagian dari psikologi sosial; ia menamakannya sémiologie. Kata tersebut
berasal dari bahasa Yunani sēmeîon yang bermakna „tanda‟. Linguistik merupakan bagian dari
ilmu yang mencakupi semua tanda itu. Kaidah semiotik dapat diterapkan pada linguistik.
Menurut Barthes dalam Vera (2014:26), semiologi hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai, dalam hal ini tidak dapat
disamakan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes, dengan demikian melihat signifikansi
sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikansi
takterbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain diluar bahasa. Barthes menganggap
kehidupan sosial sebagai sebuah signifikansi. Dengan kata lain, kehidupan sosial, apa pun
bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri.(Kurniawan dalam Vera, 2014:26)
Sobur menjelaskan mengenai salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Para ahli semiotik aliran
konotasi pada waktu menelaah sistem tanda tidak berpegang pada makna primer, tetapi mereka
berusaha mendapatkannya melalui makna konotasi. (Sobur,2013:68)Untuk penjelasan lebih

i
jelasnya mengenai konotatif dan denotatif, di bawah ini akan menjelaskan mengenai
Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja, sebagai berikut:

1.Signifier ( penanda) 2.Signified (Petanda)


3.Denotatif sign (Tanda
denotatif)
4.Conotative SIgnifier ( penanda 5.Conotative signified ( Petanda
konotatif) konotatif)
6.Connotative sign (Tanda
Konotatif)

1. Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotatif)


Dalam pengertian umum menurut Sobur, denotasi biasanya dimengerti
sebagai makna harfiah, makna yang "sesungguhnya," bahkan kadang kala juga
dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara
tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan
bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalan
semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat
pertama. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan
ketertutupan makna. (Sobur, 2013:70)

1. Sistem Pemaknaan Tingkat Kedua (Konotatif)


Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang
disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu
periode tertentu. (Budiman dalam Vera, 2014:28)

Istilah konotasi digunakan Barthes untuk menunjukkan sistem signifikasi


tahap kedua. Kata konotasi itu sendiri berasal dari bahasa Latin connotare,
"menjadi tanda" dan mengarah pada makna-makna kultural yang
terpisah/berbeda dengan kata atau bentuk-bentuk lain dari komunikasi.
Makna konotatif ialah gabungan dari makna denotatif dengan segala

i
gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan ketika indera kita
bersinggungan dengan petanda.

2. Mitos
Mitos dalam pandangan Barthes berbeda dengan konsep mitos dalam arti
umum. Barthes mengemukakan mitos adalah bahasa, maka mitos adalah
sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Dalam uraiannya,
ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian khusus ini merupakan
perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama di
masyarakat itulah mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan
sistem semiologis, yakni sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia. (Hoed
dalam Vera, 2014:28)

Mitos bukanlah pembicaraan yang sembarangan, bahasa yang disampaikan


membutuhkan kondisi-kondisi khusus untuk menjadi sebuah mitos yang
nantinya akan diterima oleh masyarakat luas. Mitos adalah suatu sistem
komunikasi yang memiliki suatu pesan di dalamnya. Menurut Barthes secara
etimologi, mitos adalah sebuah tipe pembicaraan atau wicara. (Barthes,
2006:295

Merujuk pada teori Roland Barthes, analisis semiotik dalam kumpulan karya sastra asing
dapat dilakukan dengan pengelompokkan penanda tekstual (leksia) yang selanjutnya setiap atau
tiap-tiap leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima kode pembacaan.

Salah satu karya sastra asing adalah karya sastra yang berasal dari negara Prancis. Jenis
karya sastra Prancis adalah roman, novel, cerpen, puisi, cerita rakyat, dan dongeng. Berikut
dipaparkan langkah-langkah analisis berdasarkan sebuah dengeng Prancis yang berjudul Le
Petit Poucet (Si Kecil Ibu Jari). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah nilai
moral yang terdapat dalam dongeng tersebut. Langkah awal adalah mengkaji leksia dan kode-
kode pembacaan (1) kode hermeneutik (kode teka-teki), (2) kode semik (makna konotatif), (3)
kode simbolik, (4) kode proaretik (logika tindakan), dan (5) kode gnomik yang terdapat dalam
teks dongeng. Setelah leksia dan kode pembacaan ditemukan, maka langkah selanjutnya
ditentukan nilai moral berdasarkan tiga kategori yang terdiri atas (1) hubungan manusia dengan

i
Tuhan, (2) hubungan manusia dengan kepribadian/diri sendiri, dan (3) hubungan manusia
dengan manusia lain dalam lingkungan sosial (Bertens, 2011).

i
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Semiotika dalam tindak penelitian sastra menjadi salah satu pendekatan, yang terhitung
kerap digunakan dalam ragam penelitian sastra. Penggalian nilai dan makna melalui tanda-tanda
yang terdapat pada karya sastra tentunya akan terkait erat dengan semiotika yang memilki fokus
pada sistem tanda. Terkait dengan tindakan analisis semiotik terhadap karya sastra, pada fokus
pembicaraan buku ini, maka penelitian sastra (semiotika) akan melibatkan bahasa yang dianggap
sebagai media komunikasi dalam bentuk bahasa yang memuat banyak sistem tanda.

Kemudian teori semiotic oleh Roland Barthes, yang berfokus pada gagasan tentang
gagasan signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang mana signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifer (penanda) dan signified (petanda) di dalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari
tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua.
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).
Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas
atau gejala alam.

i
DAFTAR PUSTAKA
Anderson Daniel Sudarto, jhony Senduk, dan Max Remban. 2015. ANALISIS SEMIOTIKA
FILM “ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI”. 4(1), 4
Trieska Sela Pratiwi, Yuliani Rachma, Mohamad Syahriar Sugandi, (2015).ANALISIS
SEMIOTIKA ROLAND BARTHES TERHADAP LOGO CALAIS TEA.Fakultas
Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom
Ambarini AS, Nazla Maharani Umaya. SEMIOTIKA TEORI DAN APLIKASI PADA KARYA
SASTRA.
Ninuk Lustyantie. PENDEKATAN SEMIOTIK MODEL ROLAND BARTHES DALAM
KARYA SASTRA PRANCIS. Semarang : FKIP PGRI SEMARANG PRES

Anda mungkin juga menyukai