Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH SASTRA

INDONESIA

ANGKATAN 90an
Dosen pengajar=Renita Br Saragih,S.P.,M.Pd

Disusun oleh=

Pelita Najelina Silaban (21110070)

Nelva Elvrayani Sitanggang(21110060)

Utari Aritonang(21110077)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sastra Indonesia Angkatan
90-an” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang
akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Dan kami mengucapkan
mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

penyusun

Medan,25 september2021
DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ...............................................................................................................1

2.Rumusan Masalah ...........................................................................................................1

BAB II: PEMBAHASAN

1.Sejarah Sastra Angkatan 90..........................................................................................2

2.Ciri-ciri Sastra Angkatan 90 ............................................................................................3

3.Pengarang dan Karyanya pada Angkatan 90 .............................................................3

4.Perdebatan Yang terjadi pada Angkatan 90.................................................................5

5.Pelopor Angkatan90an.........................................................................................................6

BAB III:PENUTUP

1.Kesimpulan .............................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................8


BAB l

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulisan atau lisan
berdasarkan pemikiran, pendapat, pengalaman, hingga ke perasaan dalam bentuk yang
imajinatif, cerminan kenyataan atau data asli yang dibalut dalam kemasan estetis
melalui media bahasa.Selain itu juga sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial,
karena menurut para ahli sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang)
terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya.

Seperti yang kita ketahui dalam Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk
merujuk pada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau
keindahan tertentu. Sastra biasa dibagi sastra tertulis atau sastra lisan. Sastra sebagai
pengalaman batin, memperluas emosi pembaca, juga sebagai media pendidikan/
pengajaran dan memberikan inspirasi. Karya sastra sebagai hak cipta manusia selain
memberikan hiburan dengan nilai baik, nilai keindahan, susunan adat istiadat, suatu
keyakinan dan pandangan hidup orang lain atau masyarakat melalui karya sastra.

Hingga saat ini masalah angkatan dalam sastra indonesia masih tetap di
perdebatkan. Perbedaan kriteria atau titik tolak pandangan dalam membuat
penggolongan angkatan ini, menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Masalahnya
menjadi semakin sulit, karena kriterianya tidak saja berdasarkan perurutan waktu,
tetapi juga berdasarkan “nilai-nilai” tertentu. Bakri Siregar mencoba menjelaskan
masalah ini.dia juga melihat telah lahir suatu angkatan baru dalam sastra indonesia,
yang dalam penampilannya di tandai oleh protes sosial yang ditunjukan kepada
penolakan otoritas total dalam semua bidang. Secara instrinsik hal ini diwujudkan
dalam penolakan wawasan estetika dari angkatan sebelumnya

2.RUMUSAN MASALAH

Karya sastra memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan sosial masyarakat
karena sastra menyajikan gambaran kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari
kenyataan sosial.Baik itu dalam kehidupan yang mencakup hubungan antar masyarakat
dengan orang-orang, antar manusia, antar peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.

Fokus terhadap Masalah yang ada di dalam makalah ini, kami memberikan batasan
masalah sehingga tidak menyimpang dari berbagai apa yang telah menjadi pokok
bahasan. Mengacu kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas.
Maka yang menjadi rumusan masalahny sebagai berikut

1. Sejarah sastra angkatan 90?

2. Apa saja ciri-ciri dari angkatan ’90?

3. siapa saja pengarang serta hasil karyanya pada angkatan ’90?

4. Siapa pelopor yang ada karya sastra angkatan ’90?

5. Bagaimana perdebatan yang terjadi pada masa angkatan 90?


BAB II

PEMBAHASAAN

1. SEJARAH SASTRA ANGAKATAN 90an

Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1990, ditandai dengan
banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa
tersebut. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai
majalah dan penerbitan umum. Persoalan sejarah memang memegang peranan penting
disini. Angkatan 90-an memberikan nafas, terutama surealisme pembongkaran bahasa
dan mulai memunculkan masalah gender.

Dengan demikian,di era angkatan 90an memasuki penuh kebebasan ekspresi dan
pemikiran. Dengan ditemukannnya percetakan, maka karya sastra jadi bersifat
individual : seorang pengarang menulis secara pribadi kemudian sampaikan juga secara
pribadi kepada tangan pembacanya yang menikmatinya secara pribadi pula.

Sebetulnya pada angkatan 90 ini belum benar-benar dikatakan sebagai angkatan,


namun karena banyak pengarang yang menciptakan suatu karya-karya pada tahun 90an
disebutkan bahwa adanya angkatan 90 itu. Generasi 1990-an memang hanya menjadi
pencatat peristiwa-peristiwa ketika fenomena “di luar” tengah diterjang badai
kesemarakan beragama, sempitnya ruang artikulasi publik dan lahirnya generasi yang
gamang, para penyair mengusung peristiwa “luar” itu ke dalam kamar puisinya. Maka
sangat tidak mungkin menciptakan sebuah angkatan tanpa adanya perambahan estetika
dari sebuah generasi yang selalu mengklaim dirinya menjaga wilayah kata-kata.

Masa Pemapanan dapat mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1965-1998


dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai aspek kehidupan sosial,
ekonomi, politik, pers, dan pendidikan yang dampaknya tampak pada bidang sastra.
Pada masa itu ilmu sastra Indonesia tampak semakin mapan di fakultas sastra,
penelitian makin merak dimana-mana, dan penerbitan pun terbilang berlimpah ruah.
Memang ada juga pembatasan dan penekanan disana-sini , tetapi secara keseluruhan
berkembang mapan.

Masa Pembebasan dapat mewadahi kehidupan sastra Indonesia selepas reformasi


Mei 1998 dengan alasan telah terjadi kebebasan bersastra yang hasilnya masih harus
masih diuji oleh sejarah sebagai contoh, roman-roman Pramoedya Ananta Toer dan
sejumlah “sastra perlawanan” yang sulit terbit pada masa sebelumnya ternyata sekarang
dapat diterbitkan tanpa ketakutan apapun.

2. CIRI-CIRI ANGKATAN 90an


Ciri-ciri Angkatan 90an sebagai berikut:

1.Kecendrungan dominan dari penyairnya yaitu lebih menyodorkan unsur asketik di


antara kerumunan tema-tema sosial yang menghinggapi generasi penyair 90-an.

2. Semakin banyak karya-karya sastra yang diterbitkan tanpa ketakutan apapun.

3.Ditandai dengan banyaknya roman percintaan.

4.Mulai memunculkan masalah gender.

5.Mulai muncul sastrawan wanita yang menonjol.

3.PENGARANG DAN KARYANYA ANGKATAN 90an

Pengarang dan karya sastra angkatan 90 yaitu:

1. Ayu Utami

• Saman (1998) Larung (2001)

2. Jenar Mahesa Ayu

• Mereka Bilang Saya Monyet

3. Ahmadun Yosi Herfanda

• Sajak Penari (1990)

• Sebelum Tertawa Dilarang (1997)

• Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)

• Sembahyang Rumputan (1997)


4. Hilman Hariwijaya

• Olga Sepatu Roda(1992)

• Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)

5. Dorothea Rosa Herliany

• Matahari yang Mengalir (1990)

• Kepompong Sunyi(1993)

• Nikah Ilalang (1995)

• Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

6. Gustaf Rizal

• Segi Empat Patah Sisi(1990)

• Segi Tiga Lepas Kaki(1991)

• Ben (1992)

• Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)

Ada pula kumpulan cerpen pada angkatan 90 ini diantaranya :

1. Kado Istimewa (pilihan kompas, 1992)

2. Laki-laki yang Kawin dengan Peri (pilihan kompas, 1995)

3. Lampor (pilihan kompas, 1994)

4. Menjelang Pagi (Ratna Indraswari Ibrahim, 1994), dan lain-lain.


4.Perdebatan yang Terjadi pada angkatan 90

Pada tahun 1994, tiga media cetak ditutup Pemerintah: Tempo,Editor, dan Detik.
Inilah yang merangsang insiatif untuk membangun Komunitas Utan Kayu. Maka
berdirilah Institut Studi Arus Informasi (1995) dan Galeri Lontar (1996) di sebuah
kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. Menyusul
kemudian, Teater Utan Kayu (1997).

Ketika dulu banyak perdebatan antar individu, kini perdebatan itu tertuang
dalam sebuah komunitas-komunitas. Perdebatan itu sekarang milik Komunitas Utan
Kayu (KUK) atau lebih khusus kepada Teater Utan Kayu (TUK) dengan Komunitas Ode
Kampung (KOK).

TUK yang dihuni seniman tenar (Nirwan Dewanto, Sitok Srengenge, Goenawan
Mohamad, Ayu Utami, dan Eko Endarmoko) menjadi pengendali sekaligus aset
terpenting dalam keberadaan komunitas ini. Mereka menghasilkan sebuah eksklusivitas
tanpa merambah sastra komunitas lain. Banyak karya sastra yang dihasilkan dari
komunitas ini, dengan gaya yang begitu bebas. Memakai gaya yang dulu dianggap begitu
tabu, kini dipergunakan dengan lantang dan santainya. Salah satu tokohnya, Ayu Utami,
yang terlihat dalam novel Saman dan Larung. Dalam novel ini Ayu menggunakan
kebebasan dalam bersastra hingga menggunakan bahasa yang vulgar. Goenawan
Mohamad menganggapnya sebagai suatu risiko dalam kesusastraan Indonesia modern.
Akibat yang harus ditanggung jika sastra kita ingin menuju pada tahap modern.

Perdebatan antara KUK dengan TUK-nya dan KOK dengan Boemipoetra-nya hanyalah
sebagai perdebatan sastra bocah. Perdebatan yang dikeluarkan bukan bersifat
membangun, tidak seperti yang dilakukan oleh tahun-tahun dulu. Ketika itu perdebatan
pertama yang muncul antara STA dan Armijn Pane adalah mencakup hal dasar, yaitu
dasar budaya bangsa kita: barat atau timur.

Pada majalah Recak dapat diketahui bahwa letak perdebatan ini karena
ketidaksenangan Saut Situmoranng melihat Goenawan Mohamad memanfaatkan mitos
baru tentang TUK yang mulai menggeser keberadaan Horizon dan TIM untuk
mendominasi dunia sastra Indonesia dalam memenuhi ambisi ekstraliterer mereka. Hal
tersebut dimulai dengan skandal menangnya novel Saman di Sayembara Roman Dewan
Kesenian Jakarta 1998. Setelah itu penghargaan kepada Ayu Utami dari Prince Claus
Award karena karyanya dianggap meluaskan batas penulisan dalam masyarakat. Dalam
Saman, Ayu Utami tidak sungkan-sungkan membahas masalah seks. Tapi mungkin
zamannya sudah berubah, kini masalah seks sudah bukan merupakan hal yang tabu
untuk diungkapkan. Ironis, bahwa yang mengungkap secara detail dan sedikit jorok
dalam novel ini adalah justru seorang wanita yaitu Ayu Utami.

5.Pelopor Angkatan 90an

Ayu Utami adalah salah satu pelopor atau tokoh yang paling populer pada angkatan 90
dengan karyanya Saman diantaranya yang memenangkan sayembara penulisanroman
dewan Kesenian Jakarta 1998.

Sedikit singkat mengenai Ayu Utami, Justina Ayu Utami (lahir di Bogor,Jawa Barat, 21
November 1968; umur 43 tahun) adalah aktivis jurnalis dan novelis Indonesia, ia besar
di Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas SastraUniversitas Indonesia.

Ia pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak
lama setelah penutupanTempo, Editor dan Detik di masa Orde Baru, ia ikut mendirikan
Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini ia bekerja di jurnal
kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya yang pertama, Saman,
mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru
dalam sastra Indonesia.

Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara penulisan
roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu
eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus
Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung
dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Akhir 2001, ia
meluncurkan novel Larungnya.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada akhir bab ini kami pemakalah menarik kesimpulan bahwa salah satu pelopor
pada angkatan 90 ini Ayu Utami dengan karyanya “Saman”. Karya-karya populer yang
berkembang menunjukan adanya peningkatan kemajuan sastra dari massa
pembacanya.

Sebetulnya angkatan 90 ini masih diragukan apakah ini merupakan angkatan atau
bukan, kerena menurut kami angkatan 90 banyak berbau dengan 2000 atau angkatan
reformasi. Seperti pada angkatan-angkatan sebelumnya bahwangkatanasanya angkatan
90 ini pun penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran dengan sastrawan wanita yang
menonjol.

Selain itu, Pada masa itu ilmu sastra Indonesia tampak semakin mapan, penelitian
makin merak dimana-mana, dan penerbitan pun terbilang berlimpah ruah. Karya-karya
yang sulit terbit pada masa sebelumnya ternyata pada angkatan ini dapat diterbitkan
tanpa ketakutan apapun.
DAFTAR PUSTAKA

Budianta, Melani dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003).

Kratz, E. Ulrich, Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2000).

K.S, Yudhiyono, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007).

Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988).

Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 15.

E. Ulrich Kratz, Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2000), hal. 697.

Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), h. 146.

Yudiono K.S., Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h. 53.

Yudhiyono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h.248.

E. Ulrich Kratz, Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2000), hal. 687.

Anda mungkin juga menyukai