PETUNJUK:
SOAL:
1. Jelaskan perkembangan sejarah sastra Indonesia mulai dari angkatan pujangga lama
hingga angkatan 2000–an. Sertakan dengan tokoh/sastrawan beserta contoh karya
sastra yang terbit pada setiap angkatannya!
JAWABAN:
Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920,
yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat
dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka merupakan penerbit
yang didirikan dengan nama Commissie voor de Inlansche School en
Volkslectuur (bahasa Indonesia: "Komisi untuk Bacaan Rakyat")
oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 15 Agustus 1908. Balai Pustaka
didirikan pada masa itu untuk memproduksi bahan bacaan bagi sekolah yang
dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda diyakini sebagai bagian dari Politik
Etis atau Politik Balas Budi (Belanda: Ethische Politiek). Balai Pustaka juga pada
masa itu bertujuan untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
(cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya
dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan
dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Tokoh: Merari Siregar, Marah Roesli, Muhammad Yamin, Nur Sutan Iskandar
Karya sastra: Azab dan Sengsara (1920), Binasa kerna Gadis Priangan (1931), Cinta
dan Hawa Nafsu, Siti Nurbaya (1922), La Hami (1924), Anak dan
Kemenakan (1956), Tanah Air (1922), Indonesia, Tumpah Darahku (1928), Kalau
Dewi Tara Sudah Berkata, Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh
Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistis dan elitis. Pada masa itu, terbit
pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana,
beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman
Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para
kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini
novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya
penting sebelum perang.
Tokoh: Sutan Takdir Alisjahbana, Hamka, Armijn Pane, Sanusi Pane
Karya sastra: Dian Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega - kumpulan sajak
(1935), Layar Terkembang (1936), Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940), Di
Bawah Lindungan Ka'bah (1938), Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939), Tuan
Direktur (1950), Di dalam Lembah Kehidoepan (1940), Belenggu (1940),
Sandhyakala Ning Majapahit (1933), Kertajaya (1932).
Angkatan 1980 – 199an, karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah
tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita
yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa
angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Namun yang tak
boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu
lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan
serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi
gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Tokoh: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira
Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin
Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor
Ganie.
Karya sastra: Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987), Cerpen-cerpen Nusantara
Mutakhir (1991), Pistol Perdamaian (1996), Ladang Hijau (1980), Sajak
Penari (1990), Sebelum Tertawa Dilarang (1997), Sembahyang Rumputan (1997).
2. Dari masa ke masa, sastra di Indonesia telah mengalami perubahan dan tentunya
perkembangan. Menurut saya pribadi, dewasa ini masyarakat semakin dimudahkan
jika ingin membaca atau menikmati sebuah karya sastra. Contohnya saja, sekarang
banyak platform dijejaring sosial yang bisa diakses jika masyarakat ingin membaca
novel ataupun puisi. Baik untuk penikmat maupun sastrawannya sendiri, sekarang
bisa mengakses dan mempublikasikan karya mereka dengan mudah, dalam artian
tidak sesulit zaman dulu. Dengan sastra yang semakin berkembang, banyak muncul
sastrawan–sastrawan muda baru yang memiliki warna baru bagi lingkup sastra
sendiri. Jadi, sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang baik.