Dosen pengampu:
Dr. Akhmad Taufik, S.S,M.Pd.
Oleh:
Dantyganinda (200210402038)
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan kepada kami, sehingga kami
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Periode 1900-1933 dalam
sejarah sastra Indonesia”.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dengan adanya bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Mengingat kemampuan yang kami miliki, maka dalam penulisan makalah ini tentu
masih banyak kekurangan baik pada materi maupun teknis penulisan materi. Untuk itu kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak sangatlah kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Sastra Indonesia pada Periode 1900-1933..........................3
2.2 Ciri-ciri dan Detail Angkatan Balai Pustaka................................................4
2.3 Judul dan Penulis Karya Sastra Pada Perode 1900-1933.............................6
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................9
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Sejarah sastra Indonesia merupakan studi sastra yang membahas perkembangan sastra
Indonesia yang sejak lahirnya sampai perkembangannya yang terakhir kali. Hal ini terjadi
karena sastra Indonesia itu selalu dari masa ke masa, dari periode ke periode. Periode-periode
sastra tidak tersusun secara mutlak atau dalam tahun yang pasti, karena periode-periode
saling tumpang tindih yaitu sebelum periode angkatan sastra yang lain. Satu periode sastra
biasanya muncul angkatan sastra. Angkatan sastra adalah sekumpuan sastrawan yang hidup
dan berkarya dalam satu kurus masa (periode tertentu). Mereka memiliki kemiripan dalam
hal ide, gagasan, semangat, dan visi yang dituangkan dalam karya sastra masing-masing.
Karya sastra suatu angkatan merupakan kumpuan karya sastra yang menunjukan adanya
kesamaan atau kemiripan ciri-ciri intrinsic antarsastrawan.
Berdasarkan pengertian periode ini maka pakar sejarah sastra dapat menyusun
pembabakan waktu atau periodesasi sastra Indonesia atas bermacam-macam periode, sesuai
perkembangan sastra dalam kurun waktu
1
1.3 Tujuan Penulisan
Agar pembaca dapat mengetahui perkembangan sastra Indonesia pada periode 1900-
1933, serta dapat mengetahui ciri-ciri angkatan Balai Pustaka dan siapa sajakah tokoh-tokoh
penulis karya sastra pada periode tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kaum terpelajar Indonesia yang menguasai Bahasa Belanda dan telah memperoleh
pendidikan Barat dapat menikmati karya-karya tersebut. Ada Belanda yang membela pribumi
yaitu Multatuli dengan karyanya Max Havelaar yang memiliki pengaruh sangat besar
terhadap bangkitnya kesadaran dan keinginan bangsa Indonesia untuk merdeka. Nama asli
beliau ialah Edward Douwes Dekker (1820-1887) dan Multatuli yang memiki arti “Aku
Telah Banyak Menderita”. Multatuli berperan besar dalam membela pribumi. Seperti pada
saat ia berusia 18 tahun dan meniggalkan Belanda untuk bekerja menjadi asisten residen di
Lebak, Banten. Saat itu Mutatuli mengajukan protes karena tindakan pejabat dan bupati yang
sewenang-wenang terhadap pribumi. Namun, protesnya ditolak dan Multatuli disuruh untuk
meminta maaf. Setelah itu ia meninggalkan jabatannya dan menulis karangan untuk
3
melanjutkan aksi protesnya. Belanda mencari jalan keluar agar terhindar dari kesulitan ini.
Sejalan juga dengan konsekuensi politik etis yang mendirikan sekolah bagi kaum Bumi
Putera, maka pada tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda mendirikan lembaga resmi
bernama “Komisi Bacaan Rakyat (Commissie Voor de Inlandsche School en Volkslectuur)”
yang berubah menjadi “Kantor Bacaan Rakyat (Kantoor Voor de Volkstectuur)” pada tahun
1917 atau Balai Pustaka.
Ada beberapa pengarang produktif pada masa itu, seperti seorang wartawan yang
karena tulisan-tulisannya ia sering dijatuhi hukuman oleh Belanda hingga ia meninggal dalam
buangan di Digul-Atas. Beliau adalah Mas Marco Kartodikromo. Beberapa karyanya pada
masa itu ialah: Mata Gelap (1914), Studen Hijau (1919), Syair Rempah-Rempah (1919), dan
Rasa Merdeka (1924). Selain itu banyak sastrawan aktif yang menulis karya-karya sastra di
luar angkatan resmi. misalnya roman yang berjudul Hikayat Kadirun (1924) karya Semaoen
yang oleh pemerintah dilarang untuk diedarkan. Karya tersebut tidak diterbitkan melalui
lembaga resmi Balai Pustaka, serta karya Semaoen tersebut dilarang beredar karena suatu
alasan, yakni mereka berpaham kiri yang sifat-sifat dan isi karangan-karangan semacam itu
banyak menghasut rakyat Indonesia untuk berontak, maka karangan-karangan itu disebut
“Bacaan Liar”, begitu juga dengan pengarangnya disebut “Pengarang liar”.Hal ini menjadi
alasan kenapa angkatan periode tahun 1900-1933 dalam sejarah sastra Indonesia diebut
sebagai angkatan Balai Pustaka “Bacaan Liar”.
Alasan lain yang mendukung fakta tersebut ialah pada tahun 1924, organisasi PKI
mendirikan “Comissie Batjaan Hoofdbestuur” yang menerbitkan dan menyebarluaskan
“literatuur socialisme” atau sebuah istilah yang pertama kali digunakan oleh Semaoen.
Beliau menjelaskan bahwa “socialisme jalah ilmoe mengatoer pergaoelan idoep, soepaja
dalem pergaoelan idoep itoe orang-orangnja djangan ada jang memeres satoe samalain”
(Taum, 2011: 191). Mereka merupakan orang-orang pergerakan yang menjadikan media
sastra sebagai sarana perjuangan politik untuk Indonesia mencapai kemerdekaan. Lalu
kolonial Belanda memberi pandangan dan makna sebagai “Bacaan Liar”.
4
pemerintah kolonial yang semangatnya bisa dikatakan berseberangan dengan penerbit-
penerbit swasta komersial maupun kebangsaan. Adapun usaha dan kegiatan Balai Pustaka ini
adalah sebagai berikut:
Puncak-puncak sastra dari Balai Pustaka ditandai dengan karya sastra berupa novel
Salah Asuhan dan Siti Nurbaya karya Abdul Muis dan Marah Rusli. Adapun tiga pengarang
penting lainnya di Balai Pustaka, seperti Nur Sutan Iskandan yang mempunyai pengaruh
besar terhadap hampir sebagian hasil sastra Balai Pustaka. Dia awalnya sebagai korektor, lalu
redaktur, dan akhirnya sebagai kepala redaktur. Kemudian Abdul Muis yang karena novelnya
yaitu Salah Asuhan dipandang sebagai paling menonjol nilai sastranya dari segi bahasa
maupun pengolahan cerita. Selanjutnya yakni Marah Rusli, karena novelnya yang berjudul
Siti Nurbaya adalah novel yang paling banyak dibaca dan dicari oleh orang-orang pada saat
itu.
5
2.3 Judul dan Tokoh Penulis Karya Sastra pada Periode 1900-1933
a. Awal abad 20 terbit surat kabar Medan Priaji yang di dalamnya terdapat roman
“Hikayat Siti Mariah” karya H. Moekti.
b. Raden Mas Tirtiadhisoerjo menulis dua buah roman berjudul “Bosuno” (1910) dan
“Nyai Permana” (1912).
c. Mas Marco Martodikromo dengan berbagai romannya, seperti: Mata Gelap (1914),
Studen Hijau (1919), Syair Rempah-Rempah (1919), dan Rasa Merdeka (1924).
d. Semaoen dengan romannya yang dilarang beredar, yakni Hikayat Kadirun (1924).
e. Roman pertama yang berbahasa Sunda yaitu, Baruang Ka Nu Ngarora (Racun Bagi
Para Muda) karya D.K. Ardiwinata.
f. Tahun 1918 Merari Siregar menyadur cerita berjudul Si Jamin dan Si Johan karya
J. Van Maurik lalu diterbitkan.
g. Tahun 1920 terbit roman pertama dalam Bahasa Indonesia berjudul Azab dan
Sengsara Seorang Anak Gadis (1920) karya Merari Siregar.
h. Roman Marah Rusli berjudul Sitti Nurbaya (1922).
i. Roman Muda Teruna (1922) karya M. Kasim.
j. Sajak sembilan seuntai karya Moh. Yamin berjudul Tanah Air termuat dalam
majalah Jong Sumatra tahun 1920. Beliau juga menulis drama berlatar belakang
sejarah seperti Kalau Dewi Tara Sudah Berkata… (1932).
k. Rustam Efendi menulis dua buah buku berjudul Bebasari (1924) yang berisi drama
bersajak dan Percikan Permenungan (1926) yang merupakan kumpulan sajak.
l. Adinogoro nama samaran Djamaludin menulis dua buah roman berjudul Darah
Muda (1927) dan Asmara Jaya (1928) yang sama-sama berisi tentang pertentangan
terhadap adat kuno mengenai perkawinan.
m. Roman lain yang menceritakan persoalan jodoh dan campur tangan orangtua dalam
pernikahan anaknya, seperti: Karam dalam Gelombang Percintaan (1926) karya
Kedjora, Pertemuan (1927) karya Abas Soetan Pamoentjak, Salah Pilih (1928)
karya Nur Sutan Iskandar, dan Cinta yang Membawa Maut (1926) karya Abd. Ager
dan Nur Sutan Iskandar.
n. Kisah percintaan yang tokoh-tokohnya terdiri dari para pemuda yang telah
menancapkan pendidikan sekolah tertuang dalam beberapa roman, seperti: Jeumpa
Aceh (1928) karya H.M. Zainudin, Tak Disangka (1929) karya Tulis Sutan Sati,
Tak Putus Dirundung Malang (1929) karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain.
6
o. Novel Abdul Muis yang sangat terkenal pada zamannya, yakni Salah Asuhan.
Selain itu karya lain pada kurun waktu 1900-1933 ialah roman Pertemuan Jodoh
(1933).
p. Buku pertama dari Sanusi Pane yang berupa kumpulan prosa lirik berjudul
Pancaran Cinta (1926), kumpulan sajak soneta berjudul Puspa Mega (1927), dan
kumpulan sajaknya yang terakhir yang berjudul Madah Kelana (1931). Beliau juga
menulis lima buah drama yan gempat di antaranya berdasarkan sejarah jawa, yang
ditulis dalam Bahasa Belanda yaitu: Airlangga (1928), dan Eenzame
Garoedavlucht (1930), serta yang berbahasa Indonesia yaitu: Kertajaya (1932) dan
Sandhakala Majapahit (1933). Kemudian pada yahun 1932-1933 ia memimpin
majalah Timboel edisi Bahasa Indonesia.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perhatian masyarakat Indonesia terhadap sastra Indonesia sendiri muncul mulai tahun
1848 saat Pemerintah Belanda mendapat kekuasaan dan Raja mempergunakan uang sebanyak
f25.000 untuk mendirikan sekolah untuk anak-anak Bumi Putera. Semenjak sekolah itu
didirikan, maka banyak anak-anak maupun masyarakat dewasa memiliki kegemaran menulis
dan membaca. Sehingga terbitlah beberapa karya dan surat kabar. Lalu Pada tahun 1908
pemerintah kolonial Belanda mendirikan lembaga resmi bernama “Komisi Bacaan Rakyat
(Commissie Voor de Inlandsche School en Volkslectuur)” yang berubah menjadi “Kantor
Bacaan Rakyat (Kantoor Voor de Volkstectuur)” pada tahun 1917 atau Balai Pustaka.
Sehingga pada periode 1900-1933 dikenal juga sebagai angkatan Balai Pustaka. Angkatan
ini memiliki ciri-ciri yaitu, bersifat kedaerahan, bersifat romantik-romantik, bergaya bahasa
seragam, bertema sosial.
3.2 Saran
Berdasarkan bahasan tersebut, saran kami kepada pembaca yaitu agar dapat
memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan berharapagar makalah ini dapat
dijadikan sumber pembelajaran serta menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
Kami menyadari jika pada makalah ini masih terdapat banyak kesaahan dan jauh dari kata
sempurna, sehingga kami juga akan memperbaiki makalah ini dengn berpedomn pada banyak
sumber. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dri pembaca sangat kami
harapkan sebagai bahan evaluasi makalah kedepannya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Sastro, Dukuh. 2011. Periode Sastra Angkatan Balai Pustaka (1900-1933). Periode sastra
angkatan balai pustaka(1900-1933) ~ Gubug Doyong
(dukuhsastro.blogspot.com). Diakses pada 25 Maret 2021, pukul 09.27.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.
Eka Dwi Lestari, dkk. 2019. Makalah Periode 1900-1933 dalam Sejarah Sastra Indonesia.
Jember: Universitas Jember.
Taum, Yoseph Yapi. 2014. Diskursus Batjaan Liar: Kajian terhadap Dua Sastrawan Liar
dalam Periode 1900-1933. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Volume 17,
No. 2, Mei 2014, hlm. 130-139.
Attas, Siti Gomo. 2008. Kanonisasi dan pembelajaran Sastra di Sekolah: Dibungkam oleh
Kekuasaan Periode 1900-1933. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Anwar. 2008. Dunia Sastra Indonesia: Sastra Periode 1900-1933.
http://spiritskul.blogspot.com/2008/06/sastra-periode-1900-1933.html?m=1 .
Diakses pada 29 Maret 2001, pukul 12.26.
Unkown. 2015. Sejarah Kesusastraan. http://sdn1rajabasarya.blogspot.com/2015/11/sejarah-
kesusastraan.html?m=1 . pukul 21.38