Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SASTRA INDONESIA MODERN

MATA KULIAH SEJARAH SASTRA


Dosen Pengampu : Tio Zulfan Amri M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Anggreini Ibrahim (202221500369)
Arya Fathurrahman (202221500371)
Muhammad Rafi Athallah (202221500343)
Tifanny Dwi Permatasari (202221500339)

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


FAKULTAS BAHASA DAN SENI PENDIDIKAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA
2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Sastra. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari rekan kelompok saya yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya. Makalah ini dapat digunakan untuk menambah wawasan tentang Sejarah Sastra Indonesia pada Zaman Balai
Pustaka
Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Teori dan Sejarah
Sastra yang diberikan oleh dosen kami yaitu Bapak Tio Zulfan Amri M.Pd. Harapan kami, semoga makalah ini dapat
bermanfaat dengan baik dan dapat menambah pengetahuan serta pengalaman bagi pembaca. Dan semoga ke depannya
kami dapat memperbaiki & menambah makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik & saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Jakarta, 25 September 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah …................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan….................................................................................................................................... 2
BAB II….......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN …........................................................................................................................... 3
2.1 Berdirinya Balai Pustaka ........................................................................................................... 3
2.2 Tujuan Balai Pustaka ................................................................................................................. 3
2.3 Dampak berdiri balai Pustaka..................................................................................................... 3
2.4 Pembaharuan yang dilakukan Balai Pustaka............................................................................... 4
2.5 Karakter Balai Pustaka.............................................................................................................. 4
2.6 Sastrawan-sastrawan pada Balai Pustaka.................................................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................................ 8
PENUTUP........................................................................................................................................ 8
3.1 Simpulan.................................................................................................................................... 8
3.2 Kritik & Saran ........................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra di Indonesia sudah ada sejak dulu sekali bahkan mungkin sudah ada sejak zaman purbakala dimana manusia-
manusia purba memulai untuk menggambar dan menulis sesuatu di dalam gua-gua, sehingga menghasilkan karya-karya
sastra. Tetapi karya-karya tersebut kemudian menghilang karena perkembangan zaman yang mungkin kurang maju. Lebih
pastinya karya sastra di Indonesia dimulai sejak zaman “Angkatan Pujangga Lama” sebelum abad ke-20. Pada masa ini
karya sastra Indonesia didominasi oleh karya-karya sastra berbahasa akar (bahasa melayu), seperti syair, pantun,
gurindam, dan hikayat. Budaya melayu klasik dan pengaruh Islam yang kuat mempengaruhi sebagian besar wilayah pesisir
pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Setelah adanya “Angkatan Pujangga Lama”, muncul lah “Angkatan Sastra
Melayu Lama” yang muncul antara sekitar tahun 1870-1942. Setelah “Angkatan Sastra Melayu Lama”, muncul lah “Angkatan
Balai Pustaka” yang akan saya bahas dalam makalah ini.
Sebenarnya angkatan ini dipelopori oleh sebuah penerbit “Balai Pustaka” pada tahun 1920-1950. Karya ini terdiri dari
prosa (roman, cerita pendek, novel, dan drama) dan puisi yang menggantikan syair, pantun, gurindam, dan hikayat yang
mungkin pada masa itu terlalu memberi pengaruh buruk, banyak menyoroti kehidupan cabul, dan dianggap memiliki misi
politis. Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa jawa,sunda bali, batak, dan
bahasa Madura. Angkatan Balai Pustaka bisa disebut masa dimana proses modernisasi karya-karya sastra terjadi.Balai
Pustaka merupakan suatu angkatan yang sangat berpengaruh kepada perkembangan perpustakaan baru terutama yang
tertulis dengan huruf latin (Usman, 1979: 15).
Jadi,munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka hati para penulis untuk mau memperlihatkan hasil
karyanya yang dulunya menggunakan bahasa daerah kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia sebagai ungkapan
rasa bangga berbangsa Indonesia. Saelain itu, dengan munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka semangat dan
kesadaran para penulis untuk mempersatukan daerah-daerahnya demi keutuhan bangsa Indonesia. Disisi lain Balai Pustaka
juga dikenal sebagai nama suatu penerbit besar yang berdiri pada sekitar tahun 1920an yang pada tahun tersebut beriringan
dengan munculnya angkatan Balai Pustaka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berdirinya Balai Pustaka
2. Tujuan
3. Dampak berdirinya Balai Pustaka
4. Pembaruhan yang dilakukan Balai Pustaka
5. Karakteristik Balai Pustaka
6. Tokoh buku

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan mengenai berdirinya Balai Pustaka.
1.3.2 Menjelaskan Tujuan didirikannya Balai Pustaka.
1.3.3 Menjelaskan dampak dari didirikannya Balai Pustaka.
1.3.4 Menjelaskan mengenai pembaharuan yang dilakukan pada zaman Balai Pustaka.
1.3.5 Memaparkan karakter dari zaman Balai Pustaka.
1.3.6 Memaparkan sastrawan-sastrawan pada zaman Balai Pustaka.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Berdirinya Balai Pustaka

Balai Pustaka berdiri sejak tanggal 14 September 1908 oleh pemerintah Hindia Belanda, untuk mengakomodir niat
politik etis dan untuk meredam tulisan yang tidak sesuai dengan kebijakan dari Hindia Belanda, dengan nama komisi
bacaan rakyat. Pada tahun 1917 berubah menjadi Balai Poestaka, pada masa pendudukan Jepang kembali mengalami
perubahan nama menjadi Gunseikanbu Kokumin Tosyokyoku namun fungsinya kurang lebih sama yaitu mengumpulkan
tulisan dari para sastrawan kemudian menerbitkan dan menyebarkannya kembali. Tahun 1945 kembali menjadi Balai
Pustaka (BP), dan segera mendapatkan arahan Presiden Ir. Soekarno untuk membangun 2.600 unit taman bacaan dalam
rangka memberantas buta huruf, dan mulai difungsikan menjadi mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) untuk menyediakan buku sekolah. BP merupakan penyedia utama buku sekolah yang dipakai sebagai
rujukan buku bagi seluruh sekolah di Indonesia, dengan standar yang sama.Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini. Setelah
PP 66 Tahun 1996 tentang “Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka” terbit peran BP bisa dibilang
terpinggirkan. Bagaimana BP dapat lebih berperan demi kepen-tingan masyarakat luas, Tim Warta Wantimpres, Fikroh
Amali Fahmi Addiani, S.T., Andhi Ilham Permana, S.H., dan Agita Rindu Daddinda S.E., berkesempatan melakukan wawancara
kepada Dr. Meutia Hatta Swasono, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Periode 2010-2014 yang juga merupakan
seo2.2 Tujuan Balai Pustaka

Balai Pustaka sebagai lembaga baca yang didirikan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1917 dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaan masyarakat. Pemimpin Balai Pustaka pada saat itu, Dr. A. Rinkes membuat
syarat penulisan yang disebut nota ringkas sebagai berikut:
1. Bahan-bahan harus mendidik.
2. Bahan bacaan tidak boleh memihak agama tertentu atau tidak boleh memecah belah
3. Bahan-bahan tidak boleh berbau politik.

2.3 Dampak Berdirinya Balai Pustaka


Pada waktu itu, bahasa yang dipakai sebagai bahasa karangan di Balai Pustaka adalah bahasa Melayu. Karena itu
pengarang-pengarang Balai Pustaka kebanyakan orang Melayu. Hanya beberapa pengarang yang bukan dari Melayu yang
menjadi penulis dalam Balai Pustaka. Karena Balai Pustaka merupakan lembaga yang mendukung pendidikan, Balai Pustaka
sangat berperan dalam perkembangan sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan. Jasa-jasa Balai Pustaka antara lain:

3
1. Mempercepat pertumbuhan dan perkembangan kesusastraan Indonesia.
2. Perkembangan dan kemajuan sastra menjadi pesat karena naskah karangan yang disusun pengarang dapat terbit
dengan biaya Balai Pustaka.
3. Pertumbuhan dan perkembangan bahasa lebih terpelihara karena hanya naskah cerita yang bahasanya baik yang dapat
diterbitkan.
4. Membangkitkan semangat pengarang-pengarang muda dan mengembangkan bakat mereka.
5. Sampai sekarang merupakan gelanggang karangmengarang dan cetak mencetak buku.
Karena berdiri dibawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, ada dampak-dampak yang merugikan bagi karangan
yang akan diterbitkan. Hal ini terjadi karena naskah-naskah yang masuk bisa dicetak hanya jika memenuhi kriteria tulisan
yang diperkenankan pemerintah Hindia Belanda. Hal-hal yang berdampak buruk tersebut antara lain:
1. Pengarang tidak bebas mengemukakan pikiran dan perasaan karena harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan
pemerintah Hindia Belanda, 32 misalnya naskah tidak boleh berbau politik, harus netral dan tidak boleh menyinggung suatu
golongan.
2. Staf redaksi sebagai pengemban kemauan pemerinth Hindia Belanda sangat menentukan nasib sebuah naskah. Tidak
jarang naskah yang terbit itu sudah berbeda jauh dari aslinya karena disesuaikan dengan selera staf redaksi.
2.4 Pembaharuan Yang Dilakukan Oleh Balai Pustaka
Pada periode ini terjadi perkembangan sastra yang berbeda dari sastra sebelumnya, yaitu sastra Melayu 33 lama.
Perkembangan ini terjadi pada setiap genre sastra yang dikenal dalam sastra Melayu,yaitu prosa, puisi, dan drama. Dalam
prosa, angkatan Balai Pustaka telah bergerak jauh berbeda dari sastra Melayu lama. Dari segi isi, prosa periode ini
mengambil bahan cerita dari Minangkabau.
Hal ini berbeda dengan prosa lama yang kebanyakan mengambil setting istana dangan tempat negeri “antah
berantah” yang tidak bisa ditelusuri tempat sebenarnya. Kisah yang diceritakan dalam prosa-prosa Balai Pustaka
mengangkat tema perjuangan kaum muda dalam menanggapi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam masyarakat.
Kejanggalan-kejanggalan itu membentuk pertentangan-pertentangan antara kaum muda yang berpikiran maju dengan
kaum tua yang berpikiran kolot. Secara lebih khusus tema-tema yang menjadi latar pertentangan antara kaum tua dan
kaum muda mengenai adat, kawin paksa, kebangsawanan, poligami, gaya hidup barat dan sebagainya.
2.5 Karakteristik Balai Pustaka
Dalam menunjukkan karakteristik periode angkatan Balai Pustaka Pradopo (2007: 23-4) membagi menjadi dua, yaitu
berdasarkan ciri-ciri struktur estetik dan ciri-ciri ekstra estetik. Struktur estetik lebihdekat dengan istilah unsur intrinsik
dan ekstra estetik dengan unsur ekstrinsik.
A. Ciri-Ciri Struktur Estetik
1). Gaya bahasanya menggunakan perumpamaan klise (yang paling banyak dalam deskripsi fisik), pepatahpepatah, dan
peribahasa, namun menggunakan bahasa percakapan sehari-hari yang lain dari bahasa hikayat 34 sastra lama.
Perumpamaan klise ditemukan pada kutipan roman Siti Nurbaya berikut ini :

4
Alangkah elok parasnya anak perawan ini, tatkala berdiri sedemikian! Seakan-akan dagang yang rawan, yang
bercintakan sesuatu, yang tak mudah diperolehnya. Pipinya sebagai pauh dilayang, yang kemerah-merahan warnanya kena
bayang baju dan payungnya, bertambah merah rupanya, kena panas matahari. Apabila ia tertawa, cekunglah kedua pipinya,
menambah manis rupanya; istimewa pula karena pada pipi kirinya ada tahi lalat yang hitam. Pandang matanya tenang dan
lembut, sebagai janda baru bangun tidur. Hidungnya mancung, sebagai bunga melur, bibirnya halus, sebagai delima
merekah, dan di antara kedua bibir itu kelihatan giginya, rapat berjejer, sebagai dua baris gading yang putih. Dagunya
sebagai lebah bergantung... Jika ia minum, seakan-akan terbayanglah air yang diminumnya di dalam kerongkongannya.
Suaranya lemah lembut, bagai buluh perindu, memberi pilu yang mendengarnya ... (Sitti Nurbaya, hal.1-2)
Selain perumpamaan klise, dalam roman Balai Pustaka sering ditemukan kutipan-kutipan pepatah yang disampaikan
secara eksplisit oleh pengarang.
“Tentu tak dapat,” jawab Samsu. “memang bagi seorang pegawai, hal yang sedemikian seperti kata pepatah: Bagai
bertemu buah si mala kamo. Dimakan, mati bapak, tidak dimakan, mati mak. Mana yang hendak dipilih?” ... “... Bukankan
sudah dikatakan dalam peribahasa: Sayang ayah kepada anaknya sepanjang penggalah, jadi ada hingganya, tetapi sayang
ibu kepada anaknya sepanjang jalan, tak berkeputusan.” (Sitti Nurbaya, 39- 40)
2) Alur roman sebagian besar alur lurus. Ada juga yang menggunakan alur sorot balik tapi sedikit, misalnya pada Azab dan
Sengsara dan Di Bawah Lindungan Kaabah.
3) Teknik penokohan dan perwatakannya banyak mempergunakan analisis langsung (direct author analysis).
4) Tokoh-tokohnya berwatak datar (flat character).
5) Setting berlatar kedaerahan. Selain itu setting yang digunakan adalah saat ini dan pada sebuah tempat tertentu di masa
kini, bukan dahulu kala di negeri antahberantah.
6) Pusat pengisahan pada umumnya mempergunakan metode orang ketiga atau diaan. Ada juga yang menggunakan orang
pertama atau akuan misalnya Kehilangan Mestika dan Di Bawah Lindungan Kaabah.
7) Banyak terdapat digresi, yaitu sisipan yang tidak secara langsung berkaitan dengan cerita, misalnya uraian adat,
dongeng-dongeng, syair, pantun, dsb.Digresi tersebut terdapat, misalnya, dalam kutipan-kutipan berikut :
Pantun
Demikian sekalian perempuan itu tertawatertawa pula, sehingga malu Asri tadi itu terlipur sudah. Apabila karena Asnah
pun ikut tertawa jua. Akan tetapi tertawanya itu sebagai bunyi pantun:
Maninjau berpadi masak,
batang kapas bertimbal jalan.
Hati risau dibawa gelak,
bak panas mengandung hujan. (Salah Pilih, 1990: 82-3)

5
Syair
Maka Nurbaya berseri, ketika melihat surat itu, karena besar hatinya, dan pada bibirnya kelihatan gelak senyum, yang
mencekungkan kedua pipinya, menambah manis rupanya. Bertambah-tambah besar hatinya menerima surat, karena telah
dua Jumat ia tiada mendapat kabar dari Samsu. Segeralah ia masuk ke dalam biliknya, lalu dengan hati yang berdebar-
debar. Kelihatan olehnya surat itu amat panjang dan banyak berisi syair. Demikian bunyinya:
Awal bermula berjejak kalam,
Pukul sebelas suatu malam,
Bulan bercahaya mengedar alam,
Bintang bersinar laksana nilam.
Langit jernih cuaca terang,
Kota bersinar terang benderang,
Angin bertiup serang menyerang,
Ombak memecah di atas karang. ..(Sitti Nurbaya, 2008: 112)
Dongeng
“Benarkah engkau belum mendengar cerita ini?” tanya Samsu.
“Sungguh belum, Sam,” sahut Nurbaya.
Cerita yang pertama demikian bunyinya: Seorang perempuan mempunyai seorang anak yang masih menyusu dan seekor
kucing yang disayanginya. Pada suatu hari, tatkala ia hendak pergi, ditinggalkanya anaknya di atas suatu tempat tidur dan
disuruh jaganya oleh kucingnya itu. Ketika ia kembali ke rumahnya, dilihatnya kucing itu duduk di muka rumahnya dengan
mulutnya berlumuran darah. (Sitti Nurbaya, hal. 52)
8) Bersifat didaktis. Ciri-ciri didaktis ini merupakan karakteristik utama angkatan Balai Pustaka. Pendapat ini diambil
dengan menilik fungsi pendirian Balai Pustaka, 37 latar belakang penulis-penulis balai pustaka yang sebagian besar adalah
guru, digresi yang dipakai untuk melestarikan sastra tradisional seperti pantun, syair, pepatah, peribahasa, dsb. Dengan
demikian tidak bisa dipungkiri bahwa angkatan ini benar-benar menganut paham “seni bertendens.”
9) Bercorak romantis sentimental
b. Ciri-Ciri Ekstra Estetik
1) Pertentangan paham antara golongan tua dan golongan muda soal adat lama dan kemodernan.
2) Tidak mempermasalahkan nasionalisme dan rasa kebangsaan.
2.6 Sastrawan-Sastrawan ( tokoh )
Angkatan Balai PustakaSarwadi (2004:33-34) menyebutkah bahwa ada tiga orang tokoh penting dalam angkatan balai
Pustaka, Yaitu Nur Sutan Iskandar, Marah rusli, dan Abdul Muis.

6
1) Nur Sutan IskandarMerupakan pengarang yang paling produktif dalam angkatan Balai Pustaka, karangannya mencapai
50 judul, sehingga dia mempunyai pengaruh besar terhadap sebagian besar sastra Balai Pustaka. Mula-mula ia sebagai
korektor, kemudian sebagai redaktur, dan akhirnya sebagai kepala redaktur pada lembaga tersebut. Berikut beberapa
karangannya, antara lain:
a. Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (roman; BP, 1923).
b. Korban Karena Percintaan (roman; BP, 1924).
c. Salah Pilih (roman; BP, 1928).
2) Abdul MuisAbdul muis terkenal karena roman yang berjudul Salah Asuhan, yang terbit tahun 1928. Roman Salah Asuhan
dianggap roman yang sangat menarik pada masa itu, dalam beberapa hal dianggap lebih sukses dibandingkan Siti Nurbaya.
Roman ini juga salah satu roman yang tidak bertemakan khusus kawin paksa.
3) Marah RusliMarah rusli merupakan penulis Siti Nurbaya yang telah menjadi ikon angkatan Balai Pustaka. Dari beberpa
karyanya Siti Nurbaya merupakan yang paling terkenal dan paling banyak pembacanya.roman Siti Nurbaya dianggap
sebagai perintis Sastra Indonesia.
Selain dari tiga tokoh di atas masih banyak tokoh-tokoh sastrawan yang juga cukup berpengaruh dan aktif menciptakan
karya sastra, diantaranya yaitu Merari Siregar, dan Muhammad Kasim.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Sejarah Balai Pustaka terbentuk pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Dengan tujuan mengembangkan bahasa
– bahasa daerah. Balai pustaka juga melakukan berbagai cara untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan yang banyak
menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan daianggap memiliki misi politis (liar). Karya-karya pada zaman Balai Pustaka
membahas tentang istiadat dan percintaan. Dengan munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka semangat
dan kesadaran para penulis untuk mempersatukan daerah-daerahnya demi keutuhan bangsa Indonesia.

3.2 Kritik & Saran


Dilihat dari pemaparan dalam makalah kami diharapkan hasil penugasan ini dapat menambah wawasan pembaca
mengenai Sejarah Sastra Indonesia terutama pada zaman Balai Pustaka. Dalam proses pengumpulan sumber, hendaknya
pengkaji tidak berfokus pada tokohnya saja, tetapi harus mampu mengklasifikasikan jenis karya sastra, tujuan, karakter,
amanat, dan sebagainya . Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat terdorong untuk mengetahui lebih dalam tentang
Sejarah Sastra dan Balai Pustaka.

8
DAFTAR PUSTAKA

Muhri. 2001. Sejarah Ringkas KESUSASTRAAN INDONESIA. Jawa timur:Yayasan Arraudlah Bangkalan.
Rismawati. 2017. Perkembangan Sejarah Sastra Indonesia. Banda Aceh:Bina Karya Akademika.
Junus, Andi Muhammad., Junus, Andi Fatimah. 2016. SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA. Makassar: Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
K.S,Yudiono. 2007.
Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai