Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT

PERIODESASI SASTRA DI JEPANG


ZAMAN JOODAI

Disusun Oleh :

FARHAN IDHAM
180708003

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas semua limpahan rahmat dan karunianya sehingga
makalah inisanggup tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya mengucapkan begitu banyak
terima kasih atas referensi-referensi luar yang mana telah membantu saya dalam
menyelesaikan makalah ini.
Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman saya, saya yakin dan percaya masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat berharap saran dan kritik yang
membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3

C. Tujuan ................................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Kesusastraan Zaman Joodai .................................................................................................... 4

1.1 Garis besar kesusastraan zaman Joodai ............................................................................... 4

1.2 Bentuk-Bentuk Kesusastraan Zaman Joodai ......................................................................... 6

1.3 Karya Sastra di Zaman Joodai ............................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jepang merupakan sebuah negara dengan kepulauan di Asia Timur yang letaknya di
ujung barat Samudera Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan republic
rakyat Tiongkok, Korea, dan Rusia.

Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik
(zaman Heian), sastra pertengahan (zaman Kamakura, zaman Namboku-cho dan zaman
Muromachi), sastra modern (zaman Azuchi Momoyama dan zaman Edo), dan sastra
kontemporer (zaman Meiji sampai sekarang).
Sedangkan kesusastraan Jepang terbagi atas kesusastraan zaman Jodai, kesusatraan
zaman Heian, kesusastraan abad pertengahan, kesusastraan zaman pra modern, dan
kesusastraan zaman modern. Kesusastraan Jepang sudah ada sejak abad ke-8.
Keadaan kesusastraan Jepang dari dahulu sampai sekarang yang tidak terlalu
banyak mengalami perubahan, menjadi ciri kesusastraan Jepang. Karena meskipun saat ini
zaman sudah modern, masih ada cerita–cerita kesusastraan Jepang yang berisi tentang
keadaan atau tradisi Jepang zaman dahulu. Kesusastraan Jepang yang terkenal adalah puisi
dan novel.
Kesusastraan Jepang sudah ada sejak zaman Jodai (794), dimana saat itusastra terdiri
atas dua bentuk yaitu tulisan dan lisan. Sastra adalah bagian darikesenian yang merupakan
salah satu unsur dari kebudayaan. Sastra lahir karenaadanya dorongan dasar manusia untuk
mengungkapkan isi hatinya ataupun pikiranterhadap setiap masalah. Sastra ( sanskerta: shastra
) merupakan kata serapan daribahasa sansekerta ‘Sastra’, yang berarti “ teks yang mengandung
instruksi” atau “pedoman”, berasal dari kata dasar ‘sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran”
dan “tra” yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasadigunakan
untuk merujuk pada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu.
Pada masa modern ini banyak sekali karya-karya sastra yang bermunculan. Hasil kreatif
para penulis tentunya telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perkembangan
sastra. Karya-karya sastra sendiri yang umum yaitu puisi, prosa dan drama dan lain-lain. Hasil
karya sastra berupa prosa adalah novel, cerpen, cerita bergambar atau lebih dikenal dengan

1
komik dan Manga di Jepang. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi
manusia, karya sastra klasik berkembang, berubah, dan bergeser ke arah yang lebih modern.
Karya sastra bergeser menjadi Manga, begitu juga Manga bergeser ke Anime. Di abad ke-21
masyarakat terbiasa menikmati atau mengapresiasikan suatu karya dengan mudah. Cerita-
cerita rakyat bisa diapresiasikan melalui sarana sinetron atau film layar lebar.
(http://www.jpf.or.id/artikel/budaya/transformasi-anime-dalam-era-kontemporer. diakses 02
Januari 2015).

2
B. Rumusan Masalah
Masyarakat Jepang pada masa zaman Joodai ini banyak menciptakan karya sastra. Di zaman
Joodai ini pertama kali tercipta karya sastra dan berakhir pada masa zaman Heian.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis merumuskan beberapa masalah yang berdasar dari
latar belakang sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah dan kebudayaan pada zaman Joodai?
2. Apa saja kesusastraan pada zaman Joodai?

C. Tujuan
1. Mengetahui kesusastraan pada zaman Joodai dan bentuk-bentuk kesusastraan
pada zaman Joodai

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesusastraan Zaman Joodai


Joodai bungaku disebut juga sebagai kesusastraan zaman Yamato, karena kegiatan
politik serta kebudayaan pada zaman tersebut berpusat di Yamato. Joodai bungaku ini dapat
dipastikan berakhir ketika ibukota pemerintahannya pindah ke Heian pada tahun 794, tetapi
permulaannya tidak dapat diketahui secara pasti.
1.1 Garis Besar Kesusastraan Zaman Joodai
Usaha penyatuan negara Jepang mengalami kemajuan sekitar abad IV sampai abad V
dan di bawah Dinasti Yamato berhasil menjadi sebuah negara kesatuan. Dinasti Yamato ini
didirikan oleh beberapa golongan bangsawan. Diantaranya yang paling berkuasa adalah
Keluarga Kaisar, namun Jepang pada waktu itu belum dapat dikatakan sudah diperintah
sepenuhnya oleh Kaisar. Dengan melalui Pembaharuan Taika pada tahun 645 dan
Pemberontakan Jinshin pada tahun 672 sampai pada masa pemerintahan Kaisar Tenmu,
Keluarga Kaisar barulah dapat dikatakan berhasil memastikan dirinya sebagai keluarga yang
berkuasa di Jepang. Sistem baru ini, yakni negara hukum yang berpusat pada Kaisar,
menghadapi masa yang baru dan membawa harapan yang baru pula kepada rakyat.
Dinasti Nara yang mewarisi Dinasti Asuka dan Dinasti Fujiwara, meneruskan usaha yang
telah dilakukan pada masa sebelumnya, sehingga melahirkan Kebudayaan Tenpyoo yang
terkenal itu. Akan tetapi di lain pihak, karena pada pertengahan Zaman Nara terjadi berbagai
peristiwa politik dan adanya kesulitan ekonomi, maka kebudayaan pada zaman itu mengalami
kekurangan dalam bidang kreativitas.
Dapat ditambahkan bahwa Keluarga Fujiwara yang berjasa dalam Pembaharuan Taika
dan pembentukan Undang-Undang, biarpun sebenarnya berada di luar Keluarga Kaisar, tetapi
mempunyai hubungan yang erat dengan Keluarga Kaisar. Penting untuk diperhatikan bahwa
dalam keadaan ini, Keluarga Fujiwara berhasil membangun dasar pembentukan sistem
pemerintahan yang disebut Sekkan Seiji untuk masa berikutnya.

 Penerimaan Kebudayaan China


Sebelum adanya bukti-bukti sejarah yang tertulis, kontak dengan daratan china sudah
terjalin. Hubungan tersebut telah terjalin sedemikian rupa sehingga dari abad III sampai dengan
abad V pengiriman utusan sering sekali terjadi. Setelah itu, yakni pada abad VII dan VIII, Jepang
mengirim utusan yang disebut Kenzuishi dan Kentooshi sebanyak kira-kira 20 kali, untuk
mengimpor Kebudayaan Cina pada masa itu secara sungguh-sungguh.

4
Pengaruh Kebudayaan Cina ini dapat kita lihat secara nyata pada cara pembuatan istana dan
Undang-Undang yang menjadi dasar negara. Selain itu buku-buku diimpor banyak sekali,
sampai-sampai pada ujian saringan pegawai pemerintah, buku-buku yang dipakai adalah buku-
buku Cina.

Dalam bidang pemikiran, biarpun pada umumnya dipergunakan Juukyoo (Konfusianisme),


tetapi pemikiran Roosoo (singkatan dari nama Lao Tzu dan Chuang Tzu) juga cukup banyak
penggemarnya. Di samping itu agama Budha juga masuk ke Jepang dan mendapat penganut
yang tidak sedikit, terutama diantaranya adalah Shootoku Taishi dan Kaisar Shoomu. Selama itu
banyak sekali dibuat patung-patung dan kuil-kuli Budha, antara lain Hooryuuji dan Toodaiji.

Di antara unsur-unsur Kebudayaan Cina yang diimpor, yang sangat berpengaruh dan membuka
lembaran baru pada Kesusastraan Jepang adalah tulisan Kanji. Berkat adanya tulisan Kanji,
orang Jepang mulai dapat menulis kesusastraannya. Selanjutnya tulisan Kanji dikembangkan
sampai menghasilkan abjad Hiragana dan Katakana, sehingga meletakkan dasar untuk
perkembangan kesusastraan dengan abjad Kana (kesusastraan yang ditulis dengan abjad
Hiragana dan Katakana) yang muncul sejak Zaman Heian

 Keadaan Kesusastraan
Pada Joodai bungaku terdapat suatu masa yang panjang sekali yang hanya
mengandalkan media dari mulut ke mulut. Kesusastraan yang disampaikan secara lisan ini
dalam bahasa Jepang disebut Kooshoo Bungaku. Kooshoo Bungaku lahir dari kelompok
masyarakat dan dinikmati oleh masyarakat pula. Karena penyampaiannya secara lisan , maka
kooshoo bungaku ini bersifat tidak stabil dan berubah-ubah. Pengaruh kooshoo bungaku
menjadi berkurang karena pemakaian tulisan kanji dan adanya kesadaran individual. Kesadaran
individual ini melahirkan kreativitas-kreativitas pada kesusastraannya. Sedikit demi sedikit
hilangnya sifat ketidakstabilan ini terlihat pada beberapa hasil karya sastra kooshoo bungaku
yang sudah tertulis seperti, 7 Kojiki, Nihonshoki dan Fudoki.
Beberapa ciri khas Joodai Bungaku adalah:
a. Sebagian besar diisi oleh Kooshoo Bungaku yang berpangkal pada rakyat.
b. Selebihnya diisi oleh kepopuleran lirik individual yang masih segar karena baru saja n
lahir dan indah karena memiliki kesempurnaan.

5
1.2 Bentuk-Bentuk Kesusastraan Zaman Joodai

Shinwa (Mitologi), Densetsu (Legenda) dan Setsuwa (Dongeng) semuanya berasal dari
kooshoo bungaku, sekarang tertinggal dalam bentuk tulisan yang terdapat dalam Kojiki ,
Nihonshoki dan Fudoki. Karya kesusastraan tertulis ini merupakan karya tertua dari rakyat
Jepang.
a. Shinwa
Shinwa adalah cerita yang berintikan para dewata, mengenai asal mula terjadinya alam
semesta, manusia, negara dan kebudayaannya. Shinwa berbentuk surrealis. Mitologi Jepang
umumnya terdapat pada bagian pendahuluan kojiki, catatan tentang dewa-dewi pada
nihonshoki dan pada kogoshuui. Buku kogoshuui ini timbul setelah zaman Heian. Buku Kojiki
dan Nihonshoki disusun atas 8 perintah Kaisar Tenmu (673-686). Kojiki terdiri dari 3 jilid yaitu
permulaan, tengah dan akhir, ditulis oleh Oo no Yasumaro berdasarkan cerita yang disampaikan
oleh Hieda no Are. Sedangkan Nihonshoki terdiri atas 30 jilid dengan tambahan 1 jilid daftar
silsilah yang dijadikan satu, yang disusun dibawah pimpinan pangeran Toneri. Nihonshoki ditulis
dengan mempergunakan huruf kanji, isinya lebih objektif, sedangkan kojiki penyampaiannya
lebih bersifat subjektif, bahasa hidup, penulisannya menurut bahasa asli Jepang. Mitologi Kiki
(kojiki dan nihonshoki) menceritakan tentang hal asal usul alam semesta, terbentuknya
daratan, lahirnya para dewadewi, terjadinya negara Jepang dan keagungan keluarga kaisar.
b. Densetsu (Legenda)
Bila dibandingkan dengan mitologi, densetsu yang tidak jelas siapa pencetusnya ini lebih
memiliki sifat kenyataan yang kuat, berhubungan dengan tempat dan periode tertentu,
tokohnya pun biasanya terdiri dari orang yang terkenal dalam sejarah atau pahlawan. Tokoh
utamanya yaitu tenno, permaisuri dan anak-anaknya dianggap memiliki kekuatan seperti dewa.
Contoh yang terkenal adalah legenda tentang Jinmu Tenno dan keluarganya, Yamato Takeru no
Mikoto yang melukiskan kejayaan Dinasti Yamato.
c. Setsuwa (Dongeng)
Tokoh dalam setsuwa tidak terbatas pada dewa-dewa atau orang yang tercantum dalam
lembaran sejarah saja, tetapi sering juga terdapat tokoh yang namanya tidak dikenal. Kadang
menampilkan tokoh binatang atau tumbuhan. Setsuwa memiliki sifat kongkrit, peristiwa yang
diungkapkan di dalamnya tersusun pendek, dan lebih teratur. Ada yang bersifat kenyataan dan
ada juga yang bersifat surrealis. Isinya menceritakan atau mengungkapkan tentang perasaan,
harapan dan cara berpikir rakyat jelata. Contoh Setsuwa ; Urashima Taro dan Hagoromo.
d. Norito dan Senmyoo
Norito terdiri dari 27 pasal yang tertera dalam engishiki jilid 8 dan nakatomi no yogoto yang
merupakan bagian dari taiki (catatan khusus). Sedangkan senmyoo adalah 62 perintah Tenno

6
yang tertera dalam Shoku Nihongi. Sesuai dengan sifatnya norito di pergunakan untuk
berhubungan dengan dewa-dewa. Senmyoo di pakai untuk menyampaikan perintah dan dekrit
Tenno kepada masyarakat. Norito berkembang sampai abad VII, Norito ini berasal dari
mantera-mantera yang sederhana. Akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu cara
untuk menyembah dan meminta kepada dewa-dewa, 10 menerangkan tentang asal-usul
terjadinya festival, untuk menjelaskan keturunan dewa yang difestivalkan beserta amal yang
dilakukannya , dan tata cara menyusun barang sajian. Senmyoo ditulis dengan Kokubuntai
berkembang dengan timbulnya peristiwa besar nasional, seperti penobatan dan penggantian
Tenno, cara pemilihan permaisuri, menetapkan nama zaman, cara menetapkan atau
menghapuskan pangeran ahli waris tahta kerajaan, cara memuliakan orang yang bekerja keras
dan orang yang berusaha, cara penerimaan upeti, pemberian pangkat, cara menghukum dan
membebaskan orang-orang yang berdosa, serta memberikan petunjuk-petunjuk tentang apa
yang dimaksud dengan dosa dan lainlain. Senmyoo ini dipakai sebagai alat komunikasi antara
kaisar dan rakyat. Isinya disusun secara kongkrit, kalimat maupun maksud yang terkandung di
dalamnya dinyatakan secara jelas.
e. Kayoo (Nyanyian)
Kayoo adalah nyanyian yang disampaikan dengan mulut dan dinikmati melalui indra
pendengaran. Kayoo zaman Joodai ini diceritakan dari mulut ke mulut dan mempunyai
hubungan yang erat dengan timbulnya kesusastraan Jepang. Nyanyian kayoo ini yang 11
menjadi titik tolak terciptanya Waka. Kayoo yang masih ada sampai sekarang terdapat dalam
Kojiki, Nihonshoki, Fudoki, Shoku Nihongi, Kinkafu yang kira-kira terdapat 300 buah nyanyian.
Istana, terutama pada pesta minum sake adalah tempat yang mempunyai kedudukan penting
untuk menyanyikan Kayoo. Tetapi ada pula tempat menyanyikan kayoo bagi rakyat biasa
disebut Utagaki atau Kagai. Isi nyanyian bertemakan nyanyian percintaan. Bentuk susunan
kayoo dimulai dari bait yang pendek diakhiri dengan bait panjang, atau kadang sebaliknya.
Bentu susunan keseluruhan yaitu: Kata uta 5.7.7, Shiku taika 5.7.5.7 atau 7.5.7.5, Tanka
5.7.5.7.7, Sedoka 5.7.7.5.7.7 Choka 5,7,57…., Butsusokusekikatai 5,7,5,7,7,7.
f. Manyooshuu
Manyooshuu adalah salah satu karya kesusastraan klasik Jepang berbentuk kumpulan Waka
atau pantun-pantun lama yang masih dapat dinikmati hingga sekarang. Waka di dalamnya
merupakan perpaduan antara cara pembuatan pantun-pantun istana yang 12 dihasilkan oleh
kelompok dan cara pembuatan pantun rakyat tradisional. Sebagai dasar utama manyooshuu
ada tiga bagian, yaitu: Zooka (pantun biasa, Soomon (pantun cinta) dan Banka (pantun yang
sedih). Jumlah pantun yang terdapat dalam manyooshuu kira-kira 4500 buah, terdiri dari 260
buah Chooka, 60 Sedoka, sebuah Renggatai dan Bussokusekikatai dan selebihnya adalah Tanka.
Contoh Manyooshuu :
Ura ura ni 5 burung hibari terbang melayang

7
Tereru haruhi 7 berkicau nyaring di angkasa
Hibari angari 5 dalam cerah musim semi
Kokoro kanashi mo 7 hatiku pilu memandangmu
Hitori omoeba 7 teringat kasihku entah di mana
(dikarang oleh Ootomo no Yakamochi)

h. Kanshibun
Kanshibun adalah syair berbentuk bahasa Cina tetapi dibaca secara bahasa Jepang. Orang
Jepang telah sejak dulu membuat kanshibun karena pengaruh yang sangat besar dari
kebudayaan Cina. Banyak karya-karya pada masa jayanya syair kanshibun hancur pada 13
waktu terjadinya kerusuhan Jinshin. Dan yang masih tersisa sampai sekarang ialah Kaifuusoo.
Kaifuusoo ini umumnya berisikan syair-syair yang mengisahkan pesta-pesta, penyair berpesiar
naik perahu sambil minum arak dan syair jawaban tehadap permintaan kaisar. Syair jenis ini
merupakan pelopor untuk perkembangan Kanbungaku (kesusastraan Cina yang berkembang di
Jepang) pada awal zaman Heian.

1.3 Karya Sastra pada Zaman Joodai上代文学(-796年)

1. Kojiki
Kojiki adalah karya sastra yang dihasilkan pada jaman Joodai (Joodai Bungaku) dan
dapat dikatakan karya sastra tertua di Jepang. Pada jaman ini, penceritaan sastra hanya
mengandalkan media dari mulut ke mulut, karena saat itu Jepang belum mengenal huruf.
Kesusastraan yang disampaikan melalui mulut ke mulut ini disebut Koosoo Bungaku.
Karena penyampaiannya secara lisan, maka Kooshoo Bungaku sering tidak stabil dan berubah-
ubah. Akhirnya setelah tulisan Kanji digunakan di Jepang, pengaruh Kooshoo Bungaku mulai
berkurang dan kesadaran individu mulai muncul.
Seiring dengan timbulnya kesadaran individu, sifat tidak stabil dalam Kooshoo Bungaku pun
mulai hilang. Hal ini terlihat dalam beberapa Kooshoo Bungaku yang telah tertulis seperti dalam
Kojiki, Nihon shoki, dan Fudeki. Kojiki adalah novel yang menandai berakhirnya Kooshoo
Bungaku dan juga merupakan karya sastra pertama yang ditulis dengan Kanji.
Kojiki dan Nihon shoki disusun oleh perintah Tenmu Tennou (673-686). Penulisan Kojiki
diteruskan oleh tiga kaisar setelahnya pada tahun 712.
Adapun yang membedakan antara Kojiki dan Nihon Shoki, yaitu dalam kojiki penyampaiannya
lebih bersifat subjektif, bahasa lebih hidup, dan lebih bercorak sastra. Karena ciri-ciri tersebut

8
kojiki tidak dianggap sebagai sejarah resmi, sedangkan nihon shoki dianggap sebagai kumpulan
sejarah resmi karena sifatnya yang lebih objektif.
Karena pada saat itu Jepang belum mempunyai huruf (katakana dan hiragana), sehingga kojiki
ditulis memakai huruf kanji, tetapi bahasanya tetap menggunakan bahasa Jepang. Karakter-
karakter huruf Kanji hanya diambil bunyinya saja dan bahasa tidak mengalami perubahan. Cara
penulisan ini disebut manyougana. Kojiki juga merupakan salah satu dari dua sumber agama
Shinto.
Secara garis besar kojiki menceritakan tentang asal-usul alam semesta, terbentuknya daratan,
lahirnya dewa-dewi, terjadinya negara Jepang, dan keagungan keluarga kaisar. Buku ini ditulis
pada masa kaisar memiliki kekuasaan mutlak, sehingga jalan ceritanya pun disusun sedemikian
rupa untuk membuktikan kepada rakyat betapa besar dan mulianya keluarga kaisar. Beberapa
petikan dari cerita-cerita kojiki ini menceritakan bahwa keluarga kaisar selalu dihormati dan
diagungkan sejak terbentuknya alam semesta.
Dalam kojiki terdapat Sinwa di bagian pendahuluan, Densetsu yang terletak di bagian kedua
dan ketiga dimana menceritakan kekuasaan kaisar Jinmu, dan Setsuwa, tetapi setsuwa hanya
sedikit ditampilkan pada kojiki. Selain itu juga terdapat Kayoo yang merupakan nyanyian. Dalam
kojiki nyanyian peperangan dan percintaan sangat mencolok, salah satunya adalah pantun yang
menceritakan kemenangan Jinmu Tennou
Kojiki terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:

 Kamitsumaki (pendahuluan). Kamitsumaki dapat diartikan sebagai kitab dari Tuhan Yang
Maha Besar. Bagian ini menceritakan tentang penciptaan bumi dan surga serta mitos-
mitos tentang asal muasal terbentuknya negara Jepang. Mitos ini menceritakan tentang
turunnya Ninigi no Mikoto dari surga ke dunia yaitu di gunung Takachihonomine di
Kyushu. Ninigi no mikoto merupakan cucu dari Amaterasu omikami. Mitos yang lain
adalah kisah tentang Umiachihiko yang merupakan penguasa dari wilayah Kyushu
bagian tenggara. Umiachihiko adalah orang kepercayaan Hohodemi no mikoto, yang
merupakan kakek dari Jinmu Tennou.

 Nakatsumaki (isi). Pada bagian ini berisi tentang periode kekuasaan Jinmu Tennou, dan
kaisar Oojin yang dimulai di abad ke 5, dan mengisahkan cerita-cerita yang lain. Pada
bagian ini juga tercantum nama-nama kaisar ke 2 sampai yang ke 15.

 Shimutsumaki (penutup). Pada bagian ini menceritakan pemerintahan pada masa kaisar
Nintoku sampai pada pemerintahan Suiko pada awal abad ke 7. Di bagian akhir novel ini
juga dicantumkan kaisar ke 16 sampai kaisar ke 33. Diceritakan juga bahwa di jaman ini
interaksi antara manusia dengan dewa sudah sangat terbatas tidak seperti yang
diceritakan dalam bagian 2 dan 3, dimana Tuhan atau Dewa sangat diagungkan. Sangat
disayangkan juga karena pada bagian ini cerita tentang kaisar ke 24 sampai 33 lenyap
tanpa alasan.

9
Kojiki-den karya Motoori Norinaga (image: wikipedia.org)
2. Nihon Shoki
Nihon shoki merupakan buku sejarah Jepang tertua setelah kojiki. Buku ini
dirampungkan pada tanggal 1 Juni 720 (periode Nara).
Nihon shoki disusun atas perintah dari kaisar Tenmu (673-686), dan dilaksanakan di bawah
pimpinan Pangeran Toneri pada tahun ke 4 pemerintahan kaisar Yooroo (720). Buku ini terdiri
dari 30 jilid dengan tambahan satu jilid silsilah. Bagian-bagian nihon shoki adalah sebagai
berikut:
1. jilid 1 dan 2 menceritakan tentang mitologi, dan terkenal dengan jidaiki (jaman
mitologi).
2. jilid 3 sampai 30 menceritakan tentang kejadian-kejadian dari jaman kaisar Jinmu
sampai kaisar Jitoo secara kronologis. Antara lain kerusuhan Jinshin (672), pengenalan
agama Budha oleh kaisar Kinmei (703), pemindahan ibukota oleh kaisar Genmei ke
Heijookyoo (710), dan hubungan diplomatik dengan Cina dan Korea.
3. Jilid tambahan menceritakan tentang silsilah dalam keluarga kaisar.
Nihon shoki yang ditulis delapan tahun setelah kojiki memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan:
Persamaan:
 Nihon shoki dan kojiki sama-sama ditulis dalam huruf Cina (kambun)
 Berisi tentang Shinwa, Densetsu, dan Setsuwa
 Menceritakan asal usul alam semesta, terbentuknya negara Jepang dan keagungan
keluarga kaisar.

10
Perbedaan :
 Nihon shoki lebih condong ke bidang sejarah dan politik, sedangkan kojiki lebih condong
ke bidang kesusastraan.
 Nihon shoki lebih bersifat objektif sedangkan kojiki lebih bersifat subjektif

3. Manyoshuu
Manyōshū (secara harafiah dapat diartikan sebagai kumpulan 10.000 daun) adalah kumpulan
puisi Jepang yang paling tua dan merupakan salah satu karya kesusastraan klasik Jepang
berbentuk kumpulan pantun-pantun lama. Manyōshū dikumpulkan pada jaman Nara dan awal
periode Heian. Hampir semua dikumpulkan oleh Otomo no Yakamochi, dan puisi yang paling
akhir dikumpulkan adalah puisi dari tahun 759. Sebagian besar Manyōshū menceritakan
tentang keadaan periode tahun 600 sampai 759, dan di dalamnya terdapat Kayō maupun Waka
yang tidak bersifat Kayō, dan juga Kanbunshi (syair Cina).

Manyōshū memiliki 3 bagian utama, yaitu:


1. Banka : Puisi berupa elegi terhadap kaisar atau kekasih yang sudah meninggal.
(Manyooshuu II: 218)

ささなみの
しがつのこらが
まかりみちの
かわせのみちを
みればさぶしの
Koncah-koncah
Di Shigatsu, rumahmu, Nyonya
Alur perpisahanmu
Di antara sungai dangkal
Satu pandangan sekilas membawa duka cita
2. Sōmon : Puisi tentang cinta dan kerinduan.
(Manyooshuu IV: 748)
こひ死なむ
そこも同じぞ
何せむに
人目人ごと
こちたみあれせむ

11
Mati disebabkan cinta
Itu semua ada
Oh, mengapa
Perlukah kerlingan dan lidah-lidah dengki
Sangat menyakitkan aku
3. Zōka : Puisi biasa (tentang alam, berburu, dan lain-lain).
(Manyooshuu XX: 4468)
うつせみは
かずなきみなり
やまかわの
さやけきみつつ
みちをたずねな
Dunia kita ini
Tidak lain adalah sesuatu yang melewati
Sebuah arus gunung
Kemurnian bersih di dalam tatapanku
Aku akan temukan jalan
Manyōshū ditulis menggunakan manyōgana. Selain itu, Manyōshū memiliki keunikan tersendiri,
yaitu kumpulan puisi yang terdapat di dalamnya ditulis oleh orang-orang dari berbagai status
sosial yang berbeda, sehingga penggunaan dan pemilihan bahasanya menjadi beragam. Namun
hal itu justru menarik perhatian para pembaca dan menimbulkan perasaan sentimentil yang
kuat bagi pembaca. Bentuk pengekspresian puisi-puisi Manyōshū adalah Makoto (kebenaran
dan ketulusan penyair).

Manyōshū menggunakan sistem ejaan yang hampir sepenuhnya bertentangan dengan aturan
dasar karakter Cina (arti dan suara). Mungkin hal itu yang menyebabkan Manyōshū tidak
diproduksi di Jepang selama periode Nara. Selain itu, perkembangan puisi Cina sebagai simbol
pencapaian kesusastraan di kalangan bangsawan, mungkin juga termasuk salah satu faktor yang
menghambat perkembangan kesusastraan Jepang setelah Manyōshū.

Manyōshū dibagi menjadi 4 periode:


1. Periode pertama, yaitu pada masa prasejarah / legenda – Yuryaku (456-479), Yōmei
(585-587, Saimei (594-661), Tenji (668-671).
2. Periode kedua, yaitu akhir abad ke-7 – bersamaan dengan munculnya popularitas
Kakinomoto no Hitomaro, penyair Jepang yang terbesar.

12
3. Periode ketiga, antara tahun 700-730 – muncul penyair-penyair seperti Yamanbe no
Akahito, Otomo no Tabito, Yamanoue no Okura, dan Abe no Nakamaro.
4. Periode keempat, antara tahun 730-760 – termasuk karya penyair besar terakhir di
dalam Manyōshū, yaitu Otomo no Yakamochi

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

 Lahirnya kesusastraan Jepang Tidak diketahui dengan pasti. Hanya diketahui


asal-usul kesusastraan Jepang dari lagu, tarian dan cerita yang menyatu menjadi
sebuah Buyo (tari Jepang klasik), serta sandiwara sederhana yang dimainkan
dalam kelompok, untuk sebuah acara hiburan, dan untuk upacara ritual
keagamaan (kepercayaan).

 Kemudian, kesusastraan dibagi dari zaman pra-purba, dan lahirlah Mitos


(Shiwa), Legenda (Densetsu), dan Dongeng (Setsuwa) yang masing-masing
berdiri sendiri.

 Kesusastraan Joodai juga disebut dengan Yamato Nara Jidai


Bungaku (kesusatraan zaman Yamato Nara), karena kebanyakan dilakukan di
wilayah Yamato, yang ibu kotanya terakhir ditentukan berpusat di Nara.

14
DAFTAR PUSTAKA

 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sastra_Jepang
 http://pupemaelani.blogspot.com/2018/01/kesusastraan-zaman-joodai.html?m=1
 https://daftarbuku.blogspot.com/2016/04/kesusastraan-zaman-joodai.html?m=1
 https://gakuseicodes.wordpress.com/2016/02/14/kojiki-nihon-shoki-dan-manyoshu/
 http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_JEPANG/197206021996032-
HERNIWATI/Diktat_Mata_Kuliah_Sastra_Jepang.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai