Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

NIHON BUNGAKU
KESUSASTRAAN JEPANG ZAMAN PRAMODERN

Oleh :
Jelang Ramadhan NIM 20190830006
Maulana Aditya Sulaeman NIM 20190830017
Shabrina Aisyah Zahra NIM 20190830045

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020

0
1

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi Kami kesempatan serta kemudahan
sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang di tentukan.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya Kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
Kami selaku penyusun mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari
mata kuliah Nihon Bungaku dengan judul “Kesusastraan Zaman Pramodern”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu, Kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya bisa menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Demikian, apabila ada kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Nihon Bungaku kami Bapak Arsyl Elensyah Rhema Machawan, M.Pd. yang telah
membimbing Kami dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini  bermanfaat. Terima kasih.

Yogyakarta, 29 April 2020

DAFTAR ISI
1
2

Table of Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................7
A.LATAR BELAKANG...........................................................................................................................7
B.RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................8
C.TUJUAN DAN MANFAAT.................................................................................................................8
BAB II.....................................................................................................................................................9
1. Garis Besar Kesusastraan Jepang Zaman Modern.........................................................................9
2. Kanazooshi dan Ukiyoozooshi........................................................................................................9
3. Joruri,Kabuki dan Kayoo...............................................................................................................9
4.HAIKAI...........................................................................................................................................13
5.SENRYUU DAN KYOOKA................................................................................................................14
6. WAKA,KOKUGAKU,dan KANSHINBUN..........................................................................................16
7. KUSAZOOSHI dan YOMIHON........................................................................................................19
8. SHAREBON,NIJOOBON,dan,KOKKEIBON......................................................................................22
BAB III..................................................................................................................................................25
A.Kesimpulan...................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26

2
3

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Sejarah kesusastraan Jepang dalam bentuk tertulis sudah ada sejak abad ke -8. Bila
dibandingkan dengan negara-negara lain, sejarah Jepang bukanlah sejarah yang singkat.
Dalam sejarah yang begitu panjang itu, genre atau bentuk kesusastraan Jepang
ditradisikan dengan keadaan yang hampir tidak mengalami perubahan sampai sekarang.
Sifat seperti itu dapat dikatakan sebagai salah satu sifat khas dari kesusastraan
Jepang. Tanka (puisi pendek) sebagai salah satu contohnya, yaitu puisi yang telah dahulu
kala terbentuk, yang sampai sekarang masih tetap hidup. Puisi adalah bentuk
kesusastraan yang paling cocok untuk mengekpresikan emosi dan gerak hati orang
Jepang. Tanka (puisi pendek) tetap hidup, walaupun bentuk kesusastraan lain yang
sesuai dengan keadaan budaya masing-masing jamannya bermunculan, seperti renga
pada jaman pertengahan, haikai pada jaman pramodern, dan haiku pada jaman modern lahir
dan berkembang terus. Menurut Wikipedia berbahasa Indonesia, Sastra Jepang (Nihon
Bungaku) adalah karya sastra dalam bahasa Jepang, atau studi mengenai karya sastra
tersebut dan pengarangnya. Secara garis besar, sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode: sastra
kuno (zaman Nara), sastra klasik (zaman Heian), sastra pertengahan (zaman
Kamakura, zaman Namboku-cho, zaman Muromachi), sastra modern (zaman
Azuchi-Momoyama, zaman Edo), dan sastra kontemporer (karya sastra mulai zaman Meiji
hingga sekarang). Meskipun demikian, sastra kuno dan sastra klasik sering dijadikan
satu menjadi sastra klasik. Sastra zaman Azuchi-Momoyama juga sering digolongkan
ke dalam sastra abad pertengahan

3
4

B.RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan
latar belakang diatas yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana garis besar kesusastraan Jepang zaman pramodern?


2. Apa itu Kanazooshi dan ukiyoozooshi?
3. Apa itu Joruri, kabuki dan kayoo?
4. Apa itu Haikai?
5. Apa itu Senryuu dan kyooka?
6. Apa itu Waka, kokugaku dan kanshibun?
7. Apa itu Kusazooshi dan yomihon?
8. Apa itu Sharebon, nijoobon dan kokkeibon?

C.TUJUAN DAN MANFAAT

Adapun manfaat dan tujuan dari makalah ini adalah memberi pengetahuan dan pemahaman
mengenai tentang Kesusastraan Jepang Zaman Pramodern.

BAB II
PEMBAHASAN

4
5

1. Garis Besar Kesusastraan Jepang Zaman Modern


Masuk zaman pramodern keadaan kehidupan rakyat dalam.bidang ekonomi dan masyarakat
cukup kua dan stabil. Oleh karena itu keharmonisan kedua faktor tersebut banyak menunjang
lahirnya bentuk-bentuk kesusastraan rakyat yang menggambarkan segi-segi kehidupan
mereka. Selain itu, pendidikan rakyat semakin meluas sehingga arus pembaca betambah
besar dan bersamaan dengan itu percetakan sebagai sarananya mulai terbentuk.
Penggolongan kesusastraan pramodern dibagi menjadi dua bagian : pertama, Kamigata yang
berpusat di Kyoto merupakan masa awal, yaitu masa yang terdiri dari masa pencerahan tahun
Keichoo dan tahun Kanbun, dan masa perkembangan sekitar tahun Genroku. Kedua masa
akhir yang terbagi atas masa kebangkitan dari tahun An ei dan tahun Tenmei, dan masa
kematangan dari tahun Bunka sampai tahun Bussei.

2. Kanazooshi dan Ukiyoozooshi


Kanazooshi adalah Masa perkembangan sastra pramodern novel yang muncul pada masa
pencerahan. Karya-karya yang terkenal pada masa itu adalah Kibyooshi, Sharebon, Senryuu
dan Kyooka. Semua bentuk karya-karya tersebut ditulis berdasarkan ugachi (pengungkapan
perasaan manusia dengan halus), fushi ( satire) dan sindiran guna mengikuti selera Edo yang
tergolong tinggi ketika itu. Pada tahun Bunka dan Bunsei pusat perhatian masyarakat beralih
pada buku Yomihon yang beraliran kanzenchooaku (membela kebaikan dan menghukum
kejahatan)

Ukiyoozooshi adalah sejenis novel yang menceritakan cara kehidupan para choonin
(pedagang) berekonomi kuat yang suka berfoya-foya. Pada tahun Tenna 2 terbit buku
Koshoku Ichidai Otoko (kisah laki-laki penggemar wanita) karangan Ihara Saikaku yang
mencerminkan realitas keborosan hidup para Choonin. Novel Saikaku terdiri Kooshokumono
( tentang mata keranjang), Bukemono ( tentang kehidupan masyarakat samurai),
Chooninmono (tentang kehidupan masyarakat pedagang).

3. Joruri,Kabuki dan Kayoo


Joruri atau ningyou (bunranku) adalah Teater rakyat atau teater tradisional Jepang (koten
geino) yang sampai hari ini masih bertahan, menurut ensiklopedia kodansha (1994:1561),
terdiri dari lima genre besar, yakni bugaku (gagaku), nõ, ky õgen, bunraku dan kabuki.
Kendati mereka berbeda dalam isi dan gaya, namun mereka terikat satu sama lain oleh
hubungan estetika yang kuat, yang pengaruhnya berasal dari dalam maupun luar negeri.
Kelimanya merupakan teater total, karena menyatukan unsure-unsur tari, musaik dan seni
bercerita secara lirikal. Sifat ini telah lama menguasai teater rakyat di seluruh Asia. Tiga

5
6

unsure tersebut dianggap sebagai kepanjangan dari ketentuan-ketentuan seni puisi Sansekerta
klasik, yang diterapkan dalam tari dan drama. Ketentuan tersebut tealah pula mempengaruhi
teater rakyat Asia, termasuk juga Jepang dan sebagian dari Indonesia. Di sini kan dijelaskan
empat bentuk saja, yaitu bunraku, Nõ, Kabuki dan Kagura. Tiga terdahulu mewakili teater
rakyat yang sudah dikembangkan di daerah perkotaan, sedangkan yang terakhir tetap
bertahan di daerah pedesaan masa kini.

Teater bunraku

Seperti halnya seni pertunjukan professional kabuki, seni pertujunjukan boneka professional
bunraku berasal dari seni pertunjukan rakyat ciptaan rakyat biasa yang berdiam di daerah
perkotaan dari periode Edo (1600-1868). Istilah Bunraku belum lama diciptakan. Dari
sedemikian banyak perkumpulan teater boneka yang ada pada periode Edo, hanya yang
terkenal sebagai bunraku-za saja yang dapat tetap bertahan hidup sebagai seni pertunjukan
komersial pada masa Jepang modern. Teater tersebut didirikan oleh Uemura Bunrakuken
pada awal abad ke-19 di Osaka. Dan bunraku kemudian berarti “teater boneka professional”.
Istilah yang lebih tepat dari teater ini adalah ayatsuri jõruri. Istilah ini tediri dari dua kata
yang artinya mengacu pada dua unsure 36 terpenting dari teater ini yaitu boneka (ayatsuri)
dan teks dramatic serta seni “menyanyikan” mantra (jõruri). Menurut sejerah kesenian, seni
pertunjukan ini terjadi melalui penggabungan dua kesenian yang berbeda: Seni boneka dan
seni bernyanyi secara agama Budha (jõruri).

Tradisi Teater Bunraku

Teater ini menyajikan baik drama-drama yang bersifat serius namun menghibur, maupun
tarian yang digubah secara apik sekali. Teater ini terutama ditujukan kepada penonton
dewasa yang mempunyai selera tinggi. Pertunjukan ini terdiri dari empat unsure: Boneka-
boneka yang berukuran setengah hingga dua pertiga ukuran manusia biasa; seni gerak yang
dilakukan oleh pemainnya; seni suara yang dibawakan oleh para tayũ (“penyanyi” mantra);
dan pengantar music ritmik yang dibawakan oleh para pemain alat music petik berdawai tiga
shamisen. Untuk menambah kerumitan gerak dalam suatu pertunjukan, bagi setiap boneka
pemeran utama diperlukan tiga orang penggerak boneka: seorang penggerak utama dan dua
orang asisten.

6
7

Boneka Bunraku tidak digerakkan dengan tali, melainkan langsung dengan lengan dan
tangan. Dengan lengan dan tangan kirinya 37 seorang penggerak boneka utama (omozukai)
menyangga boneka tersebut sambil memanipulasi meanisme yang dapat mengendalikan
gerakan mata, menggerakan kulit penutupbola mata, bola mata, alis dan mult boneka;
sedangkan dengan tangan kanannya ia dapat memanipulasi gerak tangan boneka. Asisten
pertamanya (hidarizukai) bertugas khusus untukmenggerakan tangan kiri boneka, dan asisten
kedua (ashizukai) menggerakan kedua kaki boneka. Hamper seluruh boneka wanita tidak
mempunyai kaki, karena kebanyakan wanita Jepang sealu memakai jubah panjang sampai ke
pergelangan kaki, atau lebuh panjang lagi sampai menutup kedua kakinya. Gerakan kedua
kaki boneka perempuan disimulasikan dengan menggerakan kimono bagian bawahnya.
Sebagai contohnya, dalam drama Sonezaki Shinjũ (1703; diterjemahkan menjadi “The Love
Suicides at Sonezaki (bunuh diri demi cinta di Sonezaki), 1961) harus digambarkan
bagaimana tokoh pria mengelus-elus kaki tokoh wanitanya. Agar penonton dapat
menyaksikannya, maka dipergunakan kaki yang lepas, yang dapat dikeluarkan dari bawah
kimononya.

KABUKI

Drama kabuki dimulai pertunjukkan tarian yang dilakukan oleh wanita. Wanita pertama yang
memperkenalkan kabuki adalahh Izumino Okuni pada tahun keichoo. Dia disebut juga
sebagai nenek moyang atau cikal bakal kabuki. Tarian pertama dikenal dengan Nembutsu
Odori yang kemudian terkenal dengan sebutan Kabuki Odori. Kabuki odori sangat populer
dikalangan wanita. Di berbagai daerah banyak wanita yang menjadi penari kabuki dan
mereka disebut sebagai yujo kabuki atau onna kabuki. Penari-penari tersebut selain menari
juga melayani tamu-tamu laki-laki. Tetapi kegiatan Kabuki wanita dilarang karena terjadi
pelanggaran tata susila dan tradisi diantara mereka sendiri. Kemudian pemainnya diganti
dengan laki-laki remaja, yang bernama wakashu kabuki. Ini juga dilarang oleh pemerintahan
Edo.Pada tahun berikutnya mereka diperbolehkan mengadakan pertunjukkan kembali dengan
syarat yang ketat yaitu penari kabuki harus memotong maegami (poni). Dengan dipotongnya
maegami sebutan wakashu kabuki berubah menjadi yaro kabuki. Kabuki tidak saja
berkembang di Kyoto dan Osaka tetapi berkembang juga sampai ke Tokyo dan menjadi pusat
kabuki sampai sekarang. Dalam kabuki ada dua aliran yaitu kamigata kabuki yang berpusat di
Kyoto dan Osaka dan Edo kabuki yang berpusat di Tokyo.

7
8

Pengarang Kabuki bernama Yonsei Tsuruya Namboku pada jaman Edo generasi keempat dri
keluarga Namboku. Generasi kesatu, kedua dan ketiga adalah aktor kabuki. Karya yang
terkenalnya adalah Sumidagawa Hangoshozomei dan Tokaido Yotsuya Kaidan.

Jenis lakon kabuki terdiri dari :

1. jidai kyogen, ceritanya diambil dari jaman Edo atau samurai pendeta pada jaman
Kamakura.

2. sewa kyogen, isi ceritanya menyangkut kehidupan rakyat pada jaman Edo.

3. buyogeki, Tarian yang diiringi melodi gidayu (dalang).

4. kabuki juhachiban, Lakon kabuki yang sangat populer.

5. shinsaku kabuki. Lakon-lakon yang ditulis setelah jaman Meiji.

Kabuki adalah pertunjukkan drama yang terdiri dari unsur tari dan musik. Musik kabuki
terbagi dalam dua jenis : 1. shosha ongaku yaitu musik samisen yang mengiringi tayu
(dalang), 2. geza ongaku yaitu musik yang melengkapi pertunjukkan kabuki dari belakang
panggung. Yang menarik dalam kabuki adalah bentuk panggungnya. Keunikan panggung
kabuki tidak akan dijumpai di negara lain. Bentuk panggungnya terdiri dari:

1. hanamichi adalah lorong diantara tempat duduk penonton yang terletak disebelah kiri dan
kanan panggung.

2. suppon adalah lubang segi empat yang terdapat pada hanamichi yang dapat ditarik ke atas
dan ke bawah. 46

3. mawari butai adalah bulatan besar yang terletak ditengah tengah panggung dan dapat
berputar fungsinya untuk pergantian dari siang dan malam.

4. yuka adalah tempat duduk tayu (dalang), pemetik samisen.

5. geza adalah tempat para pemain musik untuk memainkan alat alat musik.

6. hikimaku adalah layar panggung yang terdiri dari tiga warna yaitu hijau tua, orange dan
hitam.

8
9

KAYOO

nyanyian yang disampaikan dengan mulut dan dinikmati melalui indra pendengaran. Kayoo
zaman Joodai ini diceritakan dari mulut ke mulut dan mempunyai hubungan yang erat dengan
timbulnya kesusastraan Jepang. Nyanyian kayoo ini yang 11 menjadi titik tolak terciptanya
Waka. Kayoo yang masih ada sampai sekarang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, Fudoki,
Shoku Nihongi, Kinkafu yang kira-kira terdapat 300 buah nyanyian. Istana, terutama pada
pesta minum sake adalah tempat yang mempunyai kedudukan penting untuk menyanyikan
Kayoo. Tetapi ada pula tempat menyanyikan kayoo bagi rakyat biasa disebut Utagaki atau
Kagai. Isi nyanyian bertemakan nyanyian percintaan. Bentuk susunan kayoo dimulai dari bait
yang pendek diakhiri dengan bait panjang, atau kadang sebaliknya. Bentu susunan
keseluruhan yaitu: Kata uta 5.7.7, Shiku taika 5.7.5.7 atau 7.5.7.5, Tanka 5.7.5.7.7, Sedoka
5.7.7.5.7.7 Choka 5,7,57…., Butsusokusekikatai 5,7,5,7,7,7. nyanyian rakyat yang
dipengaruhi oleh pantun pantun. Nyanyian nyanyian yang terdapat dikalangan rakyat biasa
adalah kumiuta yaitu nyanyian saling sahut menyahut, nagauta nyayian dengan suara nada
tinggi rendah, hauta nyanyian yang sambung menyambung, dan shibaiuta nyanyian yang
dipakai untuk drama. Nyanyian nyanyian tersebut sering digunakan dalam ningyojoruri.

4.HAIKAI
Arti haikai adalah sesuatu yang jenaka (lucu). Sejak adanya pembuatan 58 buah puisi waka
yang jenaka dalam Kokinshu  maka dalam kumpulan puisi lain pun banyak dimuat puisi yang
bercorak jenaka ini. Pada zaman Chusei, puisi yang berada dalam kanshi,
waka, ataupun renga,  kalau di dalamnya terdapat ungkapan kelucuan maka puisi tersebut
disebut haikai. Itulah sebabnya, dari pertengahan Chusei (abad pertengahan) sampai
permulaan Kinsei (zaman modern) sangat diminati sebagai haikai no renga  yang
memfokuskan tentang kelucuan. Kemudian, karena dianggap dapat berdiri sendiri dan
terlepas dari puisi renga, maka haikai no renga mulai ditulis dengan haiku  saja. Kalau dilihat
dari sejarahnya, pada pertengahan abad ke-14 dalam kumpulan puisi renga yang
disebut Tsukuba Shu,  haiku masih merupakan bagian dari puisi renga. Namun, pada abad ke-
15 dalam Shinsentsukubashu dikatakan bahwa haiku berbeda dengan rengan sehingga semua
haiku yang berada dalam kumpulan puisi itu dikeluarkan. Pada awal abad ke-16, melalui
kumpulan haiku dari Yamazaki Sokan maupun Aragita Moritake, terlihat jelas adanya suatu
kelucuan yang tidak ada dalam rengan, sehingga haiku dapat diakui sebagai suatu karya
sastra dalam bidang puisi yang baru.

9
10

Haiku dimulai dengan 17 suku kata pada bait pertama, yaitu 5, 7, 5 dan dilanjutkan dengan
14 suku kata atau 7, 7 dan kembali lagi ke bait berikutnya dengan 17 suku kata lalu 14 suku
kata, demikian seterusnya. Aturan ini diulang-ulang sampai menghasilkan suatu puisi yang
bermakna. Puisi yang banyak dibuat oleh orang biasa ini, aturannya masih sama dengan
renga. Begitu memasuki zaman modern dengan memudarkan kepopuleran puisi renga, maka
puisi haikai semakin populer dan mengalami kemajuan. Kemudian, melahirkan berbagai
macam aliran, khususnya haikai yang dibuat oleh Matsuo Basho, yang boleh dikatakan
merupakan awalkejayaannya.

5.SENRYUU DAN KYOOKA


Senryu, bentuk puisi Jepang yang mirip Haiku untuk bersenang-senang. Senryu ( 川 柳 ,
senryuu) memiliki struktur fisik yang sama dengan haiku yaitu terdiri dari tiga baris dengan
jumlah mora tiap barisnya masing-masing 5-7-5 (go-shichi-go). Namun, isi suatu senryu
lebih ringan dan bahkan bisa saja lawakan. Dalam senryu juga tidak ada aturan kompleks
pada haiku misalnya mengenai kigo ( 季 語 , kata musim). Dengan kata lain, kalau haiku
merupakan bentuk puisi elit yang serius, senryu bisa digunakan untuk mengekspresikan diri
secara santai atau sekedar bersenang-senang.

Nama senryu sendiri diambil dari pujangga yang mencetuskan jenis puisi ini yaitu Karai
Senryuu (柄井川柳). Kanji pada senryu berarti dedalu sungai. Mari kita lihat contoh senryu
dan membahas strukturnya:

泥棒

捕えてみれば

我が子なり

pertama perlu tahu tentang konsep mora. Dalam banyak kasus, mora bisa disamakan dengan
silabel (suku kata) pada bahasa Indonesia. Misalnya, a (あ) maupun be (べ) sama-sama satu
mora. Hanya saja, ingat bahwa n (ん), tsu kecil (っ), dan suara-suara panjang juga dianggap
satu mora. Jadi kanpai (かんぱい) terdiri dari 4 mora yaitu ka-n-pa-i (terlihat jelas dengan
melihat hiragananya). mooningu ( モーニング ) yang memiliki suara panjang terdiri dari 5
mora yaitu mo-o-ni-n-gu. makka (まっか) yang memiliki konsonan ganda terdiri dari 3 mora
yaitu ma-k-ka. kembali contoh senryu di atas. Dia terbagi menjadi tiga baris. Lalu coba
hitung jumlah mora tiap barisnya. Kamu akan mendapatkan 5 (どろぼうを), 7 (とらえてみ

10
11

れば), dan 5 (わがこなり). Jadi aturannya hanya itu saja, tiga baris dengan jumlah mora 5-7-
5. Isinya benar-benar terserah kamu, dan di situlah asyiknya

Dari segi bahasa, senryu di atas menarik karena ditulis di zaman dahulu (1700-an).
Perhatikan bahwa waga (milik saya) merupakan bentuk yang terdengar lebih formal atau
kuno dibandingkan dengan watashi no. waga sendiri sebetulnya bisa dipecah menjadi wa
(saya) dan ga (partikel kepemilikan kuno). Contoh ga yang berfungsi seperti no modern ini
misalnya pada tenshi ga gotoku (bagai malaikat) yang sama saja dengan tenshi no gotoku
atau yang lebih terdengar modern tenshi no you ni.

KYOOKA
Pantun-pantun lucu jauh sebelumnya pun sudah dikenal yaitu dari Manyooshuu, tetapi baru
mulai populer pada zaman Muromachi (abad XII). Setelah memasuki zaman pramodern,
sejajar dengan haikai, kyooka mulai berkembang, penyair-penyairnya banyak bermunculan
antara lain Matsunaga Teitoku. Juga diterbitkan antologi-antologi seperti Kokon
Hinaburishuu oleh Shoohakudoo Gyoofuu. Pada zaman Genroku (1688-1703) di Osaka
muncul Taiya Teiryuu dan berkat jasanya kyooka mencapai kemajuan sampai meluas ke
berbagai lapisan masyarakat. Pantun-pantun kyooka sampai dengan zaman itu sebahagian
besar merupakan sindiran terhadap pantun-pantun waka tetapi dari sudut pengetahuan isinya
dangkal.

Kyooka Pada Zaman Tenmei (1781-1788)

Pantun-pantun kyooka berkembang di Osaka dan Kyoto, sejak zaman Meiwa (1765-1771) di
Edo juga mengalami perkembangan. Pada mulanya hanya dikenal di kalangan samurai dan
kalangan cendekiawan saja, tapi sejak diterbitkan antologi Mansai Kyookashuu oleh Yomo
no Akara, kepopuleran kyooka mencapai klimaksnya. Pada zaman An-ei (1772-1780) dan
Tenmei penyair-penyair kyooka kenamaan seperti Yomo no Akara, Karakoromo Kitsushuu
dan Akera Kankoo meninggalkan banyak karyanya yang berkonsep menakjubkan.
Perkembangan kyooka ini mencapai zaman keemasannya pada zaman Tenmei, zaman Bunka
(1804-1817) dan Bunsei (1818-1829), ia memiliki kepopuleran yang dapat menandingi
kepopuleran haikai, tapi pada hakekatnya kualitasnya rendah sehingga tak dapat mencapai
kesuksesan yang sebenarnya. Penyair kenamaan pada masa ini antara lain Yadoya no
Meshimori dan Shikatsube no Magao.

11
12

Contoh :

Fuji-no yama yume-ni miru koso kahoo nare rogin-mo iraze kutabire-mo sezu. (Taiya
Teiryuu)

Bermimpi melihat gunung Fuji adalah pertanda kebahagiaan, untuk itu tidak usah biaya, juga
tidak usah cape.

Yamabuki-no hana kami bakari kamiire-ni mino hitotsudani nakizo kanashiki. (Yomono
Akara).

Tak sehelai pun uang dalam dompetku, hanya helai-helai bunga yamabuki, sungguh
menyedihkan.

Utayomi-wa heta koso yokere tenchi-no ugoki idashite tamaru mono kawa. (Yadoyano
Meshimori)

Menyanyikan lagu justru lebih baik yang bodoh, karena tidak mampu menggeser bumi dan
langit ini.

6. WAKA,KOKUGAKU,dan KANSHINBUN

WAKA

Waka adalah puisi Yamatato (Jepang) yang dibuat untuk mengimbangi puisi Cina. Jenis puisi
lain, seperti choka dan sedoka juga termasuk waka. Waka sendiri mulai pudar
kepopulerannya pada sekitar akhir zaman Nara. Bentuk puisi yang merupakan bentuk awal
dari puisi Jepang ini memiliki ciri khas. Waka terdiri dari 31 suku kata yang terbagi dalam 5,
7, 5, 7, 7 suku kata dan ini merupakan cara yang paling cocok untuk mengekspresikan
perasaan dan pikiran orang Jepang.

Walaupun muncul berbagai macam dan bentuk puisi selain waka, tetapi waka yang terdapat
dalam Manyoshu dan dibuat pada zaman Nara, Kokinshu yang dibuat pada zaman Heian, dan

12
13

Shinkokinshu yang dibuat pada zaman Kamakura, memberikan pengaruh yang besar
terhadap kesusastraan Jepang, khususnya dalam perkembangan puisi Jepang.

Setiap kumpulan puisi mempunyai ciri khas. Manyoshu, misalnya, warna puisinya berkaitan
dengan perasaan yang diungkapkan secara langsung ke hadapan orang di sekitarnya.
Kokinshu banyak diwarnai kehidupan bangsawan dan bersifat intelektual, sementara
Shinkokinshu lebih banyak diwarnai oleh puisi yang mengekspresikan alam yang tidak
nyata, dan tidak mengungkapkan kehidupan sehari-hari manusia. Atau, dapat dikatakan
bahwa cerita Shinkokinshu tidak realistis dan mengimajinasikan suatu keindahan alam.

KOKUGAKU

sebuah usaha untuk meneliti segala sesuatu yang berhubungan tentang Jepang yaitu
mencakup bahasa dan sastra klasiknya. Orang yang berhasil membentuk Kokugaku adalah
Kamo no Mabuchi. Motoori Norinaga adalah orang yang justru menyebarkan tentang
Kokugaku, jadi dia berhasil menyebarkan Kokugaku ke seluruh Jepang.

Munculnya kokugaku yaitu Tidak berapa lama setelah zaman Genroku, di Kyoto muncul
penyair-penyair yang meletakkan dasar-dasar untuk penelitian bahasa dan sastra klasik
Jepang seperti Shimokoobe Chooryuu, Soo Keichuu, Kada no Azumamaro dan lain-lain.
Chooryuu senang pada pantun waka dan penelitian sastra klasik Jepang. Di hari tuanya dia
diminta untuk menulis penjelasan tentang buku Manyooshuu oleh orang besar Tokugawa
Mitsukuni dari Mito. Tetapi karena sakit dia menyerahkan pekerjaan itu kepada Keichuu.
Karena pengaruh Chooryuu, Keichuu melakukan penelitian sastra berdasarkan filologi dan
salah satu hasilnya yang besar ialah Manyoo Daishooki (catatan tentang Manyooshuu), sesuai
dengan permintaan Tokugawa Mitsukuni. Dalam hal penelitian bahasa juga ada karangannya
yang terkenal yang bernama Waji Shooranshoo (kamus kanji Jepang). Tetapi baik Chooryuu
maupun Keichuu kedua-duanya sebagai penyair tidak banyak mengeluarkan hasil karya yang
berarti. Di pihak lain, Kada no Azumamaro yang tidak setuju dengan ajaran Konfusius,
menganjurkan penelitian ‘kokugaku’, ia berusaha menyelidiki pemikiran asli orang Jepang di
zaman kuno. Dia merupakan seorang yang berjasa dalam mengembangkan studi tentang
Jepang, tapi bukanlah seorang penyair dalam arti yang sesungguhnya.

Pembetukan kokugaku yaitu Metode penelitian berasaskan pembuktian menurut Keichuu


disatukan dengan usaha penelitian tentang pemikiran orang Jepang kuno yang berasal dari

13
14

Azumamaro, sehingga terbentuklah Kokugaku. Orang yang berhasil membuka Kokugaku ini
adalah Kamo no Mabuchi. Mabuchi berteman dengan Azumamaro. Karena pengaruh
Azumamaro dia berkeinginan menjadi peneliti Kokugaku. Dia mempunyai hasil karya yang
sangat baik seperti Manyookoo (studi tentang Manyooshuu) dan lain-lain. Kamo no Mabuchi
merupakan juga seorang penyair yang terkenal. Gaya bahasa yang digunakannya mula-mula
adalah gaya bahasa Shinkokinshuu, kemudian berubah menjadi gaya bahasa Manyooshuu. Di
hari tuanya dia berkeinginan mempergunakan gaya bahasa sederhana yang digunakan untuk
pantun rakyat yang terdapat dalam buku Nihonshoki dan Kojiki. Kumpulan pantun Waka
yang ditulisnya sendiri berjudul Kamo no Ookashu (kumpulan pantun keluarga Kamo). Dari
pengikut-pengikutnya inilah tampil orang-orang terkenal seperti Tayasu Umetake, Katoo
Chikage, Murata Harumi, Katori Nahiko, Shimizu Hamaomi dan lain-lain

KANSHINBUN

Orang Jepang telah lama sejak dulu membuat ‘kanshibun’ (syair berbentuk bahasa Cina tetapi
dibaca secara bahasa Jepang) karena pengaruh yang sangat besar dari kebudayaan Cina.
Karena pengaruh ini, Jepang tidak merasa sungkan lagi menciptakan sendiri dengan meniru
pola kesusastraan asing. Banyak karya-karya pada masa jayanya syair kanshibun hancur pada
waktu terjadi kerusuhan Jinshin (tahun 672), misalnya Umakaishuu karya Fujiwara Umakai
yang diciptakan pada awal zaman Nara dan Kanbisoo karya Isonokamino Otomaro yang
diciptakan pada pertengahan zaman Nara, semuanya telah lenyap. Yang masih tersisa sampai
sekarang ialah yang berjudul Kaifuusoo dan syair-syair kanshibun lain misalnya yang ditulis
oleh Yamanoueno Okura pengarang Manyooshuu.

Pada zaman itu tidak terlihat adanya syair-syair yang panjang. Syair Okura yang berjudul
Chin-ajiaibun yag menceritakan perasaan penyair sendiri termasuk panjang. Ia menuturkan:
“Zokudoo no kari ni ai sunawachi hanare, sariyasuku todomarigataki koto wo kanashiburu
uta”. (Di dunia ini tidak ada pertemuan yang kekal, ada pertemuan harus ada perpisahan).
Berbeda dengan syair-syair Kaifusoo, syair ini penuh dengan ratapan tentang kegagalan dan
kepedihan hidup manusia.

Kaifusoo diciptakan pada tahun 751, penyusunnya dikatakan adalah Oomino Mifune atau
mungkin juga orang lain, dalam hal ini tidak jelas. Umumnya tiap bait terdiri dari lima huruf
kanji, yang terdiri dari tujuh kanji juga ada tetapi tidak banyak. Seluruhnya berjumlah 120
bagian ditambah kata pengantar, jumlah ini bisa berubah tergantung buku asal yang

14
15

ditinggalkan sampai sekarang. Penulisnya ada 64 orang, terdiri dari kaisar, pangeran, kepala
suku, pejabat keraton, pendeta dan lain-lain, terbatas pada golongan yang mendapat
pendidikan.

Kaifusoo ini umumnya berisikan syair-syair yang mengisahkan pesta-pesta, penyair berpesiar
naik perahu sambil minum arak dan syair jawaban terhadap permintaan kaisar. Syair jenis ini
merupakan pelopor untuk perkembangan ‘Kanbungaku’ (kesusastraan Cina yang berkembang
di Jepang) pada awal zaman Heian.

Berikut ini dikemukakan contoh karya pangeran Ootsuno Miko yang mengungkapkan
perasaan hatinya yang penuh dengan kesedihan

Contoh:

Kin-u seiha-ni terai

Kosei tanmei-wo unagasu

Senro hinshu nashi

Kono yuube ie-wo sakarite mukau

7. KUSAZOOSHI dan YOMIHON

Kusazoshi

merupakan nama jenis buku bergambar yang meliputi akabon, aobon, kurobon, kibyoshi, dan
gokan. Bentuk bukunya kecil, berisi gambar-gambar yang pada bagian atas gambar-gambar
tersebut terdapat tulisan (keterangan gambar) untuk merangkai cerita. Kusazoshi yang
pertama kali terbit bersampul merah, disusul kemudian dengan buku gambar bersampul biru,
dan setelah itu menurut warna sampulnya. Dengan kata lain, akabon adalah buku gambar
yang sampulnya berwarna merah, aobon yang bersampul biru, dan kurobon bersampul hitam.

Buku gambar jenis ini mula-mula ditujukan untuk konsumsi anak-anak tetapi setelah
menjadi kibyoshi, yakni buku gambar bersampul kuning, fungsinya berubah menjadi buku
gambar bacaan orang dewasa. Kibyoshi muncul pertama kali pada tahun 1775 dengan
judul Kinkin Sensei Eiga no Yume karya Koikawa Harumachi, yang berisikan lelucon dan

15
16

sindiran-sindiran terhadap keadaan masyarakat. Selain itu, ada juga beberapa buku yang
memiliki tema yang berbeda. Novel karya Santo Kyoden berjudul Edo Umare Uwaki no
Kabayaki  misalnya, bertema kehidupan pria hidung belang yang menganggap bahwa
menyeleweng merupakan hal yang lumrah bagi orang Edo. Atau, sebuah novel lain yang
menyorot kehidupan bushi yakni novel karya Hoseido Kisanji yang berjudul Bunbu Nido
Mangokudoshi, yang menekankan bahwa seorang bushi disamping harus memiliki semangat

dan teknik bushido yang tinggi, juga harus memiliki ilmu pengetahuan.

Akabon, aobon, dan kurobon yang hanya terdiri dari 1 atau 3 jilid (1 jilid terdiri dari 5
lembar/10 halaman), sesudah menjadi kibyoshi jumlahnya bertambah menjadi 8 sampai 10
jilid. Jalan ceritanya pun menjadi kompleks dan isinya bertambah banyak sehingga 5 jilid
akhirnya digabung menjadi 1 jilid. Inilah yang disebut gokan dan populer pada akhir zaman
Edo sampai permulaan zaman Meiji. Di antaranya yang terkenal adalah karya Shikitei Samba
berjudul Ikazushi Taro Gokuaku Monogatari yang merupakan kisah petualangan tokoh
Ikazuchi Taro, dan karya Ryutei yang bersumber dari novel terkenal Genji
Monogatari namun dengan latar belakang masyarakat pada masa kekuasaan Shogun
Ashikaga (abad 15-16) dan isinya yang disesuaikan dengan selera masyarakat pada waktu itu,
misalnya dengan mengadakan penggantian pantun, yakni waka yang ada dalam Genji
Monogatari dalam novel ini diganti menjadi haiku.

Yomihon

Yomihon adalah salah satu bentuk sastra (novel) pada zaman pramodern Jepang. Yomihon
berasal dari ciri yomihon atau furyu yomihon. Baik ciri yomihon maupun furyu yomihon
adalah bentuk cerita bergambar, mirip dengan cerita komik.

Ciri-ciri yomihon:

banyak mengambil episode-episode dari data-data sejarah Jepang maupun data sejarah Cina;

banyak mengambil pemikiran-pemikiran Cina dan meminjam cerita-cerita Cina;

gaya bahasa yang dipakai pengarang adalah perpaduan antara gaya bahasa Jepang dan Cina;
dan

banyak menampilkan cerita tentang setan.

16
17

Perkembangan yomihon terbagai dalam dua periode. Periode awal berpusat dan berkembang
di daerah Kansai atau daerah Kyoto dan Osaka. Pengarang yang terkenal pada periode ini
ialah Ueda Akinari (1734-1809) dengan karyanya Ugetsu Monogatari (1776) dan Harusame
Monogatari; Takebe Ayatari (1717-1774) dengan karyanya Nishiyama Monogatari dan
Honcho Suikoden. Pada periode akhir, yomihon berkembang dan berpusat di Edo (Tokyo).
Pengarang yang terkenal pada periode akhir ini adalah Santo Kyoden yang menulis Chusin
Suikyoden dengan memakai tulisan Hiragana, dan Takizawa Bakin (1767-1848) yang
menulis Nanso Satomi Hakkenden dan Chinsetsu Yumiharitsuki.

Ciri-ciri khas yomihon pada periode akhir ialah:

ditulis dengan Hiragana dan kalimatnya mudah sehingga dapat dibaca oleh wanita dan anak-
anak;

walaupun ceritanya panjang dan sarat dengan bermacam-macam peristiwa tetapi dinamis
sehingga mudah dipahami;

pemikiran dasar dari yomihon adalah kanzen choaku, artinya yang benar akan menang dan
kejahatan akan musnah oleh kebaikan.

Yomihon mencapai kemajuan pesat akibat persaingan dari kedua pengarang ini Bakin dan
Kyoden. Namun, akhirnya Kyoden berhasil dikalahkan oleh Bakin sehingga Bakin menjadi
pengarang besar yomihon pada zaman pramodern Jepang. Bisa jadi keberhasilan Bakin
karena yomihon yang dibuatnya ditunjang oleh berbagai ilmu pengetahuan klasik Cina
maupun Jepang, gaya kreatif yang berskala besar, struktur cerita yang sangat erat kaitannya
satu dengan yang lainnya, dan gaya bahasa simbolik yang dipakainya. Dasar pemikiran yang
terdapat dalam karya-karya Bakin tidak lepas dari pemikiran kanzen choaku, segala sesuatu
yang benar akan menang dan yang jahat akan dikalahkan oleh kebaikan.

17
18

8. SHAREBON,NIJOOBON,dan,KOKKEIBON

SHAREBON

Adalah buku bacaan yang mengambil panggung di tempat hiburan (tempat prostitusi) dan
menceritakan orang-orang yang keluar masuk di tempat itu serta orang-orang yang tahu betul
akan jalan gelap itu. Sharebon ini mendapat pengaruh dari buku-buku tentang pelacuran di
negeri Cina dan merupakan kesusastraan yang bersifat percobaan yang pertama-tama
dilakukan oleh kaum cendekiawan.

Banyak orang berpendapat bahwa Sharebon baru menjadi kesusastraan yang mantap setelah
terbit buku Yuushi Hoogen (cerita seorang anak yang pandai melacur) karangan Inakaroojin
Tadanojijii. Karya ini dibagi atas lima bab, perubahan adegan dari bab ke bab sangat
diperhatikan, menceritakan seorang anak yang sebenarnya masih hijau dan orang-orang yang
setengah pandai melacur. Di dalamnya ada dialog antara para pelacur dan temannya. Cara
penulisan seperti ini tidak lagi diikuti oleh buku-buku Sharebon yang terbit kemudian

Pengarang terkemuka yang mempunyai kecakapan alamiah adalah Santoo Kyooden. Karya
Santoo Kyooden antara lain Musukobeva (kamar sang putera) dan Tsuugen Soomagaki. Dari
tahun Tenmei (1781) sampai awal tahun Kan Sei (1789) Sharebon mencapai puncak
kejayaannya tetapi sebaliknya isinya bertambah rumit dan mendapat pengawasan yang ketat
dari pemerintah. Dengan adanya pengawasan ketat ini tema sharebon diganti dari tema erotis
menjadi tema percintaan atau ‘giri’ (budi) serta ‘ninjoo’ (perasaan) sehingga menjadi
‘Ninjoobon’.

NIJOOBON

Ninjoobon lahir berdasarkan sharebon. Buku jenis ini mengalami kepopulerannya dari tahun
Bunsei (1818) sampai akhir zaman pemerintahan feodal-militer. Tidak seperti sharebon yang
lebih menonjolkan cerita di tempat hiburan sebagai temanya, ninjoobon melukiskan kisah
percintaan dari kehidupan sehari-hari masyarakat pedagang. Kemudian, ninjoobon pada
prinsipnya sama saja dengan sharebon, biarpun luarnya bersifat pengajaran, sebetulnya di

18
19

dalamnya menggambarkan kegilaan dunia dan kebobrokan masyarakat pada akhir zaman
pemerintahan feodal-militer seperti apa adanya. Di antaranya yang terkenal adalah
Kanamajiri Musumesetsuyoo dan Shunzhoku Umegoyomi. Shunshoku Umegoyomi adalah
ceritera yang mengisahkan seorang anak muda tampan yang tidak mempunyai kemauan
dicemburui oleh tiga orang wanita yang bernama Ochoo, sebagai calon isterinya, Yonehachi
dan Adakichi, ‘geisha’ (hostes di Jepang pada zaman dulu) dari Fukagawa, yang saling salah
pengertian. Kalimatnya banyak menggunakan bentuk percakapan sehingga dapat diketahui
melalui percakapan tersebut watak dari masing-masing tokoh.

Ninjoobon merupakan sebuah novel percintaan yang populer dan disukai masyarakat karena
bacaan tidak sulit dan mudah dimengerti kalau dibandingkan dengan yomihon, kemudian
pemaparannya lebih rumit dan lebih terperinci bila dibandingkan dengan gookan. Walaupun
buku jenis ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat tetapi tidak luput dari pengamatan
dan pengawasan pemerintah. Pada tahun Tenpoo 13 (1832) pengarang Shunsui dihadapkan
ke pengadilan oleh wakil pemerintah Mizuno Tadakuni berdasarkan peraturan pembaharuan
yang dibuatnya sehingga sejak itu buku bacaan ini dalam waktu singkat hilang dari
peredaran.

Kokkeibon

Fuuryuushi Dookenden merupakan buku pertama kokkeibon yang dipelopori oleh Furaisanjin
Hiragagennai. Buku ini dilengkapi dengan pemikiran Shinto, Budha, ajaran Konfusius dan
satire. Dengan adanya pembaharuan satire dan kelucuan dibuat menjadi jenis gookan yang
mengakibatkan keistimewaannya menjadi hilang. Begitu pula buku sharebon akhirnya
menghilangkan satirenya dan terlalu condong kepada pelukisan perasaan manusia sehingga
menjadi jenis ninjoobon. Dengan demikian, sebagai gantinya muncul bacaan yang
mengutamakan pelukisan kelucuan dan ini dikenal dengan nama ‘Kokkeibon’ sekitar tahun
Koowa (1801). Bentuk buku ini berbeda dengan ‘dangibon’ (buku kumpulan catatan kuliah),
isinya lebih mengutamakan permainan kata-kata yang bersifat lucu. Dengan demikian, buku
jenis ini menjadi bacaan rendahan. Pengarang terkemuka kokkeibon adalah Jippensha Itsuku
dan Shikitei Sanba. Itsuku menanjak dengan cepat setelah menulis karyanya yang berjudul
Doochuu Hizakurige dan kemudian disusul dengan jilid lanjutannya. Buku Doochuu
Hizakurige adalah sebuah buku bacaan jenaka rendahan yang menggambarkan seorang anak
Edo bernama Tochimenya Yajirobei dipermainkan dan diganggu oleh kenalannya Kitahachi,
sedangkan Kitahachi sendiri ditolong dan diberi penghidupan oleh Tochimenya. Buku ini

19
20

mendapat sambutan hangat dari masyarakat sehingga banyak bermunculan buku-buku lain
yang menirunya.

Shikitei Sanba mulanya menulis sharebon dan gookan tetapi kemudian menulis kokkeibon
yang bermutu baik sehingga membuat namanya menanjak. Karya Sanba antara lain
Ukiyoburo (tempat mandi umum) dan Ukiyodoko (tempat menata rambut). Dalam karya
tersebut Sanba melukiskan kehidupan masyarakat yang berkumpul di tempat mandi umum
dan di tempat pemangkas rambut dengan menampilkan tokoh dalam bermacam-macam
karakter. Kalau dibandingkan dengan karya Itsuku karya Sanba mengandung lelucon ejekan
yang keras. Buku-buku yang terbit berikutnya adalah Hanagoyomi Hatsushoojin karangan
Ryuutei Rijoo dan Myoochikurinwa Shichihenjin karangan Haitei Kinga. Masing-masing
karya tersebut mencerminkan kelesuan kehidupan masyarakat di akhir zaman pemerintahan
feodal-militer dalam bentuk lelucon-lelucon yang porno. Oleh karena itu, nilai sastranya
makin lama makin menurun.

20
21

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tersebut , bahwa pada masa kesusastraan jepang zaman
pramodern, terdapat budaya tradisional , karya-karya novel, bentuk-bentuk puisi dan
juga drama.

21
22

DAFTAR PUSTAKA

Herniawati, Kesusastraan Jepang,


http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_JEPANG/197206021996032-
HERNIWATI/Diktat_Mata_Kuliah_Sastra_Jepang.pdf. Waktu 1 mei 2020 jam 15.36 pm

Kumpulan Buku. daftarbuku.blogspot.com

Darsimah Mandah, dkk, Pengantar Kesusastraan Jepang,


Rasindo Jakarta, 1992 (sumber original)

Isoji Asoo, Sejarah Kesusastraan Jepang (Nihon Bungakushi),


Penerbit Universitas Indonesia, 1983 (sumber original)

22
23

ames Danandjaya, Foklor Jepang, Grafiti Jakarta, 1997 (sumber original)

23
24

24

Anda mungkin juga menyukai