Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

SEJARAH SASTRA INDONESIA DAN PERIODISASINYA


Dosen Pengampu: Nasrullah La Madi,S.Pd.,M.Pd

DI SUSUN OLEH:

Manda Ismail (03052311008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE


TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji serta syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan nikmat yang telah
diberikan-Nya berupa nikmat iman dan islam wabil khusus nikmat sehat sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tentang ―SEJARAH SASTRA INDONESIA DAN
PERIODISASINYA ―.

Makalah ini disusun dan diuraikan secara efektif yang diambil dari buku dan website,
kemudian disusun dari hasil pemikiran saya yang saya simpulkan dan kemudian dijilid dalam
sebuah bentuk makalah.

Sekiranya dalam pembuatan makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi kata yang
disusun menjadi kalimat yang kurang efektif bahasanya. Oleh Karena itu, saya menerima kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi memperbaiki isi dari makalah ini. Diharapkan semoga
makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kepada pembaca
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………..………………………………i

Daftar isi………………………………………………..……………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………..………………………………….1

A. Latarbelakang………………………………..………………………………….2
B. Rumusanmasalah………………………………..………………………………3
C. Tujuan masalah…….……………………………………………………...….…4

BAB II PEMBAHASAN………………………………..……………………………..5

A. Sejarah Sastra……………………………………..……………………………6
B. Sejarah sastra Indonesia……………………………..…………………………7
C. Periodisasi sastra Indonesia …………………………...………………………………..8
BAB III PENUTUP……………………………………..…………………………….9
A. Kesimpulan……………………………………………………………….…...10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………11
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa. Karya sastra
terdiri dari beragam bentuk, yaitu puisi, prosa maupundrama. Prosa dapat berupa novel dan
cerpen. Sebuah karya sastra dianggap sebagai bentuk ekspresi dari sang pengarang. Sastra itu
dapat berupa kisah rekaan melalui pengalaman batin (pemikiran dan imaginasinya), maupun
pengalaman empirik (sebuah potret kehidupan nyata baik dari sang penulis ataupun realita yang
terjadi di sekitarnya) dari sang pengarang. Maka selanjutnya Faruk (2012:25) menyatakan bahwa
sastra dapat dikatakan sebagai objek yang manusiawi, fakta kemanusiaan yang dapat dikaji lebih
lanjut. Melalui karya sastra pengarang dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang
dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma- norma dalam interaksinya dengan
lingkungan sehingga dalam karya sastra terdapat makna tertentu tentang kehidupan. Untuk itu,
mengapa sastra cukup banyak digemari oleh para penikmatnya, hal ini dikarenakan karya sastra
merupakan bentuk penggambaran dari seorang manusia, dalam hal ini sang pengarang, sebagai
bagian dari masyarakat. Sehingga pembaca merasa dekat menembus pikiran, perasaan dan
imajinasi manusia yang juga tidak lepas dari unsur-unsur filsafat, kemasyarakatan, psikologi,
sains, ekologi, dan sebagainya. Puisi patut menjadi suatu objek penelitian. Pertama, ia
menggunakan bahasa yang padat; artinya keseluruhan maksudnya tidak ditampilkan dalam
pengungkapannya

 Rumusan Masalah

Bagaimana tentang sejarah satra di sertai dengan periodisasi sastra Indonesia

 Tujuan masalah

Menulusuri sejarah sastra dan periodisasinya


BAB II PEMBAHASAN

A.Sejarah Sastra
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu
sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa.
Misalnya, sejarah sastraIndonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris.
Dengan pengertian dasar itu, tampak bahwa objek sejarah sastra adalah segala
peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.
Telah disinggung di depan bahwa sejarahsastra itu bisa menyangkut karya sastra,
pengarang, penerbit, pengajaran, kritik, dan lain-lain.Dalam Pengantar Ilmu Sastara
(Luxemburg, 1982: 200-212) dijelaskan bahwa dalam sejarahsastra dibahas periode -
periode kesusastraan, aliran-aliran, jenis-jenis, pengarang-pengarang,dan juga
reaksi pembaca. Semua itu dapat dihubungkan dengan perkembangan di luar
bidang sastra seperti, sosial dan filsafat. Jadi, sejarah sastra meliputi penulisan
perkembangan sastradalam arussejarah dan di dalam konteksnya. Perhatian para ahli
sastra di Eropa terhadapsejarah sastra muncul pada abad ke-19, berawal dari
perhatian ilmuwan pada zaman Romantuik yang menghubungkan segala sesuatu
dengan masa lampau suatu bangsa. Adapun dasarnyaadalah filsafat positivisme yang
bertolak pada prinsip kausalitas, yaitu segala sesuatu dapat diterangkan bila
sebabnya dapat dilacak kembali. Dalam hal sastra, sebuah karya sastra
dapat diterangkan atau ditelaah secara tuntas apabila diketahui asal -usulnya yang
bersumber padariwayat hidup pengarang dan zaman yang melingkunginya.Tokoh
yang berpengaruh besar terhadap pandangan tersebut adalah Hypolite Taine (1828 -
181893). Pandangannyamenegaskan bahwa seorang pengarang dipengaruhi oleh ras,
lingkungan, dan momen atausaat. Ras ialah apa yang diwarisi manusia dalam jiwa
dan raganya, lingkungan meliputi keadaanalam dan sosia l, sedangkan momen ialah
situasi sosio-pulitik pada zaman tertentu. Apabilaketiga fakta itu diketahui dengan
baik maka dimungkinkan simpulan mengenai iklim suatukebudayaan yang
melahirkan seorang pengarang beserta karyanya.Ahli sejarah sastra Jerman,Wilhel m
Scherer (1841-1886) mempergunakan tiga faktor penentu, yaitu dasErerbte
(warisan), das Erlebte (pengalaman), dan das Erlernte (hasil proses
belajar).Penerapannya menuntut kerja sama yang erat antara ahli fisiologi,
psikologi, linguistic, dansejarah kebud ayaan. Dia menegaskan bahwa seorang
penulis sejarah sastra harus mampumenyelami seluruh kehidupan manusia, baik
jasmani maupun rohani, dalam kebertautan yang k a u s a l .

B.Sejarah sastra indonesia


Perhatian masyarakat sastra Indonesia terhadap masalah sejarah kebudayaan, termasuk
sastra,telah tampak sejak awal pertumbuhan sastra Indonesia di tahun 1930-an sebagaimana
terbacadalam Polemik Kebuadayaan suntingan Achdiat K.Mihardja (1977). Polemic yang
berkembangantara tokoh-tokoh S.Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, Poerbatjaraka, M.Amir, Ki
Hadjar Dewantara, Adinegoro dan lain-lain memang tidak secara khusus memperdebatkan
konsepkesusastraan Indonesia, tetapi telah memperlihatkan kesadaran mereka terhadap
sejarahkebudayaan Indonesia.Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa sebutan Indonesia telah
dipergunakan secara luas dankabur sehingga tidak secara tegas menunjuka pada semangat
keindonesiaan yang baru sebagaiawal pembangunan kebudayaan Indonesia Raya. Menurut
Takdir, semangat keindonesiaanyang baru seharusnya berkiblat ke Barat dengan menyerap
semangat atau jiwa intelektulnya agar wajahnya berbeda dengan masyarakat kebudayaan pra-
Indonesia. Namun, pendapat yangteoretis itu sudah ada sejak sekian abad yang silam dalam adat
dan seni. Yang belum terbentukadalah natie atau bangsa Indonesia, tetapi perasaan kebangsaan
itu sebenarnya sudah ada.Menurut Sanusi Pane, kebudayaan Barat yang mengutamakan
intelektualitas untuk kehidupan jasmani tidak dengan sendirinya istimewa karena terbentuk oleh
tantangan alam yang kerassehingga orang harus berpikir dan bekerja keras. Sementara itu,
kebudayaan Timur pun memilikikeunggulan, yaitu mengutamakan kehidupan rohani, karena
kehidupan jasmani telah dimanjakanoleh alam yang serba memberikan kemudahan. Oleh karena
itu, kebudayaan Indonesia barudapat dibentuk dengan mempertemukan semangat intelektualitas
Barat dengan semangatKerohanian Timur.Poerbatjaraka berpendapat bahwa sambungan
kesejarahan itu sudah ada dan tidak bolehdiabaikan. Oleh karena itu, diperlukan penyelidikan
tentang jalannya sejarah sehingga orangdapat menengok ke belakang sebagai landasan melihat
keadaan zaman yang bersangkutan danselanjutnya mengatur hari-hari yang akan dating.

Hingga sekarang sejarah sastara Indonesia telah berlangsung relative panjagn


denganperkembangan yang terbilang pesat dan dinamik sehingga dapat ditulis secara panjang
lebar.Hal itu dapat dipandang sebagai tantangan besar ahli sastra Indonesia.akan tetapi,
padakenyataannya buku-buku sejarah sastra Indonesia masihrelatif sangat sedikit dibandingkan
dengan buku-buku kritik, esai, dan apresiasi sastra. Sejumlah buku sejarah sastra Indonesia
tercata secara kronologis sebagai berikut:

1. Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru oleh A.Teeuw (1952)
2. Sejarah sastra Indonesia oleh Bakri Siregar (1964),
3. Kesusastraan Baru Indoneisa oleh Zuber Usman (1964),
4. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia oleh Ajip Rosidi (1969),
5. Modern Indonesia Literature I-II oleh A.Teeuw (1979),
6. Sastra Baru Indonesia oleh A.Teeuw (1980),
7. Sari Kesusastaraan Indonesia oleh J.S. Badudu (1981),
8. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern oleh Pamusuk Eneste (1988),
9. Lintasan Sejarah Sastra Indonesia 1 oleh Jakob Sumardjo (1992),
10. Sejarah Sastar Indonesia Modern oleh Sarwadi (2004

Di balik semua itu, barangkali sudah ditulis telaah sejarah sastra Indonesia dalam skripsi,
tesisdan disertasi. Akan tetapi, datanya masih sulit diandalkan sebagai rujukan untuk
kepentinganpelajaran ini apabila belum terbit sebagai buku umum. Yang jelas, berbagai hasil
penelitian itumerupakan bahan yang penting untuk penyusunan sejarah sastra Indonesia secara
menyeluruh. Adapun sejumlah buku yang telah memperlihatkan persoalan-persoalan tertentu
dalam sejarahsastra Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia oleh Boen S.Oemarjati (1971)


2. Cerita Pendek Indonesia Mutakhir Sebuah Pembicaraan oleh Korrie Layun Rampan
(1973),

3. Kapankah Kesusastraan Indonesia Lahir? Oleh Ajip Rosidi (1985),


4. Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia oleh Ajip Rosidi
(1973),
5. Pengadilan Puisi oleh Pamusik Eneste (1986),
6. Perkembangan Novel-Novel Indonesia oleh Umar junus (1974),
7. Perkembangan Puisi Indonesia dan Melayu Modern oleh Umar Junus (1984),
8. Perkembangan Teater Modern dan Sastara Drama Indonesia oleh Jakob Sumardjo
(1997),
9. Prahara Budaya oleh D.S.Moeljanto dan Taufiq Ismail (1995),
10. Puisi Indonesia Kini Sebuah Perkenalan oleh Korrie layun Rampan (1980).
11. Sejarah Pertumbuhan Sastra Indonesia di Jawa Baratm oleh Diana N.Muis,dkk. (200),
12. Sejarah dan Perkembangan Sastra Indonesia di Maluku oleh T.Tomasoa dkk. (2000),
13. Sejarah Pertumbuhan Sastra Indonesia di Sumatra Utara oleh Aiyub dkk. (2000), dan
14. Wajah Sastra Indonesia di Surabaya 1856 -1994 oleh Suripan Sadi Hutomo (1995).15.
Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia

Masalah periodisasi sejarah sastra Indonesia secara eksplisit telah diperlihatkan oleh Ajip
Rosididalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1969), Jakob Sumardjo dalam Lintasan b
Sejarah SastraIndonesia 1 (1992), dan Rahmat Joko Pradopo dalam Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dan penerapannya (1995)
Secara garis besar Ajib Rosidi (1969: 13) membagi sejarah sastra Indonesia sebagai berikut:
1. Masa Kelahiran atau Masa Kebangkitan yang mencakup kurun waktu 1900-1945 yangdapat
dibagi lagi menjadi beberapa period, yaitu
2. Period awal hingga 19333.
3.Period 1933-1942
4. Period 1942-1945
5. Masa Perkembangan (1945-1968) yang dapat dibagi-bagi menjadi beberapa period,yaitu
6. Period 1945-19537. Period 1953-19618. Period 1061-1968

Menurut Ajip, warna yang menonjol pada periode awal (1900-1933) adalah persoalan adat
yangsedang menghadapai akulturasi sehingga menimbulkan berbagai problem bagi
kelangsunganeksistensi masing-masing, sedangkan periode 1933-1942 diwarnai pencarian
tempat di tengahpertarungan kebudayaan Timur dan Barat dengan pandangan romantic-idealis.

Perubahan terjadi pada periode 1942-1945 atau masa pendudukan Jepang yang
melahirkanwarna pelarian, kegelisahan, dan peralihan, sedangkan warna perjuangan dan
pernyataan diri ditengah kebudayaan dunia tampak pada periode 1945-1953 dan selanjutnya
warna pencarianidentitas diri dan sekaligus penilaian kembali terhadap warisan leluhur tampak
menonjol padaperiode 1953-1961. Pada periode 1961-1968 tampak menonjol warna perlawanan
dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan
danpenggalian berbagai kemungkinan pengucapan sastra.
Pada kenyataanya telah tercatat lima angkatan yang muncul dengan rentang waktu 10 – 15tahun
sehingga dapat disusun perodisasi sejarah sastra Indonesia modern sebagai berikut:

1. Sastra Awal (1900 – an ),

2. Sastra Balai Pustaka (1920 – 1942)

3. Sastra Pujangga Baru (1930 – 1942)

4. Sastra Angkatan 45 (1942 – 1955)

5. Sastra Generasi Kisah (1955 – 1965)

6. Sastra Generasi Horison (1966)

Dikatakan oleh Jakob bahwa penamaan itu didasarkan pada nama badan penerbitan yang
menyiarkan karya para sastrawan, seperti Penerbit Balai Pustaka, majalah Pujangga Baru
,majalah Kisah, dan majalah Horison, kecuali angkatan 45 yang menggunakan tahun
revolusiIndonesia. Ada juga penamaan angkatan 66 yang dicetuskan H.B.Jassin dengan
merujukgerakan politik yang penting di Indonesia pada sekitar tahun 1966

Penulisan sejarah sastra Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara atau metode, yaitu
(1) menerapkan teori estetika resepsi atau estetika tanggapan, dan (2) menerapkan
teoripenyusunan rangkaian perkembangan sastra dari periode atau angkatan ke angkatan.
Disamping itu, sejarah sastra Indonesia dapat juga dilakukan secara sinkronis dan diakronis.
Yangsinkronis berarti penulisan sejarah sastra dalam salah satu tingkat perkembangan
atauperiodenya, sedangkan yang diakronis berarti penulisan sejarah dalam berbagai tingkat
perkembangan, dari kelahiran hingga perkembangannya yang terakhir. Kemungkinan lain
adalahpenulisan sejarah sastra dari sudut perkembangan jenis-jenis sastra, baik prosa maupun
puisi.

Setelah meninjau periodisasi sejarah sastra Indonesia dari H.B.Jassin, Boejoeng Saleh, Nugroho
Notosusanto, Bakri Siregar, dan Ajip Rosidi, maka tawaran Rachmat Djoko Pradopo
mengenaiperiodisasi sejarah sastra Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Periode Balai Pustaka : 1920-1940

2. Periode Pujangga Baru : 1930-1945

3. Periode Angkatan 45 : 1940-1955

4. Periode Angkatan 50 : 1950-1970

5. Periode Angkatan 70 : 1965-1984

Dari pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan periodisasi sastra sebagai berikut:
1. Angkatan balai pustaka,

2. Angkatan pujangga baru,

3. Angkatan ‘45,

4. Angkatan 50-an.

5. Angkatan 60-an,

6. Angkatan kontemporer (70-an–sekarang).

C. PERIODISASI SASTRA INDONESIA


PUJANGGA LAMA
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasikan karya sastra Indonesia yang
dihasilkansebelum abad ke-20, pada masa ini karya sastra didominasi oleh syair, pantun,
gurindam, danhikayat. Di Nusantara budaya melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat
meliputi sebagianbesar negara pantai Sumatra dan semenanjung malaya. Di Sumatra bagian utara
muncul karya-kaya penting berbahasa melayu terutama karya-karya keagamaan.
Hamzah Pansuri adalah yang pertama diantara penulis angkatan pujangga lama dari
istanakesultanan Aceh pada abad ke-17 muncul karya klasik selanjutnya yang paling terkenal
adalahkarya Syamsudin Pasai dan Abdul Rauf Singkir serta Nuruddin Arraniri

1.Karya sastra pujangga lama


 . Hikayat
Hikayat Abdullah : Hikayat Kalia dan Damina
Hikayat Aceh : Hikayat masyidullah
Hikayat Amir Hamzah : Hikayat Pandawa jaya
Hikayat Andaken Panurat : Hikayat Panda Tonderan
Hikayat Bayan Budiman : Hikayat Putri Djohar Munikam
Hikayat Hang Tuah : Hikayat Sri Rama
Hikayat Iskandar Zulkarnaen : Hikayat Jendera Hasan
Hikayat Kadirun : Tasibul Hikayat
 Syair
Syair Bidasari
Syair Ken Tambuhan
Syair Raja Mambang Jauhari
Syair Raja Siam
 Kitab Agama
Syarab Al Asyidiqin (minuman para pecinta) oleh Hamzah Panzuri
Asrar Al-arifin (rahasia-rahasia gnostik) oleh Hamzah Panzuri
Nur ad-duqa‘iq (cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsudin Pasai.Bustan as-salatin
(taman raja-raja) oleh Nuruddin Ar-Raniri

SASTRA MELAYU LAMA


Karya satra yang dihasilkan antara tahun 1870-1942 yang berkembang dilingkungan
masyarakatsumatra seperti ―Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan Sumatra lainnya‖, orang
Tionghoa danmasyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih
dalambentuk syair, hikayat, dan terjemahan novel barat.
 Karya Sastra Melayu Lama
 Robinson Crousoe (terjemahan)
 Lawan-lawan Merah
 Grauf de Monte Cristo (terjemahan)
 Rocambole (terjemahan)
 Nyui Dasima oleh G. Prancis (indo)
 Bung Rampai oleh A.F. Bewali
 Kisah Perjanan Nahkoda Bontekoe
 kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
 Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R. Komer (indo)
 Cerita Nyonya Kong Hong Nio
 Nona Leonie
 Warna Sari Melayu oleh Kat. S.J
 Cerita Si Conat oleh F.D.J

ANGKATAN BALAI PUSTAKA
 AngkatanBalaiPustaka
Angkatan Balai Pustaka lazim juga disebut Angkatan 20–an atau Angkatan SitiNurbaya.
Angkatan ini merupakan titik tolak kesustraan Indonesia. Adapun ciri-ciri Angkatan Balai
Pustaka adalah: menggunakan bahasa Indonesia yangmasih terpengaruh oleh bahasa Melayu,
persoalan yang diangkat persoalanadat kedaerahan dan kawin paksa, dipengaruhi kehidupan
tradisi sastra daerah/lokal, dan cerita yang diangkat seputar romantisme. Angkatan Balai Pustaka
disebut juga Angkatan Siti Nurbaya, karena salah saturoman yang sangat terkenal pada angkatan
ini adalah Roman Siti Nurbaya.Berikut ini dapat kita pelajari bersama sinopsis Roman Siti
Nurbaya.Siti Nurbaya adalah roman yang ditulis oleh Marah Rusli. Roman inimenceritakan
tentang pemuda yang bernama Samsul Bahri, dengankekasihnya Siti Nurbaya, dan Datuk
Maringgih. Datuk Maringgih dengankeserakahannya menginginkan Siti Nurbaya untuk menjadi
istrinya yangkesekian. Dengan licik ia beserta kaki tangannya berhasil menghancurkan
perniagaan Baginda Sulaiman, ayah Siti Nurbaya. Karena terlibat utang yangtak akan terbayar
oleh Baginda Sulaiman, akhirnya Datuk Maringgih berhasilmenikahI Siti Nurbaya. Ia dengan
terpaksa mengikuti keinginan Datuk Maringgikarena tidak rela ayahnya dipenjara.

Samsul Bahri sangat mencintai Siti Nurbaya, berusaha untuk bunuh diri, tetapigagal.
Kemudian, ia menyamar menjadi Letnan Mas setelah bergabungdengan Kompeni Belanda.
Ketika terjadi perang antara Belanda denganmasyarakat Sumatera Barat, Letnan Mas bertempur
dengan Datuk Maringgih. Akhir cerita, semua tokoh penting dalam cerita ini meninggal dunia.
Merekadimakamkan di Gunung Padang.Melalui cerita ini, dapat kita ketahui bahwa kaum
perempuan di masa itu, masihterpinggirkan atau belum mendapatkan kesetaraan. Walaupun Siti
Nurbaya berasal darikeluarga kaya, ia tidak boleh meneruskan pendidikannya setamatdari
sekolah rakyat. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan perempuantidak perlu bersekolah
tinggi. Perempuan cukup mengabdi kepada suami ataumengurusi rumah tangga. Selain itu,
pengaruh tradisi dan adat masih sangatkuat, sehingga siapa pun yang melanggarnya akan
dijadikan bahanpembicaraan di masyarakat.Berikut ini contoh lain karya sastra pada masa
Angkatan Balai Pustaka, yaituberupa roman dan kumpulan puisi. Karya berupa roman antara lain
Azab danSengsara (Merari Siregar), Muda Teruna (Adi Negoro) , Salah Pilih (Nur St.Iskandar)
dan Dua Sejoli (M. Kasim dkk.). Karya berupa kumpulan puisi antaralain Percikan Permenungan
(Rustam Effendi) dan Puspa Mega (Sanusi Pane).

 PembentukanBalaiPustaka
Segolongan kecil masyarakat Hindia Belanda telah membaca karyasastra yang
berbentuk novel dalam bahasa Melayu beberapa puluhtahun sebelum Sitti Nurbaya
karya Marah Rusli diterbitkan Balai Pustaka pada 1922. Oleh beberapa kritikus,
novel tersebut dianggapnovel penting pertama dalam sejarah kesusastraan
Indonesiamodern tetapi hal itu tidak berarti bahwa sebelumnya tidak adanovel yang
pantas dibicarakan. Dua tahun sebelumnya penerbit yang sama mengeluarkan Azab
dan Sengsara karya Merari Siregar, dan pengarang yang sama telah menerbitkan sebuah
novel saduran, Si Jamin dan si Johan, pada 1919.Sejak 1920 -an Balai Pustaka sebagai
penerbit resmi pemerintah kolonial memegang tugas penting dalam penerbitan buku-buku
berbahasa Melayu;banyak di antara buku terbitannya itukemudian dianggap penting
dalam perkembangan sastra Indonesiamodern. Namun, sebelum dan semasa Balai
Pustaka ada beberapa penerbit swasta yang berani menerbitkan novel baik
berdasarkan pertimbangan komersial maupun ideal. Dari segi perkembangankesusastraan kita,
Balai Pustaka tampak sebagai pencetus atau pendorong utama kesusastraan Indonesia
modern; ditinjau dari segi sosial politik, badan itu sesungguhnya merupakan akibat
dari suatu pergeseran sikap pemerintah kolonial pada waktu itu
terhadap perkembangan pendidikan dan hasil-hasilnya. Pergeseran sikap itumerupakan akibat
pula dari perubahan sosial yang ada, terutamasekali yang menyangkut golongan
pribumi. Dalam sebuah brosur[20]kita dapat membaca pandangan pemerintah kolonial
sendiri tentang perubahan sosial tersebut.Mula-mula kebanyakan pribumi yang
mempunyai keinginanbelajar sudah merasa puas apabila mereka sudah bisa
membacadan menulis huruf Arab. Biasanya mereka itu tidak mempunyai keinginan
untuk melanjutkan pelajaran sesuai dengan sistem pendidikan modern yang ada pada
waktu itu. Pemerintah kolonial menyesuaikan sekolah-sekolah yang didirikannya dengan
keinginanyang tidak muluk-muluk itu. Maksud pendirian sekolah semacam
ituadalah untuk melatih calon pegawai rendah yang diharapkan dapat melaksanakan
pekerjaan administrasi sederhana. Di samping sekolahsemacam itu ada juga sekolah
yang disediakan khusus untuk keluargabangsawan rendah; sekolah itu diharapkan
dapat menghasilkan pegawai menengah yang cakapmelakukan kerja administrasi
yang lebih rumit. Kalangan orang pribumi yang bersekolah pada waktuitu praktis
tidak usah merisaukan hari depannya; pekerjaan sudahtersedia baginya. Karena
tidak ada keharusan ―berjuang‖ untuk mendapatkan pekerjaan, hampir semua merasa
puas dengan yang diterima di sekolah saja. Sedikit sekali usaha untuk
mendapatkan pengetahuan lebih lanjut di luar sekolah.Namun, kebangkitan bangsa bangsa
Asia ternyata ada juga pengaruhnya terhadap sikap serupa itu. Di kalangan kaum pribumi.
mulai tumbuh keyakinan dan harga diri yang lebih bulat, dan sebagai akibatnya
terasa kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut, yang tidak lain merupakan
pendidikan Eropa.

Bahkan di kalangan masyarakat yang paling rendah pun terasa adanya kebutuhan
akan pendidikandasar. Pemerintah Belanda tidak bisa berbuat lain kecuali
memenuhi tuntutan itu: bermacam-rnacam sekolah didirikan di pelbagai kota;yang
tertinggi adalah Sekolah Kedokteran, Sekolah Teknik, danSekolah
Hukum.Penyediaan pendidikan untuk massa selal u mengandung konsekuensi sosial
politik; hal ini dipahami benar oleh pemerintah.Pemerintah mengharapkan dua hal
penting: pertama, dengan fasilitasyang ada pengetahuan yang didapat di sekolah -
sekolah itu bisadimanfaatkan secara ―wajar‖; kedua, pendidikan bu kan
merupakankeuntungan kelompok kecil masyarakat saja, tetapi bisa
membagikanmanfaat merata bagi seluruh penduduk —baik dari segi moral
maupunkultural. Pemerintah kolonial juga menyadari bahwa tidak banyak gunanya
mendidik orang apabila di luar sekolah tid ak tersedia saranayang bisa
mengembangkan kepandaian. Dalam hal ini sarana yang penting berupa buku bacaan.
Sangat berbahaya apabila pendidikan dilaksanakan tanpa penyediaan santapan rohani yang sehat.
Apabilabacaan yang baik tidak tersedia di masyarakat, dikhawatirkan para pemuda
yang sudah mampu membaca dan menulis itu akanterjerumus membaca ―bacaan liar‖ yang
diterbitkan oleh penerbit- penerbit ―tak bertanggung jawab dan para agitator.‖ Pandangan
serupa itu timbul sebelum Balai Pustaka didirikan,sekitar tahun-tahun pertama abad
ke-20. Ketakutan pemerintahkolonial terhadap penerbit ―tak bertanggung jawab‖
dan para―agitator‖ itu menunjukkan bahwa sebelum Balai Pustaka sudah
adabeberapa penerbit swasta yang mengusahakan bacaan. Penerbit - penerbit swasta ini
biasanya dipimpin oleh keturunan Tionghoaatau Belanda, dan mendasarkan kegiatan
mereka pada keuntunganmateri semata -mata. Tentu saja penerbit semacam itu tidak
peduli benar apakah terbitannya merupakan santapan rohani yang sehat atau
bukan—menurut ukuran pemerintah kolonial. Akhirnya pemerintah memutuskan untuk
mendirikan badan penerbit yang bertugas menyediakan bacaan bagi pemuda-pemudayang
sudah mendapat pendidikan membaca dan menulis. Buku -bukuitu diharapkan dapat
memenuhi selera dan minat baca mereka, di samping untuk menjaga agar mereka
tidak kehilangan keterampilanmembaca dan menulis. Juga diharapkan agar buku -
buku itu dapat menambah pengetahuan pembaca. Tugas badan penerbit serupa
itumemang berat: menyediakan bahan bacaan yang bidangnya lebih luas dari
jangkauan sekolah-sekolah pada umumnya, memerangi keterbelakangan di segala
segi kehidupan, dan membebaskanmasyarakat dari takhayul dan tradisi kolot.
Ditekankan pula bahwausaha menyediakan bahan bacaan itu haruslah dapat
menjauhkanrakyat dari hal-hal yang bisa merusakkan kekuasaan pemerintah
danketenteraman negeri.Hampir tanpa kecuali novel-novel 1920-an yang
biasadibicarakan dalam kesusastraan Indonesia adalah terbitan Balai Pustaka,
meskipun di luar itu juga ada juga cerita rekaan yang diterbitkan oleh ―penerbit
liar‖. Penerbit semacam itu sudah ada sejak akhir abad ke-19, yang diterbitkannya
adalah cerata-ceritadalam bahasa ―Melayu Rendah‖. Pengarang-pengarangnya
adalahgolongan keturunan Tionghoa yang kebanyakan menulis untuk golongannya
sendiri. Mula-mula yang ditulis adalah saduran berbagai cerita Tionghoa klasik, dan
hanya pada perkembangan selanjutnya juga diciptakan novel-novel asli yang kebanyakan
bermain di dalammasyarakat Tionghoa di Hindia Belanda, dengan tokoh -tokohutama
keturunan Tionghoa pula. Tujuannya semata-mata mencari keuntungan materi.
Penerbit-penerbit itu ditakuti pemerintah sebabtidak begitu mem perhatikan segi
moral dan pendidikan dalam buku-buku terbitannya.19 H.B. Jassi n, Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei I (Jakar ta:Gunung Agung, 1953); A.H.
Johns, ―The Novel as a Guide to Indonesian Social History‖, BKI: 1959; Ajip Rosidi,
Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (Bandung:Binacipta, 1976); C.W. Watson. ―The
Sociology of the Indonesian Novel 1920-1955,Tesis Ph.D. (Kingston upon Hull:
University of Hull, 1972).

20 B. Th. Brondgeest dan G.W.J. Drewes, Bureau voor de Volkslectuur/The Bureau


of Popular Literature of Netherlands India. What It is and What It Does
(Weltevreden:Bureau voor de Volkslectuur, 1929).

21 Nio Joe Lan, Sastra Indonesia-Tionghoa (Jakarta: Gunung Agung, 1962)

 PeranBalaiPustaka

Dalam perkembangan selanjutnya, Balai Pustaka dianggap memegang peranan


penting dalam penerbitan novel di Indo nesia, tidak hanya yang ditulis dalam bahasa
Melayu tetapi juga yang ditulis dalam bahasa daerah seperti Jawa dan Sunda.
Jaringan perpustakaan rakyat, perpustakaan sekolah, dan toko buku yang diatur sangat rapi
oleh penerbit pemerintah itu banyak membantu penyebaran buku-buku terbitannya.
Meningkatnya minat baca menyebabkan Balai Pustaka harus secara aktif mencari
naskah agar judul-judul buku yang diterbitkannya semakin banyak. Dan atas dasar
itulah rupanya sejak awal perkembangannya, kesusastraan Indonesia sudah
mengenal sayembara mengarang. Dalam hal ini ternyata Ba lai Pustaka adalah juga
salah satu pelopornya. Salah satu sayembara mengarang diselenggarakan penerbit itu pada
1937. ―Perlumbaan Mengarang‖ tersebut antara lain diumumkan dalam Pedoman
Pembaca 1937. Pengumuman tersebut ternyata bisa menjadi bahan yang sa ngat
penting untuk mengetahui apasebenarnya pandangan penerbit pemerintah itu terhadap
kesusastraan. Dari pengumuman tentang syarat-syarat sayembara mengarang itu dapat
ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut. Pertama, anggapan Balai Pustaka
bahwa novel adalah tiruan kejadian -kejadian penting dalam kehidupan manusia,
yang dapat mengajar pembaca dengan cara yang menarik hati; ―. . . makin banyak
kejadian yang penting-penting itu, makin banyak se seorang mengalami dalam
kehidupannya, makin banyak soal yang sulit -sulit harus diselesaikannya, maka
lukisan sekaliannya itu dalam sebuah buku akan makin lebih menarik hati kita
pula.‖ Kedua, Balai Pustaka berpendapat bahwa dalam novel unsur -unsur formalnya
harus memiliki hubungan yang erat. Penokohan h a r u s e r a t h u b u n ga n n ya d e n ga n
a l u r a g a r k a r a n g a n t i d a k s e k a d a r merupakan verslag belaka. Yang penting
bukan sekadar keganjilan pengalaman yang diungkapkan tetapi ―sikap dan akhlaknyalah (si
tokoh) yang terutama harus jadi dasar dan pokok penyelesaian soal -soal itu.‖ Ketiga,
Balai Pustaka beranggapan bahwa novel ditulis secara realistis, ―Segala yang
diceritakan itu hendaklah berjalan seperti yang sebenarnya mungkin terjadi.‖ Hanya
dengan cara itulah semangat dan a k h l a k t o k o h d a p a t k i t a p a h a m i s e b a i k -
b a i k n ya . Keempat, penokohan yang ternyata dianggap lazim oleh penerbit itu adalah
cara hitam-putih.Melayu dan daerah.Pengumuman sayembara itu juga memberikan
beberapa keterangan penting mengenai posisi sastra Melayu pada waktu itu.
Sayembara itu terbuka bagi siapa saja dan karangan boleh ditulis dalam bahasa
Melayu, Jawa, atau Sunda. Seorang pengarang hanya boleh memasukkan sebuah
karang an. Dalam Pedoman Pembaca tahun berikutnya (1938:19) diberitahukan
bahwa jumlah karangan yang diterima redaksi Balai Pustaka sebanyak 433 naskah
terbagi dalam 232 ber bahasa Jawa, 147 berbahasa Melayu, dan 54 naskah dalam
bahasa Sunda.

Sayembara yang meliputi penulisan karangan ilmu pengetahuan populer dan sastra itu
menghasilkan naskah populer berbahasa Melayu sebanyak 26, berbahasa Jawa 25, dan
berbahasa Sunda 6. Jadi naskah novel yang masuk adalah 207 dalam bahasa Jawa,
121 dalam bahasa Melayu, dan 38 dalam bahasa Sunda. Angka -angka itu dengan
jelas membuktikan bahwa setidaknya sampai pada akhir 1930-an, pengarang ber
bahasa Jawa masih jauh lebih banyak daripada yang ber bahasa Melayu. Namun
perhatian Balai Pustaka ternyata lebih banyak ditujukan kepada penerbitan yang
berbahasa Melayu, yang untuk konsumsi kaum yang lebih maju, meski pun tidak
sedikit judul buku yang dicetak dalam tiga bahasa sekaligus.Sayembara yang
diadakan Balai Pustaka itu menunjukkan bahwa novel dibutuhkan. Ternyata
kebutuhan akan novel itu dipenuhi juga oleh beberapa penerbit swasta yang sama
sekali menggantungkan hidup mereka dari penjualan buku ter bitan mereka. Oleh
sebab itu wajar apabila penerbit swasta itu memiliki kriteria sendiri dalam penerbitannya.
Kalau Balai Pustaka beranggapan bahwa novel harus memberikan pe ngajaran
kepada pembaca, maka penerbit swasta berpendapat bahwa novel harus dapat memberikan
keuntungan bagi penerbit.Dengan demikian orientasinya bukanlah pada kebijakan
pendidikan pemerintah kolonial, melainkan pada pasar. Yang diterbitkan adalah yang menurut
perkiraan menjadi kesukaan pembaca.
 SikapBalaiPustaka
Dalam bukunya tentang Sastra Indonesia-Tionghoa, Nio Joe Lanmenjelaskan bahwa sejak
1925 para pengarang dalam Melayu-Tionghoa mendapat kesempatan agak besar untuk
menerbitkankaryanya. Pada tahun itu terbit Penghidupan dan Cerita Roman diSurabaya, dua
penerbitan yang masing-masing setiap bulannyamengeluar kan sebuah novel. Keberhasilan
kedua penerbit itu disusuloleh beberapa penerbitan lain di pelbagai kota di Jawa, dan
kegiatanpenerbitan semacam itu mencapai puncaknya pada 1930-an danberakhir pada masa
pendudukan Jepang.Di samping berbagai penerbit novel Melayu-Tionghoaitu, di beberapa kota
ada beberapa penerbit yang mencari untungdengan menerbitkan novel murahan, yang kemudian
lebih dikenalsebagai ―roman picisan‖. Kota yang terkenal sebagai pusat penerbitansemacam itu
adalah Medan. Suatu hal yang menarik tentang parapengarang novel-novel itu adalah bahwa
beberapa di antara merekaternyata juga menulis untuk Balai Pustaka. Bahkan ada beberapa buku
yang mula mula diterbit kan sebagai ―roman picisan‖ kemudiandicetak ulang oleh Balai Pustaka.
Dalam hal nilai memang kadang-kadang sulit untuk menarik garis yang tegas antara novel-
novelterbitan Medan (dan Padang) itu dengan beberapa novel Balai Pustaka (Modern
Indonesian Literature I, 35)

Perkembangan penerbitan buku itu rupanya membuat BalaiPustaka agak khawatir. Dekade 1930-
an memang merupakan dekadepertama dalam sejarah sastra Indonesia yang menyaksikan
ledakanpenerbitan novel. Dalam sebuah artikel ―Tanggung Jawab Penerbit‖yang dimuat dalam
Pedoman Pembaca (1938) majalah terbitan BalaiPustaka, redaksi menulis antara lain:

Selama golongan kritisi itu belum lahir, maka kewajiban memberi kritik itu jatuh pada
kaum penerbit. Dalam Pedoman Pembaca No.10 sudah kami terangkan perk ara
kewajiban penerbit, mesti selaluawas-awas, jangan diterima nya sembarang
karangan. Penerbit itumesti pandai dalam bermacam -macam perkara. Karena
golongankritisi itu belum lahir, kewajiban memberi kritik itu mesti jatuh pada nya, maka
pertanggungannya memang sangat berat, lebihdaripada di negeri lain-lain. Moga-moga
penerbit partikulir lambat laun lebih berani menambah syarat -syaratnya untuk
menerimakarangan. Kalau ada terbit karangan yang bukan - bukan, salahterbesar
bukan tanggungan pengarang, melain ka n tanggungan penerbit. Kalau penerbit suka
menambah syarat-syaratnya, makadengan sendirinya pengarang akan berhati-hati.

―Yang bukan-bukan‖ bagi Balai Pustaka berarti yang tidaksesuai dengan garis kebijaksanaan
pemerintah dalam soal penerbitanbuku bacaan. Karangan yang buruk bisa dengan leluasa beredar
dimasyarakat karena belum ada kritikus yang baik. Jabatan kritikus itubiasanya dirangkap oleh
wartawan yang biasanya melakukan ulasandengan serampangan.

Artikel dalam Pedoman Pembaca itu adalah tanggapan terhadapsebuah artikel yang dimuat
dalam harian Pewarta Deli, Medan, 16Nopember 1938, tentang tanggung jawab pengarang.
Artikel yangsebagian dikutip oleh Pedoman Pembaca itu antara lain menyebutkan bahwa ―zaman
sekarangpasar buku kebanjiran kitab-kitab yangberbahasa Melayu.‖ Selanjutnya dikatakan,
Keadaan itu adalah tanda bahwa publik sudah tahu menghargakan pembacaan dan mau
mengurbankan uangnya untuk membeli kitab-kitab yang berfaedah. Satu tanda bukti yang
menggembirakan,sebab nyata perubahan itu m enuju kemajuan rohani. Lain
daripadaitu adalah pener bitan kitab -kitab itu menunjukkan bertambahbanyaknya
kaum pengarang di antara bangsa kita, serta pulamemberi bukti, bahwa kaum
pencetak sudah mulai melihat adalah penerbitan buku-buku itu, walaupun tidak lekas dan
segera banyak,tapi sekadarnya ada juga mendatangkan keuntungan lumayan.

Meskipun secara keseluruhan bersikap positif, penulis artikeltersebut sempat menyayangkan


bahwa mutu buku-buku bacaan yangditerbitkan pada waktu itu semakin lama semakin menurun.
Semakinbanyak pengarang dan buku ternyata tidak menyebabkan peningkatanmutu buku-buku
tersebut. Sangat sulit mencari buku bagus waktuitu. Rupanya kebanyakan pengarang menulis
secara seram pangansaja. Keadaan yang sedemikian itulah yang memberi kan tugas
kepadawartawan untuk bertindak sebagai ―kritikus‖, untuk memberi tahupembaca mana
karangan yang baik dan yang mana yang buruk.Tentang tugas tambahan bagi wartawan itu
ternyata BalaiPustaka berpendirian lain. Wartawan tidak bisa dibebani tugassebagai penyeleksi
karya sastra. Dan selama belum ada kritikus yangbenar-benar mantap, tugas para penerbitlah
untuk bertindak sebagaikritikus. Penerbit harus ketat men yensor buku-buku yang
akanditerbitkannya. Jadi sebenarnya penerbitlah yang mendidik pembaca.Dan Balai Pustaka
rupanya berusaha keras untuk mempertahankanpendirian semacam itu, pendirian yang bisa saja
―memaksa‖ pengarang untuk memperhatikankehendak penerbit dan bukan kehen dakpublik atau
kehendaknya sendiri.Hasil sikap semacam itu muncul dalam berbagai bentuk. Adanovel yang
ditolak Balai Pustaka karena dari segi pendidikan dan sikaphidup tidak memenuhi kriterianya.
Ada beberapa novel yang ditulisberdasarkan kerja sama antara pengarang dan redaktur. Dan
praktissemua novel keluaran Balai Pustaka harus tunduk pada penggunaanbahasa Melayu gaya
Balai Pustaka—yang kemudian dianggap sebagaisemacam ragam bahasa sastra sebelum perang.
Dan sikap yang bisadisebut ―kaku‖ dari segi stilistika dan tematik itu menyebabkanbeberapa
pihak kemudian mengembangkan sikap tersendiri dalammemberikan ―pengajaran‖ kepada
pembacanya.

 DetaildanCiri

Angkatan Balai Pustaka


Nama penerbit balai pustaka sudah tidak asing lagi bagi masyarakat terpelajar Indonesia
karena sekarang balai pustaka merupakan salah satu penerbit besar yang banyak
memproduksiberbagai jenis buku. Nama tersebut telah bertahan selama lebih dari 90 tahun, kalau
dihitungdari berdirinya pada tahun 1917 yang merupakan pengukuhan Komisi untuk Sekolah
Bumiputradan Bacaan Rakyat (commissie voor de inlandsche school en volkslectuur) yang
didirikan olehpemerintah colonial belanda pada 14 september 1908. Jelas bahwa badan penerbit
itumerupakan organ pemerintah colonial yang semangatnya boleh dikatakan
berseberangandengan penerbit-penerbit swasta, baik yang semata-mata bervisi komersial
maupun bervisikebangsaan. Akan tetapi, mengingat sejarahnya yang panjang itu maka
sepantasnya menjadibagian khusus dalam pengkajian aatau telaah sejarah sastra Indonesia.
Secara teoretis dapat dikatakan banyak masalah yang dapa diungkapkan ari balai
pustakaselama ini, antara lain visi dan misi, status, program kerja, para tokoh, kebijakan
redaksi, pengarang, distribusi, dan produksi. Telaah semacam itu dapat dijadikan pengkajian
sejarahmikro yang pasti relevan dengan sejarah makro sastra Indonesia. Ditambah dengan
pengkajianberbagai gejala yang berkembang di sekitarnya pastilah memperluas wawasan
pengetahuanmasyarakat. Mungkin saja kemudian berkembang pendapat bahwa balai pustaka
ternyata bukansatu-satunya penerbit pada tahun 1920-an membuka tradisi sastra modern, atau
justru dilupakansaja karena berjejak colonial.

Ciri-ciri umum roman angkatan balai pustaka:


1. Bersifat kedaerahan, karena mengungkapkan persoalan yang hanya berlaku di daerahtertentu,
khususnya Sumatra barat.
2. Bersufat romantic-sentimental, karena ternyata banyak roman yang mematikan tokoh-
tokohnya atau mengalami penderitaan yang luar biasa.
3. Bergata bahasa seragam, karena dikemas oleh redaksi balai pustaka, sehingga gayabahsanya
tidak berkembang.
4. Bertema sosial, karena belum terbuka kesempatan mempersoalkan masalah polotik,
watak,agama, dan lain-lain.
 Tokoh-Tokoh
 Abdul Muis
Abdul muis (lahir di solok, Sumatra barat, tahun 1886, meninggal di bandung 17 juli
1959),Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi
anggotaVolksraad yang didirikan pada tahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda. Ia
dimakamkandi TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh
Presiden RI,Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
218 Tahun1959, tanggal 30 Agustus 1959).Karir yang pernah dia jalani :Dia pernah bekerja
sebagai klerk di Departemen Buderwijs en

Eredienst dan menjadi wartawan di Bandung pada surat kabar Belanda, Preanger Bode,
harianKaum Muda dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. Selain itu ia juga pernah aktif
dalamSyarikat Islam dan pernah menjadi anggota Dewan Rakyat yang pertama (1920-1923).
Setelahkemerdekaan, ia turut membantu mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan.

Riwayat Perjuangan melawan penjajah antara lain :

1. Mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia


melaluitulisannya di harian berbahasa Belanda, De Express

2. Pada tahun 1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan


perayaanperingatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis melalui Komite
Bumiputerabersama dengan Ki Hadjar Dewantara

3. Pada tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta sehingga
iadiasingkan ke Garut, Jawa Barat
4. Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School –
InstituteTeknologi Bandung (ITB)

Karya-karyanya yang terkenal :

1. Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)

2. Pertemuan Jodoh (novel, 1933)

3. Surapati (novel, 1950)

4. Robert Anak Surapati(novel, 1953)

Novel asing yang pernah diterjemahkan oleh Abdul Muis antara lain :

1. Don Kisot (karya Cerpantes, 1923)

2. Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)

3. Sebatang Kara (karya Hector Melot, 1932)

4. Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950)

 Marah Rusli
Marah Rusli, sang sastrawan itu, bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar. Ia dilahirkan
diPadang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar, adalah seorang
bangsawandengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai demang. Marah Rusli
mengawini gadisSunda kelahiran Bogor pada tahun 1911. Mereka dikaruniai tiga orang anak,
dua orang laki-lakidan seorang perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda
bukanlah perkawinanyang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli, tetapi Marah Rusli kokoh
pada sikapnya, dan iatetap mempertahankan perkawinannya.Meski lebih terkenal sebagai
sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter hewan. Berbedadengan Taufiq Ismail dan
Asrul Sani yang memang benar-benar meninggalkan profesinyasebagai dokter hewan karena
memilih menjadi penyair, Marah Rusli tetap menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga
pensiun pada tahun 1952 dengan jabatan terakhir Dokter HewanKepala. Kesukaan Marah Rusli
terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil.

Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan tetapi, Siti Nurbayaitulah yang
terbaik. Roman itu mendapat hadiah tahunan dalam bidang sastra dari PemerintahRepublik
Indonesia pada tahun 1969 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.Karya-karyanyayang
terkenal antara lain :
1. Siti Nurbaya. Jakarta : Balai Pustaka. 1920 mendapat hadiah dari Pemerintah RI tahun1969.
2. La Hami. Jakarta : Balai Pustaka. 1924.
3. Anak dan Kemenakan. Jakarta : Balai Pustaka. 1956.
4. Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)
5. Tesna Zahera (naskah Roman)
 Merari Siregar
Merari Siregar (lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896 dan wafat di
Kalianget,Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai
Pustaka.Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di Medan. Kemudian
dia pindahke Jakarta dan bekerja di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo).Terakhir pengarang ini pindah ke Kalianget, Madura, tempat ia bekerja di
Opium end Zouregiesampai akhir hayatnya.
Karya-karyanya yang terkenal adalah
1. Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun 1920,Cet.4 1965.
2. Binasa Karena Gadis Priangan. Jakarta: Balai Pustaka 1931.
3. Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi. Jakarta: Balai Pustaka 1924
4. Cinta dan Hawa Nafsu. Jakarta: t.th.
5.Si Jamin dan si Johan. Jakarta: Balai Pustaka 1918.
 Nur Sutan Iskanda
1.Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
2.Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)
3.Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
4.Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
5.Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)
6.Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
7.Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
8.Hulubalang Raja (Jakarta: Balai Pustaka, 1934)
9.Katak Hendak Jadi Lembu (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
10.Neraka Dunia (Jakarta: Balai Pustaka, 1937)

 Tulis Sutan Sati


Tulis Sutan Sati (Bukittinggi, Sumatra Barat, 1898 – 1942) adalah penyair dan
sastrawanIndonesia Angkatan Balai Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
1. Tak Disangka (1923)
2. Sengsara Membawa Nikmat (1928)
3. Syair Rosina (1933)
4. Tjerita Si Umbut Muda (1935)
5. Tidak Membalas Guna
6. Memutuskan Pertalian (1978)
7. Sabai nan Aluih: cerita Minangkabau lama (1954)

 Muhammad Yamin
Di zamanpenjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat
menikmati pendidikanmenengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap
kesusastraan asing,khususnya kesusastraan Belanda.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorangintelektual sehingga ia tidak menyerap
mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerimakonsep sastra Barat, dan memadukannya
dengan gagasan budaya yang nasionalis.

 Suman Hasibuan
Hasil karya dari Suman Hasibuan antara lainadalah ―Mencari Pencuri Anak Perawan‖, ―Kawan
Bergelut‖ (kumpulan cerpen), ―TebusanDarah‖, ―Kasih Tak Terlerai‖, dan ―Percobaan Setia‖. Ia
digolongkan sebagai sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal
antara lain :
1.―Pertjobaan Setia‖ (1940)
2.―Mentjari Pentjuri Anak Perawan‖ (1932)
3.―Kasih Ta‘ Terlarai‖ (1961)
4.―Kawan Bergelut‖ (kumpulan cerpen)
5. ―Tebusan Darah‖

 Adinegoro
Karyanya antara lain:
1. Buku
2.Revolusi dan Kebudayaan (1954)
3.Ensiklopedi Umum dalam Bahasa Indonesia (1954),
4.Ilmu Karang-mengarang
5. Falsafah Ratu Dunia
6. Novel
7. Darah Muda. Batavia Centrum : Balai Pustaka. 1931
8.Asmara Jaya. Batavia Centrum : Balai Pustaka. 1932.
9.Melawat ke Barat. Jakarta : Balai Pustaka. 1950.
10. Cerita pendek
11.Bayati es Kopyor.
12.Etsuko. Varia.
13.Lukisan Rumah Kami.
14.Nyanyian Bulan April

PUJANGGA BARU
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustakaterhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra
yangmenyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah
sastraintelektual, nasionalistik, dan elistik.
Pada masa ini dua kelompok sastrawan Pujangga Baru yaitu :
1. Kelompok ―Seni Untuk Seni‖ yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah.
2. Kelompok ―Seni Untuk Pembangunan Masyarakat‖ yang dimotori oleh Sutan
Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Rustam Effendi.

 Tokoh-tokohnya
 Sutan Takdir Alisjahbana
Karya-karyanya antara lain:
1. Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)
2. Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)
3. Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)
4. Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)
5. Tebaran Mega (kumpulan puisi/prosa lirik, 1936)
6. Melawat Ke Tanah Sriwijaya (kisah, 1931/1952)
7. Puisi Lama (1942)
8.puisi baru 1946
 Amir Hamzah
Amir Hamzah yang bergelar Pangeran Indera Putra, lahir pada 28-2-1911 di
Tanjungpura(Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan,
kemenakan danmenantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga yang taat
beragama Islam. Iamengunjungi HIS di Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS, AI
(bagian Sastra Timur) diSolo. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah
lebih banyakmengubah puisi sehingga mendapat sebutan ―Raja Penyair‖ Pujangga Baru. Karya-
karyanyaantara lain:
1. Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)
2. Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)
3. Setanggi Timur (kumpulan sajak, 1939)
4. Bhagawad Gita (terjemahan salah satu bagian mahabarata)
 Sanusi Pane
Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi, 14-11-1905. Ia mengunjungi SR di PadangSidempuan,
Sibolga, dan Tanjungbalai, kemudian HIS Adabiyah di Padang, danmelanjutkan pelajarannya ke
Mulo Padang dan Jakarta, serta pendidikannya padaKweekschool Gunung Sahari Jakarata pada
tahun 1925. Pada tahun 1928, ia pergi keIndia untuk memperdalam pengetahuannya tentang
kebudayaan India. Sekembalinya dari Indiaia memimpin majalah Timbul. Di samping sebagai
guru pada Perguruan Jakarta, ia menjabatpemimpin surat kabar Kebangunan dan kepala
pengarang Balai Pustaka sampai tahun 1941.Pada jaman pendududkan Jepang menjadi pegawai
tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta dankemudian bekerja pada Jawatan Pendidikan Masyarakat di
Jakarta. Karya-karyanya antara lain:
1. Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)

2. Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)

3. Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)

4. Kertajaya (sandiwara, 1932)

5. Sandyakalaning Majapahit (sandiwara, 1933)

6. Manusia Baru (Sandiwara, 1940

 Muhamad Yamin, SH
Karya-karyanya antara lain:
1. Tanah Air (kumpulan puisi, 1922)
2. Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan puisi, 1928)
3. Menanti Surat dari Raja (sandiwara, terjemahan Rabindranath Tagore)
4. Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga (Terjemahan dari Rabindranath
Tagore)
5. Ken Arok dan Ken Dedes (sandiwara, 1934)
6. Gajah Mada (roman sejarah, 1934)
7. Dipenogoro (roman sejarah, 1950)
8. Julius Caesar (terjemahan dari karya Shakespeare)
9. 6000 Tahun Sang Merah Putih (1954)
10. Tan Malaka (19‘45)
11. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (sandiwara, 1957)
 J.E. Tatengkeng
Lahir di Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907. Pendidikannya dimulai dari SD
kemudianpindah ke HIS Tahuna. Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di Solo. Ia
pernah menjadi kepala NS Tahuna pada tahun 1947. Karya-karyanya bercorak religius. Dia
jugasering melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain Rindu Dendam
(kumpulansajak, 1934).
 Hamka
Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir di Maninjau,Sumatera Barat, 16
Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah, seorang teolog Islam serta pelopor
pergerakan berhaluan Islam modern dan tokoh yang ingin membersihkan agama Islam dari
khurafat dan bid‘ah. Pendidikan Hamka hanya sampai kelas dua SD, kemudian mengaji di
langgar dan madsrasah. Ia pernah mendapat didikan dan bimbingan dari H.O.S Tjokroaminoto.
Prosa Hamka bernafaskan religius menurutkonsepsi Islam. Ia pujangga Islam yang produktif.
Karyanya antara lain:

1. Di Bawah Lindungan Ka‘bah (1938)

2. Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941)

3. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)

4. Kenang-Kenangan Hidup (autobiografi, 1951)

5. Ayahku (biografi)

6. Karena Fitnah (roman, 1938)

7. Merantau ke Deli (kisah;1939)

8. Tuan Direktur (1939)

9. Menunggu Beduk Berbunyi (roman, 1950)

10. Keadilan Illahi

11. Lembaga Budi

12. Lembaga Hidup

13. Revolusi Agama

 M.R. Dajoh
Marius Ramis Dajoh lahir di Airmadidi, Minahasa, 2 November 1909. Ia berpendidikan SR,
HIS Sirmadidi, HKS Bandung, dan Normaalcursus di Malang. Pada masa Jepang menjabatatkepala bagian
sandiwara di kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian pindah ke Radio Makasar. Dalam karya
Prosanya sering menggambarkan pahlawan-pahlawan yang berani, sedangdalam puisinya sering
meratapi kesengsaraan masyarakat. Karyanya antara lain:
1. Pahlawan Minahasa (roman; 1935) .
2. Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (roman, 1931).
3. Syair Untuk Aih (sajaka, 1935).
 Ipih
Ipih atau H.R. adalah nama samaran dari Asmara Hadi. Dia lahir di Talo, Bengkulu, tanggal 5
September 1914. Pendidikannya di HIS Bengkulu, Mulo Jakarta, Bandung, serta Mulo Taman
Siswa Bandung. Lebih dari setahun ia ikut dengan Ir. Soekarno di Endeh. Setelah menjadi guru,
ia menjadi wartawan dan pernah memimpin harian Pikiran Rakyat diBandung. Dalam karyanya
terbayang semangat gembira dengan napas kebangsaan danperjuangan. Karya-karyanya antara
lain:
1. Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)
2. Sajak-sajak dalam majalah
 Armijn Pane
Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Lahir di Muarasipongi, Tapanuli Selatan,
18 Agustus 1908. Ia berpendidikan HIS, ELS, Stofia Jakarta pada tahun 1923, dan pindah
keNias, Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa dan sejarah di
Kediri dan Jakarta serta pada tahun 1936 bekerja di Balai Pustaka. Pada masa pendudukan
Jepang menjadi Kepala Bagian Kesusastraan di Kantor Pusat Kebudayaan Jakarta, serta
memimpin majalah Kebudayaan Timur. Karyanya antara lain:1. Belenggu (roman jiwa, 1940)2.
Kisah Antara Manusia (kumpulan cerita pendek, 1953)3. Nyai Lenggang Kencana (sandiwara,
1937)4. iwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939)5. Ratna (sandiwara, 1943)6. Lukisan Masa
(sandiwara, 1957)7. Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A
Kartini, 1938)

 Rustam Effendi
Lahir di Padang, 18 Mei 1905. Dia aktif dalam bidang politik serta pernah menjadi anggota
Majelis Perwakilan Belanda sebagai utusan Partai Komunis. Dalam karyanyabanyak dipengaruhi
oleh bahasa daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah dari Bahasa Arabdan Sansakerta.
Karyanya antara lain:
1. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1922)
2. Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)
 Hasjmy
1. Hasjmy nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun, Aceh, 28 Maret1912. Ia
berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun 1936 menjadi guru diPerguruan
Islam Seulimeun. Karya-karyanya antara lain:2. Kisah Seorang Pengembara (kumpulan sajak,
1936)3. Dewan Sajak (kumpulan sajak, 1940)
Imam Supardi
Karya-karyanya antara lain:Sastrawan dan penyair lainnya dari angkatan Pujangga Baru:

1. M o z a s a , s i n g k a t a n d a r i M o h a m a d Z a i n S a i d i
2. Yogi, nama samaran A. Rivai, kumpulan sajaknya Puspa Aneka
3. A.M. DG. Myala, nama sebenarnya A.M Tahir
4. I n t o j o a l i a s R h a m e d i n O r M a n d a n k

ANGKATAN 1945
SEJARAHSASTRAINDONESIAANGKATAN45
UsmarIsmail
Amal Hamzah
Rosihan Anwar
Bakri Siregar
Anas Ma‘ruf
M.S. Ashar
Maria Amin
Perkembangan Angkatan 45 Melalui majalah-majalah :
a. Panca Raya (1945—1947)
b. Pembangunan (1946—1947)
c. Pembaharuan (1946—1947)
d. Nusantara (1946—1947)
e. Gema Suasana (1948—1950)
f. Siasat (1947—1959) dgn lampiran kebudayaan: Gelanggang
g. Mimbar Indonesia (1947—1959) dgn lampiran: Zenithh.
h.Indonesia (1949—1960)
i. Pujangga Baru (diterbitkan lagi 1948; berganti Ko nfrontasi: 1954)
j. Arena (di Yogya, 1946—1948)
k. Seniman (di Solo 1947—1948)

Karya-karya Penting Angkatan 1945 :


1. Deru Campur Debu, Kerikil Tajam (Chairil Anwar)
2. Atheis (Achdiat Kartamihardja)
3. Jalan Tak Ada Ujung (Mochtar Lubis)
4. Keluarga Gerilya (Pramoedya Ananta Toer)

Ciri – ciri Karya sastra Indonesia Angkatan 1945


o Terbuka.
o Pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya.
o Bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantic.
o Sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya.
o Dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya.
o Penghematan kata dalam karya.
o Lebih ekspresif dan spontan.
o Terlihat sinisme dan sarkasme.
o Didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.

nama nama lain untuk angkatan sastra 45


Ø Angkatan Kemerdekaan
Ø Angkatan Chairil Anwar
Ø Angkatan Perang
Ø Angkatan Sesudah Perang
Ø Angkatan Sesudah Pujangga Baru
Ø Angkatan Pembebasan
Ø Generasi Gelanggang

 Tokoh – tokoh Sastra Angkatan 45


 Chairil Anwar

Karya-karya Chairil:

Ø Deru Campur Debu (kumpulan puisi)

Ø Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi karya bersama Rivai Apin dan Asrul Sani)
Ø Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Putus (kumpulan puisi)

Ø Pulanglah Dia Si Anak Hilang (terjemahan dari karya Andre Gide)

Ø Kena Gempur (terjemahan dari karya Steinbeck)

 Asrul Sani
Karya-karya Asrul Sani antara lain:

Ø Sahabat Saya Cordiaz (cerpen)

Ø Bola Lampu (cerpen)

Ø A n a k La u t ( s a j a k )

Ø On Test (sajak)

Ø Surat dari Ibu (sajak)

 Sitor Situmorang
Lahir di Tapanuli Utara, 21 Oktober 1924. Ia cukup lamabermukim di Prancis. Sitor juga
diakui sebagai kritikus sastra Indonesia.Karya-karya Sitor Situmorang antara lain:
Ø Surat Kertas Hijau (1954)
Ø Jalan Mutiara (kumpulan drama)
Ø Dalam Sajak (1955)
Ø Wajah Tak Bernama (1956)
Ø Zaman Baru (kumpulan sajak)
Ø Pertempuran dan Salju di Paris
Ø Peta Pelajaran (1976)
Ø Dinding Waktu (1976)
Ø Angin Danau (1982)
Ø Danau Toba (1982)

 Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921. Idrus dianggap sebagai salah seorang
tokoh pelopor Angkatan ‗45 di bidang prosa, walaupun ia selalu menolak penamaan
itu. Karyanya bersifat realis-naturalis (berdasarkan kenyataan dalam alam
kehidupan) dengan sindiran tajam.
Karya-karyanya antara lain:
Ø Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (novel)
Ø A K I (novel)
Ø Hikayat Puteri Penelope (novel, terjemahan)
Ø Anak Buta (cerpen)
Ø Perempuan dan Kebangsaan

 Hamzah Fansuri

Dalam karya-karyanya tampak pengaruh dari kakaknya, Amir Ham zah dan R.
Tarogo. Karya-karyanya antara lain:
Ø Teropong (cerpen)
Ø Bingkai Retak (cerpen)
Ø Sine Nomine (cerpen)
Ø Buku dan Penulis (kritik)
Ø La u t ( s a j a k )
Ø Pancaran Hidup (sajak)

 Rivai Apin
Penyair yang seangkatan Chairil Anwar, yang bersa ma-sama mendirikan
―Gelanggang Seniman Merdeka‖ ialah Asrul Sani dan Rival Apin. Ketiga penyair itu,
Chairil-Asrul-Rivai, dianggap sebagai trio pembaharu puisi Indonesia, pelopor Angkatan ‗45.
Ketiga penyair itu menerbitkan kumpulan sajak bersama, Tiga M enguak Takdir. Rivai
Apin menulis tidak selancar Asrul Sani. Selain menulis sajak, ia pun menulis cerpen, esai,
kritik, skenario film, menerjemahkan, dan lain -lain. Tahun 1954 ia sempat
mengejutkan kawan-kawannya, ketika keluar dari redaksi Gelanggang dan beberapa
waktu kemudian ia masuk ke lingkungan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra),
serta beberapa waktu sempat memimpin majalah kebudayaan Zaman Baru yang menjadi
organ kebudayaan PKI. Setelah terjadi G 30 S/PKI, Rivai termasuk tokoh Le k r a
ya n g k a r ya - k a r ya n ya d i l a r a n g .

 Achdiat Karta Mihardja


Ia menguasai ilmu politik, tasawuf, filsafat, dan kemasyarakatan. Pernah
menjadi staf Kedubes RI di Canberra, Australia.
Karya-karyanya antara lain:
Ø Atheis (roman)
Ø Bentrokan Dalam Asmara (drama).
Ø Polemik Kebudayaan (esai)

ANGKATAN 1950-1960-an
 Tokoh-tokohnya
 Ajip Rosidi
Lahir di Jatiwangi, Majalengka, 1938. Sejak berumur 13 tahun sudah menulis di majalah-
majalah sekolah, kemudian di majalah orang dewasa. Karya-karyanya antara lain:
1. Cari Mauatan (kumpulan sajak, 1956)
2. Ditengah keluarga (1956)
3. Pertemuan Kembali (1960)
4. Sebuah Rumah Buat Hari Tua
5. Tahun-Tahun Kematian (1955)
6. Ketemu di Jalan$ (kumpulan sajak bersama Sobrone Aidit dan Adnan, 1956)
7. Perjalanan Pengantin (prosa,1958)8. Pesta (kumpulan sajak, 1956)
 Ali Akbar Navis
Lahir di Padang Panjang, 17 November 1924. Sejak tahun 1950 mulai terlibat dalam
kegiatansastra. Ia keluaran INS Kayu Taman. Karya-karyanya antara lain:
1. Bianglala (kumpulan cerita pendek, 1963)
2. Hujan Panas (kumpulan cerita pendek, 1963)
3. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerita pendek, 1950)
4. Kemarau (novel, 1967)
 NH. Dini
1. Dini, nama lengkapnya Nurhayati Suhardini, lahir 29 Pebruari 1936. Setelahmenamatkan
SMA 1956, lalu masuk kursus stewardess, kemudian bekerja di GIA Jakarta. Karya-karyanya
banyak mengisahkan kebiasaan barat yang bertentangan dengantimur. Karya-karyanya antara
lain:
2. Dua Dunia (1950)
3. Hati yang Damai (1960)

Angkatan 60an

 Tokoh-tokohnya
 Abdul Hadi Widji Muthari
Abdul Hadi Widji Muthari (lahir di Sumenep, Madura, Jawa Timur, 24 Juni 1946; umur 62
tahun)adalah salah satu sastrawan Indonesia. Sejak kecil ia telah mencintai puisi.
Penulisannyadimatangkan terutama oleh karya -karya Amir Hamzah dan Chairil
Anwar, ditambah dengandorongan orang tua, kawan dan gurunya. Beberapa
karyanya :
1. Meditasi (1976)
2. Laut Belum Pasang (1971)
3. Cermin (1975)
4. Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
5. Tergantung Pada Angin (1977)
6.Anak Laut, Anak Angin (1983)

 Sapardi Djoko Damono


Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 68 tahun)
adalahseorang pujangga Indonesia terkemuka. Ia dikenal dari berbagai puisi-puisi yang
menggunakankata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer. Beberapa
karyanya :
1. Dukamu Abadi – (kumpulan puisi)
2. Mata Pisau dan Akuarium – (kumpulan puisi)
3. Perahu Kertas – (kumpulan puisi)
4. Sihir Hujan – (kumpulan puisi)
5. Hujan Bulan Juni – (kumpulan puisi)
6. Arloji – (kumpulan puisi)
7. Ayat-ayat Api – (kumpulan puisi)

 Iwan Martua Dongan Simatupang


Beberapakaryanya antara lain :
1. Ziarah
2. Kering
3. Merahnya Merah
4. Koong
5. RT Nol / RW Nol – (drama)
6. Tegak Lurus Dengan Langit

ANGKATAN 1966 – 1970-an

Penulis Dan Karya Sastra Angkatan 1966

 Taufik Ismail
 Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
 Tirani dan Benteng
 Buku Tamu Musim Perjuangan –

 Nasjah Djamin
 Hilanglah Si Anak Hilang (1963)
 Gairah Untuk Hidup dan Mati (1968)

 Putu Wijaya
 Bila Malam Bertambah Malam (1971)
 Telegram (1973)
 Pabrik Stasiun (1977)
 Gres dan Bom

Angkatan 70an
 Tokoh-tokohnya
 Goenawan Mohamad
Lahir di Batang, Jawa Tengah, 29 juli 1941. Ia adalah tokoh pejuang angkatan ‗66 dalam
bidang sastra budaya. Memimpin majalah Tempo sejak 1971 hingga tahun 1998. Tahun1972
mendapatkan Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun 1973 ia
mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam. Ia banyak menulis puisi dengan dasar
dongeng-dongeng daerah atau cerita wayang disertai renungan kehidupan. Bukukumpulan
puisinya adalah Parikesit (1972), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin kundang
(1972), Interclude (1973), Asmarandana (1995), dan Misalkan Kita di Sarajevo(1998).
 Taufiq Ismail
Lahir di Bukit Tinggi, 25 Juni 1937. Dibesarkan di Pekalongan, putra seorang
wartawanberdarah Minang. Ia merupakan dokter hewan lulusan IPB. Ia juga dikenal sebagai
dramawanterkenal di Bogor pada era 1960-an. Taufiq Ismail dikenal sebagai penyair puisi-puisi
demonstrasi. Ia sendiri aktif dalam demonstrasi. Kumpulan puisinya dibukukan dalam
Tirani(1966) dan Benteng (1966). Pernah mengikuti Festival Penyair Internasional di
Rotterdam(1971), International Writing Programm di Universitas Lowa (1973-1972), dan
Kongres Penyair Dunia di Taipei (1973). Ia pernah menerima Anugerah Seni dari Pemerintah
Republik Indonesiatahun 1970. Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-Puisi Sepi (1971),
Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), dan Sajak-sajak Ladang Jagung (1975).

ANGKATAN 1980 – 1990-an


Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 – 1990-an
1. Ahmadun Yosi Herfanda
2. Afrizal Malna
 Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
 Yang Berdiam Dalam Mikrofon (1990)
 Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
 Dinamika Budaya dan Politik (1991)
 Arsitektur Hujan (1995)
 Pistol Perdamaian (1996)
 Kalung Dari Teman(1998)

ANGKATAN REFORMASI
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
1. Widji Thukul

ANGKATAN 2000-an

 Tokoh-tokohnya
 Ahmadun Yosi Herfanda

Lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Pendidikan: Alumnus FPBS IKIP


Yogyakartamenyelesaikan S2 di jurusan Magister Teknologi Informasi pada Univ. Paramadina
Mulia, Jakarta,2005. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (
1993-1995) dan Ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (1999-2002), Tahun 2003,
bersama cerpenisHudan Hidayat dan Maman S. Mahayana menerbitkan Creative Writing
Institute. Ahmadun Pernah menjadi Anggota Dewan Penasihat Majelis penulis Forum Lingkar
Pena. Contohkaryanya: Resonasi Indonesia

 Acep Zamzam Noer


Lahir di Tasik pada tanggal 28 Februari 1960. Pendidikan: Alumnus Seni Rupa
ITB danUniversitas Italia Stranieri, Italia. Kumpulan Puisinya:
1.Tamparlah Mukaku, 1982
2.Aku Kini Doa, 1986
3.Antologi Pesta Sastra, 1987
4.Kasidah Sunyi, 1989
5.Ketika Kata Ketika Warna, 1995
6.Kota Hujan, 1996
7.Di Luar Kota, 1997
8.Di Atas Umbria, 1999

 Justina Ayu Utami


Lahir di Bogor, 21 November 1968. Pendidikan: Fak. Sastra UI. Ia pernah menjadi wartawan
di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan. Tak lama setelah penutupan Tempo, Editor dan
Detik di masa Orde Baru, dia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes
pembredelan. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya
yang pertama yaitu Saman, mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus karena gaya penulisan
Ayu yang terbuka bahkan terkesan vulgar, inilah yang membuatnyamenonjol dari pengarang-
pengarang lainnya. Selain itu, Saman meraih sayembara penulisannovel Dewan Kesenia Jakarta
1998, berkat novel itu juga Ayu mendapat Prince Claus Award2000 dari Frince Claus Fund,
sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag Belanda. Ayu Utami dalam novel Saman berhasil
menciptakan representasi seksualitas. ―mengarang bagisaya adalah kesedihan, melibatkan,
meleburkan diri dan menerima kemungkinan yang tak direncanakan.‖
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan
dan perkembangan sastra suatu bangsa. Misalnya, sejarah sastraIndonesia, sejarah
sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampak bahwa
objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang
masa pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.periodisasi sastra meliputi:pujangga
lama,sastra melayu lama,angkatan balai pustaka,pujangga baru,angkatan 1945,angkatan 1966-
1970-an,angkatan 1980-1990-an,angkatan reformasi dan angkatan 2000-an
DAFTAR PUSTAKA

SASTRA INDONESIA yang diakses pada 20 September 2016 A History of Modern Indonesia
1200-2004M.C Ricklefs.1991. London: MacMillan.Ringkasa danUlasan Novel Indonesia
ModernMaman S. Mahayana, Oyon Sofyan.1991. Jakarta.GrasindoPengantar Sejarah Sastra
IndonesiaYudiono.2007.Jakarta. Grasindo
Makalah SejarahSastra Indonesia Angkatan 1945
Ahmad Ubaydillah.2013.Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.Universitas
MuhammadiyahTangerang Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei I H.B. Jassin,
(Jakarta: Gunung Agung, 1953);―The Novel as a Guide to Indonesian SocialHistory‖, A.H.
Johns, BKI: 1959;Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia Ajip Rosidi, (Bandung:Binacipta, 1976);The
Sociology of the Indonesian Novel C.W. Watson. ―1920-1955, Tesis Ph.D. (Kingston upon Hull:
University of Hull, 1972).Indonesia-TionghoaNio Joe Lan, Sastra (Jakarta: Gunung Agung,
1962).1. Th. Brondgeest dan G.W.J. Drewes, Bureau voor de Volkslectuur/The Bureau
of Popular Literature of Netherlands India. What It is and What It Does (Weltevreden:Bureau
voor de Volkslectuur, 1929).Sejarah Sastra Dan Periodesasi Sastra IndonesiaMaulfi Syaiful Rizal
FIB Universitas BrawijayaS e j a r a h S a s t r a I n d o n e s i a Jafarudin Bastra.2012. yang diakses pada
22 September 2016B u k u P i n t a r S a s t r a I n d o n e s i a Pamusuk Eneste. 2001. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.―Buku Antologi Puisi Tongue in Your Ear ―.FKY. 2007D a f t a r
s a s t r a w a n I n d o n e s i a Yang diaksespada 22 September 2016

Anda mungkin juga menyukai