DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, tanpa pertolongan-Nya mungkin kami
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini di susun dengan sebaik mungkin agar pembaca dapat mengerti
dan memperluas wawasan tentang Hakikat Sejarah Sastra, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari sumber terbaik. Semoga makalah ini menjadi
sumber informasi yang baik dan dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang
membangun, sangat kami butuhkan terutama dari dosen pengampu kami guna
menjadi acuan dan pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan
datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Masalah............................................................................................2
D. Metode Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Kesimpulan.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sejarah sastra merupakan salah satu bagian dari cabang studi sastra. Secara
sederhana dapat diartikan sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa. Dengan
pengertian dasar itu, tampaklah bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa
yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu
bangsa.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi serta kedudukan sejarah sastra ?.
2. Apa yang dimaksud sejarah sastra Indonesia?.
3. Apa yang dimaksud dengan studi sastra?.
4. Apa saja pendeketan-pendekatan dalam sejarah sastra?.
1
3. TUJUAN MASALAH
1. Memahami definisi serta kedudukan sejarah sastra.
2. Memahami serta mengenal sejarah sastra Indonesia.
3. Memahami serta mengenal tentang studi sastra.
4. Mengetahui pendekatan-pendekatan dalam sejarah sastra.
4. METODE PENULISAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
angkatan-angkatan yang terfokus pada pengarang tertentu yang memfokuskan
pada pengarang-pengaran yang berperan pada angkatan tersebut.
Sejarah sastra merupakan salah satu dari tiga cabang ilmu sastra, disamping
Teori sastra dan Kritik sastra (Wellek dan Warren, 1990). Sejarah sastra
mempelajari perkembangan sastra yang dihasilkan oleh suatu masyarakat atau
bangsa. Dalam konteks Indonesia, maka Sejarah Sastra akan mempelajari
perkembangan sastra Nasional (Indonesia). Melalui sejarah sastra, seseorang akan
memahami karya-karya sastra apa saja kah yang pernah dihasilkan masyarakat
atau bangsa tertentu, siapa saja kah para penulisnya, persoalan apa saja kah yang
ditulis dalam karya-karya sastra tersebut?.
Telah cukup banyak buku sejarah sastra Indonesia ditulis orang dan dipakai
sebagai bahan pembelajaran disekolah dan perguruan tinggi di Indonesia.
Beberapa contoh buku tersebut antara lain adalah Pokok dan Tokoh dalam sastra
Indonesia (A. Teeuw, 1945), sastra baru Indonesia (A. Teeuw, 1980), sastra
Indonesia Modern II (A. Teeuw, 1987), perkembangan novel Indonesia ( Uman
Junus, 1974), ikhtisar sejarah sastra Indonesia (Ajip Rosidi, 1969), dan
perkembangan sastra Drama dan Teater Indonesia (Jakop Sumardjo, 1985).
B. STUDI SASTRA
Studi sastra meliputi tiga hal, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik
sastra (Wellek & Warren, 1963: 38). Teori sastra bekerja dalam bidang teori
yang mengakumulasi konvensi karya-karya sastra, misalnya penyelidikan hal
yang berhubungan dengan apakah sastra itu, apakah hakikat sastra, dasar-dasar
sastra, membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan teori-teori dalam bidang
sastra, bermacam-macam gaya, teori komposisi sastra, jenis-jenis sastra (genre),
teori penilaian, dan sebagainya. Kritik sastra adalah ilmu sastra yang berusaha
menyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis, memberi pertimbangan
baik buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidaknya. Sejarah sastra bertugas
menyusun perkembangan sastra dari mulai timbulnya hingga perkembangannya
4
yang terakhir, misalnya sejarah timbulnya suatu kesusastraan, sejarah jenis sastra,
sejarah perkembangan gaya-gaya sastra, sejarah
perkembangan pikiran-pikiran manusia yang dikemukakan dalam karya-karya
sastra, dan sebagainya (Pradopo, 1995:9).
Ketiga studi sastra di muka memiliki kaitan satu sama lain. Satu studi sastra
mendukung studi sastra yang lain. Teori sastra memerlukan sejarah sastra karena
sebuah teori terus berkembang. Perkembangan ini dihadirkan oleh sejarah sastra
yang secara diakronis membandingkan periode-periode dalam kesusastraan
sebuah bangsa. Perkembangan tersebut kemudian diformulasikan dalam sebuah
teori yang membedakan dengan konvensi sastra sebelumnya. Hal ini pernah
terjadi pada puisi Indonesia periode 20 40-an yang beranjak semakin jauh dari
konvensi puisi Indonesia lama. Sebelum tahun 40-an puisi adalah bentuk sastra
yang terikat, yaitu terikat pada persajakan akhir yang sama seperti pada pantun
dan syair, terikat pada jumlah kata atau suku kata pada tiap baris, dan terikat
pada jumlah baris dalam tiap bait. Sejak tahun 40-an konvensi tersebut sudah
tidak berlaku lagi. Pada periode tersebut yang paling dipentingkan adalah
ungkapan jiwa dan secara struktur pemadatan bentuk ungkapan.
Sejarah sastra memerlukan pemahaman teori sastra. Seseorang hampir tidak
mungkin membahas periode sastra tertentu tanpa mengetahui konvensi/teori sastra
sebelumnya. Dengan pengetahuan tersebut bisa ditentukan apakah persamaan dan
perbedaan antar keduanya. Jika tidak terdapat perbedaan signifikan, periode
tersebut akan dimasukkan ke dalam angkatan sebelumnya.
5
Tentu saja yang dimaksud adalah karya sastra lengkap dengan berbagai genrenya
(puisi, novel, cerpen, drama, dan sejenisnya), meski sudah jelas bahwa objek
utama studi sastra adalah karya sastra, persoalan yang mucul kemudian adalah
karya sastra yang mana dan seperti apa yang dapat dijadi objek studi sastra.
Mengenai hal ini Lefevere (1977:52-55) menyatakan bahwa karya sastra yang
dapat menjadi objek studi sastra adalah karya yang bernilai. Artinya beragam
pengalaman manusia baik dalam demensi perseorangan maupun dimensi sosial.
Selaian itu, Budi Darma (1995:59,62,65;1995:153) menjelaskan bahwa karya
sastra yang pantas menjadi objek studi sastra adalah karya yang baik, dalam arti
bahwa karya tersebuat inspiratif, sublim, menyodorkan pemikiran, membuka
kesadaran, menambah wawasan, dan mempunyai daya gugah yang tinggi.
Menurut karya-karya yang demikian mampu mengugah kritikus untuk menulis
kritik yang baik, dan mampu pula menarik minta pengarang unuk menulis
karangan yang lebih baik. Dalam kasus ini muncullah persoalan penting yang
perlu diperhatiakan. Dengan adanya berbagai disiplin ilmu yang lain masuk ke
dalam bidang studi sastra, akibatnya objek studi sastra bukan hanya karya-karya
yang baik atau bernilai saja, melainkan juga karya-karya yang tergolong kitch.
Dapat disebutkan, misalnya, dalam studi sosiologi sastra. Dalam studi ini, yang
menjadi dasar kajian tidak hanya nilai estetika, tetapi juga masalah-masalah
sosiologis yang terkandung bertentangan dengan konsep estetika sastra. Kendati
demikian, kita tetap yakin bahwa betapapun sosiologisnya, studi sosiologi sastra,
karya sastra tetap menjadi objek kejianya meskipun bukan objek yang utama.
Satu hal lagi yang menjadi persoalan dalam kaitanya dengan objek studi
sastra adalah sifat karya sastra itu sendiri. Karya sastra adalah hasil kegiatan
kreatif manusia yang berkaitan dengan imajinasi, intuisi, abstraksi kehidupan.
Memnag benar bahwa karya sastra mempergunakan bahsa sebagai mediumnya
sehingga studi sastra dan linguistik berkaitan erat (Culler, 1982:2;
Uhlembeck,1991:18), tetapi yang menjadi objek utama studi sastra bukan medium
ekspeksi bahasanya, melainkan kehidupan itu sendiri. Karena kehidupan pada
6
hakitkanya merupakan abstraksi jelas bahwa studi sastra menitikberatkan
perhatianya pada penhayatan, bukan kognisi, sehingga sulit dirumuskan secara
formulatif jadi studi sastra berbeda dengan studi bahasa, bahkan berbeda pula
dengan studi-studi lainya, karena objek studi sastra adalah kehidupan yang sudah
terabstrasikan dalam karya sastra (Darma, 1990:338,340). Oleh karena dalam
studi ilmiah sastra, kerya sastra sebagai objek studi memiliki karakterristik
tersendiri yang khas yang berbeda dengan objek-objek studi ilmu lain.
Studi sastra termasuk salah satu bidang (Cabang) ilmu pengetahuan. Sebagai
bidang ilmu pengetahuan, tentu saja studi sastra melalui tahap-tahap seperti yang
telah disebutkan dituntut untuk dapat mencapai suatu kebenaran. Selaian itu,
sebagai ilmu yang ilmiah studi sastra dituntut pula memiliki presyaratan dan
langkah-langkah metologis sebagai mana bidang ilmu pengetahuan umumnya.
Persyaratan dan langkah-langkah metodologis itu antara lain, misalnya,
perumusan masalah (berdasarkan fakta, bebas dari prasangka), perumusan dan
pengujian hipotesis, analisis data berdasarkan teori dan metode, interpretasi
objektif, menarik kesimpulan, dan seterusnya. Akan tetapi harus diakui bahwa
7
semua itu tergantung antara lain pada objek studi ilmu yang bersangkutan. Oleh
karena itu, dalam studi sastra, keilmiahan studi sastra ditentukan pula oleh
objeknya yaitu karya sastra.
Sampai tahap inilah muncul persoalan yang paling mendasar. Karena objek
studi sastra seperti telah dipaparkan didepan adalah karya sastra, bukan yang lain
(bahasa, psikologi, masyarakat, dan sebagainya), sementara karya sastra adalah
abstraksi kehidupan yang sulit diformulasikan (Darma, 1990:340) jelas bahwa
studi sastra sulit untuk mencapai objektivitas . karena sulit untuk mencapai
objektivitas, konsenkuensinya ialah sulit pula untuk menetapkan metode dan
teorinya. Realitas ini lah yang menyebabkan munculnya anggapan bahwa studi
sastra tidak ilmiah, yang salah satu sebabnya ialah karena objeknya berupa karya
imajinatif, intuitif, abraktif, dan menyangkut perasaan terdalam manusia yang
tidak dapat dibuktikan dengan angka-angka.
Memang benar bahwa titik berat studi sastra adalah penghayatan karena
objeknya berupa kristalisasi dari abstraksi kehidupan (Darma, 1990:339-340).
Itulah sebabnya, didalam studi sastra dituntut adanya kepekaan yang tinggi.
Karena kepekaan tidak dapat diartikulasikan dan diformulasikan dengan jelas,
keilmiahan studi sastra tidak eksplisif, tetapi implisif. Bagaimana pun juga studi
sastra mampu membuktikan diri sebagai studi ilmiah karena didalamnya terdapat
unsur fakta atau data, inperensi atau simpulan, dan judgment atau pendapat. Selain
itu langsung atau tidak studi sastra yang baik selalu mendepankan inquiri, masalah
hipotesis terselubur, dan jawaban terhadap inquiri dan masalah, serta pembuktian
terhadap hipotesis terselubung tersebut (Darma, 1990:341). Tahap-tahap dalam
studi sastra tidak berjenjang secara hierarkis seperti dalam ilmu pengetahuan pada
umumnya dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sinteksis, dan
akhirnya ke evaluasi, tetapi lebih bersifat melebar. Itulah perbedaan tahap-tahap
kogmisi dan penghayatan. Akan tatapi, menurut Budi Darma (1990:344),
perbedaan tahap-tahap tersebut hanyalah perbedaan titik berat.
8
Levere (1977:52) mengusulkan bahwa ada dua aspek yang perlu diperatikan
dalam upaya mengilmiahkan studi sastra. Dua aspek itu ialah, pertama, perlu ada
pendefinisian ulang terhadap studi sastra, dan kedua, perlu mengikuti beberapa
konsep yang diambil dari teori evolusi. Aspek yang kedua ini diajukan karena,
menurut Levere, konsep-konsep dalam teori evolusi dianggap sudah mapan dan
mampu memberikan definisi yang memuaskan terhadap berbagai fenomena-
fenomena yang diamati dalam perkembangan sastra.
9
dipahami berdasarkan berbagai pandangan diatas dapat dinyatakan bahwa pada
hakikatnya studi sastra merupakan suatu studi ilmu pengetahuan yang ilmiah.
Meskipun objeknya adalah sesuatu yang lebih bersifat non ilmiah, studi sastra
tetap menunjukan keilmiahannya karena berbagai persyaratan dan langkah-
langkah metodoligisnya secara prinsipil tidak jauh berbeda dengan tahap dalam
ilmu pengetahuan umunya. Karena titik berat studi sastra terletak pada ensensi
karya sastra itu sendiri sebagai objek ia berbeda dengan abjek studi lainya
keilmiahan studi sastra memiliki sifat yang tersendiri pula. Itulah sebabnya
dikatakan bahwa studi sastra memiliki keilmiahan nya sendiri.
Demikian antara lain berbagai persoalan yang berkenaan dengan hakikat studi
ilmiah sastra. Untuk selanjutnya, paparan berikut difokuskan pada harapan masa
depan sebagai suatu refleksi atasa pernyataan studi ilmiah sastra masa lalu dan
masa kini.
Seperti telah di paparkan di atas bahwa secara historis studi sastra sudah
mengalami perkembangan yang menarik. Berbagai perdebatan yangb muncul
telah merwanai dan justru telah menetapkan studi sastra sebagai bidang studi
ilmiah. Akan tetapi, kendati sampai saat ini studi sastra telah menyatakan diri
sebagai bidang studi ilmiah, pada kenyataan orang masi memandang sebelah mata
dan masi meragukan keilmiahannya. Apalagi saat ini banyak muncul kajian
interdisipliner yang di sertai dengan pencitaan metode dan teori yang lebih
canggih. Hal demikiaanlah yang semakin mematarkan keraguan terhadap
eksistensi studi sastra.
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu kiranya mulai saat ini diterlusuri
kembali berbagai hal yang berkaitan dengan studi ilmiah sastra. Karena studi
ilmiah satsra tidak terlepas dari persoaalan teori, metode, dan berbagai persyaratan
metodologis lainya, perlulah persoaalan tersebut di coba dipertanyakan,
dievaluasi, dirumuskan, dan ditetapkan kembali konsep-konsep studi sastra
10
berdasarkan prosedur-prosedur ilmiah sastra khususnya dan ilmu pengetahuan
pada umumnya. Dengan cara demikian dimungkinkan akan ditemukan suatu pola
atau bentuk ideal studi sastra yang diharapkan.
11
Demikian juga dengan munculnya semeotik, kritik dialetik, estetika resepsi,
dan dekonstuksi. Pada dasarnya setiap teori yang diajukan oleh mereka memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada alasan bagin kita untuk
menggap bahwa kritik (interpretasi) tertentu paling valik karena pembaca akan
terus membaca dan menginterpretasikan karya sastra dan hendaknya krituhus
berusaha terus mencari suatu interpretasi karena interpretasi apapun merupakan
aktivitas yang legal (Culler, 1981:16-17).
12
mengenai nilai sistrematik fungsi bahasa sastra teori tentang matra (irama), pola-
pola suara, sintaksis naratif, dan teori tentang kohenseresi simantik.
Kendati beragam masalah yang berkitan dengan hakikat studi sastra sudah
banyak dibahs para ahli, contohnya seperti yang ditunjukan diatas, baimanapun
kita wajib untuk menelusur ulang apa yang telah mereka argumentasikan. Untuk
dapat melakukan hal ini tentu kita wajib memiliki pengetahuan yang memadai,
kreatipitas yang tinggi, kepekaan yang tajam, daya nalar yang kuat, dan tentu saja
banyak membaca apa pun, tidak terkecuali karya-karya sastra. Jika cara ini telah
dilakukan, setidaknya setengah dari harapan kita terhadap studi ilmiah sastra yang
ideal akan dapat dicapai. Demikian antara lain apa yang dapat diharapkan pada
masa-masa mendatang.
2. Pendekatan Lain
A. Pendekatan Jenis sastra
Pendekatan ini mempertimbangkan hal-hal berikut.
1) Konsep jenis sastra modern yang dinamik, yaitu bahwa karya sastra tidak
hanya mengikuti konvensi, tetapi juga sering merombaknya.
2) Fungsi jenis sastra tertentu tidak hanya ditentukan oleh ciri-ciri intrinsiknya,
tetapi juga oleh kaitan atau pertentangan dengan jenis lain.
13
3) Hubungan ambigu antara karya individual dan norma-norma jenis sastra,
yaitu hubungan intertekstual karya-karya individual.
4) Sejarah sastra selalu berkaitan dengan sejarah umum.
5) Penerimaan (resepsi) sastra oleh masyarakat pembaca dari masa ke masa
menentukan dinamikan sejarah sastra (Teeuw, 1984: 311-329).
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Secara khusus, sejarah sastra indonesia merupakan studi sastra yang
mengungkap rangkaian kejadian-kejadian dalam periode-periode
perkembangan kesusastraan Indonesia mulai kelahiran sampai
perkembangan terakhir.
2. Sejarah sastra mengkaji data berupa fakta-fakta sastra dengan dua media
yaitu berupa fakta tertulis dan fakta lisan. Fakta tertulis berasal dari media-
media tulis seperti surat kabar dan buku-buku sastra sedangkan fakta-fakta
lisan berasal dari pelaku atau sumber yang dekat dengan pelaku sastra.
3. Studi sastra meliputi tiga hal yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik
sastra.
4. Teori sastra memerlukan sejarah sastra karena sebuah teori terus
berkembang. Perkembangan ini dihadirkan oleh sejarah sastra yang secara
diakronis membandingkan periode-periode dalam kesusastraan sebuah
bangsa. Perkembangan tersebut kemudian diformulasikan dalam sebuah
teori yang membedakan dengan konvensi sastra sebelumnya.
5. Pendekatan tradisional sejarah sastra dikembangkan terutama pada abad
kesembilan belas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Faulkner, Peter. 1991. Modernisme Seri Konsep Sastra. Kuala Lumpur : Dewan
Bahasa dan Pustaka.
16