Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH STILISTIKA

“Analisis Stilistika Sastra”


Dosen Pengampu : Mhd Anggie Januarsyah Daulay S.S, M.Hum

Oleh :

1.Intan May Suri (2213510004)

2.Ririn Alfitri (2213510009)

3.Amelia Buchaira Nst (2213510024)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 07 Maret 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................................... 3
A.Latar Belakang................................................................................................................................................................. 3
B.Rumusan Masalah.......................................................................................................................................................... 5
C.Tujuan Penulisan............................................................................................................................................................ 5
D.Manfaat Penelitian......................................................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................................... 6
A.Pengertian Stilistika Menurut Para Ahli................................................................................................................ 6
B.Analisis Stilistika Puisi Yang Berjudul “ Kepada Peminta-Minta” Karya Chairil Anwar....................7
C. Analisis Stilistika Novel Yang Berjudul “Sang Pemimpi” Karya Andrea Hirata.................................12
D.Analisis Stilistika Cerpen Yang Berjudul” Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Nafish Dan “Kukila”
Karya M. Aan Mansyur................................................................................................................................................... 27
BAB III PENUTUP............................................................................................................................................. 30
A.Kesimpulan.................................................................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................... 31
LAMPIRAN......................................................................................................................................................... 32
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Stilistika merupakan ilmu linguistik yang mengkaji tentang aspek ‘gaya’ atau style di dalam
karya sastra dengan menggunakan medium bahasa sebagai media telaahnya. Stilistika secara
umum mengkaji aspek bidang sastra berdasarkan medium bahasa dengan mengeksplorasi dan
memanipulasi bahasa tersebut sehingga memberikan efek estetik di dalam karya sastra.
Mengeksplorasi dan memanipulasi bahasa maksudnya adalah kemampuan sastrawan dalam
menggunakan dan memanfaatkan bahasa dengan maksud membalikan suatu bahasa yang ada
dengan tidak mematuhi kaidah berbahasa, demi pencapaian suatu efek estetika.

Sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat,jarang terlepas dari peradaban. Oleh


sebab itu dapatlah diformulasikan sebuah titik tolak peradaban dan wacana sastra yang semakin
mempererat hubungan keduanya. Yaitu "Oleh karena sastra bercermin pada gejala peradaban
yang mempengaruhi segala aspek tatanan kehidupan,maka dapat dikatakan bahwa masalah
peradaban adalah masalah sastra"Artinya sastra bertugas menyampaikan sejujurnya dan
seadilnya. Proses penyampaian kejujuran dan keadilan sastra terletak pada kelihaian
sastrawan,sastrawan adalah dia yang "berketampilan" pada bidang sastra. Kata
"berketampilan"ini bukanlah merujuk kepada berpihak seseorang, namun justru mengiring pada
kekompakan. Deskripsi kehidupan nyata seperti ini banyak terlihat dalam karya sastra.

Karya sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang bersifat imajinatif. Sebagai hasil
yang imajinatif, sastra berfungsi sebagai bahan bacaan yang menyenangkan, di dalamnya sarat
dengan nilai-nilai budaya dan berguna menambah kekayaan batin bagi permasaahan manusia,
kemanusiaan, dan kehidupan. (Nurgiyantoro, 2007:2). Karya sastra lahir karena adanya
imajinasi seorang pengarang. Di dalam daya imajinasi terdapat ide, pikiran, dan perasaan
seorang pengarang yang nantinya akan diungkapkan dalam bentuk karya sastra. Karya sastra
merupakan hasil kreativitas seorang sastrawan sebagai bentuk seni, bersumber dari kehidupan
dipadukan dengan imajinasi seorang pengarang. Seiring perkembangan zaman karya sastra di
Indonesia semakin berkembangan atau beranekaragam, adapun karya sastranya seperti Puisi
Cerpen dan Novel.

Dalam KBBI tahun 2016, puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama,
mantra, rima serta penyusunan larik dan bait; sajak. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa puisi
memiliki keteraturan meskipun diciptakan secara bebas oleh penyair. Namun demikian,
penciptaan puisi pada masa ini berbeda dengan masa lalu, sebelum perkembangan ilmu
pengetahuan dan seni mengalami kemajuan secara teknis.

Cerpen atau cerita pendek merupakan prosa fiksi yang menceritakan tentang suatu peristiwa
yang dialami oleh tokoh utama. Seperti namanya, cerpen lebih sederhana daripada novel. Cerpen
termasuk dalam sastra populer. Karya sastra ini terdiri dari satu inti kejadian yang dikemas
dengan cerita yang padat.Menurut Burhan (2012) cerpen adalah sebuah cerita yang selesai
dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. suatu hal yang
kiranya tidak mungkin dilakukan dalam sebuah novel. Burhan juga menyebutkan bahwa panjang
cerpen itu bervariasi. ada cerpen yang pendek ada juga cerpan yang panjang.

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk
cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti
"sebuah kisah atau sepotong berita". Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih
kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau
sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam
kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.
Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan
pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas,maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai
berikut :

1. Apa pengertian stilistika menurut para ahli?


2. Bagaimana analisis stilistika puisi “kepada peminta-minta” dengan pendekatan
stilisika?
3. Bagaimana analisis stilistika novel “sang pemimpi” dengan menggunakan pendekatan
stilistika?
4. Bagaimana analisis stilistika cerpen “robohnya surau kami” dan “ kukila” dengan
menggunakan pendekatan stilistika?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas. Adapun tujuan dari
penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pegertian stilistika


2. Untuk mengetahui cara dan hasil analisis puisi menggunakan pendekatan stilistika
3. Untuk mengetahui cara dan hasil analisis cerpen menggunakan pendekatan
stilistika
4. Untuk mengetahui cara dan hasil analisis novel menggunakan pendekatan stilistika
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapatkan dari menganalisis sebuah karya sastra dengan metode
stilistika,yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian dari stilistika


2. Menambah dan membuka wawasan untuk membahas stilistika lebih mendalam
3. Memperbaiki kemampuan menulis dan membuat makala
4. Bertanggung jawab terhadap karya tulis yang dihasilkan
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Stilistika Menurut Para Ahli

Pengertian Stilistika menurut Turner (dalam Pradopo, 1993: 264) mengartikan stilistika
adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa yang merupakan bagian linguistik yang
memusatkan pada variasi-variasi penggunaan bahasa tetapi tidak secara eksklusif memberikan
perhatian khusus kepada penggunaan bahasa yang kompleks pada kesusastraan. 

Definisi Stilistika menurut Ratna (2009: 167) secara definisi stilistika adalah ilmu yang
berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Tetapi pada umumnya lebih mengacu pada gaya
bahasa. Dalam bidang bahasa dan sastra stilistika berarti cara-cara penggunaan bahasa yang
khas sehingga menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan aspek-aspek keindahan. 

Definisi Stilistika menurut Teeuw (dalam Fananie, 2000: 25) stilistika merupakan sarana
yang dipakai pengarang untuk mencapai suatu tujuan, karena stilistika merupakan cara
untuk mengungkapkan pikiran, jiwa, dan kepribadian pengarang dengan cara khasnya. 

Pengertian Stilistika menurut Sudjiman (1993: 13), pengertian stilistika adalah style, yaitu
cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya
dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style dapat diterjemahkan
sebagai gaya bahasa. 

Definisi Stilistika menurut Endaswara (2003:72) menyebutkan stilistika adalah ilmu


yang mempelajari gaya bahasa suatu karya sastra. Selanjutnya dikatakan ada dua
pendekatan analisis stilistika: “(1) dimulai dengan analisis sistem tentang linguistik karya sastra,
dan dilanjutkan ke interpretasi tentang ciri-ciri sastra, interpretasi diarahkan ke makna
secara total; (2) mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan satu sistem dengan
sistem lain”. 

Definisi Stilistika menurut Fananie (2000: 25) mengemukakan stilistika atau gaya merupakan
ciri khas pemakaian bahasa dalam karya sastra yang mempunyai spesifikasi tersendiri
dibanding dengan pemakaian bahasa dalam jaringan komunikasi yang lain. Gaya tersebut dapat
berupa gaya pemakaian bahasa secara universal maupun pemakaian bahasa yang merupakan
kecirikhasan masing-masing pengarang.

Berdasarkan pengertian stilistika di atas maka dapat disimpulkan bahwa stilistika


adalah cabang linguistik yang mempelajari tentang gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa
menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan aspek-aspek keindahan yang merupakan ciri
khas pengarang untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengungkapkan pikiran, jiwa, dan
kepribadiaannya.
B. Analisis Stilistika Puisi Yang Berjudul “ Kepada Peminta-Minta” Karya Chairil
Anwar
1. Pemilihan Kata (Diksi)
Kata-kata dalam puisi “Kepada Peminta-minta” memiliki makna kiasan yang harus dipahami
secara seksama. Tokoh aku dan dia me-merlukan interprestasi sendiri untuk menentukannya. Hal
ini dalam setiap maksudnya memerlukan pemaham-an yang menyeluruh. Secara umum puisi
juga sulit untuk dipahami, terdapat penafsiran tertentu. Dengan demikian, penggunaan kata
konotatif dalam puisi tersebut cukup menjadi perhatian. Penyair menggunakan kata-kata tersebut
untuk meng-ungkapkan sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan makna konotatif. Jadi,
penggunaan kata konotatif dilakukan untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung.
Penggunaan kata konotatif juga untuk men-ciptakan efek estetis.

Sesuai dengan judulnya, puisi tersebut banyak menggunakan kata konotasi. Misalnya pada
baris ke empat “Nanti darahku jadi beku” . Hal ini merupakan makna konotasi yang
memerlukan penafsiran.Terdapat pula makna konotasi pada baris 6 “Sudah tercacar semua di
muka”. Secara keseluruhan baris dalam puisi ini memiliki makna kiasan yang perlu untuk
ditelaah sebelumnya. Bukan jenis citraan yang mengandung makna denotasi yang secara umum
mudah untuk langsung dipahami.

Pemilihan kata pada baris genap tidak terlepas dari kata yang digunakan pada 2 baris pertama.
Misalnya pada baris pertama penyair mengatakan “Aku akan menghadap Dia”, maka pada baris
kedua kata “Menyerahkan diri dan segala dosa” dirasa sangat cocok konteksnya. Pada baris
ketiga dan keempat penyair meminta untuk “Jangan menentang dirinya lagi”, maka “darahnya
akan menjadi beku”, hal ini sesuai konteksnya. Pada baris kelima dan keenam penyair meminta
untuk “Jangan bercerita lagi, semua sudah tercacar dimuka” Baris ke tujuh dan ke delapan
penyair ” nanah meleleh dari luka sambil berjalan kau usap juga” . Dari hal itu, terlihat
pemilihan kata yang tepat sekali yang digunakan oleh penyair.

Pilihan kata (diksi) dalam puisi “Kepada Peminta-minta” mem-punyai efek kecewa, menyerah,
letih terluka, sedih, berat, dan risau. Hal itu dapat terlihat dari penggunaan kata: menyerahkan
diri, tentang, Luka, tercacar, meleleh, meng-hempas, mengerang, merebah, menetas. Sedangkan
adanya risau terlihat dari apa yang di ungkap oleh penyair yaitu: mengganggu, meng-hempas,
merasa pedas dan mengaum di telinga. Selain itu, penyair juga menggunakan pilihan kata yang
menciptakan efek letih, menyerah, kecewa, terluka, dan risau. Kesimpulan dari analisis puisi
“Kepada Peminta-minta” selain menggunakan kata konotatif untuk mengungkapkan gagasan dan
untuk mencapai efek estetis.

2. Bunyi Dan Ragamnya


Pada puisi "Kepada Peminta-minta" karya chairil anwar ,bunyi yang digunakan adalah
Eufoni (euphony) (a,u,d) yang menggambarkan suasana suka cita, seperti kegembiraan
kebahagiaan semangat.

3. Rima
Puisi “Kepada Peminta-minta” secara keseluruhan didominasi dengan adanya vocal /a/ dan /u/.
Sedangkan bunyi konsonan yang dominan yaitu bunyi /t/, /k/ dan /d/.

Asonansi a terdapat pada baris puisi yaitu

 Baris 1”Baik,baik aku menghadap dia”,


 Baris 2 “Menyerahkan diri dan segala dosa”
 Baris 5 “ Jangan Lagi Kau bercerita”
 Baris 6” seudah tercacar semua di muka”
 Baris 7 “ Nanah meleleh dari luka”
 Baris 8 “Sambil berjalan kau usap juga”
 Baris 17 ‘Baik,baik aku akan menghadap dia”
 Baris 18 “ Menyerahkan diri dan segala dosa”

Asonasi u terdapat pada baris puisi yaitu: Baris 3 pada kata aku “Tapi jangan lagi tentang aku”

 Baris 4 pada kata beku “ Nanti darahku jadi beku”


 Baris 13 pada kata mimpiku “Mengganggu dalam mimpiku”
 Baris 16 pada kata telingaku “mengaum di telingaku”
 Baris 19 pada kata aku “ tapi jangan tentang lagi aku”
 Baris 20 pada kata beku “Nanti darahku menjadi beku”

Asonansi a pada 2 baris pertama dan asonansi u pada 2 baris berikutnya mengesankan bahwa
puisi ini mempunyai irama yang tetap dan teratur yakni irama vokal aauu.

 Pada baris pertama dijumpai aliterasi d (menghadap, dia). “Baik,baik aku akan
menghadap dia”

Aliterasi d juga terdapat pada baris

 Baris ke 7 pada kata dari “ Nanah melelh dari luka”


 Baris 10 pada kata menendang “ Mengerang tiap kau menendang”
 Baris 11 pada kata datang “ Menetes dari suasana kau datang”
 Baris 13 pada kata dalam “Mengganggu dalam mimpiku”
 Baris 15 pada kata pedas “Dibibirku terasa pedas”
Pengulangan 4 baris pertama juga dilakukan untuk menambah bentuk asonansi dan aliterasi
dalam puisi ini. Aliterasi k dapat dilihat banyak sekali digunakan. Beberapa di antaranya juga
terdapat pada:124567 14 16

 Baris 1 pada kata baik “Baik,baik aku akan menghadap dia”


 Baris 2 pada kata aku “Menyerahkan diri dan segala dosa”
 Baris 4 pada kata ‘aku’ “Nanti darahku jadi beku”
 Baris 5 pada kata’Kau’ “jangan lagi kau bercerita”
 Baris 7 pada kata ‘luka’ “ Nanah meleleh dari luka”
 Baris 14 pada kata ‘Keras’ Menghempas aku dibumi keras”
 Baris 16 pada kata ‘Ku’ “Mengaum di telingaku”

Berikutnya aliterasi t terdapat pada

 baris 3 pada kata tentang ”tapi jangan tentang aku lagi”


 Baris ke 5 pada kata bercerita ”jangan lagi kaau bercerita” ,
 Baris ke 11pada kata datang ’menetas dari suasana kau datang” ,
 Baris 15 pada kata terasa “ dibibirku tereasa pedas”
 Baris 16 pada kata di telingaku ”mengaum di telingaku”

Selain asonansi dan aliterasi, terdapat pengulangan rima yang teratur yang disusun oleh penyair.
Pada 2 baris pertama berakhiran bunyi vokal yang sama yaitu vokal a “menyerahkan diri dari
segala dosa” dan pada baris 3 dan 4 berakhiran bunyi vokal yang sama yaitu vokal u “Tapi
jangan tentang lagi aku” dan “Nanti darahku menjadi beku” sehingga rima puisi tersebut
mempunyai rima yang teratur yaitu aabb. Penggunaan gaya bunyi dengan variasi dan rima pada
puisi tersebut menimbulkan sebuah irama yang menciptakan sebuah irama yang indah.

4. Irama
Pada puisi "Kepada Peminta-minta" karya Chairil Anwar,irama yang digunakan berhubungan
dengan tempo. Contohnya yaitu :

"Mengganggu dalam mimpiku "

"Menghempas aku di bumi keras "

"Di bibirku terasa pedas “

“Mengaum di telingaku"
5. Intonasi
Pada puisi "Kepada Peminta-minta " karya chairil anwar adalah intonasi nada. Intonasi nada
adalah tekanan tinggi rendahnya suara. Puisi “Kepada Peminta-minta” bernada terpaksa seperti
yang ditunjukkan oleh kalimat

"Baik, baik aku akan menghadap Dia   "

"Menyerahkan diri dan segala dosa  "

"Tapi jangan tentang lagi aku"

"Nanti darahku jadi beku"

Seorang tokoh aku yang merasa iba kepada si pengemis dan memberikan apa yang ia punya
dengan terpaksa. Tokoh aku terganggu dan risih selalu dipandang terus-menerus oleh pengemis,
sebenarnya tokoh aku tidak setuju dengan cara si pengemis mencari nafkah dan mengatakan jika
si pengemis terus seperti ini ia tidak akan iba lagi”. Suasana yang timbul akibat nada yang
disodorkan penyair tersebut membuat pembaca setuju bahwa dalam mencari nafkah tidak
seharusnya dengan cara meminta-minta selama kita masih mampu untuk berusaha.

6. Citraaan
Citraan dalam karya sastra berperan untuk menimbulkan pembayangan imajinatif bagi
pembaca. Pada dasarnya citraan kata terefleksi melalui bahasa kias. Citraan kata meliputi
penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide,
pernyataan, dan setiap pengalaman indera yang istimewa. Citraan dibuat dengan pemilihan kata
(diksi). Dalam puisi “Kepada Peminta-minta” penyair memanfaat-kan citraan untuk
menghidupkan imaji pembaca melalui ungkapan yang tidak langsung.

 Citraan visual (penglihatan) terlihat pada baris 1 ”Baik,baik aku akan menghadap Dia”
dan baris 10 yaitu “Mengerang tiap kau Memandang “
 Citraan perabaan terdapat pada baris 8, yaitu kata usap “Sambil Berjalan kau usap juga”
Memaknai usap dapat dirasakan dengan indera perabaan.
 Citraan pendengaraan terlihat pada baris 9 yaitu kata bersuara “Besuara setiap kau
melangkah” dan 16, yaitu pada kata mengaum “Mengaum di telingaku” . Dalam hal ini
kata bersuara dan mengaum dapat dirasakan oleh indera pendengaran. Selain itu, terdapat
 Citraan pengecap yaitu pada baris 15 pada kata pedas “Dibibirku terasa pedas” Rasa
pedas dapat dirasakan melalui indera pengecap.

Kesimpulannya adalah puisi “Kepada Peminta-minta” memanfaatkan citraan untuk


menghidupkan imaji pembaca dalam merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Citraan
membantu pembaca dalam menghayati makna puisi. Puisi “Kepada Peminta-minta” me-
manfaatkan citraan visual (penglihatan), pendengaran, pengecap dan citraan perabaan.
7. Bahasa Figuratif (pemajasan)
Dalam puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar bahasa figuratif yang muncul yaitu
pada baris ke 4 “Nanti darahku menjadi beku” dan 20 “Nanti darahku menjadi beku”.
Merupakan majas hiperbola yang bersifat berlebih-lebihan. Muncul majas hiperbola dari kata
“nanti darahku jadi beku”. Selain itu pula muncul majas repetisi pada baris 1”Baik,baik aku akan
menghadap dia” dan 18 “Menyerahkan diri dan segala dosa”. Terjadi pengulangan pada kata
baik, dalam konteksnya yaitu baik, baik aku akan menghadap Dia.

C. Analisis Stilistika Novel Yang Berjudul “Sang Pemimpi” Karya Andrea Hirata

1. Penghimbuan (Afiksasi)

a. Prefiks ( awalan)

 Mengendap , Dalam kalimat:


 Kami mengendap. (hlm. 2) → data 5
 Wajah kami seketika memerah saat bau amis yang mengendap lama menyeruak.
(hlm. 12) → data 100
Mengendap termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mengendap adalah endap. Verba
mengendapterbentuk dari morfem me- dan morfem endap yang berkelas kata benda. Prefiks me-
berfungsi membentuk kata kerja. jadi, kata endap yang merupakan kelas kata nomina menjadi
verba setelah dibubuhi prefiks me-.
 Memberi, Dalam kalimat:
 Arai memberi saran. (hlm. 2) → data 6
 Orang Melayu memberi julukan Simpai Keramat untuk orang terakhir yang tersisa
darisatu klan. (hlm.20) → data 174
 Air mukanya memberi kesan kalau dia memiliki sebuah benda ajaib nan rahasia.
(hlm. 21) → data 184
 Ibuku memberi isyarat dan Arai melesat ke peregasan. (hlm. 32) → data 263
Memberi termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata memberi adalah beri. Verba memberi terbentuk dari
morfem me- dan morfem beri yang berkelas kata kerja. Prefiks me-berfungsi membentuk kata
kerja.

 Bekerja, Dalam kalimat:


 Di berandanya, dahan-dahan kayu merunduk menekuri nasib-nasib anak nelayan yang
terpaksa bekerja. (hlm. 2) → data 7

Bekerja termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks ber-. Dasar kata bekerja adalah kerja. Verba bekerja terbentuk dari
morfem ber- dan morfem kerja yang berkelas kata kerja. Prefiks ber- berfungsi membentuk kata
kerja. jadi, kata kerja yang merupakan kelas kata verba tetap menjadi verba setelah dibubuhi
prefiks ber-.

 Diputar , Dalam kalimat:


 Dangdut India yang sering diputar meliuk-liuk pilu dari pabrik itu.(hlm. 2) → data 8

Diputar termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks di-. Dasar kata diputar adalah putar. Verba diputar terbentuk dari
morfem di- dan morfem putar. Prefiks di- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata diputar
merupakan verba yang dibubuhi prefiks di-.

 Mendengar ,Dalam kalimat:


 Mendengar ocehannya, ingin rasanya aku mencongkel gembok peti es untuk
melemparnya. (hlm. 2) → data 11
 Mendengar gemerincing koin yang rebut, dia merasa terganggu. (hlm. 37) → data
320
 Dia geram karena aku tak mau mendengar penjelasannya. (hlm. 38) → data 325
 Dia terhenyak mendengar rencana Arai. (hlm. 43) → data 384
 Mendengar termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut
mengandung

Afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mendengar adalah dengar. Verba
mendengar terbentuk dari morfem me- dan morfem dengar. Prefiks me- berfungsi membentuk
kata kerja. Jadi, kata mendengar merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.

 Mencongkel, Dalam Kalimat :


 Mendengar ocehannya, ingin rasanya aku mencongkel gembok peti es untuk
melemparnya. (hlm. 2) → data 11
 Arai mencongkel gembok dan menyingkap tutup peti. (hlm.12) → data 99

Mencongkel termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mencongkel adalah congkel. Verba mencongkel
terbentuk dari morfem me- dan morfem congkel. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja.
Jadi, kata mencongkel merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.

 Memohon ,Dalam kalimat:


 Jimbron yang penakut memohon putus asa. (hlm. 2) → data 12

Memohon termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata memohon adalah mohon. Verba memohon
terbentuk dari morfem me- dan morfem mohon. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja.
jadi, kata memohon merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
 Melompat, Dalam kalimat:
 “Aku tak bisa melompat, Kal…” (hlm. 3)→ data 13

Melompat termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata melompat adalah lompat. Verba melompat
terbentuk dari morfem me- dan morfem lompat. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja.
Jadi, kata melompat merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.

 Berdiri , Dalam kalimat:


 Lebih sinting lagi karena aku tahu di balik para-para itu berdiri rumah para turunan
Ho Pho. (hlm. 3) → data 14
 Dia berdiri di podium menjadi inspektur apel rutin. (hlm. 5) → data 38
 Pak Mustar telah berdiri di sampingku.(hlm. 7) → data 53
 Tiba-tiba, aku seakan berdiri di balik pintu, pada sebuah temaram dini hari,
mengamati ayahku yang sedang duduk sambil mendengarkan siaran radio BBC. (hlm.
14) → data 134
 Jika Arai mengaji, aku teringat akan anak kecil yang mengapit karung kecampang,
berbaju seperti perca dengan kancing tak lengkap, berdiri sendirian di muka tangga
gubuknya, cemas menunggu harapan menjemputnya. (hlm. 27) → data 224

Berdiri termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan prefiks ber-. Dasar kata berdiri adalah di diri. Verba berdiri terbentuk dari
morfem ber- dan morfem diri Prefiks ber- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata berdiri
merupakan verba yang dibubuhi prefiks ber-.

 Menanggung Dalam kalimat:


 Ratusan tahun mereka menanggung sakit hati. (hlm. 3) → data 16
 Aku tak dapat mengerti bagaimana anaksemuda itu menanggung cobaan sedemikian
berat sebagai simpai keramat. (hlm. 20) → data 178

Menanggung termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata menanggung adalah tanggung. Verba menanggung
terbentuk dari morfem me- dan morfem tanggung. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja.
Jadi, kata menanggung merupakan verba yang dibubuhi prefiks me.

 Membuat Dalam kalimat:


 Kini dimusuhi bangsa sendiri, dikhianati Belanda, dan dijauhi bangsa sendiri
membuat mereka curiga kepada siapa pun.(hlm. 3) → data 18
 Aku pemimpin pelarian ini, maka hanya aku yang berhak membuat perintah. (hlm.
12) → data 107
 Tindakan itu membuat air mataku mengalir semakin deras. (hlm. 20) → data 180
 Aku melirik benda itu dan aku makin pedih membayangkan dia membuat mainan itu
sendiri, juga memainkannya sendiri di tengah-tengah kadang tebu. (hlm. 21) → data
186
 Dengan bahan-bahan itu, dimintanya Mak Cik membuat kue dan kami yang akan
menjualnya. (hlm. 43) → data 379

Membuat termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata membuat adalah buat. Verba membuat terbentuk
dari morfem me- dan morfem buat Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata
membuat merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.

b. Infiks (Sisipan)

 Memantulkan

Dalam kalimat:

 Di satu bagian langit, matahari rendah memantulkan uap lengket yang terjebak
ditudungi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi. (hlm. 1) → data 1

Memantulkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan imbuhan gabung yaitu awalan me- dan akhiran -kan. Dasar kata
memantulkan adalah pantul. Bila salah satu imbuhan dari memantulkan dilesapkan, kata tersebut
masih memiliki makna gramatikal, yaitu memantul dan pantulkan.

 Dikalahkan

Dalam kalimat:

 Bau ikan busuk yang merebak dari peti-peti amis, di ruangan asing ini, sirna
dikalahkan oleh rasa takut. (hlm. 2) → data 2

Dikalahkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan simulfiks di-kan. Dasar kata dikalahkan adalah kalah. Bila salah satu
imbuhan dari dikalahkan dilesapkan, kata tersebut masih memiliki makna gramatikal,yaitu
kalahkan.

 Dimusuhi

Dalam kalimat:

 Kini dimusuhi bangsa sendiri, dikhianati Belanda, dan dijauhi bangsa sendiri membuat
mereka curiga kepada siapa pun.(hlm. 3) → data 18
Dimusuhi termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan simulfiks di-i. Dasar kata dimusuhi adalah musuh. Bila salah satu imbuhan
dari dimusuhi dilesapkan, kata tersebut masih memiliki makna gramatikal, yaitu musuhi.

 Dijauhi

Dalam kalimat:

 Kini dimusuhi bangsa sendiri, dikhianati Belanda, dan dijauhi bangsa sendiri membuat
mereka curiga kepada siapa pun.(hlm. 3) → data 18

Dijauhi termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan simulfiks di-i. Dasar kata dijauhi adalah jauh. Bila salah satu imbuhan dari
dijauhi dilesapkan, kata tersebut masih memiliki makna gramatikal, yaitu jauhi.

 melepaskan

Dalam kalimat:

 Tak segan, mereka melepaskan anjing untuk mengejar orang tak dikenal. (hlm. 3) →
data 19
 Aku melepaskan napas yang tertahan karena dia membalikkan tubuh,. (hlm. 5) → data
 Anak buahnya tak pernah ratusan pria yang bersarung yang hidup di perahu dan tak
pernah melepaskan badik dari punggungnya. (hlm. 11) → data 88
 Dia tak rela melepaskan biola itu. (hlm. 32) → data 269
 Arai melepaskan kuncinya dari tubuhku. (hlm. 41) → data 360

Melepaskan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan imbuhan gabung yaitu awalan me- dan akhiran -kan. Dasar kata
melepaskan adalah pantul. Bila salah satu imbuhan dari melepaskan dilesapkan, kata tersebut
masih memiliki makna gramatikal, yaitu melepas dan lepaskan.

 mengawasi

Dalam kalimat:

 Aku mengawasi sekeliling. (hlm. 3) → data 22

Mengawasi termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan imbuhan gabung yaitu awalan me- dan akhiran -i. Dasar kata memantulkan
adalah awas. Bila salah satu imbuhan dari mengawasi dilesapkan, kata tersebut masih memiliki
makna gramatikal, yaitu mengawas dan awasi.

 Berhubungan
Dalam kalimat:

 Pak Mustar menyandang semua julukan seram yang berhubungan dengan tata cara
lama untuk menegakkan disiplin.(hlm. 4) → data 31

Berhubungan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan imbuhan gabung yaitu awalan ber- dan akhiran -an. Dasar kata
berhubungan adalah hubung. Bila salah satu imbuhan dari berhubungan dilesapkan, kata tersebut
masih memiliki makna gramatikal, yaitu berhubung dan hubngan.

 Menegakkan

Dalam kalimat:

 Pak Mustar menyandang semua julukan seram yang berhubungan dengan tata cara
lama untuk menegakkan disiplin.(hlm. 4) → data 31

Menegakkkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan afiks gabung awalan me- dan akhiran -kan. Dasar kata menegakkan adalah
tegak. Bila salah satu imbuhan dari menegakkan dilesapkan, kata tersebut masihmemiliki makna
gramatikal, yaitu tegakkan.

 Membersihkan

Dalam kalimat:

 Dia menekan dengan gusar hardikan khasnya, menjilat telunjuknya itu untuk
membersihkan emblem namanya yang berdebu. (hlm. 5) → data 33

Membersihkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung
afiks yang ditandai dengan afiks gabung, yaitu awalan me- dan akhiran kan. Dasar kata
membersihkan adalah bersih. Bila salah satu imbuhan dari membersihkan dilesapkan, kata
tersebut masih memiliki makna gramatikal, yaitu bersihkan.

c. Sufiks (Akhiran)

 Lompati

Dalam kalimat:

 Lompati para-para itu! (hlm. 2) → data 9

Lompati termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan sufiks i-. Dasar kata lompati adalah lompat. Sufiks i- berfungsi membentuk kata
kerja. Jadi, kata lompati merupakan verba yang dibubuhi sufiks i-.
 Celingukkan

Dalam kalimat:

 Aku celingukkan ke kiri-ke kanan. (hlm. 6) → data 43

Celingukkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan sufiks -kan. Dasar kata celingukan adalah celinguk. Sufiks -kanberfungsi
membentuk kata kerja. Jadi, kata celingukkan merupakan verba yang dibubuhi sufiks –kan

 Keluarkan

Dalam kalimat:

 Tak buang tempo, segera kami keluarkan segenap daya pesona untuk menarik perhatian
putri-putri semenanjung itu. (hlm. 6) → data 4

Keluarkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan sufiks -kan. Dasar kata keluarkan adalah keluar. Sufiks -kanberfungsi
membentuk kata kerja. Jadi, kata keluarkan merupakan verba yang dibubuhi sufiks -kan.

 Selipkan

Dalam kalimat:

 Sebatang potlot yang kumal dia selipkan di daun telinga, penggaris kayu yang sudah
patah dia sisipkan di pinggang. (hlm. 19) → data 160

Selipkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan sufiks -kan. Dasar kata selipkan adalah selip. Sufiks -kan berfungsi membentuk
kata kerja. Jadi, kata selipkan merupakan verba yang dibubuhi sufiks -kan.

 Sisipkan

Dalam kalimat:

 Sebatang potlot yang kumal dia selipkan di daun telinga, penggaris kayu yang sudah
patah dia sisipkan di pinggang. (hlm. 19) → data 160

Sisipkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan sufiks -kan. Dasar kata sisipkan adalah sisip. Sufiks -kan berfungsi membentuk
kata kerja. Jadi, kata sisipkan merupakan verba yang dibubuhi sufiks -kan.

 Kumpulkan

Dalam kalimat:
 “Kumpulkan semua Ikal!” (hlm.34) → data 289
 Perlu diketahui, uang itu susah payah kami kumpulkan dengan berjualan tali purun, dan
untuk menebas purun harus berendam dalam rawa setinggi dada dengan risiko ditelan
buaya mentah-mentah. (hlm. 35) → data 305

Kumpulkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan sufiks -kan. Dasar kata kumpulkan adalah kumpul. Sufiks -kanberfungsi
membentuk kata kerja. Jadi, kata kumpulkan merupakan verba yang dibubuhi sufiks -kan.

 Masukkan

Dalam kalimat:

 “Masukkan ke dalam karung gandum!” (hlm. 34) → data 290

Masukkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan sufiks -kan. Dasar kata masukkan adalah masuk. Sufiks -kanberfungsi
membentuk kata kerja. Jadi, kata masukkan merupakan verba yang dibubuhi sufiks -kan.

 Ikuti

Dalam kalimat:

 Ikuti saja rencanaku, percayalah.. (hlm. 42) → data 372

Ikuti termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan sufiks -i. Dasar kata ikuti adalah ikut. Sufiks -i berfungsi membentuk kata kerja.
Jadi, kata ikuti merupakan verba yang dibubuhi sufiks -i.

d. Konfiks

 Menyedihkan

Dalam kalimat:

 Di sampingnya, Arai biang keladi kejahatan ini lebih menyedihkan. (hlm.2) → data 3

Menyedihkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks me-kan. Dasar kata menyedihkan adalah sedih. Bila salah satu
imbuhan dari menyedihkan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Menampakkan

Dalam kalimat:

 Arai menampakkan gejala yang selalu dialaminya ketika ketakutan. (hlm. 4) → data 27
Menampakkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks me-kan. Dasar kata menampakkan adalah tampak. Bila salah satu
imbuhan dari menampakkan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Menakutkan

Dalam kalimat:

 Bibirnya tipis, kulitnya putih, dan alisnya lebat menakutkan. (hlm. 4) → data 30

Menakutkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks me-kan. Dasar kata menakutkan adalah takut. Bila salah satu
imbuhan dari menakutkan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Ditakuti

Dalam kalimat:

 Dia suhu tertinggi perguruan silat Melayu yang ditakuti. (hlm. 4) → data 32

Ditakuti termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang
ditandai dengan konfiks di-i. Dasar kata ditakuti adalah takut. Bila salah satu imbuhan dari
ditakuti dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Berjatuhan

Dalam kalimat:

 Kancing-kancing itu berjatuhan. (hlm. 7) → data 56


 Tiga karung kertas yang berisi kapuk berjatuhan dari rak. (hlm. 40) → data 351
 Pemandangan semakin menakjubkan ketika Nyonya Deborah mematikan fan,lalu awan-
awan kecil itu berjatuhan, melayang-layang dengan lembut tanpa bobot. (hlm. 42) →
data 364

Berjatuhan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks ber-an. Dasar kata berjatuhan adalah jatuh. Bila salah satu
imbuhan dari berjatuhan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Berhamburan

Dalam kalimat:

 Segerombolan siswa, Arai dan Jimbron, semburat berhamburan ke berbagai arah.


(hlm.8) data 59
Berhamburan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks ber-an. Dasar kata berhamburan adalah hambur. Bila salah satu
imbuhan dari berhamburan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Menimbulkan

Dalam kalimat:

 Tukang parker tepana melihat ratusan sepeda yang telah dirapikannya susah payah,
rebah satu per satu persis permainan mendirikan kartudomino, menimbulkan kegaduhan
di pusat kota.(hlm. 9) data 69
 Lengkungan tadi melawan arah menimbulkan tendangan tenaga balik yang
memelintirgasing aneh itu dengan sempurna 360 derajat, berulang-ulang. (hlm. 21) →
data 19

Menimbulkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks me-kan. Dasar kata menimbulkan adalah timbul. Bila salah satu
imbuhan dari menimbulkan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal.

 Memedulikan

Dalam kalimat:

 Sebenarnya aku bisa langsung lolos jika tidak memedulikan panggilan sial ini.
(hlm/ 9)data 73

Memedulikan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks
yang ditandai dengan konfiks me-kan. Dasar kata memedulikan adalah peduli Bila salah satu
imbuhan dari memedulikan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna gramatikal

 Membingungkan

Dalam kalimat:

 Kami memasuki labirin gang yang membingungkan. (hlm. 10) → data 80

Membingungkan termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung
afiks yang ditandai dengan konfiks me-kan. Dasar kata membingungkan adalah bingung. Bila
salah satu imbuhan dari membingungkan dilesapkan, kata tersebut tidak memiliki makna
gramatikal.

2. Pengulangan (Reduplikasi)
a. Aliterasi
Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Hasil analisis
dalam novel Sang Pemimpi terdapat 1 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.

 Aku merasa tampan, aku merasa jadi pahlawan (SP, 14). Kalimat di atas dikategorikan
sebagai gaya bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang pada permulaan yang
sama bunyinya yaitu “aku”.

b. Anadiplosis

Anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau
frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi
terdapat 1 data gaya bahasa anadiplosis, yaitu sebagai berikut.

 Pemotongan pita peresmian SMA ini adalah hari bersejarah bagi kami orang Melayu
pedalaman, karena saat pita itu terkulai putus,… (SP, 6). Kalimat di atas dikategorikan
sebagai gaya bahasa anadiplosis karena ada kata yang digunakan atau menjadi kata
pertama pada kalimat berikutnya, yaitu kata “pita”

c. Epizeukis

Epizeukis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang
beberapa kali berturut-turut. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 3 data gaya
bahasa epizeukis, yaitu sebagai berikut.

 Dan yang paling sial adalah aku, selalu aku! (SP, 13). Kalimat di atas dikategorikan
sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang diulang dipentingkan
diulang berturut-turut, yaitu kata “aku”.
 agar tak memendam harap, ia terpuruk, terpuruk dalam sekali (SP, 81). Kalimat di atas
dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang diulang
dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “terpuruk”.
 Dan sampai di los kontrakan, melongok ke dalam kaleng celenganku yang penuh, penuh
oleh uang receh darah masa mudaku yang berapi-api perlahan padam (SP, 144). Kalimat
di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang
diulang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “penuh”.

d. Mesodiplosis

Mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Hasil
analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 3 data gaya bahasa mesodiplosis, yaitu sebagai
berikut.
 Jasamu yang tak kenal pamrih itu, ketulusanmu yang tak kasat mata itu(SP, 186).
Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa mesodiplosis karena terdapat repetisi
di tengah baris yaitu kata “tak”.
 aku jadi mendapat bahan untuk meledak Arai sepanjang waktu, sepanjang hidupnya
malah (SP, 234). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa mesodiplosis karena
terdapat repetisi di tengah baris yaitu kata “sepanjang”.
 Setiap bangun subuh aku berlari, tengah hari aku sebelum makan berlari, sepanjang sore
berlari, dan tak boleh tidur jika belum berlari (SP, 242).Kalimat di atas dikategorikan
sebagai gaya bahasa mesodiplosis karena terdapat repetisi di tengah baris yaitu kata
“berlari”.

e. Simploke

Simploke adalah gaya bahasa repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal atau akhir berbagai
baris kata atau kalimat secara berurutan. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 2
data gaya bahasa simploke, yaitu sebagai berikut.

 Aku merasa in charge. Aku pemimpin pelarian ini, maka hanya aku yang berhak
membuat perintah (SP, 19). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simploke
karena repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal yaitu kata “aku”.
 Aku melongok ke daasar peti, aku tak sanggup (SP, 19). Kalimat di atas dikategorikan
sebagai gaya bahasa simploke karena repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal
yaitu kata “aku”.

f. Anafora

Anafora adalah repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 14 data gaya bahasa anafora, yaitu
sebagai berikut.

 “Tak ada pengecualian, tak ada kompromi, tak ada kata belece, dan tak ada akses
istimewa untk mengkhianati aturan (SP, 9). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya
bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal
kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “tak”.
 Aku gugup bukan main saat pertama kali keluar kamar dengan gaya rambut Toni
Koeswoyo itu. Aku berdiri mematung di ambang pintu
 Tak ada satupun kota lain dapat menyamainya. Tak ada yang sebanding dengan Paris
(SP, 269). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi
yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya
yaitu kata “tak ada”.

3. Gaya Bahasa (Makna Kias)


 personifikasi

Personifikasi adalah bentuk gaya bahasa perbandingan yang menggambarkan benda-benda


mati atau yang tidak bernyawa seolah-olah berprilaku seperti manusia. Benda-benda yang tidak
bernyawa dilekatkan sifat-sifat insani (manusiawi). Adapun penggunaan gaya bahasa
personifikasi pada novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dapat dilihat pada data berikut ini.

 (144) Di berandanya, dahan-dahan bantan merunduk kuyu menekuri nasib anak-anak


nelayan yang terpaksa bekerja. (SP: 2)
 (145) Klakson sepeda motor dan kleningan sepeda sahut menyahut dengan jerit mesin-
mesin parut dan ketukan palu para tukang sol sepatu. (SP: 14)

 Hiperbola

Pengertian dari hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara
berlebih-lebihan saat sifat yang menekankan pernyataan hebat maupun meningkat kesan dan
pengaruhnya.

 (317) Dia mengejarku dan berusaha menjambak rambutku dengan tangan cakar
macamnya. (SP:7)
 (323) Klakson sepeda motor dan keleningan sepeda sahut- menyahut dengan jerit mesin-
mesin parut dan ketukan palu para tukang sol sepatu. (SP:14)

 Alusio

Alusio adalah acuan yang berusaha menyugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau
peristiwa. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 6 data gaya bahasa alusio, yaitu
sebagai berikut.

 Seorang laki-laki muda nanputih kulitnya, elok parasnya, Drs. Julian Ikhsan Balia, sang
Kepala Sekolah, juga guru kesusasteraan bermutu tinggi, di hari pendaftaran memberi
mereka pelajaran paling dasar tentang budi pekerti akademika (SP, 7).

Kalimat di atas dapat dikategorika sebagai gaya bahasa karena kata-kata di atas sudah
menggambarkan dan menerangkan ciri seseorang yaitu, Drs. Julia Ikhsan Balia.

 Metafora

Metafora merupakan suatu benruk gaya bahasa yang membantu seseorang pembicara atau
penulis melukiskan suatu gambaran yang jelas melalui komparasi atau kontras. Keraf (2009:
139) mengemukakan metafora sebagai perbandingan langsung tidak menggunakan kata: seperti,
bak, bagai, bagaikan, dan sebagai sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok
kedua. Artinya dua hal yang berbeda dibandingkan secara langsung tanpa kata pembanding.
Adapun penggunaan gaya bahasa metafora dalam Sang Pemimpi dapat diperhatiakan pada data
berikut ini.

 (173) Kedua bola matanya itu, sang jendela hati adalah layar yang mempertontonkan
jiwanya yang tak pernah kosong. (SP: 18)
 (174) Arai adalah sebatang pohon kara di tengah padang karena hanya tinggal dia sendiri
dari garis keturunan keluarganya. (SP. 20)
 Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting
untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata. Hasil analisis dalam novel Sang
Pemimpi terdapat 15 data gaya bahasa repetisi, yaitu sebagai berikut.

 Oh, aku melambung tinggi, tinggi sekali (SP, 14). Kalimat di atas dikategorikan sebagai
gaya bahasa repitisi karena ada perulangan kata yang dianggap penting yang memberi
penekanan pada sebuah konteks yang nyata yaitu kata “tinggi”

 Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama produk atau nama yang dikenal untuk
menggantikan sesuatu pada kalimat. Sehingga, yang menggunakan nama barang bagi sesuatu
yang lain berkaitan erat dengannya.

 (292) Jika menonton TVRI, kita biasa melihat orang seperti Arai meloncat-loncat di
belakang (SP:17)
 (293) Masa muda, masa yang berapi-api? Haji Rhoma Irama (SP:65)

 Smile

Smile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama
dengan yang lain. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 16 data gaya bahasa simile,
yaitu sebagai berikut.

 Di satu bagian langit, matahari rendah memantulkan uanp lengket yang terjebak
ditudungi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi (SP, 1).

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simile karena penggambaran langit pada
kalimat di atas sudah sangat jelas karena tersebut keadaannya adalah “gelap gulita

D.Analisis Stilistika Cerpen Yang Berjudul” Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Nafish
Dan “Kukila” Karya M. Aan Mansyur

1. Cerpen Robohnya Surau Kami


 Majas Simile

Gaya bahasa perbandingan yang ditemukan dalam cerpen Robohnya Surau Kami salah satunya
adalah majas simile, yang berasal dari kalimat : “Seluruh hidupnya bagai jadi meredup seperti
lampu kemerisikan sumbu”. Kalimat tersebut digolongkan kepada majas simile karena
menggunakan kata bagai dan seperti.

 Majas Metafora

Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini terlihat pada salah satu kalimat, misalnya
pada kalimat

“Sedangkan bibirnya membariskan senyum, serta matanya menyinarkan cahaya yang


cemerlang”. Majas tersebut mengandung mengenai makna kebahagiaan seseorang terhadap
sesuatu yang terjadi pada dirinya, melalui kalimat diatas mengandung arti ada sebuah
kebahagiaan yang ditunggu – tunggu.

 Majas Personifikasi

Majas personifikasi terlihat pada kalimat

“Kedamaian alam yang memagutnya tadi, serta merta terlempar jauh, terpelanting
remuk”. Majas personifikasi terdapat pada kata alam yang seakan – akan hidup seperti manusia.

 Majas Alegori

Majas alegori yang menyatakan dengan cara lain, kiasan atau penggambaran lain. Majas alegori
biasanya berbentuk cerita penuh dengan simbol moral.

 Majas Hiperbola

Majas hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih – lebihkan suatu peristiwa. Dalam salah satu
bagian mengandung kalimat bermajas hiperbola sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya
Surau Kami seperti berikut :

“ Api neraka tiba – tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh”. Majas


hiperbola dalam kutipan tersebut adalah kata – kata api neraka.

 Majas Litotes

Majas litotes terdapat pada gaya bahasa yang merendahkan diri atau tidak menyebutkan yang
sebenarnya. Gaya bahasa Litotes terdapat pada kalimat
“Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di
ujung jalan nanti Tuan temui sebuah surau tua”. Kata surau tua  termasuk pada majas
litotes pada cerpen, yang artinya adalah sebuah masjid di suatu perkampungan.

 Majas Sinekdoke

Pada salah satu judul cerpen yang bernama Dari Masa ke Masa terdapat dialog “Apa janji itu
beliau lakukan?” Tanya sobat saya yang bekas diplomat itu. Yang menjadi salah satu gaya
bahasa majas sinekdoke totem pro parte adalah kata – kata bekas diplomat.

 Majas Eufemisme

Terdapat pada salah satu cerpen yang berjudul Anak Kebanggan, yaitu : “Bila perlu, meski
dengan resiko besar, bangunkanlah kembali mahligai angan – angannya”.
Contoh majas eufemisme terletak pada kata “bangunkanlah kembali mahligai angan –
angannya”, yang berarti memberikan semangat kepada yang jiwa semangatnya sedang redup.

 Majas Asonansi

Salah satu gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami adalah contoh majas asonansi pada
cerpen Dari Masa ke Masa yaitu pada kalimat “Orang – orang muda lebih mudah
digembalakan”. Asonansi terlihat pada kata muda dan mudah.

 Majas Sinisme

Majas sinisme sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami terlihat pada kalimat
yang dinyatakan oleh tokoh aku  :

“…dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara
apa yang tak dijaga lagi”. Pernyataan itu adalah sebuah simbol untuk menunjukkan keadaan
masyarakat sekarang, untuk mengingatkan, menasehati atau mengejek pembaca dan masyarakat
secara umum.

2. Cerpen Kukila

 Majas Simile

Penggunaaan gaya bahasa perumpamaan atau simile dalam cerpen ini dapat dilihat dalam
kutipan berikut.

”Apakah masih tersisa kata-kata yang tajam seperti mata pisau?” (Mansyur, 2015:8).
 Majas Metafora

Penggunaan gaya bahasa metafora dalam kumpulan cerpen ini dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
”Kalian pergi ke kamar sambil memeluk tangis masing-masing”. (Mansyur, 2015:9)

 Majas Personifikasi

Penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam kumpulan cerpen ini dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
”Namun surat itu sudah berada di kotak berwarna senja yang terlalu menyedihkan”.
(Mansyur, 2015:7)

 Majas Alegori

Penggunaan gaya bahasa alegori dalam kumpulan cerpen ini dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
”Tanganku tidak kuat mencabutnya. Semakin aku menangis semakin hijaulah hutan-
hutan itu. Dan kalian, aku tidak tahu dimana beradanya”. (Mansyur, 2015:.15)
BAB III

PENUTUP
A.Kesimpulan

Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra.
Stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai
medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan
terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya. Terapan yang memfokuskan studinya
pada estetika bahasa dengan segala keunikan dan kekhasannya dalam berbagai karya, baik karya
satra, iklan, maupun wacana lainnya. Analisis stilistika biasanya dimaksudkan untuk
menerangkan sesuatu yang pada umumnya dalam dunia kesastraan untuk menerangkan
hubungan bahasa dengan fungsi artistik, dan maksudnya. Stalistika berada pada pertengahan
antara kutup seni dan kutup linguistik.[12] Stilistika nyaman berada pada posisi antara linguistik
dan kesastraan (Zyngier, 2001). Fitur stilistika (stylistic features) adalah fonologi, sintaksis,
leksikal, dan retorika (rhetorical) yang meliputi karaktertistik penggunaan bahasa figuratif,
pencitraan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Aggie,Mhd,S.S.M.Hum.2013.Stilistika,Menyimak Gaya Kebahasaan Sastra.Medan: Halaman
Moeka

Awi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai
Pustaka.

Angkat, Harrison. 1996. “Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak” (Skripsi). Medan: FakultasSastra
Usu

Andrea, Hirata. 2011. Sang Pemimpi. Jakarta: Bentang. Departemen Pendidikan Nasional.
2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).Jakarta: Balai Pustaka

Herwanto. 2009. “Kategori Verba pada Harian Analisa” (skripsi). Mdan: Fakultas Sastra Usu

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
LAMPIRAN

PUISI

Baik, baik aku akan menghadap Dia

Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang lagi aku

Nanti darahku jadi beku.

Jangan lagi kau bercerita

Sudah bercacar semua di muka

Nanah meleleh dari luka

Sambil berjalan kau usap juga.

Bersuara tiap kau melangkah

Mengerang tiap kau memandang

Menetes dari suasana kau datang

Sembarang kau merebah.

Mengganggu dalam mimpiku

Menghempas aku di bumi keras

Di bibirku terasa pedas

Mengaum di telingaku.

Baik, baik aku akan menghadap Dia

Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang lagi aku

Nanti darahku jadi beku.


Novel 1

“Sang Pemimpi’ Karya Anderea Hirata

Novel Sang Pemimpi mengisahkan tentang suatu kehidupan tiga orang anak Melayu Belitong
yakni Ikal, Arai, dan Jimbron yang sarat dengan tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan
yang memesona sampai-sampai kita bakal percaya bakal adanya tenaga cinta, percaya pada
kekuatan mimpi dan dominasi Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berusaha demi menuntut ilmu di
SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka bermukim di di antara los di
pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli

ngambat guna tetap hidup seraya belajar. Ada Pak Balia yang baik dan bijaksana, beliau seorang
Kepala Sekolah sekaligus melatih kesusastraan di SMA Negeri Bukan Main, dalam novel ini pun
ada Pak Mustar yang paling antagonis dan ditakuti siswa, beliau pulang menjadi galak sebab
anak pria kesayangannya tidak diterima di SMA yang dirintisnya ini. Sebab NEM anaknya ini
tidak cukup 0,25 dari batas minimal.

Bayangkan 0,25 kriterianya 42, NEM anaknya melulu 41,75. Ikal, Arai, dan Jimbron pernah
dihukum oleh Pak Mustar sebab telah menyaksikan film di bioskop dan ketentuan ini larangan
untuk siswa SMA Negeri Bukan Main. Pada apel Senin pagi mereka barisnya dipisahkan, dan
mendapat hukuman berakting di lapangan sekolah serta mencuci WC. Ikal dan Arai bertalian
darah. Nenek Arai ialah adik kandung kakek Ikal dari pihak ibu,ketika ruang belajar 1 SD ibu
Arai wafat dan ayahmya pun wafat saat Arai ruang belajar 3 sampai-sampai di dusun Melayu
dinamakan Simpai Keramat. Sedangkan Jimbron bicaranya gagap sebab dulu bareng ayahnya.

Kisah dalam novel ini dibuka dengan kehidupan figur ikal di Belitong pada ketika ia masih
SMA. Ia bareng saudara jauhnya yaitu Ikal menjalani masa SMA yang mengasyikkan meski
berat karena tuntutan ekonomi menciptakan mereka dewasa sebelum waktunya. Bagi tetap
besekolah dan hidup, dua-duanya bekerja sebagai kuli di suatu pelabuhan ikan. Waktu kerja
mereka pagi-pagi sekali sehingga masa-masa sekolah tidak terganggu. Kegigihan mereka pada
kesudahannya terbayar ketika mereka dewasa kelak. Ikal sendiri sukses mendapatkan gelar
sarjana ekonomi dari Universitas Indonesia, sedangkan Arai yang pada kesudahannya kuliah di
Kalimantan, menjadi seorang berpengalaman biologi.

Di samping Ikal dan Arai, ada figur sentral berbeda dalam novel Sang Pemimpi ini. Ia ialah
Jimbron. Ia sendiri ialah anak yatim piatu yang diceritakan dirawat oleh seseorang yang nama
Geovanny. Ia berwajah bayi dengan tubuh gembur. Pemikirannya lurus, ingin naïf dan polos.
Jimbron sangat menyenangi kuda dan tahu seluk beluk fauna tangkas tersebut. Jimbron menjadi
perekat hubungan Ikal dan Arai, oleh karena keluguannya, ia gampang disayangi dan mendapat
simpati. Persahabatan mereka pun tentang bagaimana mengayomi Jimbron. Namun, selepas
SMA, ketiga kawan ini berpisah. Mereka bertolak belakang rute dan diceraikan kota.
Ada tidak sedikit tokoh penolong lainnya dalam kisah ini antara beda Pak Mustar, Pak Drs.
Julian Ichsan Balia, Nurmalala, Lakshmi, Taikong Hamim, Bang Zaitun dan masih tidak sedikit
lagi lainnya. Kesemua figur ini mengecat dinamika perjuangan Arai pun Ikal meraih mimpi.
Novel ini unik dengan bahasa yang tentu rapi khas Andrea Hirata. Meski memang tak
sefeonomenas Laskar Pelangi, tetapi Sang Pemimpi ini seperti suatu “penuntasan” dari apa yang
dikosongkan Laskar Pelangi. Sama seperti kisah tetralogi lainnya, ketika Anda membaca buku
kesatu, maka seyogyanya Anda pun menuntaskkan novel lanjutannya.

Cerpen 1

“Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis

Cerpen ini menceritakan tentang kisah tragis kematian Kakek penjaga surau di kota kelahiran
tokoh utama itu. Dia - si Kakek, meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah
mendapat cerita dari Ajo Sidi-si Pembual, tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun
pekerjaan sehari-harinya beribadah di Masjid, persis yang dilakukan oleh si Kakek.

Haji Soleh dalam cerita Ajo Sidi adalah orang yang rajin beribadah, semua ibadah dari A sampai
Z ia laksanakan semua, dengan tekun.Tapi, saat "hari keputusan", hari ditentukannya manusia
masuk surga atau neraka, Haji Soleh malah dimasukkan ke neraka. Haji Soleh memprotes Tuhan,
mungkin dia alpa pikirnya. 

Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka dijelaskanlah alasan dia masuk neraka, "kamu tinggal di
tanah Indonesia yang mahakaya raya,tapi, engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu
teraniyaya semua. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tetapi kau malas. Kau lebih suka
beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang." 

Merasa tersindir dan tertekan oleh cerita Ajo Sidi, Kakek memutuskan bunuh diri. Dan Ajo Sidi
yang mengetahui kematian Kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan
tujuh lapis untuk Kakek, lalu pergi kerja

Cerpen 2

“Kukila” Karya M.Aan Mansyur

Nak, dua hal aku benci dalam hidup; September dan pohon mangga. September tidak pernah
mau beranjak dari rumah. Betah. Ia sibuk meletakkan neraka di seluruh penjuru. Di ruang tamu.
Di ranjang. Di meja makan. Bahkan di dada. Batang pohon mangga tetap selutut persis prasasti
batu. Ia berdiri mengekalkan dosa-dosa  dan dosa adalah pemimpin yang baik bagi penyesalan-
penyesalan. Kukila adalah perempuan itu, yang membenci September dan pohon mangga.
Hidupnya didera rasa bersalah yang besar, kepada mantan suaminya, mantan kekasihnya, dan
anak-anaknya. Kepada suratlah dia berbicara dan kepada pohon-pohonlah dia menyembunyikan
masa lalu, karena rahasia, konon, akan hidup aman dalam batang-batang pohon.
Selain “Kukila (Rahasia Pohon Rahasia)”, didalam buku ini ada lima belas cerita pendek lain,
dikisahkan dalam kata-kata Aan Mansyur yang manis, bersahaja, kadang sedikit menggoda.

Tentu saja saya suka membaca karya-karya Aan Mansyur. Pengarang ini pintar menciptakan
misteri cerita, kemudian mengurainya dengan cara yang menyeret pembaca untuk ikut mengalir
sampai akhir. Jangan lupa, bagaimanapun Aan seorang penyair. Di sana-sini muncul jalinan
kata-kata bernapaskan puisi yang tidak jarang membuat bahasa ceritanya lebih berbunyi.

Anda mungkin juga menyukai