Dosen Pengampuh :
Muhammad Ilham, M.Pd
Disusun oleh :
Kelompok 3
Hasriani : 1740602106
Robynson : 1740602094
Risen : 1740602108
Segala puji dan syukur kehadirat allah swt yang telah melimpahkan rahmatnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Teori Kritik
Sastra Indonesia Periode Akademik”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Mata
Kuliah Kritik Sastra Yang telah menugaskan kami untuk mengerjakan makalah ini.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan teman -
teman tentang Teori Kritik Sastra Indonesia Periode Akademik. Saran dan kritikan dari
teman – teman sanggat kami terima untuk menyempurnakan makalah ini.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan ........................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra selalu mengalami perkembangan yang pesat, terlihat dari sastrawan yang
ssemakin banyak menghasilkan karya sastra. Perkembangan karya sastra ditandai dengan
periode – periode, angkatan – angkatan dan ilmu – ilmu sastra yang berkembang. Salah
satu ilmu sastra yang berkembang adalah ilmu kritik sastra. Ilmu kritik sastra yang
muncul dari barat telah masuk keindonesia dan melengkapai dunia sastra. Ilmu kritik
sastra pun berkembang sesuai dengan pandangan para ahli. Dalam hal ini, para ahli
mempunyai pandangan yang berbeda.
Ilmu kritik sastra melengkapi dunia kesusastraan, keberadaanya yang semula
tidak mendapat respon baik dari kalangan sastrawan, kemudian dapat
dipertangungjawabkan, bahkan menjadi saran untuk sastrawan. Maka mengritik pun
dibebaskan. Namun harus sesuai dengan kaidah. Ilmu kritik sastra dengan berbagai
perbedaan pandangan atau yang sering disebut dengan aliran. Artinya dalam mengritisi
sebuah karya sastra atau sastrawan dapat dinilai dari segi kekeurangan maupun
kelebihannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori yang digunakan dalam kritik sastra periode akademik?
2. Siapa saja tokoh yang terdapat dalam kritik sastra periode akademik?
3. Bagaimana perkembangan teori – teori pada kritik sastra periode akademik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori yang digunakan dalam kritik sastra periode akademik.
2. Untuk mengetahui tokoh – tokoh yang terdapat pada kritik sastra periode
akademik.
3. Untuk mengetahui perkembangan teori pada kritik sastra periode akademik.
1
BAB II
PEMBAHASAAN
2
Sosiologi sastra menurut Wallek & Warren, terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1) Sosiologi karya: isi karya, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya tersebut
dan berkaitan dengan masalah sosial.
2) Sosiologi Pengarang: latar belakang pengarang, status sosial, dan ideologi
pengarang.
3) Sosiologi Pembaca: mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya
terhadap masyarakat.
Seorang ahli sosiologi sastra, Ian Watt (melalui Damono, 1978) membuat hubungan
timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat. Oleh sebab itu telaah sosiologis
suatu karya sastra akan mencakup tiga hal:
1) Konteks sosial pengarang, yaitu yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan
kaitannya denga masyarakat pembaca, termasuk didalamnya faktor-faktor sosial
yang bisa mempengaruhi si pengarang dan isi karya sastra yang diciptakannya.
2) Sastra sebagai cermin masyarakat, yaitu melakukan penelaah terhadap penilaian
sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat.
3) Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai seberapa jauh nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial dan sampai sejauh pula sastra berfungsi sebagai alat
penghibur dan pendidikan bagi masyarakat pembaca.
Semi (1984: 62) mengungkapkan bahwa para kritikus sastra yang menilai hasil-hasil
sastra dengan pendekatan sosiologi harus mempertimbangkan: 1) apakah pengarang
dalam mengungkapkan segi-segi kemasyarakatan dilakukan dengan cara yang mampu
membuat pembaca berkontemplasi; 2) kritikus melihat sejauh mana pengarang dapat
menjalin dokumentasi sosialnya sehingga menjadi suatu karya yang mempunyai nilai seni
dan kemasyarakatan. Berikut adalah penggalan contoh analisis sosiologi sastra terhadap
novel Bilangan Fu karya Ayu Utami dikaji dengan sosiologi sastra. Dari contoh tersebut
dapat diketahui bahwa penulis mengangkat realitas kepercayaan masyarakat Jawa
terhadap hal-hal yang tidak tampak (ghaib).
3
C. Kritik Resepsi Sastra
Karya sastra adalah artefak, benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi
objek estetik (Teeuw, 1984: 191) apabila diberi arti oleh manusia pembaca mengenai
artefak peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog.
Menurut Junus (1985: 1), resepsi sastra dimaksudkan bagaimana ‘pembaca’
memeberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan
reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasif. Atau mungkin
mungkin juga bersifat aktif. Dengan resepsi sastra terjadi suatu perubahan (besar) dalam
penelitian sastra yang berbeda dari kecendrungan yang biasa selama ini. Teori estetika
resepsi pada awal kemunculannya di pelopori oleh dua ahli dari jermanyakni H.R Jausss
dan Wolfgang Iser. Hal inilah yang kemudian secara garis besar membedakan teori
estetika resepsi menjadi dua golongan, yaitu pertama, resepsi yang mempelajari
penerimaan pembaca sejak kemunculan karya sastra hingga kini. Teori ini
mempriorotaskan tanggapan pembaca dari waktu kewaktu sehingga bersifat resepsi
historis/kesejarahan (teori resepsi Jauss), kedua teori respsi yang memfokuskan pada
tanggapan pembaca secara umum terhadap teks serta hubungan teks dengan pembaca
dalam konteks individual.
Resepsi sastra pragmatik, tanggapan pembaca terhadap karya sastra yang meliputi:
1) Tanggapan pasif (pemahaman) hanya membaca, memahami dan menikmati
pembacaan tersebut tanpa memberikan tanggapan atau menuliskan kembali
mengenai apa yang telah dibacanya.
2) Tanggapan aktif (menghasilkan karya tulis) setelah melakukan pembacaan,
menuliskan kembali mengenai apa yang telah dibacanya atau menghasilakan
karya berupa tangapan – tanggapan, baik dari segi kekuranga – kekurangan
maupun kelebihan karya yang telah dibacanya tersebut.
Dalam menginterpretasikan karya sastra, terdapat dua ”sumber” pengetahuan,
yaitu pengetahuan dari teks (yang disediakan oleh teks), dan pengetahuan yang ada pada
peneliti yang memungkinkannya mengadakan interpretasi (Junus, 1985: 25).
Respsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan
mempertimbangkan pembaca selaku memberi sambutan atau tanggapan. Secara definitif
4
resepsi sastra berasal dari kata recipare (Latin), reception (Inggris), yang diartikansebagai
penerimaan atau penyambutan pembaca.
D. Kritik Stilistika
Chavtik mengemukakan bahwa stilistika merupakan kajian yang menyikapi bahasa dalam
teks sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistika yang menyikapi bahasa dalam teks
sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik (Aminuddin,1995: 22).
(Aminuddin,1995: 46) sendiri mengartikan stilistika sebagai studi tentang cara pengarang
dalam menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan.
Menurut Junus (1988: ix-xi) stilistika adalah tentang style atau gaya.
E. Kritik Feminis
Pandangan feminis yaitu mengiginkan adanya keadilan dalam memandang
eksistensi perempuan. Bhasin dan Khan (1995:4) menyatakan bahwa feminism tidak
mengambil dasar konseptual dan teoretisnya dari suatu rumusan teori tunggal. Oleh
karena itu, tidak ada definisi abstrak yang khusus tentang feminisme yang dapat
diterapkan bagi semua perempuan pada segenap waktu.
Senada dengan pernyataan Bhasin dan Khan tersebut, Fakih (1996: 79) mengungkapkan
bahwa feminism bukan merupakan suatu pemikiran atau aliran yang tunggal, melainkan
terdiri atas pelbagi ideology, paradigma serta teori yang dipakai oleh masing-masing.
Meski gerakan feminis datang dengan analisis dan dari ideology yang berbeda-beda,
tetapi pada umumnya mereka mempunyai kesamaan kepedulian, yaitu memperjuangkan
nasib kaum perempuan.
Menurut Goefe (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 18), feminism ialah teori
tentang kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan
sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangakan hak-hak serta kepentingan
perempuan. Sementara itu, Humm, feminism merupakan ideology pembebasan
perempuan karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa
perempuan mengalami ketidakadilan yang disebabkan oleh jenis kelaminnya. Lebih
lanjut, Humm menyatakan bahwa feminism menawarkan berbagai analisis mengenai
penyebab dan pelaku dari penindasan perempuan.
5
Feminisme mampu memberikan pilihan kepada perempuan, sehingga feminisme
tidak memaksakan serangkaian belenggu baru sebagai ganti belenggu-belenggu lama
kepada perempuan. Menurut Bhasin dan Khan (1995: 32-33). Femenisme bukanlah
upaya untuk menggariskan apa yang harus atau tidak harus dilakukan oleh perempuan.
Bhasin dan Khan menyatakan bahwa kaum feminis berjuang demi munculnya suatu
masyarakat di mana perempuan memiliki kebebasan memilih, tidak dipaksa menjadi ibu
rumah tangga, tidak didorong untuk melakukan peranan yang Khas”feminine”serta
pekerjaan”feminine” dengan upah rendah, dan diperlakukan dengan hormat.
Ratna (2004:184) menyatakan bahwa tujuan gerakan feminis adalah
keseimbangan, interelasi gender. Lebih lanjur, Ratna menyatakan bahwa gerakan feminis
menolak segala sesuatu yang demarginalisasikan, disubprdinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan dominan, baik dalam bidang polotik dan ekonomi, maupun kehidupan sosial
pada umumnya. Berikut merupakan contoh kajian atau keritik dengan teori feminis
terhadap novel Dwilogi Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.
F. kritik semiotik
Semiotika berasal dari bahasa Yunani”semeion” adalah studi tentang tanda dan
segala yang berhubungan dan pengkajian tentang tanda, seperti system tanda dan proses
yang berlaku bagi penggunaan tanda yang memungkinkan tanda mempunyai makna.
Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman,
pikiran, prasaan, gagasan, dan lain-lain.
6
sendiri merupakan system semiotika tingkat pertama yang sudah memiliki arti leksikal
sebelum di terapkan pada karya sastra. Bahasa dalam karya satra merupakan system
semiotika tingkat kedua yang maknanya di tentukan berdasarkan konvensi sastra
(Pradopo, 2007:122).
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, studi sastra (ilmu sastra) mencangkup
ttiga bidang, yakni teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Kritik sastra dapat
diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan
analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap kritik sastra.
Pada Periodisasi Kritik Sastra Indonesia. Kritik sastra dibagi menjadi dua, yaitu
teori kritik sastra Indonesia periode non akademik dan teori kritik sastra Indonesia
periode akademik. Kritik sastra akademik disebut juga kritik ilmiah. Sesuai dengan
sifat ilmiah yang ingin menerangkan segala sesuatu sejelas – jelasnya, kritik ilmiah pun
bertujuan untuk menerangkan karya sastra sejelas mungkin, untuk dapat mengungkap
kan makna karya sastra semaksimal mungkin. Berikut adalah beberapa teori yang
digunakan dalam kritik ilmiah/akademik antara lain yaitu, Kritik Sosiologi Sastra
(Mimetik), Kritik Resepsi Sastra, Kritik Stilistika, Kritik Feminis, dan Kritik
Semiotika.
B. Saran
Bagi pembaca semoga makalah ini bisa menjadi panduan ataupun sumber
makalah untuk proses pembelajaran, baik dilingkungan kampus maupun di luar
kampus.
8
DAFTAR PUSTAKA
Setyami, Inung. 2018. Kritik Sastra. Jamber : Penerbit Pustaka Abadi.