Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEORI KRITIK SASTRA

(ALIRAN NEW CRITICISM)

OLEH

AINUM FITRI SULISTIA : F041171003


NUR IFTITAH : F041171005
RAODAH NUR : F041171523
EUREKA ANABELLA ABBAS F21116331

SASTRA INGGRIS
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “New Criticism ”

Makalah ini berisikan tentang informasi kajian sastra atau yang lebih khususnya membahas
sebuah rangkuman atau pun pendekatan dalam sastra. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Teori Kritik Sastra khususnya Aliran New
Criticism. Dan kiranya dapat memenuhi nilai tugas mata kuliah THE THORY OF
LITERATURE sesuai dengan yang diharapkan.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana
ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini

kami mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua
pihak mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.

Makassar, 07 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………………...

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………

DAFTAR ISI.............................................................................................................…………

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................………….

A. LATAR BELAKANG...................................................................................…………..
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................…………..
C. TUJUAN MAKALAH
........................................................................................................................
…………...

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................………….

1) ........................................................................................................................…………..
2) ........................................................................................................................…………..

BAB III PENUTUP..................................................................................................………….

A. KESIMPULAN..............................................................................................………….
B. SARAN..........................................................................................................………….

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kritik sastra merupakan salah satu cabang dari ilmu sastra. Kritik sastra
menganalisis teks karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk
karya sastra, baik yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik adalah karangan
yang menguraikan tentang pertimbangan baik atau buruk suatu karya sastra. Kritik
biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis.
Tujuan kritik sastra bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan,
kebenaran dan kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi
mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra tertinngi dan mengapresiasi
karya sastra secara lebih baik. Tugas kritik sastra adalah menganalisis, menafsirkan,
dan menilai suatu karya sastra. Kehadiran kritik sastra membuat sastra yang
dihasilkan berikutnya menjadi lebih baik dan berbobot karena kritik sastra akan
menunjukkan kekurangan sekaligus memberikan perbaikan.
Ada banyak jenis-jenis aliran kritik sastra, salah satunya adalah aliran menurut
objek kritiknya. Dalam aliran ini kritik sastra dapat menjadikan puisi, prosa, atau
drama sebagai objeknya.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang dimaksud dengan New Criticism?
2) Kapan dan dimanakah aliran ini mulai diperkenalkan?
3) Siapakah yang memperkenalkan teori ini?
4) Apa yang menjadi ciri khas dari teori ini?
5) Apa saja prinsip-prinsip dari teori ini?
6) Bagaimana cara kerja aliran ini?
7) Apa saja kelebihan dari teori ini?
8) Apa saja kelemahan dari teori ini?
C. TUJUAN MAKALAH
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan New Criticism.
2) Untuk mengetahui kapan dan dimanakah teori ini mulai tersebut
diperkenalkan.
3) Untuk mengetahui siapakah yang memperkenalkan teori ini.
4) Untuk mengetahui apa yang menjadi ciri khas dari teori ini.
5) Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip dari teori ini.
6) Untuk mengetahui apa saja kelebihan dari teori ini.
7) Untuk mengetahui apa saja kelemahan dari teori ini.
BAB II

PEMBAHASAN

1) New Criticism
New Criticism adalah kritik sastra di Amerika Serikat antara tahun 1920-1960,
mengarahkan perhatian kepada karya sastra sendiri (ergosentris), lepas dari pengaruh
pengarangnya (intentional fallacy), riwayat terjadinya serta dari pendapat pembaca (affective
fallacy) dan kaum kritisi (heresy of paraphrase), (Hartoko, 1986:94). Aliran ini sangat
berpengaruh di Amerika Serikat. Aliran ini sepakat bahwa hanya dengan menganalisis
susunan dan organisasi ( struktur) sebuah karya sastra, dapat diperlihatkan karya seni itu
menurut arti yang sesungguhnya. Di Amerika Serikat aliran ini berkembang, tokoh-tokohnya
David Daiches, I.A. Richards, Renne Wellek dan Austin Warren, Alan Tate, T.S. Eliot,
Cleant Brook dan lain-lain (Teeuw, 1984: 133-134).
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap kritik sastra sebelumnya (Romanticism)
yang terlalu terfokus pada aspek-aspek kehidupan dan psikologi pengarang serta sejarah
sastra. Aliran ini menentang pendekatan sastra historis dan biografik serta kritik
impresionistik. Para penganut (Adherent) New Ctitics menuduh ilmu dan teknologi
menghilangkan nilai perikemanusiaan dari masyarakat dan menjadikannya berat sebelah.
Menurut mereka ilmu (science) tidak memadai dalam mencerminkan kehidupan manusia.
Sastra dan terutama puisi merupakan jenis pengetahuan lewat pengalaman (experimental
knowledge) yang dapat mengungkapkan situasi manusia dengan lebih sempurna. Tugas kritik
sastra adalah memperlihatkan dan memelihara pengetahuan yang khas, unik dan lengkap
seperti yang ditawarkan kepada kita oleh sastra agung (pengarang). (Luxemburg, dalam
Hartoko, 1988: 52-54).
Aliran New Criticism berpengaruh dalam dunia sastra di Amerika serikat semenjak
tahun dua puluhan sampai dengan tahun enam puluhan. New Criticsm memandang bahwa
teks sastra sebagai suatu sistem, suatu struktur yang utuh, sehingga sastra harus didekati
melalui struktur. Sebagai suatu sistem/struktrur karya sastra dibangun oleh komponen-
komponen teks sastra yang saling berkaitan satu sama lain membentuk suatu bentuk makna.
Sebagai struktur yang otonom maka karya sastra harus dipahami secara intrinsik, lepas dari
latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis. Unsur-unsur yang membangun teks
sastra dan kaitannya dalam membentuk sistem inilah yang dibicarakan dalam pendekatan
ini.
Aliran New Criticsm berpendapat bahwa karya sastra merupakan kesatuan yang telah
selesai, sebuah gejala estetik yang bersifat objektif. Sastra sangat terhindar dari sifat
subyektif. Menurut Wimsatt (dalam Hartoko, 1989:52) sajak jangan dicampurbaurkan dengan
kesan (affect ) yang diperoleh oleh pembaca: bila kita mengikuti affect fallacy itu, maka kita
terjerumus dalam kritik subyektivitas dan impresionis. New Criticism Amerika berorientasi
pada struktur dengan totalitasnya, lebih banyak berorientasi pada isi, baik terhadap adanya
ambiguitas, ironi, maupun kajian baru model Pike dan Becker yang berusaha menerapkan
ilmu bahasa dan ilmu sastra dalam rangka melaksanakan telaah sastra (Aminuddin,1987:53).
Sekalipun para new criticism tidak selalu kompak, mereka sepakat dalam memandang
karya sastra sebagai sebuah kesatuan organik yang telah selesai, sebuah gejala estetik yang
telah melepaskan kondisi subjektifnya pada saat karya itu diselesaikan. Hanya dengan
menganalisis susunan dan organisasi sebuah karya sastra, dapat diperlihatkan inti karya seni
itu menurut arti yang sesungguhnya. Menurut T.S. Eliot, sebuah puisi pertama-tama adalah
puisi, bukan sesuatu yang lain, suatu objek yang otonom dan lengkap.
Para new criticism menganggap berbagai model kritik yang berorientasi kepada
aspek-aspek di luar karya sastra sebagai suatu kesalahan besar. Orientasi kepada maksud
pengarang disebut sebagai suatu penalaran yang sesat. Makna sebuah puisi juga jangan
dikacaukan dengan kesan yang diperoleh pembaca karena kita dapat terjerumus dalam
struktur sintaksis dan semantiknya. Untuk mengetahui arti itu kita harus mempergunakan
pengetahuan kita mengenai bahasa dan sastra. Sejauh hidup pengarangnya dapat
dipergunakan sejauh dapat menerangkan makna kata kata khusus yang dipergunakan dalam
karyanya. Selain itu, pemahaman terhadap konteks penggunaan bahasa sangat ditekankan.
Menurut mereka, komponen dasar karya sastra, baik lirik, naratif, maupun dramatik
adalah kata-kata, citraan/imagi, dan simbol-simbol, bukan watak, pemikiran ataupun plot.
Elemen-elemen linguistik ini sudah diorganisasikan di seputar sebuah tema sentral dan
mengandung tensi atau maksud, ironi dan paradoks dalam strukturnya yang merupakan
muara pertemuan berbagai impuls dan kekuatan yang berlawanan. Pandangan-pandangan
kaun new critics, bagaimanapun tetap berguna karena mermpertajam pengertian kita terhadap
puisi yang terkadang sukar dipahami. Meskipun demikian, pendangan mereka terlalu
mengutamakan puisi daripada jenis sastra lainnya menyebabkan teori sastra mereka
dipandang kurang utuh. Mereka juga menyadari bahwa tidak hanya the words on the page
yang mengemudikan tafsiran mereka melainkan juga cita-cita dan praduga-praduga mereka
telah ikut berperan di dalamnya (Van Luxemburg dkk. 1986: 54).

2) Ciri khas aliran New Criticism


Dasar gagasan New Criticism adalah konsep tentang strukturalisme yang tidak dapat
dilepaskan dari teori psikologi. Jean Piaget memberi tiga macam ciri struktur, (1) gagasan
menyeluruh, (2) koherensi interinsik, (3) gagasan tranformasi yang memungkinkan
pembentukan penafsiran baru, (4) gagasan diri yang berarti bahwa struktur itu bersifat
otonom. (Hawkes, 1977:141).
Roland Barthes (dalam Damono, 1979:40-49). Menyebutkan ciri khas pendekatan ini
yaitu (1) perhatian tertuju kepada keseluruhan pada totalitas, (2) tidak hanya menelaah
struktrur permukaan (lahir), tetapi juga struktrur batin, (3) structural bersifat anti kausal, yaitu
tidakmenyangkut karya sastra dengan sesuatu yang lain. Selanjutnya Propp (dalam Teeuw,
1984:64) mengatakan bahwa ada hubungan yang bersifat timbal balik antara unsur
strukturyang satu dengan unsur yang lainnya dalam keseluruhan struktrur.
Maren Griscbach memberikan tiga karakteristik struktur, yakni: (1) dalam struktur
ada saling hubungan unsur-unsur sebuah karya sastra yang merupakan suatu sistem interaksi
antara unsur-unsur pembentuknya, (2) dalam struktur ada suatu yang abstraks yang
menyatukan hal-hal yang berbeda untuk memperoleh hukum universal, (3) struktur tidak
menyangkut tinjauan historis (Junus,1985:17).

3) Prinsip-prinsip aliran New Criticism


Teeuw (1984: 123) menyebut prinsip struktur yakni: kesatuan, keseluruhan,
kebulatan, dan keterjalinan (Wholeness, unity, complexity,coherence). Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa unsur-unsur dalam suatu struktur tersebut membentuk suatu totalitas dan
bahwa antara unsur-unsur dalam suatu struktur tersebut terdapat saling jalin-menjalin makna.
Makna salah satu unsur ditentukan oleh unsur lainnya dan juga ditentukan oleh makna
totalitasnya. Unsur-unsur tersebut membentuk kesatuan yang utuh dan bulat artinya kesatuan
yang unsure-unsurnya masih nampak. Prinsip yang mendasari teknik analisis New Critcism
adalah (1) struktur bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail
dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan unsur-unsur karya sastra yang membentuk
makna menyeluruh, (2) struktur tidak menjumlahkan unsur-unsur, (3) struktur berusaha
menyemantikkan hubungan struktur yang ada dalam puisi. Hubungan struktur ini biasa
ditandai dengan hubungan kohesif baik pada tingkat struktur morfologis, struktur sintaksis
maupun struktur semantik dan (4) struktur menganggap bahwa keseluruhan makna karya
sastra berada pada keterpaduan struktur total.

4) Cara kerja aliran New Criticism


Kendati pemikir dan praktisi new criticism banyak, dan diantara mereka pasti ada
silang pendapat, pada hakikatnya cara kerja mereka sama, yaitu:
 Close reading
Yakni mencermati karya sastra dengan teliti dan mendetailkalau perlu baris
demi baris, kata demi kata, dan kalau perlu sampai ke akarakar katanya. Tanpa close
reading, bagian-bagian kecil puisi munkin akan terlepas dari pengamatan, padahal,
semua bagian, sekecil apa pun, akan merupakan bagian yang tidak munkin dipisahkan
dari puisi yang wellwrought. Begitu sebuah detail puisi ditemukan tidak mempunyai
makna dan tidak mempunyai fungsi, maka mutu estetika puisi ini tidak mungkin
dijamin.
 Empiris
Yakni penekanan analisis, ada observasi, bukan pada teori. Tokohtokoh new
criticism memang pernah menyatakan bahwa new criticism adalah sebuah teori satra,
namun karena new criticism mempunyai cara kerja sistematis sebagiamana halnya
para teori-teori satra lain, maka new criticism mau tidak mau diakui sebagai sebuah
teori sastra. Dalam sejarah teori dan kritik sastra, new criticism selalu menempati
urutan pertama.
 Otonomi
a. Karya satra adalah sesuatu yang mandiri dan berdiri sendiri, tidak tergantung pada
unsur-unsur lain, termasuk kepada penyair/penulisnya sendiri
b. Kajian satra adalah sebuah kajian yang mandiri dan berdiri sendiri, tidak
tergantung pada kajian-kajian lain, seperti sejarah, filsafat, biografi, psikologi, dan
sebagainya.
Otonomi merupakan ciri khas mutlak kajian intrinsik. Kendati teori-teori
berikut tidak tertutup kemungkinan untuk mempertimbangkan unsur ekstrinsik karya
sastra, setiap kajian tidak mungkin lepas dari nilai-nilai intrinsik karya sastra itu
sendiri. Karena itulah, new criticism tetap hidup, masuk ke berbagai teori lain,
kendati secara resmisudah tutup buku pada tahun 1960-an.
Salah satu pengaruh new criticism pada teori sastra dapat dilihat misalnya
pada formalisme rusia dan strukturalisme. Kedua teori ini mengambil gagasan
otonomi new criticism kendati salah satu ciri penting strukturalisme adalah kajian-
kajian ekstrinsiknya. Meskipun demikian, dapat diperkirakan dengan tepat bahwa
tanpa rintisan new criticism maka formalisme rusia dan strukturalisme akan lahir
terlambat, dan mungkin pula akan berbeda dengan formalisme rusia dan
struktualisme sekarang.
 Concreteness
Apabila karya sastra dibaca, maka karya satra menjadi concrete atau hidup.
Dalam sajak penyair romantik jhon keats, “ode to melancholy”, misalnya, baris then
glut thy sorrow on a morning terasa benar-benar hidup. Kata glut menimbulkan
kesan kerakusan yang benar-benar concrete. Sebagaimana halnya konsep otonomi,
maka concreteness new criticism juga diambil oleh formalisme Rusia dan
strukturalisme.
 Bentuk (form)
Titik berat kajian new criticism adalah bentuk (form) karya sastra, yaitu
keberhasilan penyair atau penulis dalam diksi (pemilihan kata), imagenary
(metaphor, simile, onomatopea, dan sebagainya), paradoks, ironi, dan sebagainya.
Bagi new criticism, bentuk karya sastra menentukan isi karya sastra. Karena bentuk
memegang peran penting, maka titik berat perhaitan new criticism adalah konotasi,
bukan denotasi. Makna denotatif kursi, misalnya, adalah kursi, sedangkan makna
konotatifnya mungkin kedudukan atau kekuasaan. Kata-kata rebutan kursi, misalnya,
mungkin mempunyai makna rebutan atau kekuasaan, dan sama sekali bukan rebutan
tempat duduk. Konotasi,dengan demikian, memberi uang kepada metafora, simbol,
dan lainlain di luar makna harfiah sebuah kata, rangkaian kata, atau kalimat. Kata
glut, dengan makna denotatif rakus, dapat mempunyai makna lain sesuai dengan
konteksnya dalam rangkaian kata atau kalimat tertentu. Puisi, memang, tidak lain
adalah sebuah dunia metafora. Titik berat kajian new criticism pada bentuk (form)
akhirnya juga dipergunakan oleh formalisme rusia dan strukturalisme. Istilah form
mengacu pada bentuk, dan bentukkarya sastra itu pulalah yang menjadi salah satu
titik penting formalisme yang pertama tidak lain adalah new criticism kendati new
criticism tidak menamakan diri dengan istilah form. Struktur dalam strukturalisme
juga tidak dapat memisahkan diri dari makna form, salah satu titik berat
strukturalisme.
 Diksi (pilihan kata)
Wafat, mangkat, meninggal, mati pada hakikatnya mempunyai makna sama,
namun mana kata yang akan dipilih oleh penyair/penulis tergantung dari
penyair/penulisnya sendiri.
 Tone (nada)
Yakni sikap, penulis, narator, atau aku lirik terhadap (a) diri sendiri, (b) diri
sendiri terhadap objek atau bahan pembicaraan, dan (c) diri sendiri terhadap lawan
bicaranya. Kalimat apakah benarayah saudara kemarin meninggal? Menunjukkan
bahwa pambicaranya tidak menanggap dirinya lebih tinggi daripada yang diajak
bicara dan ayah yang diajak bicara. Kalau kalimat ini diganti menjadi apa betul
ayahmu kemarin mampus? Akan tampak bahwa pembicara merasa lebih tinggi
kedudukannya dibanding yang diajak bicara dan ayah yang diajak bicara. Makna
harfiah dua kalimat ini sebetulnya sama, namun karena diksi atau pilihan katanya
berbeda, maka tone atau nadanya juga berbeda. Dari diksi tampak bahwa konotasi
lebih penting daripada denotasi. Dengan adanya pilihan kata yang berbeda, cara
berbicaranya pun tentu berbeda.
 Metafor
Yakni pembandingan satu objek dengan objek lain tanpa penggunaan kata-
kata seperti, bagaikan, dan hal-hal semacamnya.
“Hamidah adalah bunga mawar.”
(Hamidah bukan bunga mawar, namun cantik dan anggun bagaikan bunga mawar).
 Simile
Yakni perbandingan objek satu dengan objek lain dengan penggunaan kata-
kata seperti, bagaikan, dan hal-hal semacamnya.
“Hamidah cantik bagaikan bunga mawar.”
 Onomatopea / peniruan bunyi
‘Terdengar ketepak-ketepok langkah kaki kuda”
 Paradoks
Paradoks adalah lawan atau kebalikan sesuatu, antara lain dapat dipergunakan
untuk menyindir. Kalau seseorang naik taksi dan taksinya berjalan terlalu cepat, si
penumpang dapat berkata kepada sopir:
“Alangkah baiknya apabila lebih cepat lagi,”
Maksud penumpang adalah “kurangilah laju taksi”.
Di sini juga tampak bahwa konotasi lebih penting daripada denotasi. Namun,
paradoks tidak selamanya untuk menyindir, sebagaimana yang tampak pada kata-
kata juliet dalam drama tragedi William Shakesspeare, Romeo and Juliet, ketika dia
berjumpa dengan romeo untuk pertama kali:
“Karena para santo punya tangan yang para peziarah menyentuhnya. Dan telapak
tangan terhadap telapak tangan adalah ciuman sakral telapak-telapak tangan”
Paradoks yang baik dalam sebuah karya sastra yang baik biasanya
menimbulkan gema pada pikiran para penyair atau pengarang lain. Misalnya
paradoks William Shakepeare yang dua abad kemudian masuk dengan versi berbeda
ke dalam puisi Coleridge, penyair Romantik pada abad ke sembilan belas. Kadang-
kadang paradoks juga tampak seperti moto kendati maknanya mungkin bukan
sekadar moto, seperti yang tampak dalam puisi John Donne “Kanonisasi”:
“Dia yang akan menyelamatkan jiwanya, harus kehilangan jiwanya terlebih dahulu
dan yang terakhir akan menjadi yang pertama.”
 Ironi
Segala sesuatu dalam ironi mempunyai makna berlawanan dengan makna
sesungguhnya atau makna denotasi.
a. Ironi verbal: lawan atau kebalikan dari apa yang diucapkan dan apa yang
dimaksudkan sesungguhnya. Kalimat “Wah, kamu cantik sekali” sebetulnya
merupakan alat untuk menyampaikan maksud sebenarnya, yaitu “Kamu buruk rupa”.
Ironi ini dinamakan verbal karena pembicara hanya mempergunakan kata-kata
tertenu untuk menyampaikan maksud yang
sesungguhnya. Dengan sendirinya, ironi verbal ada hubungannya dengan diksi, yaitu
pilihan kata dari buruk rupa diganti dengan cantik. Diksi tertentu menunjukkan pula
tone atau nada, yaitu sikap pembicara terhadap yang diajak berbicara. Dengan
adanya tone atau nada tertentu, nada berbicara pembicara juga terpengaruh.
b. Ironi dramatik: lawan atau kebalikan dari apa yang tidak diketahui tokoh
dalam sebuah karya sastra, drama, atau film dan apa yang diketahui oleh pembaca
atau penonton. Dengan kata lain, pembaca atau penonton tahu, namun tokoh dalam
karya sastra, drama, atau film itu tidak tahu. Sebagai misal, penjahat dalam film
menuju utara dengan membawa senapan karena dia yakin polisis ada di utara sana,
tetapi penonton tahu bahwa sebetulnya polisi berada di selatan, di belakang dia, tidak
jauh dari dia.
c. Ironi situasi: lawan atau kebalikan antara harapan atau persangkaan dan
hasil dari harapan atau prasangka itu. Seorang mahasiswa, misalnya, merasa sangat
senang karena dalam ujian dia sanggup menjawab semua pertanyaan dengan sangat
mudah. Dia memiliki keyakinan besar bahwa dia akan lulus. Keyakinan bahwa dia
akan lulus tidak lain merupakan harapan. Namun, ketika pengumuman hasil ujian
keluar, ternyata dia tidak lulus—kenyataan yang benar-benar berlawanan dengan
harapannya.

5) Kelebihan aliran New Criticism


Aliran New Criticism dari segi tertentu mempunyai hasil yang sangat memuaskan,
yakni untuk mengupas karya sastra atas dasar strukturnya. Selain itu, pendekatan struktural
merupakan kerja pendahuluan bagi setiap peneliti sastra. Bagi setiap peneliti sastra analisis
struktur karya sastra yang ingin diteliti dari segi manapun juga merupakan tugas prioritas.
Maka sebelum bisa melihat nilai sosial budaya yang ada dalam sebuah karya sastra terlebih
dahulu harus dikaji struktur intrinsiknya yang membangun sebuah karya sastra. Memahami
karya sastra secara struktural membebaskan peneliti dari berbagai konsep metode dan teknik
yang sebenarnya di luar jangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi,
sejarah, filsafat, dan lain-lain (Teeuw, 1991:61). Dengan hadirnya aliran ini juga memajukan
minat untuk studi sastra demi sastra itu sendiri, maupun memperbaiki dan meningkatkan
apresiasi terhadap karya sastra. Oleh karena itu aliran New Criticism menjadi sangat
dominan. Sebuah karya fiksi terdiri atas beberapa unsur yang membangunnya dengan
menggunakan bahasa sebagi alatnya, sehingga membentuk sebuah cerita yang bermakna.
Pemahaman makna yang utuh hanya bisa terjadi dengan mengali unsur-unsurnya secara baik.
Demikian pula halnya dilihat dari cerita secara keseluruhan. Hal itulah yang menjadi dasar
dalam aliran New Criticism (Hawkhes dalam Pradopo, 1985:108).
Aliran New Criticism dalam menganalisis karya sastra lebih bersifat objektif.
Kebanyakan pengaruh aliran New Criticism ini secara langsung atau tidak langsung berkiblat
pada strukturalime dalam bahasa yang dirintis oleh De Saussure. Adapun dua pengertian
kembar dari ilmu linguistik strukturalisme ialah: signifiant-signifie dan para digma sytagma.
Signifiant berarti: yang memberi arti, jadi aspek bentuk dalam tanda/ lambang; signifie
berarti yang diartikan. Tanda bahasa terdiri atas unsur pemberi arti dan unsur yang diartikan;
dengan menggabungkan dua unsur itu kita dapat menyatukan sesuatu mengenai hal-hal yang
terdapat di dalam pernyataan. Istilah signifiant dan signifie tersebut kadang-kadang juga
digunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu hubungan antara karya seni dan objek, penikmati
estitis.

6) Kelemahan aliran New Criticism


Menurut Teeuw (1984:140) ada empat kelemahan aliran New Criticim yaitu:
a. New Criticism secara khusus dan analisis struktur karya sastra secara umum
belum merupakan teori sastra, malahan tidak berdasarkan teori sastra yang
tepat dan lengkap, bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan
teori sastra yang sangat perlu;
b. Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam
rangka system sastra dengan latar belakang sejarah;
c. Adanya struktur yang objektif pada karya sastra makin disangsikan; peranan
pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin
ditonjolkan dengan segala konsekuensi untuk analisis struktur;
d. Analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga menghilangkan konteks
dan fungsinya sehingga karya itu dimenara-gadingkan dan kehilangan
relevansi sosial.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

New criticism merupakan aliran kritik sastra di Amerika Serikat yang berkembang
antara tahun 1920-1960. Istilah new criticism pertama kali dikemukakan oleh John Crowe
Ransom dalam bukunya The New Criticism (1940) dan ditopang oleh I.A. Richard dan T.S.
Eliot. Sejak Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren menerbitkan buku Understanding
Poetry (1938), model kritik sastra ini mendapat perhatian yang luas di kalangan akademisi
dan pelajar Amerika selama dua dekade. Penulis new criticism lainnya yang penting adalah:
Allen Tate, R.P. Blackmur, dan William K. Wimsatt, Jr. (Abrams, 1981: 109-110).
New Criticsm memandang bahwa teks sastra sebagai suatu sistem, suatu struktur yang
utuh, sehingga sastra harus didekati melalui struktur. Sebagai suatu sistem/struktrur karya
sastra dibangun oleh komponen-komponen teks sastra yang saling berkaitan satu sama lain
membentuk suatu bentuk makna. Sebagai struktur yang otonom maka karya sastra harus
dipahami secara intrinsik, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis.
Hanya dengan menganalisis susunan dan organisasi/struktur sebuah karya sastra, dapat
diperlihatkan inti karya seni itu menurut arti yang sesungguhnya.
Adapun kelebihan Aliran New Criticism yaitu mengupas karya sastra atas dasar
strukturnya. New Criticism dalam menganalisis karya sastra lebih bersifat objektif.
Memahami karya sastra secara struktural membebaskan peneliti dari berbagai konsep metode
dan teknik yang sebenarnya di luar jangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi,
sosiologi, sejarah, filsafat, dan lain-lain (Teeuw, 1991:61).
Sedangkan kelemahan aliran New Criticism secara khusus dan analisis struktur karya
sastra secara umum belum merupakan teori sastra, malahan tidak berdasarkan teori sastra
yang tepat dan lengkap, bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan teori
sastra yang sangat perlu; Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus
dipahami dalam rangka system sastra dengan latar belakang sejarah; Adanya struktur yang
objektif pada karya sastra makin disangsikan; peranan pembaca selaku pemberi makna dalam
interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan segala konsekuensi untuk analisis struktur;

C. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

 Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and
Winston
 Adams, Hazard. 1971. Critical Theory Since Plato. New York: Harcout Brace
Jovanovich, Inc.
 Al-Mausu’ah al-syi’riyyah. tt. Abu Dabi: Al Majma’ al Tsaqafiy lil Imarat al
Arabiyyah al Muttahidah. Versi CD.
 Badawi, M. M. 1975. A Critical Introduction to Modern Arabic Poetry. Cambridge:
Cambridge University Press.
 Bartens, Kees. 1985. Filsafat Barat Abad XX, jilid II, Perancis. Jakarta: Gramedia
 Beeston A.F.L. dkk. 1983. Arabic Literature to The End of The Umayyad Period.
Cambridge: Cambridge University Press.
 Culler, Jonathan. 1981. Structuralist Poetics: Structuralism, Linguistics and the Study
of Literature. London: Routledge & Kegan Paul.
 Damono, Sapardi Djoko. 1977. Sosiologi Sastra. Jakarta: Dikti Depdikbud.
 Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.
 Eagletton, Terry. 1983. Literary Theory: an Introduction. Great Britain: TJ Press.
 Fokkema, D.W dan Elurd Kunne-Ibsch. 1977. Theories of Literature in the Twentieth
Century. London: C. Hurst & Company.
 Hartoko, Dick. 1982. “Pencerapan Estetik dalam Sastra Indonesia” dalam Basis,
XXXV 1 Januari. Yogyakarta: Andi Offset.
 Hartoko, Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: CV Rajawali.
 Holland, Norman. 1968. The Dynamics od Literary Response. New York: State
University Press.
 Iser, Wolfgang. 1978. The Act of Reading: a Theoru of Aesthetic Response.
 Balitmore and Londong: The John Hopkins University Press.
 Jauss, HR. 1982. Toward an Aesthetic of Reception. Minneapolis: University of
Minnesota Press.
 Juwairiyah. 2004. Sejarah Sastra Arab Masa Jahili. Surabaya: Fakultas Adab IAIN
Surabaya dan Penerbit Sumbangsih.
 Lesser, Simon O. 1962. Fiction and The Unconscious. New York: State Universitu
Press.
 Mawardi, Muhammad Ja’far. 2003. Perbandingan Syair Jarir, Farozdaq, dan Akhtol.
Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel.
 Nasr, Muhammad Ibrahim. 1994. Al-Adab. Riyad: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn
Saud al-Islamiyyah.
 Noth, W.1990. Handbook of Semiotics. Bloomington and Indianapolis: Indiana
University Press.
 Pradopo, Rachmat Djoko.1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press
 Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry: Bloomington and London: Indiana
University Press.
 Santoso, Puji.2003. Bahtera Kandas di Bukit: Kajian Semiotika Sajak-Sajak Nuh.
Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
 Sarhan, Muhammad. 1978. Al-Adab al-Arab wa Tarikhuhu fi al-Ashr al-Jahili. Beirut:
Dar al-Fikr.
 Selden, Rahman. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra masa Kini. Diterjemahkan
oleh Rachmat D. Pradopo. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
 Suwondo, Tirto.2003. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita Graha
Widya.
 Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores: Nusa Indah.
 Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya.
 Teeuw, A.1980. “Estetik, Semiotik, dan Sejarah Sastra” dalam Basis No. 301. Bulan
Oktober.
 Teeuw, A.1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
 Van Luxemburg, Jan, dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesikan oleh Dick
Hartono. Jakarta: Gramedia.
 Wellek, Rena dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
 Yusuf, Kamal. 2009. Teori Sastra: Modul Kuliah. Fakultas Adab, Jurusan Bahasa dan
Sastra Arab, IAIN Sunan Ampel Surabaya
 Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: CV. Sinar Baru.
 Atar Semi, M.. 1988. Anatomi Sastra.Padang: Angkasa Raya Padang.
 Culler, Jonathan, 1975. Structuralist Poetic. Roudledge and Kegan Paul. London.
Damono Sapardi Djoko. 1984.
 Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 Hartoko, Dick, Rahmanto, B. 1986.Pemandu di Dunia Sastra.Yogyakarta: Kanisius.
 Hawkes, Terence. 1977. Structurlismand Semiotics. Methuen and Co. Ltd.
London.Junus, Umar.1985. Resepsi Sastra:Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
 Luxemburg, Jan van, Miekel Bal,Willem G. Weststeijn.1982.Pengantar Ilmu Sastra.
Terjemahan oleh Dick Hartoko.1989.Jakarta: Gramedia.
 Sumarjo, Jakob & Saini, K.M.. 1986.Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:PT Gramedia.
 Sudjiman, Panuti. 1992. MemahamiCerita Rekaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
 Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra.Bandung. Angkasa
 Teeuw. A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Pustaka Jaya.
 Teeuw. A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
 Pradopo. Rahmat Djoko. 1985. Hubungan Intertektual dalam Sastra. Panitia
Pertemuan
 Ilmiah Bahasa dan Sastra VII Yogyakarta dan Jateng.
 Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta.Erlangga.
 Wellek, Rene, Werren, Austin. 1977.Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani
Budianta. 1989. Jakarta: PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai