Anda di halaman 1dari 26

KRITIK SASTRA STRUKTURALISME (AL-BINAIYYAH)

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah “Kritik Sastra”


Dosen Pengampu : H.Mawardi, M.A

Kelompok 13_5D
Disusun Oleh :
Fachmy Dzahiry Dzainy Muhammad 1205020123
Riska Anggraeni 1205020159

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terpanjat kepada kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang mana atas
rahmat dan karunianya kami masih diberi kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik
Sastra. Makalah ini disusun tidaklah bukan untuk menambah pengalaman, wawasan serta
mengasah kompetensi diri.
Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Kritik
Sastra yaitu bapak H. Mawardi, M.A, karena atas bimbingannya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Terima kasih juga kami haturkan kepada semua orang yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberi dampak positif bagi para pembaca.
Kami memohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Dan kami sangat terbuka apabila teman-teman memiliki kritik dan saran.

Bandung, 10 Desember 2022

Kelompok 13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Kata Pengantar ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
A. Sejarah Teori Strukturalisme ..................................................................... 2
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Strukturalisme ................................... 4
C. Sepintas kilas strukturalisme dalam tradisi kritik sastra Arab .............. 5
D. Langkah-langkah kerja teori strukturalisme ............................................ 5
E. Analisis strukruralisme pada cerpen, puisi, drama dan prosa Arab ...... 5
PENUTUP................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan ................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 23

ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam karya berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam bahasa
tulis) atau pendengar (dalam bahasa lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti karya itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-
kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan karya sastra lainnya.

Ketika sebuah karya sastra telah di ciptakan maka untuk hal lain dari
penyempurnaan karya tersebut harus di amati dan dinilai supaya menjadi karya yang
baik, pernyataan tersebut disebut kritik. Kritik Sastra adalah analisa terhadap suatu
karya sastra untuk mengamati atau menilai baik buruknya suatu karya secara objektif.

Dalam hal ini sangat diperlukan untuk menemukan sebuah kajian yang akan di
dapat, dalam pembahasan ini ditampilkan dengan pembahasan teori kritik sastra
strukturalisme, yang disebut strukturalisme adalah unsur-unsur, yaitu struktur itu
sendiri, dengan mekanisme antar hubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur
yang satu dengan unsur lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan
totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan,
kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan.
Istilah struktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciri-ciri sruktur sering
disamakan dengan definisi dan ciri-ciri sistem.

Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (Latin), berati bentuk,
bangunan, sedangkan sistem berasal dari kata systema (Latin), berarti cara. Struktur
dengan demikian menunjuk pada kata benda, sedangkan sistem menunjuk pada kata
kerja. Pengertian-pengertian struktur yang telah digunakan untuk menunjuk unsur-
unsur yang membentuk totalitas pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan
sistem. Artinya, cara kerja sebagaimana ditunjukan oleh mekanisme antar hubungan
sehingga terbentuk totalitas adalah sistem. Dengan kalimat lain, tanpa keterlibatan
sistem maka unsur-unsur hanyalah agregasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah teori strukturalisme ?
2. Apa kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme ?
3. Bagaimana strukturalisme dalam kritik sastra Arab ?
4. Apa saja langkah-langkah dalam menganalisis karya sastra menggunakan teori
strukturalisme ?
5. Bagaimana contoh teori strukturalisme dalam sebuah karya sastra ?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah strukturalisme
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme
3. Mengetahui strukturalisme dalam dunia kritik sastra Arab
4. Mengetahui langkah kerja teori strukturalisme
5. Mengetahui pengaplikasian teori strukturalisme pada karya sastra Arab
PEMBAHASAN
A. Sejarah teori Strukturalisme
Dalam ilmu sastra pengertian strukturalisme sudah dipergunakan dengan
berbagai cara. Yang dimaksudkan dengan istilah “struktur” ialah kaitan-kaitan tetap
antara kelompok-kelompok. Kaitan tersebut diadakan oleh seorang peneliti
berdasarkan observasinya. Misalnya pelaku-pelaku dalam sebuah novel dapat
dibagikan menurut kelompok-kelompoknya sebagai berikut : tokoh utama, mereka
yang melawannya, mereka yang membantunya, dan seterusnya. 1
Sementara itu, dalam bahasa dan sastra Arab, kata struktur dapat disejajarkan
dengan kata at-tasyyid yang berarti “pendirian bangunan”, al-binyah atau al-
binyawiyyah yang berarti “bentuk dasar bagi sebuah bangunan”. Istilah al-binyah
adalah istilah yang disepakati oleh sebagian besar peneliti.Al-binyah merupakan
ungkapan dari sekumpulan hubungan yang saling tumpang tindih.Agar hubungan antar
unsur struktur tidak saling tumpang tindih, maka fungsi masing-masing unsur perlu
diberdayakan perannya.2
Di Barat dapat dlihat perubahan haluan yang berangsur-angsur dalam ilmu
sastra pada abad ke-20. Pergeseran yang umum dapat dilihat di bidang-bidang ilmu
kemanusiaan ialah pergeseran dari pendekatan historik atau diakronik ke pendekatan
sinkronik, dan sekaligus dapat disaksikan secara khas pergeseran dari pendekatan sastra
sebagai sarana untuk pengetahuan lain ke arah sastra sebagai bidang kebudayaan yang
otonom. Di bidang ilmu bahasa telah disebut nama Ferdinand de Saussure, yang
membawa perputaran perspektif yang cukup radikal dari pendekatan diakronik ke
pendekatan sinkronik, penelitian bahasa menurut pendapat ini harus mendahulukan
bahasa sebagai sistem yang sinkronik, makna dan fungsi unsur-unsurnya hanya dapat
dipahami dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur lain, sifat utama bahasa sebagai
sistem tanda ialah sifat relasionalnya, yang berarti bahwa keseluruhan relasi atau
oposisi unsur-unsur dan aspek-aspeknya harus diteliti dan dipahami lebih dulu, baru
kemudian secara efektif dapat ditelusuri perubahannya dalam sejarah. Konsepsi yang
demikianlah merupakan awal mula aliran atau mazhab ilmu bahasa yang disebut
strukturalis. 3

Di Barat, kelahiran kritik sastra struktural berawal dari upaya yang dirintis oleh
kaum formalis (Asy-Syakliyyah) Rusia yang ingin membebaskan karya sastra dari
lingkungan ilmu-ilmu yang lain seperti Psikologi, Sejarah, atau Penelitian Kebudayaan.
Menurut mereka, pendekatan sastra menurut ilmu-ilmu tersebut kurang meyakinkan.
Sastra ingin dilihatnya sebagai tindak bahasa atau kata. Puisi misalnya di lihat sebagai
bunyi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Teori formalisme ini, sebagaimana telah di
singgung di muka, menurut Luxembrug merupakan peletak dasar ilmu sastra modern.

Pendekatan yang di pakai kaum formalis itu kemudian berkembang di beberapa


negara di Barat menjadi aliran kritik sastra baru yang kemudian di kenal dengan
strukturalisme (Al-Binaiyyah). Di Prancis berkembang pada tahun 1965 di tangan Levi-

1Jan van luxembrung mieke bal willem g.weststeijn, Pengantar Ilmu Sastra, hal 36
2Sangidu, trukturalisme dalam sastra arab teori dan aplikasinya, hal 11-12
3 A Teeuw pustaka jaya, Sastra dan ilmu sastra, hal 99-100

2
Strauss dan Roland Barthes. Di Inggris berkembang di tangan TS. Eliot dan terutama
di Amerika oleh aliran New Cristicism (Madrasah An-Naqd Al-Jadid) yang di pelopori
oleh WK Wimsatt dan John Crow Ranshom.

Dalam garis besarnya, aliran struktularisme memandang bahwa kritik sastra


harus berpusat pada karya sastra itu sendiri, tanpa memperhatikan sastrawan sebagai
pencitra dan pembaca sebagai penikmat, hal-hal yang disebut ekstrinsip seperti biografi
psikologi, sosiologi, dan sejarah. Aliran ini menandai di mulainya studi sastra yang
bukan bersifat diakronis tetapi sinkronis. Karya sastra dalam hal ini merupakan karya
otonom yang harus di teliti dari karya itu sendiri. Ide dasarnya adalah menolak teori
mimetik (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan masyarakat, teori expresif (yang
melihat karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan pragmatik
(yang memandang karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan
pembaca).

Dengan begitu peneliti karya sastra tidak tergantung pada aspek diluar karya
sastra, dan penelitian karya sastra menjadi positivistik karena berdasarkan teksnya bisa
dibuktikan bisa di buktikan secara empirik dengan merujuk teks sastra yang di teliti.
Teks sastra pun menjadi sebanding dengan tingkah laku sosial yang menjadi rujukan
empiris ilmu politik, ekonomi, dan sosiologi.

Dilihat dari sisi bahwa karya sastra sebagai karya otonom, antara teori formalis
dengan stukturalisme adalah sama, yaitu sama-sama berpusat pada teks sastra itu
sendiri. Sedangkan stukturalisme membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti,
sedetail mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek-aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Dalam strukturalisme, yang penting
bukanlah penjumlahan anasir-anasir sastra, tetapi sumbangan yang diberikan semua
anasir pada keseluruhan makna dalam keterkaitan dan keterjalinannya secara
keseluruhan atau koherensinya. Hal ini karena menurut aliran structural, unsur teks
hanya memperoleh arti penuh relasi, terutama dalam kontek sastra, relasi asosiasi.
Karya sastra dilihat kaum stkturalis sebagai fenomena yang memiliki struktur
(bangunan) yang saling terkait satu sama lain.

Dengan demikian, kritik sastra stuktural adalah kritik objektif yang menekankan
aspek intrinsik karya sastra, dimana yang menentukan estetikanya tidak saja estetika
bahasa yang digunakan, tetapi juga relasi antar unsur. Unsur-unsur itu dilihat sebagai
artefak (benda seni) yang terdiri dari berbagai unsur. Pentinya relasi antar unsur sastra
dan pandangan bahwa karya sastra harus dipandang sebagai karya yang otonom dalam
teori strukturalisme tentu saja bisa difahami. Alasannya karena sebagaimana dikatakan
Jean Piaget struktur apapun, baik politik, psikologis, maupu sastra, mempunyai 3 sifat
: totalitas (wholeness), perubahan bentuk (transformation), dan mengatur dirinya
sendiri (self regulation). Kendati, sebuah struktur terdiri dari berbagai unsur, tetapi
sebagai totalitas (keseluruhan), semua unsur-unsur itu berkaitan satu sama lain dan
unsur-unsur itulah yang membentuk struktur. Sebuah stuktur harus terdiri dari
substruktur-substuktur yang terikat oleh struktur yang lebih besar. Namun, konsep
struktur bukan berarti terstruktur, tetapi juga menstruktur. Sebuah struktur pun akan

3
mengalami perubahan yang dinamis (transformasi). Sebagai sebuah stuktur yang
terkait, perubahan yang terjadi pada sebuah unsurnya akan mengakibatkan perubahan
unsur-unsur lainnya. Dengan demikian unsu-unsur juga mengatur dirinya sendiri.

Meskipun teori ini lahir dimasa modern, tetapi dilihat dari pertumbuhannya
lebih awal sesungguhnya gagasan srtukturalisme telah dimulai sejak masa yunani.
Yaitu ketika Aristoteles menulis Poetika pada tahun 340 SM yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa arab. Menurutnya, untuk menghasilkan efek yang baik , plot harus
memiliki wholeness (keseluruhan) dengan cara memenuhi 4 syarat :
- order (urutan dan aturan), yaitu urutan aksi yang teratur harus menunjukan
konsisitensi yang masuk akal
- amplitude yaitu luasnya ruang lingkup dan kompleksitas karya harus cukup untuk
memungkinkan perkembangan peristiwa yang masuk akal
- unity, yaitu unsure dalam plot harus ada dan tidak bias bertukar tempat; dan
- konektion yaitu sastrawan tidak bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang sungguh-
sungguh terjadi.

B. Kelebihan dan Kekurangan teori Strukturalisme


Kelebihan strukturalisme antara lain adalah menjadikan studi karya sastra
mendekati positivism, sebagaimana ilmu social. Selain itu, dalam strukturalisme juga
akan terlihat totalitas antar unsur yang membentuk keindahan struktur luar dan dalam
sebuah karya sastra. Strukturalisme juga tidak mensyaratkan seorang pengkaji sastra
memiliki pengetahuan yang luas mengenai latar belakang sejarah, kebudayaan,
psikologi, filsafat, dll. Strukturalisme hanya mensyaratkan kemampuan bahasa
kepekaan sastra dan minat yang intensif.

Namun kekurangannya mengabaikan latar belakang sejarah sastrawan, latar


belakang karya-karya sastra yang lahir sebelumnya, dan analisis suatu karya sastra
menjadi miskin atau kering. Bahkan teori strukturalisme tampaknya juga bisa
berbahaya dan menyesatkan. Teori strukturalisme tidak sejalan dengan teori sastra
interdisipliner atau teori sastra banding yang di definisikan oleh Henry Rymak pada
tahun 1961. Ia mendefinisikan sastra banding sebagai studi sastra, kaitannya dengan
kepercayaan dan disiplin ilmu lain seperti filsafat, sejarah, ilmu social, agama, dan lain-
lain.Karena itulah dalam sejarah barat lahirlah teori strukturalisme revisi dan teori pasca
strukturalalisme lainnya yang di latari oleh kekurangan teori strukturalisme murni.
Lucie Goldmann seorang sosiolog mengembangkan teori strukturalisme
genetic, yaitu strukturalisme yang mementingkan unsur genetic sebuah karya. Bagi
Goldmann sastra di samping memiliki unsure intrinsic juga mempunyai unsur ektrinsik.
Karya sastra merupakan struktur bermakna yang mewakili pandangan dunia penulis,
tidak sebagai individu tetapi sebagai anggota masyarakat. Karenanya strukturalisme
genetik merupakan sebuah teori kritik yang menghubungkan antara struktur sastra
dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang di
ekspresikannya. Jadi strukturalisme genetik bermaksud menerangkan karya sastra dari
sisi homologi dari struktur sosialnya.

4
Strukturalisme genetik hampir sama dengan kritik sastra sosiologis. Selain
strukturalisme genetic, pasca strukturalisme murni juga lahir teori strukturalisme
semiotic dan dinamik yang menolak otonomi karya sastra.
Strukturalisme dinamik adalah teori yang mengkaji karya sastra berdasarkan
unsur-unsur yang membentuknya, menghubungkannya dengan pengarang. Aliran yang
di pelopori oleh Mukarovsky ini memandang karya sastra sebagai proses komunikasi,
fakta semiotik, dan nilai-nilai. Aliran yang hingga sekarang masih berkembang ini ingin
menggabungkan berbagai teori yang ada. Tetapi strukturalisme dinamik tidak
mementingkan analisis keseluruhan unsur-unsur karya sastra sebab struktur global
menurut para penggagas teori strukturalisme dinamik tidak terbatas.

Kekurangan yang melekat pada strukturalisme murni yang menekankan


otonomi karya sastra mengakibatkan juga munculnya teori-teori postrukturalis. Metode
ini menekankan cara memandang karya sastra yang harus di baca dengan latar belakang
teks-teks yang lain, dalam arti penciptaannya dan pembacaannya dapat di lakukan
adanya tanpa teks lain sebagai pijakan bagi terjadi transformasi teks.

C. Sepintas kilas strukturalisme dalam tradisi kritik sastra Arab


Dalam kritik prosa Arab modern, kritikus seperti Muhammad zaglul salam,
Mahmud zihni, dan susan rajab bisa dimasukan sebagai strukturalis. Mereka mengakui
keberadaan strukturalisme atau seseorang yang berperan dalam menjelaskan teori kritik
ini. Alasannya karena mereka mengakui unsur-unsur prosa sastra yang harus ada yaitu
tokoh dengan karakternya (asy-syhahsiyyat), plot atau alur (al-habakah), seeting (al-
bi’ah), tema (al-fikrh), gaya bahasa (ushlub). Yang tampak sebagai seorang
struktruralis semiotik arab kontemporer, karena telah menulis teori strukturalis murni
dan strukturalis semiotik adalah Salah Fadal, Abd. Rahman Bu’ali dan Gharib Iskandar.
Dalam khazanah teori kritik sastra arab terdapat tokoh ahli sastra bernama abdul Qahir
al-Jurjani (400-471 H) sebagai struturalis semiotik klasik Arab4

D. Langkah-langkah kerja teori strukturalisme


Adapun metode atau prosedur operasional teori strukturalisme di antaranya:
1.Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre yang diteliti.
2.Pembacaan yang cermat serta mencatat unsur-unsur internal yang terkandung dalam
karya sastra.
3.Unsur tema lebih diutamakan.
4.Menganalisis tema, alur, konflik, sudut pandang gaya bahasa dan setting.
5.Menghubungkan antara satu unsur dengan unsur lainnya supaya terwujud
keterpaduan makna struktur.
6. Melakukan penafsiran

E. Analisis strukruralisme pada cerpen, puisi, drama dan prosa Arab


1) Analisis struktural Cerpen Arab ‫على أبواب الحياة‬
1. Tema
Menurut Eddi (1991) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan.
Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang

4 Falsafah Ekonomi, teori kritik sastra strukturalisme (al-binaiyyah) murni dan revisi

5
terkandung di dalam sebuah cerita. Dalam Kamus KBBI dijelaskan tema merupakan
pokok pikiran; dasar cerita (yg dipercakapkan, dipakai sbg dasar mengarang,
menggubah sajak, dsb) (KBBI elektronik: v1.1). Dari pengertian diatas bisa diamil
kesimpulan bahwa tema dalam cerpen ini adalah kehidupan.Tema ini tercermin dari
judulnya yaitu ‫( على أبواب الحياة‬di depan pintu kehidupan). Tema ini juga tergambar di
dalam cerpen yaitu bagaimana mereka berusaha untuk bisa bertahan hidup.
2. Tokoh dan Penokohan
Menurut Abram dalam Huda (2008) tokoh merupakan orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif. Adapun penokohan adalah sikap dan sifat pribadi tokoh.
Tokoh dapat dibagi menjadi dua yaitu protagonis dan antagonis.
Pengarang mendeskripsikan tokoh-tokoh utama yang ada dalam cerpen ini dengan
sangat detail. Pengarang hanya mendeskripsikan tokoh yang ada dalam cerpen ini
sebagai tokoh protagonois. Secara lebih detail perhatikan tokoh dan penokohan
dibawah in :
a. Hamdan (tokoh utama)
Tokoh Hamdan didiskripsikan dengan sangat jelas oleh pengarang. Ia adalah laki-laki
yang tinggi, kuat, kulitnya berwarna coklat, di dahinya terlihat kerutan kerutan yang
jelas. Ciri-ciri yang disampaikan pengarang mengindikasikan bahwa hamdan adalah
orang yang suka bekerja keras. Dan hal ini digambarkan pada episode I pada baris ke 6
dan seterusnya:
‫ قد‬.‫فحين تنظر إلى "حمدان" تجد أمامك رجال أسمر اللون طويل القامة مفتول العضالت قوى البنية غائر العينين‬
‫ حُفرت على جبينه خطوطٌ واضحة‬.
‫ت ََركَ لحيته لم يحلقها تماما ولم يطلقها تما ًما مما يشعرك بأن هذا الرجل الذى أمامك ال يستهويه أن يقف طويال أمام‬
‫المرآة‬.
b. Buha’ (tokoh utama)
Tokoh buha dideskripsikan oleh pengarang sebagai tokoh yang selalu memperhatikan
penampilan. Buha adalah orang yang tampan, mempunyai mata yang indah, gigi yang
seperti mutiara. Dan pengarang melukiskan bahwa buha bagaikan oase dipadang pasir
dikala ia duduk bersama temannya. Hal ini dilukiskan dalam teks berikut:
".........." ‫ فلو نظرت إلى عينيه‬.‫األقدار هيئتَه كأنما ترسم لوحةَ فنيةَ رائعة‬
ُ ‫بهاء " فقد كان شابا وسي ًما قد رسمت‬
‫ قد وضعت كل عين فوق وجنة كوجنة أجمل‬.. ‫الحترت فيهما أهى عيون خضراء أم زرقاء؟ مع جاذبية دون كالم‬
‫النساء يتوسط الوجنتين أنف دقيقة وتحته فم قد حوى أسنانًا كاللؤلؤ‬..
‫ وكان الفرق واضحًا بين الرجلين‬...
‫ من أين أتوها‬، ‫ فإنهم ينظرون إلى "بهاء" كواحة خضراء قد ُوضعت فى صحرا َء قاحلة‬، ‫فكان األربعة إذا جلسوا‬
‫" فهى واحة جميلة‬. (episod I baris ke 13 dst)
c. ‘Auf (tokoh utama)
‘Auf adalah orang yang cerdas, pendiam dan ia tidak akan bicara kecuali diminta untuk
berbicara. Hal ini dijelaskan oleh pengarang pada episod I baris ke 22 yaitu:
‫ كثير الصمت وال يدخل فى أى موضوع إال إذا طُلب منه فإذا حدثته‬.. ‫ كالمه قليل‬، ‫أما " عوف " فكان رجال عاقال‬
‫ وإن حاول أن يبدى أنه ال يعلم شيئًا‬،‫وجدته رجال واعيا لكل ما يدور من حوله‬.
d. Qusho
Adapun Qusho ia adalah orang orang yang pasrah terhadap kehidupan yang ia jalani
dan ini disebutkan dalam teks berikut:
‫ فلو هُدمت المدينة بأكملها لهرب الجميع‬.. ‫ ه ًما للحياة‬-‫تشعر أنك أمام إنسان لم يحمل –يو ًما‬
ُ َ ُ‫أما " ق‬
‫صى " فحين تراه‬
‫ فسيفكر فى لحظتها عن موطن االستفادة فى هذه اللحظة‬،‫ إال هو‬..

6
‫ أما الماضى فقد مضى‬،‫ فالمستقبل عنده فى علم الغيب‬.. ‫كثيرا وال يعنيه المستقبل فى شئ‬ ً ‫وإنه ال يشغله الماضى‬
‫بحلوه وبمره‬.
(Episod I baris ke 25 dst)
".....‫وآخرا‬
ً ‫"أحب أن أقول إن األقدار هى التى تؤثر فى حياة اإلنسان أوال‬
(Episod II Baris ke 32)
3. Setting
Sudjiman dalam Wirwan (2009) mengatakan setting adalah segala keterangan,
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya
peristiwa dalam suatu karya sastra. Seting dalam karya prosa dibagi tiga yaitu tempat,
waktu dan social (nurgiantoro dalam Wirwan, 2009).
Sesuai dengan pengertian yang telah dijabarkan, seting dalam cerpen ini ada tiga yaitu:
a. Setting tempat : di sekolah, Dalam cerita ini di sebutkan setting secara khusus di
perpustakaan, kantin. Ini tercermin dalam paragraf ke 4 dan 5.
‫وفي كل حصة االستراحة انتظرته بين الخوف والرجاء في المكتبة‬
‫واحيانا نتناول الغداء في المطعم‬
b. Seting waktu: pada awal masuk sekolah sampai akhir semester, Ini tercermin pada
paragraf 1 sampai paragraf ke 10 (lihat lampiran dalam makalah).
c. Setting sosial: kehidupan para pelajar/remaja yang berhubungan dengan kisah-kisah
percintaan.
4. Alur
Alur sering juga disebut plot. Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau
alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam
cerita (Sundari dalam Zainuddin Fananie, 2002).
Alur dalam cerpen ini memakai alur maju karena kejadian ini dimulai sejak masuk
sekolah sampai akhir semester, ini tercermin dalam paragraph pertama sampai akhir
(lihat lampiran makalah).
Dalam alur ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu perkenalan, konflik ,
klimaks, peleraian, dan penyelesaian.
Yang pertama adalah perkenalan tokoh, ini tercermin pada paragraph pertama dan
kedua yaitu:
.‫لكل يبدأ حينما كنت اشتركت في برنامج التعارف‬........‫دخلت في المدرسة الثانوية العامة الحكومية األولى بباندأن‬
‫ هو أخي الكبير‬.‫اعترف له بأني معجب به حينما كنت التقيت به اول مرة النه مختلف من زمرة اصحابه اآلخرين‬
‫اسمه مشهوري وهو اكبر مني سنّا بسنتين‬.
Yang kedua adalah konflik, ini tercermin pada paragraf ke enam, pada saat Fulan mulai
jatuh cinta kepada Masyhuri.
‫ لكن أشعر بحزن لمرة أخرى ألنه ال يتخذني اال اختا صغيرة‬،‫وألننا نمشى معا دائما افكر في ان اجعله حبيبي‬
Yang ketiga adalah klimaks: ini tercermin pada paragraph ke tujuh sampai ke
Sembilan.(lihat lampiran dalam makalah)
Yang keempat adalah penyelesaian. Penyelesaian dari cerita ini adalah Fulan menolak
cintanya msyhuri. Ini tercermin dalam paragraph 11 dan 14
‫ ها انت تريدين؟‬،‫ لذلك أريد أن أجعلك حبيبتي‬.‫ أحتاج إلى الحماسة لمواجهة االمتحان‬،‫( !فالن‬11)
(14)‫ هذا الوقت أريد ان اتعلم اوال وال أريد ان اتغزل‬،‫عفوا‬
5. Sudut Pandang
Menurut Didik Wijaya : Sudut pandang atau point of view di dalam cerita fiksi
pada prinsipnya adalah siapa yang menceritakan cerita tersebut. Sudut pandang dapat
dibagi menjadi dua yaitu sudut pandang orang pertama dan ketiga. Dan dalam cerpen

7
ini pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama. Ini jelas terlihat pada
paragraph pertama yaitu:
“‫دخلتُ في المدرسة الثانوية العا ّمة الحكومية األولى بباندأن بعد أن أشترك في االمتحان وأنتظره مدّة شهور‬
6. Amanat
Menurut Sumi Winarsih & Sri Wahyuni dalam Zaini (2010) Amanat adalah
pesan yang akan disampaikan pengarang dalam cerita (novel). Amanat merupakan
ajaran moral atau nasehat yang hendak disampaikan pengarang atau pembaca. Pesan
cerita umumnya tersaji secara implisit.
Dalam cerpen ini, terdapat amanat bahwa “antara cinta dan benci, bisa disebabkan oleh
hal yang sepele”. Penggalan cerpen nya adalah sebagai berikut :
“‫لمرة أخرى ألنّه ال يتّخذني إالّ أختا صغيرة‬
ّ ‫ لكنّي أشعر بحزن‬.‫ أف ّكر في أن أجعله حبيبي‬،‫”وألننا نمشي معا دائما‬
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa (style) adalah cara pengucapan bahasa dalam perosa, atau
bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan diungkapkan (Huda,
2008). Huda (2008) mengungkapkan beberapa pembagian gaya bahasa menurut
beberapa pendapat yaitu :
“Menurut Abrams (1981), unsur style terdiri dari fonologi, sintaksis, leksikal,
retorika. Di pihak lain leech and short (1981 dalam nurgiyantoro, 1995) mengemukakan
unsur style terdiri dari leksikal (diksi), gramatikal (struktur kalimat), pemajasan (gaya
bahasa kiasan), penyiasatan struktur (repetisi, paralelisme, anaphora, pertanyaan
retoris) dan pencitraan (imagery)”
Dari pemahaman diatas ada beberapa style yang ada dalam cerpen ini yaitu:
Dari segi ilmu badi’ pengarang menggunakan uslub al hakim, ini tercermin dengan
jawaban Fulan, yaitu:
‫ هذا الوقت أريد ان اتعلم أوال وال أريد ان اتغزل‬،‫عفوا‬
Dari segi ilmu bayan yaitu:
“‫ أحتاج إلى الح ّماسة لمواجهة االمتحان‬،‫”فالن‬
Dalam hal ini, penulis menuturkan “‫ ”الح ّماسة‬tetapi sebenarnya yang dimaksud adalah
“sesuatu yang bisa meningkatkan semangat”. Dalam ilmu Balaghoh, ini disebut dengan
“majaz mursal ‘alaqoh musabbabiyah”. Menyebutkan akibat (yang disebabkan),
padahal yang dimaksud adalah penyebab. 5

2) Analisis Struktural Puisi Arab


( ELEGI SEORANG AYAH )
I
‫أين الضحيج العذب والشـغب ؟‬ ‫أين الــتــدارس شابــه اللـعب ؟‬
‫أين الطفولة في توقــــدها ؟‬ ‫ والكتب ؟‬,‫ في األرض‬,‫أين الدمي‬
‫أين التشاكس دوئمـا غرض ؟‬ ‫أين الــتشـاكـي مـاله سبب ؟‬
‫أين التبـــاكي والتضاحك في ؟‬ ‫ والحزن والطـرب ؟‬،‫وقت معا‬
‫أين التسابق في مجاورتي ؟‬ ‫ إذا أكلوا وإن شربوا ؟‬، ‫شغفا‬
‫يـتـزاحــــمون على مـجـالستي‬ ‫والـــــــقرب مني حيثمـا انقلبوا‬
‫يتوجهون بســــــــوق فطرتهم‬ ‫ إذا رهبـوا وإن رغــبـوا‬,‫تحوي‬
‫فنشيدهم "بابا " إذا فرحوا‬ ‫ووعـــــيـــدهم " بابا " إذا غــضـبوا‬
‫وهتافهم " بابا " إذا ابتعدوا‬ ‫ونجيهم " بابا " إذا اقـتـربــــــــوا‬

5 Maktabah ilmiah, Strukturalisme dalam prosa Arab

8
Mana gerangan bising dan keributan yang menyenangkan?
Mana gerangan belajar yang diselingi permainan?
Mana benderang nyala kekanak-kanakan?
Mana gerangan boneka dan buku-buku di lantai yang berserakan?
Mana lagi saling cekcok yang tiada tujuan?
Mana lagi saling keluh yang tiada alasan?
Mana tangis sekaligus tawa di satu yang sama,
Juga sedih dan ceria?
Mana gairah pacu cepat mendampingku
Saat mereka makan dan jika mereka minum?
Desak-mendesak mereka menemani
Duduk di dekatku manakala kembali
Didorong fitrah mereka tuju diriku
Saat takut ataupun suka
Jika gembira mereka lantunkan "Papa!"

II
‫باألمـس كانوا ملء متزلنا‬ ‫ قد ذهبوا‬، ‫ ويح اليوم‬، ‫واليوم‬
‫وكأنما الصمت الذي هبطت‬ ‫أثقاله في الدار إذا غربوا‬
‫ هدأتـها‬,‫إغـــفـــاءة المحموم‬ ‫فيها يشيع الهم والتعب‬
‫ ومسكنهم‬،‫ذهبوا ؟ أجل ذهبوا‬ ‫في القلب ما شطوا وما قربوا‬
‫إنـي أراهم أينـمـا الــتفـتت‬ ‫ وقد سكنوا وقد وثبوا‬، ‫نفسي‬
‫وأحس في خلدى تالعبهم‬ ‫ ليس ينالهم نصب‬، ‫في الدار‬
‫ إذا ظفروا‬، ‫وبريق أعينهم‬ ‫ إذا غلبوا‬، ‫ودموع خرقتهم‬
‫في كل ركن منهم أثر‬ ‫وبكل زاوية لهم صخب‬
‫ زجاجها حطموا‬، ‫في النافذات‬ ‫ قد ثقبوا‬، ‫في الحائط المدهون‬
‫ قد كسروا مزالجه‬، ‫في الباب‬ ‫و عليه قد رسموا وقد كتبوا‬
‫ فيه بعد ما أكلوا‬، ‫في الصحن‬ ‫في علبة الحلوى التي نهبوا‬
‫في الشطر من تفاحة قضموا‬ ‫في فضلة الماء التي سكبوا‬
‫إني أراهم حيثما اتجهت‬ ‫ سربوا‬، ‫ كأسراب القطا‬، ‫عيني‬

Kemarin, rumah mereka sesaki


Hari ini, celakalah hari ini, mereka telah pergi
Senyap seolah-olah menjatuhkan bebannya
Di rumah tatkala mereka tiada
Terjagaku dari tidur laiknya orang demam
Memancarkan gelisah dan lelah
Pergikah mereka? Ya, mereka telah pergi
Namun betapa jauh dan dekat mereka tetap di hati
Kemana menoleh, mereka selalu kulihat
Baik diam atau meloncat-loncat
Di lubuk hati kurasa mereka bermain-bermain di rumah
Tanpa pernah tertimpa lelah
) Masih bisa kubayangkan) binar-binar mata mereka saat menang
Air mata kesedihan mereka saat kalah
Di setiap pojok tercecer bekas mereka

9
Di setiap penjuru ada riuh mereka
Di jendela, ada retak kaca yang mereka buat
Di tembok bercat, ada bekas lubang yang mereka buat
Di pintu, mereka rusakkan pegangannya
Juga mereka gambari dan tulisi daunnya
Di piring, ada sisa-sisa makanan yang mereka santap
Juga di kotak manisan yang mereka lahap
Ada belahan apel yang mereka gigit
Ada sisa air yang mereka tumpahkan
Kulihat mereka sepanjang mata memandang
Bagai arak-arakan burung belibis mereka berarak

III
‫دمعي الذي كتمته جلدا‬ ‫لما تباكوا عندما ركبوا‬
‫حتى إذا ساروا وقد نزعوا‬ ‫من أضلعي قلبا بهم يجب‬
‫ألفيتني كالطفل عاطفة‬ ‫فإذا به كالغيث ينسكب‬
‫قد يعجب العذال من رجل‬ ‫ ولو لم أبك فالعجب‬، ‫يبكي‬
‫هيهات ما كل البكا خور‬ ‫ أب‬، ‫ وبي عزم الرجال‬، ‫إني‬

Airmata yang kupendam membeku


Tak berurai tatkala mereka berkendara
Namun begitu berjalan hati serasa berdebar
Tercabut dari sela-sela rusuk
Kutengok diriku bak bocah
Menangis bak hujan yang tertumpah
Mungkin terbengong anehlah pemaki
Saat melihat laki-laki dewasa menangis
Padahal anehlah jika tak kumenangis
Betapa jauhnya,
Tak setiap tangis adalah lemah
Bagaimanapun aku adalah seorang ayah

Analisis strukturalnya :

1. ‫( المعنى‬ide)
Puisi diciptakan berdasarkan gagasan dan sini kita musti mengide ide yang ada
pada penciptanya. Dalam satu puisi dapat ditemukan satu gagasan yang akan dipayungi
oleh satu gagasan yang lebih besar. Misalnya, setiap bait dalam suatu qasidah
mengandung satu gagasan. Gagasan-gagasan tadi merupakan jabaran dari gagasan
pokok keseluruhan qasidah tersebut.
Gagasan dalam puisi tidak diungkapkan secara eksplisit seperti dalam tulisan-
tulisan ilmiah, tetapi diungkapkan melalui kode-kode yang tertulis dalam puisi. Karena
itu, dari deskripsi umum teks di atas dapat dideduksikan beberapa pokok pikiran yang
dimuat teks, untuk kemudian merumuskannya secara jeli, dan menjelaskan urutan,
interelasi, dan hubungannya dengan tema utama.

10
Tema puisi berjudul "Abun" (Elegi Seorang Ayah) di atas mengandung sejumlah tema,
yaitu
(a) pertanyaan sesal seorang bapak akan sisi-sisi kehidupan anak yang menghilang dari
kehidupannya (bait ke-1 hingga 4);
(b) ekspresi kedekatan anak-anak si penyair dengan bapak mereka (bait ke-5 hingga 9);
(c) perasaan sedih dan nestapa penyair lantaran ditinggal pergi anak-anak (bait ke-10
hingga 12);
(d) posisi anak anaknya di dalam dirinya (bait ke-13);
(e) 1 khayalannya terhadap anak-anak meski mereka jauh darinya (bait ke-14 hingga
16);
(f) jejak-jejak mereka yang masih tersisa di rumah, yang membangkitkan emosi dan
imaginasi penyair (bait ke-17 hingga 22);
(g) ketegaran penyair sewaktu berpisah dengan anak-anaknya dan pecah tangisnya
setelah mereka pergi (bait ke-23 hingga 25); dan
(h) alasan tangisnya dan pembelaan sikapnya (Badr,1991).

2. ‫ ( الخيال‬Imaginasi )
Menelusuri gambaran-gambaran imaginatif yang diciptakan pengarang, apakah
ia men ciptakannya secara kreatif atau sekedar meniru, juga sumber-sumber
imaginasinya, dan pengaruhnya bagi kejelasan makna dan dekorasinya.Penelusuran
imaginasi pengarang ini tidak terbatas hanya pada teks puisi, melainkan kita juga musti
menelusurinya di dalam teks prosa. Jika teks yang menjadi obyek penelitian berbentuk
artikel atau orasi kita harus menelusurigambaran-gambaran mufradah (kosa kata)
dengan pendekatan yang sama. Jika berupa cerita atau drama kita bisa menelusuri jejak
imaginasinya di dalam susunan teks secara keseluruhan, juga di dalam karakter tokoh
tokohnya, dan di dalam dinamika peristiwa dan pengembangannya.
Dengan demikian, secara imajinatif, penyair telah berhasil dalam
menggambarkan perilaku anak-anak dan emosi mereka, juga dalam meng ungkapkan
perasaan-perasaannya yang mendalam terhadap mereka. Ia menggunakan pendekatan
istimewa yang berlandaskan pada pengawinan antara paparan langsung dan
penggunaan gambar-gambar artistik. Terkait dengan paparan langsung, penyair telah
melukiskan kepada kita sebagian besar gerakan anak-anak dan watak mereka secara
detail dan langsung. Misalnya, kata-kata "saling cekcok, saling mengeluh, saling
berpacu mendampingi 'ku, berdesak-desakan duduk di sebelahku".
la paparkan juga beberapa kilasan peman dangan yang memaksa kita untuk
membayang kan dalalah-dalalahnya yang luas, seperti boneka dan buku yang
berserakan di tanah, kaca jendela yang retak, dinding yang berlubang, sisa-sisa
makanan di piring, apel yang hanya digigit separo dan ditinggalkan begitu saja, dan
lain-lain. Setiap pemandangan ini menaimplisitkan satu bentuk perilaku anak-anak,
permainan dan keusilan mereka.
Sementara terkait dengan penggunaan gambar-gambar artistik, penyair secara
cerdas telah memanfaatkannya untuk menggambarkan kondisi mental dan psikologis
yang dalam. la gunakan kata metaforik "tawaqqud" (bara yang menyala-nyala) di
belakang anak-anak untuk menggambarkan vitalitas dan aktivisme mereka. la samakan
kebisuan yang hinggap setelah kepergian anak-anaknya dengan tidur sebentar yang tak
lelap. la kiaskan pilu perpisahan dengan mereka dengan tercabutnya hati dari sela-sela

11
rusuknya. la serupakan cucuran deras air mata nya dengan hujan lebat. Gambaran-
gambaran ini, sebagaimana yang bisa terlihat, relatif sedikit dibanding jumlah bait,
simpel dan tidak dibuat buat. Semuanya baru dan inovatif, kecuali duagambaran
ketercabutan hati dari sela-sela rusuk dan cucuran air mata bak hujan lebat yang biasa
digunakan para penyair untuk menunjukkan makna kesedihan yang mendalam.

3. ‫( لغة الشعر‬bahasa Puisi, Gaya bahasa atau Uslub)


Lugatusy-Syi'ir (bahasa Puisi) yang ter kandung di dalamnya meliputi :
- Kosa kata: kefasihannya, keluwesannya, akurasi penunjuk an maknanya, tingkat
popularitasnya di masa kita, dan kesesuaiannya dengan tema;
- Struktur. Gaya konstruksinya, tingkat kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah klausa
bahasa Arab, panjang pendeknya, dan kelugasan indikasinya;
- Keterampilan bersastra: kecanggihan pengarang dalam memilih kata, meletakkannya
dalam konteks yang memberinya petunjuk tambahan atau mengubah maknanya. Juga
kepintarannya dalam menggunakan bumbu bumbu retorikal, berpindahannya dari
khabar dan insya, dan efek-efek lain. Kita teliti posisinya, apakah ia terlalu dipaksakan,
ataukah selaras dengan konteks, membaguskan dan menguat kan pengaruhnya pada diri
kita; dan
- Irama: Jika teks yang menjadi obyek kajian berbentuk puisi, kita harus melihat
wazannya, kemampuan penyair dalam menundukkannya pada pikiran pikirannya,
kecanggihannya dalam merasakan getaran melodinya. Harus kita teliti pula rima
rimanya dan tingkat keajegannya, dan irama yang merealisasikannya. Irama-irama
internal yang ditimbulkan oleh sambung-menyambung huruf dan kata juga dipandang
bagus.
Jika teks yang ada berbentuk prosa, maka kita harus meneliti efek kata dan
ungkapan beserta irama suara dan simponi internal yang ditimbulkannya, sekaligus
nilai hal tersebut dalam menunjukkan emosi dan perasaan. Juga kekuatan maknanya
(Badr, 1991).

Sementara itu, Uslub (Gaya bahasa) yang digunakan meliputi :


- Kosa kata: Penyair menggunakan kata-kata sederhana, gampang dipahami dan lazim
digunakan. Sebagian ada yang biasa kita gunakan dalam kehidupan keseharian kita,
seperti kata: ribut, bertengkar, keluh-kesah, tanpa sebab. Tidak kita temukansatu kata
pun yang membutuhkan penjelasan. Sampai-sampai penyair menggunakan kata
populer yang biasa digunakan anak-anak untuk memanggil bapak mereka, "‫" بابا‬
("Papa!") dengan diberi tanda kutip untuk menjelaskan bahwa ia benar-benar persis
dengan kenyataan. Di samping itu penyair juga menggunakan kosa kata yang umum
digunakan dalam khazanah Arab klasik, seperti: ‫ محور‬- ‫نحبهم – شطوا – يحب – العذال‬
Dalam kedua kondisi ini, ia mampu melukiskan kehidupan keluarga dengan seksama;
- Struktur. Penyair membangun struktur-struktur kata yang bersih dari cacat bahasa dan
kesalahan sintaksis, hingga menjadikannya singkat, padat, dan luwes, kosong dari
tautologi dan pengulang-ulangan yang tidak tepat, dan k (kosong pula) dari kelemahan
yang bisa dihindari. Kecuali struktur kata yang terdapat dalam bait ke-23, di mana
klausa sisipan antara mubtada (subyek) " ‫"جلدا دمعى الذي كتمته‬

12
dan khabar (predikat) " ‫ " فإذا به كالغيث ينسكب‬terlalu panjang, sehingga pembaca jadi
kehilangan korelasi antara kedua bagian tersebut. Bisa kita pula dari struktur bait ini
masuknya " idza " fuja'iyyah pada klausa verbal
‫ ” " فإذا به كالغيث ينسكب‬Hal ini dipandang lemah oleh kalangan ahli nahwu, begitu pula
pencantumannya setelah subyek yang berarti menyalahi kaidah asal;
- Kemahiran bersastra: Kepiawaian penyair tampak ketika ia menggunakan kosa kata
biasa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Ia mampu
memberikan daya puitis tersendiri pada kata-kata tersebut. la juga piawai dalam
menggunakan formulasi sederhana yang mampu menyampaikan gerakan dan emosi
secara seksama, tanpa melanggar kefasihan. Misalnya, ‫ ( على مجـالـسـي‬Desak-mendesak
mereka menemani), ‫( " وهتافهم " بابا‬mereka teriakkan Papa ! ) ‫( في علبة الحلوى التي نهبوا‬kotak
manisan yang mereka lahap), ‫ سربوا‬، ‫ كأسراب القطا‬، ‫( عيني‬Bagai arak-arakan burung belibis
mereka berarak). Kecanggihan berpuisinya nampak pula pada mobilitas
perpindahannya antara khabar dan insya`, dan kreativitasnya menggunakan pola taqdim
dan ta'khir, sebagaimana pada bait ke-18, 19, 20, 21, untuk menyegarkan gaya, sebab
orang biasanya suka bosan dan jemu dengan gaya yang mo noton pada satu pola.

4. ‫( موسقى الشعر‬Irama dan Rima)


Dalam puisinya, penyair konsisten meng gunakan kaidah-kaidah persajakan
syair Arab. Di sini ia membangun puisinya dengan pola bahr kamil. Akhir pola kaki
sajak (tafilah) masing masing bagian ia ringkas dan ia buat menjadi (mutafa= failna).
Pola demikian disebut oleh kalangan ahli 'arudh sebagai "bahr kamil mudh mar" yang
berstatus lebih ringan daripada "bahr kamil taam". Penyair konsisten mematuhi wazan
dan rimanya pun memuaskan. Tidak kita temu kan di dalamnya penyimpangan yang
mendesak maupun cela-cela inkonsistensi (Badr, 1991).
Di samping itu, penyair begitu bersemangat menciptakan melodi-melodi
internal di dalam puisinya. Digunakannyalah kata-kata yang me miliki nada khas yang
mengekspresikan makna yang dikandungnya. Jika kita baca bait pertama, misalnya,
dengan suara agak keras, maka akan kita dengar suara-suara huruf yang merepresen
tasikan kebisingan anak-anak kecil, di mana huruf jim dan ya' saling berarak, dan huruf
bayang diulang-ulang di ujung tiga kalimat. Bisa kita lihat pula kata-kata yang
mengguran wazan tafa'ul pada bait ke-3, 4, dan 5 diulang-ulangi dengan dengan huruf-
huruf yang memiliki pertautan suara, sehingga semakin menegaskan gambar an
tumpang tindih (over-lapping) dalam gerakan anak-anak: "saling cekcok, saling
mengeluh, saling menangis, saling tertawa, saling berpacu". Di tambah lagi nada yang
timbut dari hasil per gesekan kata di kedua bagian bait, yang men ciptakan sebuah
bangunan suara yang khas, misalnya:
، ‫ إذا ظفروا ودموع خرقتهم‬، ‫وبريق أعينهم إذا غلبوا‬
Cara-cara seperti ini menjadikan irama irama internal sebagal penyempurna
irama wazan rima, dan termasuk salah satu cara mempengaruhi pembaca. Di sinilah
dapat kita tunjukkan ciri-ciri teknis teks yang terpenting, kemudian
membandingkannya dengan karya karya lain yang bertema dan berobjek sama, sembari
menjelaskan hal baru yang disajikannya. Selain itu, juga dapat diungkapkan nilai-nilai
humanis yang diusungnya, dan kemahiran kemahiran teknis yang menjadikannya
istimewa.

13
5. ‫( العاطفة‬Perasaan atau Emosi)
Perasaan yang dimaksud adalah himpunan perasaan dan emosi yang muncul di
dalam dan sepanjang teks, baik monoton dengan rasa tunggal misalnya sedih, gembira,
atau marah-maupun yang beraneka rasa, di mana pengarang berpindah dari satu rasa ke
rasa yang lain setiap kali beralih dari satu tujuan ke tujuan yang lain, atau aneka rasa
tersebut terbagi pada peristiwa- peristiwa dan tokoh-tokoh secara beruntun. Di sini, kita
musti mengidentifikasi emosi-emosi tersebut kemudian menjelaskan jenis, kekuatan,
kesungguhan, dan mekanisme penampakkannya di dalam teks.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa emosi yang terdapat di
dalam puisi "Abun" menunjukkan gelora perasaan cinta kedua orang tua yang begitu
mendalam dan termanifestasi dalam banyak pemandangan. Hal tersebut dapat dilihat
pada rentetan pertanyaan sesal penyair atas apa yang ia rasa hilang setelah kepergian
anak-anaknya, juga kecintaanya dengan segala hal yang mereka lakukan. Bahkan,
kebisingan yang biasanya membuat gerah orang pun justru dirasakan sejuk dan
menyenangkan. Perasaan cinta si penyair juga tampak dalam ilustrasinya menganai
keadaan dirinya setelah kepergian mereka. Haru-biru emosi ini mencapai puncaknya di
penghujung puisi, tatkala air matanya jatuh bercucuran. Di sini, kita bisa merasakan
hawa panas emosi ini dan ketulusannya dalam memaparkan kehidupan nyata anak-anak
secara detail, juga grafik emosi penyair yang dimulai dengan pilu penyesalan dan
diakhir dengan banjir air mata.
Selain itu, ada beberapa jejak emosi lainnya di dalam teks puisi "Abun" yang
bisa kita telusuri, di antaranya perasaan anak-anak terhadap bapak mereka. Perasaan ini
mengemuka ketika penyair menggambarkan kelengketan mereka dengan dirinya dan
seruan berulang-ulang mereka memanggil namanya dalam segala kondisi. Tidak
diragukan lagi, kedua jenis emosi ini-perasaan bapak terhadap anak-anaknya dan
perasaan anak-anak terhadap Bapak mereka merupakan perasaan kemanusiaan yang
paling luhur dan suci, karena terpancar dari fitrah yang telah diciptakan Allah di dalam
diri manusia.
6. Keterkaitan Antar-unsur Struktur dalam Teks Puisi "Abun"
Sejumlah unsur struktur dalam puisi Arab berjudul "Abun" ini, yang terdiri atas
al-mand (ide, gagasan), al-athifah (emosi), al-khayyal (imajinasi), Jugatusy-syi'r
(bahasa puisi), dan musiqasy-syi'r (irama dan rima), dapat dipandang saling bergayutan
dan koheren. Al-mana (ide, gagasan) dari puisi ini berisi penyesalan dan kedukaan
seorang ayah yang hidup bahagia dengan anak-anaknya sewaktu mereka masih kecil.
Namun, pada saat anak-anaknya telah dewasa dan pergi meninggalkan sang ayah, ia
pun merasa sedih dan kehilangan. Masa-masa kecil yang dialami oleh anak-anaknya
dapat membuat sang ayah bahagia dan sangat terkesan dalam hatinya. Al-ma'no ini
telah disampaikan oleh pengarang dengan bahasa yang sangat menyentuh pada
pembacanya, sehingga unsur al-athifah (perasaan, emosi) yang terdapat di dalam puisi
ini betul-betul menggelorakan perasaan orang tua yang sangat halus terhadap anak-
anaknya. Perasaan atau emosi tersebut terlihat jelas tatkala ditinggal pergi oleh anak-
anaknya.

14
Penggambaran secara imajinatif (al-khayyal) terhadap perilaku anak- anaknya
yang dinamis serta seluruh perilaku mereka telah disajikan secara jelas dan
diungkapkan dengan gaya bahasa puisi (lugatusy-syi'r) yang memikat, sehingga pesan
yang disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya dapat diterima dan dicema
dengan baik. Selain itu, dalam menyampaikan pesan (message/risalah) kepada
pembacanya, pengarang juga menggunakan irama dan rima (musiqasy-syir) yang
koheren dan saling berkaitan dengan unsur- unsur lainnya, sehingga dapat
mempengaruhi pembaca dalam menghayati- secara totalitas-makna yang terkandung
dalam puisi Arab berjudul "Abun" tersebut.6

3) Analisis struktural Prosa Arab


Sinopsis cerita " Iblis " karya Taufiq Elhakim.
Berkisah tentang seoarang ahli Ibadah yang merasa terganggu dengan kebiasaan
masyarakat desanya yang menyembah sebatang pohon besar di desa. Merasa
berkewajiban menyampaikan kebenaran dan menghalau kebathilan, ia pun pergi ke
tempat pohon itu berada dengan membawa kapak bermaksud menebangnya. Tatkala ia
hampir sampai, iblis datang mendekatinya dan bermaksud menghentikannya. Terjadi
dialog antara Pria dan Iblis hingga keduanya berkelahi dan kemenangan ada ditangan
sang pria. Sang pria gagal menebang pohon karena tenaganya terkuras ketika ia
mengalahkan iblis dan memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya ia kembali menuju pohon tersebut sembari membawa kapak,
dan iblis kembali mendekatinya dan mencegah pria itu memotong pohon yang menjadi
sesembahan warga desa. Kembali terjadi perkelahian antara pria dan iblis, namun
karena niat pria yang tulus untuk mentauhidkan Allah, iblis kembali terkalahkan. Pria
itu kembali membungkus kapaknya dan kembali ke rumah karena kelelahan melawan
iblis. Hari berlalu, pria itu kembali menuju pohon dan kembali dicegah iblis. Iblis
kehabisan cara menghadapi ahli ibadah tersebut, hingga ia memikirkan muslihat yang
lain dan berkata kepada pria dengan suara pelan menasihati " sesungguhnya aku
mencegahmu karena aku tak ingin warga desa membencimu, sudahlah, biarkan mereka
tersesat tapi kamu tidak dibenci oleh mereka, sebagai tawarannya aku akan memberika
dua dinar emas setiap hari dibwah bantalmu".
Pria tersebut tergoda dengan tawaran dua keping dinar yang akan ia dapatkan
setiap bangun dari tidurnya dan menyepakati perjanjian antara ia dengan iblis. Iblis
menepati janjinya dan pria tersebut mendapatkan dua keping dinar dibwah bantalnya
setiap hari hingga beberapa bulan sampai pada suatu hari, pria itu tidak mendapati
apapun dibwah bantalnya. Ia bergegas mengambil kapak, bermaksud menebang pohon
dan kembali bertemu engan iblis. Iblis menghentikan langkah pria itu dan bertanya
"hendak kemana?". "menebang pohon wargaku".
Yang menyesatkan Iblis tertawa terbahak-bahak. "bukankah kamu hendak
menebang pohon karena aku memotong gaji bulananmu?". Keduanya kembali
berkelahi namun kali ini kemenangan ada dibawah tanduk iblis. Iblis berkata: "dimana
kekuatanmu yang dulu?" "bagaimana aku bisa kalah olehmu? Padahal dulu aku selalu
menang" " ketika kamu marah karena Allah, Allah memenangkanmu dan ketika kamu
marah karena nafsumu, Aku menang terhadapmu. Ketika kamu hendak menebang

6 Sangidu, Strukturalisme dalam Sastra Arab, teori dan aplikasinya, Hal.27-44

15
pohon itu karena Aqidahmu, kamu mengalahkanku dan ketika kamu hendak
menebangnya karena kebutuhanmu, aku mengalahkanmu."

Analisis Prosa "Iblisu Yantashiru / Kemenangan Iblis" dengan Teori Struktural :


1. Tema
Tema merupakan pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai
sebagai dasar mengarang, sajak, dsb).Dari pengertian diatas bisa diamil kesimpulan
bahwa tema dalam prosa ini adalah keikhlasan dan kemurnian niat dalam mengawali
suatu perbuatan. Hal ini terlihat dalam keselurusan cerita dimana iblis yang selalu
mengalami kegagalan tatkala sang pria mengalahkannya dengan niat tulus memurnikan
akidah. Namun, berbelok arah menjadi kemenangan bagi Iblis karena berubahnya niat
dan tujuan pria dalam tokoh cerita.

2. Tokoh atau Penokohan


Tokoh merupakan orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Adapun
penokohan adalah sikap dan sifat pribadi tokoh. Tokoh dapat dibagi menjadi dua yaitu
protagonis dan antagonis. Pengarang mendeskripsikan tokoh tokoh utama yang ada
dalam prosa ini secara tidak langsung. Tokoh seorang pria Ahli ibadah (Nasik, tidak
terlalu dideskripsikan sebagai seseorang yang benar-benar ahli dalam ibadah ia hanya
digambarkan secara umum Penggunaan kata Nasik dalam bahasa arab bermakna "Yang
beribadah" menggabarkan konteks yang lebih luas bukan dalam arti sempit (karena
usaha pria dalam memurnikan tauhid pada awal peristiwa dapat dikatakan ibadah) jika
pria yang dimaksud konten adalah pria yang benar-benar ahli ibadah maka kata secara
leksikal yang dapat dipilih penulis adalah 'abidd / Ahli Ibadah".

3. Setting
Setting adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan
waktu. peristiwa ruang, dalam dan suasana suatu karya terjadinya sastra. Setting dalam
karya prosa dibagi tiga yaitu tempat, waktu dan sosial.Sesuai dengan pengertian yang
telah dijabarkan, seting alam cerpen ini ada dua yaitu:
a. Tempat: Desa, Rumah, Jalan, Pohon
‫اتخذ قوم شجرة صاروا يعبدونها‬
‫فقد طرح الشيطان على األرض وجلس على صدره‬
‫فرجع إلى صومعته واستراح ليلته‬
‫وصار يستيقظ كل صباح ويدرس يده تحت وسادته‬
b. Waktu Pagi, Malam, setiap hari, bulan
‫وذهب إلى صومعته واستلقى من التعب واإلعياء حتى مضى الليلوطلع الصبح‬
‫فرجع إلى صومعته واستراح ليلته‬
‫أجعل لك في كل يوم دينارين تستعين بهما على نفقتك‬.
‫فتخرج بدينارين حتى انصرم الشهر‬.
‫وذات صباح دس يده تحت الوسادة‬

4. Alur/ Plot
Alur sering juga disebut plot. Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau
alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam
cerita. Alur dalam prosa ini memakai alur maju karena kejadian ini dimulai sejak Nasik

16
geram dengan kelakuan masyarakat yang menyembah pohon dan memutuskan
menebang pohon, hingga bertemu dengan Iblis dan mengalahkannya. Kemudian nasik
terkalahkan oleh iblis sebab terpukau dengan tipu daya iblis sebagaimana yang telah
dikisahkan dalam "Iblisu Yantashiru".

5. Sudut pandang
Menurut Didik Wijaya : Sudut pandang atau point of view di dalam cerita fiksi
pada prinsipnya adalah siapa yang menceritakan cerita tersebut. Sudut pandang dapat
dibagi menjadi dua yaitu sudut pandang orang pertama dan ketiga. Dan dalam prosa ini
pengarang menggunakan sudut pandang orang agitek. Seperti yang terlihat pada
paragraph pertama yang menggunakan Fi'il Madhi Dhomir (‫ )هو‬Huwa

‫ فلم‬، ‫ فحمل فأسأ و ذهب إلى الشجرة ل يقطعها‬، ‫ فسمع بذلك ناسك مؤمن باهلل‬، ‫اتخذ قوم شجرة صاروا يعبدونها‬
‫يكد يقترب منها حتى ظهر له إبليس حائال بينه وبين الشجرة وهو يصيح به‬.
‫ إلى أن انجلت المعركة‬، ً‫ و تصارعا طويال‬، ‫ و قبض الناسك على قرن إبليس‬، ‫فلمسك ابليس بخناق الناسك‬
‫بانتصار الناسك فقد طرح الشيطان على األرض و جلس على صدره وقال له‬.

6. Amanat
Menurut Sumi Winarsih & Sri Wahyuni dalam Zaini (2010) Amanat adalah
pesan yang akan disampaikan pengarang dalam cerita. Amanat merupakan ajaran moral
atau nasehat yang hendak disampaikan pengarang atau pembaca. Pesan cerita
umumnya tersaji secara implisit Dalam cerpen ini, terdapat amanat bahwa paites
ayntain adap gnutnagret nataubrep uata lama tayinnibulaam'a lamanni. 7

4) Analisis Struktural Drama Arab


Sinopsis Drama Ad-Dûdah Wats-Tsu‘Bân (Cacing dan Ular):
Menggambarkan ekspedisi militer Prancis ke Mesir. Di dalam teks drama ini
dipaparkan sederet permasalahan yang dialami rakyat Mesir akibat ekspedisi, terutama
tidak adanya pasukan yang mampu menahan laju serangan tersebut. Para petinggi
kerajaan (Mesir kala itu diperintah oleh penguasa Mameluk yang tunduk pada Dinasti
Ottoman di Turki) malah asyik berebut jabatan dan menimbun kekayaan pribadi.
Mereka pun di sibukkan dengan konflik kepentingan di antara mereka sehingga begitu
Napoleon Bonaparte menyerang mereka dengan pasukannya yang dahsyat, mereka pun
kalang kabut dan sibuk mengamankan kekayaan mereka, dan melupakan penyusunan
barisan perlawanan. Adegan-adegan tersebut merupakan gambaran yang jelas dari
persoalan-persoalan yang di hadapi oleh rakyat Mesir (Bakatsir dalam Badr, 1411H).

Cuplikan Terjemahan Teks Drama Arab


“Ad-Dûdah wats-Tsu`bân” (Cacing dan Ular) karya Ali Ahmad Bakatsir
Ibrahim : Assalamu’alaikum, Syaikh Jausaqi!
Al-Jausaqi : Alaikumussalam warahma-tullah. Selamat datang, Ibrahim Bek!
Ibrahim : Tentu Anda mengetahui kabar terakhir dari asisten-asisten Anda, Syaikh
Jausaqi!

7Sholeha, Nur Hanifatun, Journal of Educatioand Management Studies Vol. 2,No. 1, Februari2019, Jombang,
hal 51-53

17
Al-Jausaqi : Tentu saja.Ibrahim : Kita, insya Allah, bisa memukul mundur pasukan
musuh. Namun langkah antisipasi wajib dilakukan.
Al-Jausaqi : Anda benar, Ibrahim Bek. Antisipasi wajib dilakukan.
Ibrahim : Saya memiliki beberapa kotak kecil yang sulit dibawa atau disimpan. Maukah
Anda menyimpannya untuk saya hingga peperangan ini selesai?
Al-Jausaqi : Dimana saya harus menyimpannya, Ibrahim Bek? Di rumah saya ini?!
Ibrahim : Rumah Anda jelas rawan penggeledahan. Tapi, Anda kan bisa membagi-
baginya pada teman-teman Anda agar mereka menyimpannya di rumah mereka.
Al-Jausaqi : Ibrahim Bek, saya tidak mampu menanggung konsekuensinya nanti.
Ibrahim : Jangan takut! Jika kotak-kotak itu hilang, saya tidak akan menyalahkan Anda.
Al-Jausaqi : Hari ini Anda bisa berkata begitu. Tapi besok, jika hilang Anda pastiakan
menuduh saya telah mengkhianati amanat.
Ibrahim : Tidak, Syaikh Sulaiman. Saya percaya pada Anda.
Al-Jausaqi : Apakah Anda memaksa saya untuk menyimpannya, Ibrahim Bek?
Ibrahim : Tidak, Syaikh Jusaqi. Siapa pula yang bisa memaksa Anda?!
Al-Jausaqi : Jadi, terimalah saja saran saya. Jangan urusi hal lain dulu selain usaha
memukul mundur dan mengusir Prancis dari negeri kita. Jangan urusi segala macam
harta, kekayaan, atau apa saja.
Ibrahim : Saya hanya khawatir jika barang-barang berharga ini jatuh ke tangan mereka,
sehingga mereka bisa menggunakannya untuk tambahan modal memberangus kita.
Al-Jausaqi : Ibrahim! Memang jika Prancis sampai masuk ibu kota, mereka pasti akan
menguasai semua yang ada di dalamnya. Tapi jika mereka tidak masuk, tentu mereka
tidak akan menguasai kotak-kotak berharga Anda.
Ibrahim : Syaikh Sulaiman, mereka boleh-boleh saja memasuki ibu kota.Tapi kita pasti
akan mengusir mereka dari sana. Ketika itulah, baru Anda serahkan barang-barang
berharga yang kita sembunyikan dari mereka itu kepada saya lagi.
Al-Jausaqi : Ibrahim Bek, bolehkah saya berterus-terang pada Anda?
Ibrahim : Tidak apa-apa.
Al-Jausaqi : Tidak adil rasanya jika semua orang harus kehilangan harta benda dan
kekayaan mereka karena kelalaian Anda, sebagai alat negara dalam melindungi mereka,
kemudian saya malah menyimpan harta kekayaan Anda.
Ibrahim : Syaikh Sulaiman, ambillah untuk diri Anda bagian sepersepuluh dari uang
itu!
Al-Jausaqi : Tidak, Ibrahim Bek!
Ibrahim : Ambillah seperlima
Al-Jausaqi : Mau setengah sekalipun, saya tetap tidak mau!
Ibrahim : Lalu berapa yang Anda inginkan?
Al-Jausaqi : Saya tidak menginginkan apa-apa dari Anda!
Ibrahim : Bukankah ini jauh lebih baik bagi Anda daripada menarik pungutan dari para
pengemis tunanetra?!
Al-Jausaqi : Ibrahim Bek! Saya tidak menarik pungutan dari siapapun!
Ibrahim : Lalu apa gerangan uang yang Anda ambil dari hasil yang mereka kumpulkan
dari mengemis siang dan malam?!
Al-Jausaqi : Ibrahim Bek! Saya ini bapak asuh kaum tuna-netra. Saya harus menyimpan
uang mereka dan mengurusi keperluan mereka. Sementara Anda bukan orang tuna-
netra yang bisa saya simpankan uang Anda!

18
Analisis Teks Drama
Unsur-unsur intrinsik drama Arab menurut Badr(1411 H: 188-192; bdk. Asy-
Syâyib, 1964) adalah al-fikrah (gagasan), asy-syakhshiyyah (penokohan), as-shirâ‘
(tegangan), al-charakah (gerakan), al-khiwâr (percakapan), dan al-binâ’ (setting: tata
panggung, lampu, kostum, waktu pementasan dan dan jumlah babak).
1. Al-fikrah (gagasan): Drama di atas menggambarkan ekspedisimiliter Prancis di
Mesir dan menguak realitas pahit yang menyelimuti negeri Mesir kala itu. Kepahitan
yang dialami rakyat Mesir berupa kebingungan, perpecahan, konflik internal diantara
kaum oportunis yang gila kekuasaan, dan kepanikan di tengah masyarakat lugu yang
tidak menemukan kepemimpinan yang terorganisasikan. Akibatnya, mereka pun
terperosok ke dalam bencana. Isu ini merupakan pelajaran berharga dari sejarah yang
bisa dipetik masyarakat di segala tempat dan waktu. Untuk menghindari bahaya-bahaya
ini, rakyat merapatkan barisannya, dan mempersenjatai diri dengan keimanan dan
kesadaran sehingga negeri pun terlindungi.
Drama Arab ini dengan demikian mengambil inspirasi tema dari sejarah untuk
kepentingan realitas masa kini dan masa depan. Babak yang telah dibaca di atas
menggambarkan sampel permasalahan-permasalahan tersebut. Di sini penulis
memaparkan antusiasme dua panglima pasukan Mameluk untuk mengamankan harta
kekayaan masing-masing melebihi keantusiasan mereka untuk mengorganisir
perlawanan. Aksi pertengkaran mulut antara keduanya pun mencapai tingkat
penghunusan pedang. Dalam situasi seperti ini juga tidak ada koordinasi militera papun
antara mereka berdua sehingga situasi menjadi semakin akut.

2. Asy-Syakhshiyyah (Penokohan): Tokoh-tokoh dalam babak teks drama ini adalah


Sulaiman Al-Jausaqi (seorang tokoh agama yang concern terhadap permasalahan umat,
terutama orang-orang tunanetra), Ibrahim Bek (Bek adalah gelar kebangsawanan ala
Turki yang disandang kalangan kelas atas), dan Murad Bek (keduanya adalah pembesar
kerajaan). Karena itu, apabila diperhatikan dengan saksama penggalan drama di atas,
terdapat pola penokohan yang beragam. Ada tokoh dua panglima Mameluk (Ibrahim
Bek dan Murad Bek) yang merepresentasikan kalangan opurtunis, dan tokoh Syaikh
Al-Jausaqi yang merepresentasikan tipe istimewa dari masyarakat yang berkesadaran
tinggi. Pada bagian-bagian drama berikutnya, tokoh ini (Syaikh Al-Jausaqi) memiliki
peran besar dalam merencanakan perlawanan terhadap imperialisme Prancis yang
berakhir pada ke-syahid-an yang heroik. Kondisi ini semakin komprehansif karena
ditambah tokoh orang-orang buta yang mewakili sebagian masyarakat lemah. Di bagian
drama yang lain ada beberapa tokoh lagi yangmemainkan peran-peran yang melayani
adegan utama dan mereprsentasikan kelompok masyarakat lain. Tokoh Napoleon
Bonapartedan beberapa panglima perang Prancis tidakkalah pentingnya sehingga
drama ini menjadi hidup dan nikmat untuk ditelaah. Penulis berhasil memaparkan
karakter dalam dan luar tokoh-tokoh ini melalui dialog dan emosi yang menguak
hakikatnya. Kita bisalebih banyak melihat watak Ibrahim Bek dan Murad Bek melalui
dialog daripada deskripsi ataupun atribut yang disebutkan tentang kedua-nya.

3. Ash-Shirâ’ (Konflik): Terkait dengan konflik yang terdapat dalam drama di atas, ada
konflik utama yang melibatkan bangsa muslim di Mesir di satu pihak dengan

19
imperialisme Prancis di lain pihak. Di samping itu, ada sejumlah intrik-intrik
sampingan yang terkait dengan konflik utama dan mendukung tema drama: konflik
antar petinggi Mameluk, dan konflik mereka dengan rakyat. Konflik utama dimulai
bersamaan dengan dibukanya drama, lalu mengembang dan menguat sehingga
mencapai puncaknya dengan gugur syahidnya Syaikh Al-Jausaqi dan para pemimpin
gerakan perlawanan lainnya dan berakibat pada tampilnya kepemimpinan baru yang
menggantikannya serta indikasi kemenangan di masa depan.

4. Al-kharakah (Gerakan): Di dalam drama berjudul “Ad-Dûdahwats-Tsu`bân” (Cacing


dan Ular) karya Ali Ahmad Bakatsir ini, penulis piawai dalam menggerakkan adegan
dan menjadikannya menarik. Ia jalin adegan demi adegan tanpa putus, seolah-olah kita
keluar dari satu adegan untuk memasuki adegan yang lain, sehingg akita pun tertarik
untuk mengikuti drama tersebut sampai selesai.

5. Al-hiwâr (Dialog): Salah satu faktor yang membantu kemenarikan drama berjudul
“Ad-Dûdahwats-Tsu`bân” (Cacing dan Ular) karya Ali Ahmad Bakatsir ini adalah
dialog yang luwes dan ekspresif, yang beredar di mulut para tokohnya dan sesuai
dengan karakter masing-masing. Bahkan, dialognya dipandang relevan dengan dialek
dan penggunaannya pun sesuai dengan realita empirik terjadinya peristiwa tersebut.
Para tokoh yang terdapat di dalam teks drama pun disebutkan secara faktual, seperti
Napoleon Bonaparte disebut Bona-parta, tentara Prancis disebut Prancis, dan para
petinggi dipanggil dengan gelar Bek yang memang berlaku umum pada masa itu. Gaya
bahasa (uslûb) yang digunakan pun mengombak-ombak. Ia meninggi di mulut Al-
Jausaqi, datar di mulut kaum tunanetra pengikutnya, dan cerdas di mulut para
komandan pasukan Prancis. Bahkan, ia mampu mengekspresikan secara akurat setiap
kelompok masyarakat yang disebutkan dalam drama tersebut.

6. Binâ’ (Babak, Bangunan Cerita): Apabila kita perhatikan dengan seksama dan
membacanya berulang-ulang drama berjudul “Ad-Dûdah wats-Tsu`bân” (Cacing dan
Ular) di atas, maka kita akan menemukan bahwa drama tersebut terbagi ke dalam
beberapa babak, dan setiap babaknya terbagi menjadi sejumlah adegan-adegan yang
sambung-menyambung dan harmonis. Penulis berhasil menjaga kesatuan tema, dan
melakukan mobilitas dalam konteks zaman dan tempat secara terbatas. Ia mampu
merealisasikan sebuah drama yang berkonstruksi seni yang kokoh. Adegan-adegannya
pun mengalir secara gradual sesuai dengan urutan waktu yang logis dan sekaligus
mampu membangun konflik. Selain itu, di dalam adegan-adegannya juga mampu
menguak watak-watak dan karakteristik setiap tokohnya. Dengan demikian, drama
tersebut mampu memberikan gambaran tema yang terkandung di dalamnya dan mampu
meyakinkan kita dengan apa yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Keterkaitan
antarunsur struktur dalam drama Arab berjudul “Ad-Dûdah wats-Tsu`bân”
dimaksudkan untuk mencari kekoherenan karya sebagai suatu struktur. Karena itu, ide
dasar terciptanya drama Arab tersebut adalah adanya kebingungan, perpecahan, dan
konflik internal yang terjadi dalam masyarakat Mesir karena mereka tidak menemukan
seorang pemimpin yang dapat mengayomi dan melindungi mereka. Oleh karena itu,
munculnyatokoh Sulaiman Al-Jausaqi dipandang dapat menentramkan suasana batin
masyarakat Mesir. Dia merupakan tokoh agama yang sangat concern terhadap

20
permasalahan umat. Tokoh inilah yang merencanakan strategi untuk melawan
imperalisme Prancis yang berakhir pada ke-Syahid-an. Selain itu, ada juga tokoh
Napoleon Bonaparte sebagai panglima perang Prancis tidak kalah pentingnya dalam
struktur drama Arab ini sehingga suasana dan koherenitas drama sangat hidup. Dari
kedua tokoh di atas, konflik mulai terjadi yang melibatkan bangsa muslim Mesir
melawan imperalisme Prancis. Konflik semakin tidak menentu karena di antara para
petinggi Mesir sendiri saling berebut kekuasaan dan jabatan guna memperkaya dirinya
sendiri. Hal yang demikian juga berakibat pada adanya konflik antara rakyat Mesir dan
para penguasanya. Konflik internal dan vertikal sulit untuk diselesaikan. Konflik-
konflik di atas dirajut oleh pengarang dengan gaya bahasa yang lugas dan dituangkan
secara menarik babak demi babak sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. 8

8 (Sangidu, AD-DÛDAH WATS-TSU'BÂN (CACING DAN ULAR) KARYA ALI AHMAD BAKATSIR: ANALISIS
STRUKTURAL MODEL BADR, 2008)https://www.researchgate.net/publication/260384562_AD-DUDAH_WATS-
TSU'BAN_CACING_DAN_ULAR_KARYA_ALI_AHMAD_BAKATSIR_ANALISIS_STRUKTURAL_MODEL_BADR

21
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
pendekatan struktural adalah pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut
pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra.

Kelebihan strukturalisme antara lain adalah menjadikan studi karya sastra


mendekati positivisme, sebagaimana ilmu sosial. Selain itu, dalam strukturalisme juga
akan terlihat totalitas antar unsur yang membentuk keindahan struktur luar dan dalam
sebuah karya sastra. Sedangkan kekurangannya adalah latar belakang sejarah
sastrawan, latar belakang karya-karya sastra yang lahir sebelumnya, dan analisis suatu
karya sastra menjadi miskin atau kering. Bahkan teori strukturalisme juga menampilkan
bias berbahaya dan menyesatkan. Teori strukturalisme tidak sejalan dengan teori sastra
interdisipliner atau sastra banding yang didefinisikan oleh Henry Rymak pada tahun
1961.

Tujuan dari pendekatan struktural dalam karya satra yaitu membongkar dan
memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh (Teeuw, 1984).

22
DAFTAR PUSTAKA

A.TEEUW. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT.Dunia Pustaka Jaya.
Falah. (2012, Maret Selasa). TEORI KRITIK SASTRA STRUKTURALISME (AL-BINAIYYAH)
MURNI DAN REVISI. Diambil kembali dari TEORI KRITIK SASTRA
STRUKTURALISME (AL-BINAIYYAH) MURNI DAN REVISI:
https://bebasmelangkah25.wordpress.com/2012/03/06/teori-kritik-sastra-
strukturalisme-al-binaiyyah-murni-dan-revisi/
Kamilah, M. (2016, Desember Rabu). Kumpulan karya ilmiah dan karya sastra periode klasik
hingga modern. Diambil kembali dari strukturalismne dalam prosa Arab:
http://maktabahkamila.blogspot.com/2016/12/strukturalisme-dalam-prosa-arab.html#
Sangidu. (2008). AD-DÛDAH WATS-TSU'BÂN (CACING DAN ULAR) KARYA ALI
AHMAD BAKATSIR: ANALISIS STRUKTURAL MODEL BADR. Kajian
Linguistik dan Sastra, 56-68.
Sangidu. (2018). Strukturalisme dalam sastra arab teori dan aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press Anggota IKAPI.
Sholeha, & N. H. (2019). Journal of Education Management studies, 50-51.
Weststeijn, J. V. (1992). Pengantar Ilmu sastra. Jakarta: PT.Gramedia, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai