Anda di halaman 1dari 11

SASTRA NASIONAL, SASTRA DUNIA, DAN SASTRA BANDINGAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tarikh al-Adab al-Muqaran

Dosen pengampu: Dr. Rizqi Handayani, M.A

Disusun oleh:

Syafitri Efendi (11200210000130)


Nurul Fadilah (11200210000141)
Fitria Wilda (11200210000151)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sastra dalam kebudayaan Arab merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak
dapat dipisahkan, seluruh kebudayan dan peradaban yang ada di dunia ini pernah
mengalami suatu perubahan yang sangat mendalam, termasuk kebudayaan bangsa Arab.
Pembelajaran mengenai sastra baik itu sastra Indonesia maupun sastra Arab cukup
banyak, salah satunya yaitu membandingkan karya sastra. Membandingkan karya sastra
itu juga disebut dengan kajian sastra banding atau dalam bahasa Arab disebut dengan Al-
Adab Al-Muqaran.
Sastra bandingan sebagai suatu disiplin ilmu mengalami pasang surut. Menurut
Stalknecht dan Frenz dalam Weisstein, menyatakan bahwa sastra bandingan adalah studi
hubungan antara kesusastraan di satu pihak, dan wilayah lainnya dari pengetahuan dan
kepercayaan, seperti seni, filsafat, sejarah, ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan
alam, dan agama.
Berbicara mengenai sastra bandingan tidak bisa dilepaskan dengan pembicaraan
tentang sastra nasional, sastra umum, dan sastra dunia. Tiga pengertian sastra tersebut
sering berkaitan satu sama lainnya. Maka dari itu pemakalah akan membahas mengenai
pendefinisian sastra nasional, sastra dunia, dan sastra banding.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penjelasan dari sastra nasional?
2. Apa penjelasan dari sastra dunia?
3. Apa penjelasan dari sastra banding?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sastra Nasional
Menurut Tantawi dalam buku metodologi penelitian sastra bandingan
menyatakan bahwa sastra nasional adalah karya sastra yang dibuat oleh pengarang
yang berasal dari negara tertentu dan menggunakan bahasa nasional dari negara
tersebut dan mengandung tema nasional. 1 sastra yang terbit di daerah dengan kualitas
atau mutu yang bagus dan memiliki wilayah baca lintas daerah dapat disebut juga
sebagai sastra nasional. Hal ini terjadi karena banyaknya pengarang terkenal yang
tinggal di berbagai daerah, seperti Umar Khayam, Mustafa Bisri, Zamawi Imran,
Linus Suryadi A.G, dan Y.B Mangunwijaya.2
Beda halnya di Indonesia, sastra nasional hampir tidak pernah terdengar di
berbagai diskusi sampai tingkat konferensi sastra. walaupun ada pemujaan karya yang
secara nasional diakui sebagai pengarang, akan tetapi tidak secara otomatis karyanya
disebut sebagai sastra nasional. Karya-karya Umar Kayam “Para Priyayi”, Ayu Utami
“Larung”, dan Ahmad Tohari “Ronggeng Dukuh Paruk” beberapa karya tersebut
hanya diakui berbobot, tetapi tidak berarti secara otomatis di akui sebagai sastra
nasional. Nilai politis karya sastra di Indonesia kelihatannya masih terdengar samar-
samar. Sastra nasional memang hanya sebuah pengakuan yang relatif, walaupun itu
diakui atau tidaknya, akan tetapi hingga sampai saat ini masih bertahan karena adanya
sastra bandingan.3
Sastra indonesia bisa dibaca oleh semua orang yang menguasai bahasa
Indonesia yang berada di seluruh wilayah Indonesia. Namun demikian, tidak semua
karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia bisa dipahami dan dimengerti oleh
semua kelompok etnik yang membentuk bangsa ini. Karena adanya perbedaan
pandangan hidup yang pada gilirannya menghasilkan tatanan sosial yang berbeda satu
sama lain. Misalnya, sastra Indonesia yang ditulis oleh sastrawan Minang belum tentu
bisa dipahami oleh pembaca yang berasal dari Bali begitu pun sebaliknya. Sebagai
contoh, sebuah prosa lirik karya Linus Suryadi AG yang berjudul “Pengakuan

1
Suwardi Endaswara, “Metodologi Sastra Bandingan”, Jakarta: bukupop, 2014, Hal 76.
2
Yudianti Herawati, “Pemanfaatan Sastra Lokal dalam Pengajaran Sastra”, Lingua Didaktika, Vol. 3, No. 2, Juli
2010, Hal. 197-198.
3
Suwardi Endaswara, Hal 75.
Pariyem” dalam karya ini banyak menggunakan kata dan konsep masyarakat Jawa,
yang tentu saja terdengar asing bagi kebanyakan pembaca Indonesia yang bukan
berasal dari Jawa.4
Keberadaan sastra nasional juga hampir sama dengan sastra lokal, yaitu
ditandai dengan penggunaan bahasa, latar, tema, dan pengarangnya. Dari segi bahasa
keberadaan kesusastraan Indonesia tidak diragukan lagi karena bahasa Indonesia telah
lama dipakai secara nasional. Sebagai contoh, latar tempat yang bercirikan nasional
terdapat pada roman-roman tahun 20-an salah satunya adalah roman Siti Nurbaya
pengarang Marah Rusli, didapati latar tempatnya di Padang, Teluk Bayur, dan Jakarta.
Namun roman ini diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit nasional negeri Hindia
Belanda.5
Jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, terdapat perbedaan antara sastra
umum dan sastra nasional. Sastra nasional dianggap sebagai “kawasan tertutup”
dibandingkan sastra umum. Namun demikian, pada kenyataannya sastra umum saling
berkaitan erat dengan sastra nasional. seperti misalnya lingkup sastra Eropa meliputi
sastra Inggris, sastra Jerman, dan sastra Prancis yang saling berhubungan mengenai
6
sejarah, tema, dan bahasa. Akan tetapi, Sastra nasional secara umum diartikan
sebagai hasil karya sastra milik bangsa. Maksud “bangsa” disini adalah selalu
dititikberatkan pada pengertian batasan “politik”. Jadi dalam hal pengertian sastra
nasional bersandar pada masalah geografis. Sebagai contoh, Inggris dan Amerika
dianggap sebagai dua kesusastraan yang terpisah, dan juga kesusastraan Indonesia dan
Malaysia, meskipun antara Inggris dan Amerika Serikat dan antara Indonesia dan
Malaysia itu sebenarnya memiliki latar belakang kebudayaan yang sama. 7Sastra
nasional perlu dipertimbangkan menjadi sebuah wilayah yang menjadi tumpuan sastra
bandingan. Sastra nasional menjadi dasar analisis terhadap sastra bandingan. Sastra
bandingan akan melahirkan sastra nasional, sastra umum, dan sastra dunia.

4
Sapardi Djoko Damono, “Sastra Bandingan:Pengantar Ringkas”, Ciputat:Editum, 2009, Hal. 28.
5
Supriyadi, “Sastra Lokal, Nasional, atau Global?”, Humaniora, Vol. XII, No. 2, 2020, Hal 192.
6
Suwardi Endaswara, Hal 65
7
Suwardi Endaswara, Hal 66
B. Sastra Dunia
Sastra dunia, yaitu karya sastra milik dunia yang bersifat universal. Sastra dunia
(world literature) merupakan ragam sastra yang menjadi milik berbagai bangsa di dunia dan
terjadi karena penyilangan gagasan yang timbal balik memperkaya kehidupan manusia.8
Menurut Hutomo (1993:6), Sastra dunia adalah sastra nasional yang diberi peluang
meletakkan dirinya dalam lingkungan sastra dunia dengan “fungsi”dan “kriteria tertentu,
serta sejajar, atau duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, dengan sastra nasional bangsa
lain di dunia.
Jadi,istilah sastra dunia Sebenarnya berkait erat dengan istilah weltliteratur yang
dikumandangkan oleh pujangga Jerman,Goetha. Goetha, sebagai pencetus weltliteratur,
memandang kesustraan sebgai totalitas, sebgai suatu fenomena yang universal. Goetha
mengingnkan kesusastraan diselurih dunia tidak terbagi-bagi dan di kotak-kotakan dengan
sastra nasional. Apa yang di maksudkan sastra dunia oleh Goetha ternyat diberi tafsiran lain
oleh para kritikus setelahnya. Konsep Goetha lebih mengarah pada world masterpieces, atau
sastra agung dunia, dan bukan karya sastra golongan teri. Dari sastra India, misalnya kita
dapat merujuk pada epos Mahabarata dan Ramayana,9di Prancis ada Don Quisot, dan di
Indonesia Bumi Manusia serta Serat Centhini dalam ranah sastra Jawa. Di Jawa khususnya
dan Indonesia pada umumnya memiliki banyak karya sastra yang berhasil menembus dunia,
meski menggapai label sastra dunia diperlukan perjuangan yang besar. Sastra dunia tentu
lebih monumental dan memiliki kedalaman makna luar biasa.
Istilah sastra dunia awalnya dipakai oleh Johann Wolgag Von Goethe (1749-1832),
seorang sastrawan dan pemikir jerman. Dia sangat menguasai karya-karya besar sastra dalam
bahasa aslinya, khususnya bahasa inggris, Perancis dan Itali. Perhatiannya kepada dunia
Timur juga sangat besar, antara lain pada dunia Islam dan Cina. Pengertian sastra dunia
sebenarnya berbeda dengan pengertian sastra umum, bahkan definisi mengenai istilah sastra
umum pun sering menimbulkan perdebatan. Goethe, Misalnya lebih menekankan pada
masalah estetik, sedangkan Schlegel lebih memfokuskan pada masalah tema,ruang lingkup
dan,genre.
Sastra dunia merupakan puncak-puncak kesusastraan nasional dan Sastra yang
sastrawan dan karya-karyanya diakui secara internasional. Sebuah karya sastra dapat
dianggap sebagai karya sastra besar dan diakui secara internasional manakala karya sastra
ditulis dengan bahasa yang baik dan pada akhirnya pemikiran mengenai sastra dunia sangat
mempengaruhi konsep sastra bandingan, khususnya pada tahap-tahap awal. Dengan begoti,
sastra dunia juga mengangkat tema yang berlaku secara umum di dunia dan tidak dibatasi
oleh bahasa dan politik secara nasional.
Pengertian sastra dunia dan sastra bandingan seringkali tumpah tindih. Sastra dunia
meliputi seluruh wilayah yang lebih luas, bahkan dunia, sedangkan sastra bandingan
seringkali hanya mencakup hubugan antra dua negri atau dua pengarang dari kebudayaan
yang berlainan. (Fridolin 1986;103). Konsep sastra dunia sering dijadikan acuaj studi sastra

8
Panuti, Sudjiman 2006. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Universitas Indonesia. hal 7
9
Gilang Hanita Mayasari,. "Meneropong Teori Sastra Bandingan pada Buku Metodologi Penelitian Sastra
Bandingan." METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra 4, no. 2 (2016): 208-2011.
bandingan, meski terkadang sastra dunia sering rancu pada sastra umum. 10Akhir-akhir ini ada
upaya sastra bandingan yang berkepentingan untuk menemukan sastra dunia. Makna sastra
dunia, merupakan sastra yang dikenal,diakui dan memiliki nilai bertaraf dunia. Pengertian
yang lebih umum tentang sastra dunia, seperti yang dikatakan oleh Wellek dan warren
(1989:49), adalah masterpieces (karya-karya agung), Owen Aldridge (1969:49) menyebutnya
greta books (buku agung) atau world masterpieces( karya-karya agung dunia), yakni
merupakan karya-karya besar para individu di dunia kesusastraan.
Sastra dunia tidaklah identik dengan sastra bandingan, meskipun keduanya sama-
sama cabang penelitian kesusastraan yang melewati batas suatu sastra nasional. Pendapat
yang menyatakan bahwa sastra dunia merupakan karya-karya agung,menimbulkan garis batas
yang jelas dengan sastra bandingan. Sastra dunia mencakup daerah kesusastraan yang lebih
luas dari sastra bandingan. Penelitian sastra bandingan dapat dilakukan dengan mengambil
hanya pada dua karya sastra, sedangkan penelitian dalam sastra dunia umumnya meliputi
karya-karya besar dan terkenal yang berasal dari berbagai sastra nasional.11 Jika sastra dunia
hanya meninjau karya-karya sebatas sastra,lain halnya dengan sastra bandingan yang
menjangkau pada penelitian mengenai hubungan karya-karya sastra dengan berbagai bidang
ilmu diluar kesusastraan, misalnya dengan ilmu pengetahuan,agama,karya seni meskipun ada
kalanya sastra bandingan juga menyentuh sastra dunia yang dianggap agung.
Bagi Hutomo,sastra dunia dapat dilihat dari sudut pandang ruang yang hubungannya
menyentuh seluruh dunia (biasanya dunia barat), sudut pandang waktu ketokohan karya
dikaitkan dengan waktu kelahirannya, Sastra mutakhir tidak termasuk kajian,sudut pandang
kualitas hanya terbatas pada karya agung, dan sudut pandang Intensitas menunggu hasil dari
sastra bandingan.

C. Sastra Bandingan
Hutomo secara ringkas mendefinisikan sastra bandingan sebagai disiplin ilmu yang
mencakup tiga hal. Pertama, sastra bandingan yang menyangkut studi naskah. Sastra
bandingan ini biasanya ditangani oleh ilmu filologi. Kedua, sastra bandingan lisan, yaitu
sastra bandingan yang menyangkut teks-teks lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut,
dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dari satu tempat ke tempat lain. Teks lisan ini
dapat berupa tradisi lisan, tetapi dapat diungkapkan dalam wujud sastra lisan (tradisi lisan
yang berseni). Ketiga, sastra bandingan modern, yaitu sastra bandingan yang menyangkut
teks sastra modern.

Istilah sastra bandingan pertama kali muncul dipelopori oleh para pemikir Perancis
yaitu Fernand Baldensperger, Jean-Marie Carre’, Paul van Tieghem, dan Marius-Francois
Guyard. Dalam ilmu sastra bandingan ini mereka lebih dikenal sebagai pelopor aliran
Perancis atau aliran lama. Pada perkembangan selanjutnya, sastra bandingan ini juga

10
Suwardi Endaswara, Hal 67
11
Suwardi Endaswara, Hal 69
berkembang di Amerika, mengembangkan konsep-konsep sastra bandingan aliran Perancis,
sehingga sastra bandingan aliran Amerika ini disebut sebagai aliran baru.12

Sastra bandingan merupakan pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak dapat
menghasilkan teori sendiri. Boleh dikatakan teori bahwa apapun dapat dimanfaatkan dalam
penelitian sastra bandingan, sesuai dengan objek dan tujuan penelitiannya. Semua sastra
memiliki persamaan dan perbedaan. Maka dari itu persamaan dan perbedaan tersebut
memunculkan studi untuk membandingkan dan mencari sebab-sebab timbulnya persamaan
dan perbedaan tersebut. Menurut Wellek dan Warren, istilah sastra bandingan dalam
praktiknya menyangkut bidang studi dan masalah lain. Pertama, istilah ini dipakai untuk studi
sastra lisan, terutama cerita-cerita rakyat dan migrasinya, serta bagaimana dan kapan cerita
rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik.13 Istilah sastra bandingan dalam
hal ini mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih.

Fokus dan objek kajian sastra bandingan

Ruang lingkup kajian sastra bandingan cukup luas sekali. Menurut Hutomo, fokus
kajian sastra bandingan sebagai berikut:

1. Sastra bandingan dapat membandingkan karya sastra dari dua negara yang
menggunakan bahasa yang berbeda.
2. Sastra bandingan dapat membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang
berbeda, namun dalam bahasa yang sama atau dalam bentuk dialek.
3. Sastra bandingan dapat membandingkan karya sastra seorang pengarang di negara
asalnya dengan karya sastra setelah berpindah kewarganegaraannya.
4. Sastra bandingan dapat membandingkan karya sastra seorang pengarang yang telah
menjadi warga suatu negara tertentu dengan karya seorang dari negara lain
5. Membandingkan karya seorang pengarang Indonesia dalam bahasa daerah dan bahasa
Indonesia
6. Membandingkan dua karya sastra dari dua orang pengarang berwarga negara
Indonesia yang menulis dalam bahasa asing yang berbeda
7. Membandingkan karya sastra seorang pengarang yang berwarga negara asing suatu
negara dengan karya pengarang dari negara yang ditinggalinya (kedua karya sastra ini
ditulis dalam bahasa yang sama)

12
Suryadi, “Pemerintahan Sastra Lokal dan Sastra Nasional Melalui Pembelajaran sastra Bandingan”, 2013.
13
Rene Wellek dan Austin Weren, “Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta”. Jakarta: Gramedia,
1989.
Sesuai dengan pendapat Hutomo di atas, menunjukkan bahwa sastra bandingan telah
mengalami perkembangan dari konsep yang dikemukakan oleh aliran Perancis. Sastra
bandingan tidak harus membandingkan karya dua pengarang dari negara yang berbeda,
namun dapat membandingkan dua karya sastra yang ditulis oleh pengarang dalam satu
negara.14 Abdullah menyatakan bahwa kajian sastra banding akan memperlihatkan
pengaruhnya apabila menghubungkan tradisi kajian yang nasionalistis dengan kesusastraan
tetangga dengan berbagai aspek. Kajian tersebut dapat dilakukan pada unsur intrinsik maupun
ekstrinsiknya.15

Menurut Endaswara, ruang lingkup sastra bandingan lebih luas daripada ruang
lingkup sastra nasional, baik secara aspek geografis maupun bidang penelitiannya. Sastra
banding dapat dikatakan sebagai suatu penelitian yang mencakup bandingan karya-karya
sastra, dari sastra nasional yang belum terkenal hinggal karya-karya agung, hubungan karya
sastra dengan pengetahuan, agama atau kepercayaan, karya-karya seni, pembicaraan
mengenai teori, sejarah, dan kritik sastra.16

Sastra banding sering dianggap sebagai sebuah upaya menemukan hakikat sastra
dalam rangka sastra dunia dan sastra umum. Jika sastra bandingan dilakukan di banyak
negara hal itu merupakan upaya menemukan sastra dunia atau sastra umum yang diakui oleh
semua negara. Meski hal tersebut belum menghasilkan kebenaran atas suatu karya dunia,
karena bagaimanapun tergantung promosi masing-masing negara atas suatu karya sastra yang
dimilikinya, tetapi upaya demikian merupakan proses sastra bandingan yang layak
diperhitungkan. Upaya ini juga berarti berhadapan dengan konsep ilmu sastra yang
berlandaskan pada sastra nasional suatu negara. Sastra nasional, yakni penelitian sastra yang
terbatas pada suatu Negara, tentu berdasarkan pada konsep kebangsaan suatu negara.17

Sastra banding mempunyai unsur ruang, kualitas, masa, dan intensitas. Sastra banding
juga sering bertumpu pada hubungan dua penulis atau dua negara atau seorang penulis
dengan negara lain (misal Prancis-Jerman), sedangkan sastra dunia memerlukan pandangan
seluruh dunia.

14
Suryadi, “Pemerintahan Sastra Lokal dan Sastra Nasional Melalui Pembelajaran sastra Bandingan”, 2013.
15
Ahmad Kamal Abdullah, “Kesusastraan Bandingan sebagai suatu Disiplin”. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1994
16
Suwardi Endaswara, “Metodologi Penelitian Sastra Bandingan”. Jakarta: Caps, 2011.
17
Suwardi Endaswara, “Metodologi Sastra Bandingan”, Jakarta: bukupop, 2014, Hal 55.
Sastra banding berfokus untuk membandingkan karya penulis, aliran, tema antara satu
negara dan negara lain. Fenomena bandingan menjadi wahana untuk memahami satra umum
dan sastra dunia. Meski sulit untuk menamakan sastra dunia ataupun sastra umum, namun
realitasnya memang terdapat karya sastra yang layak disebut demikian. Hadirnya sastra
banding memang dimaksudkan untuk menemukan sastra dunia dan sastra umum.18

Keterkaitan antara sastra dunia, sastra umum dan sastra bandingan menandai bahwa
ketiganya saling mengisi. Mengenai kaitan antara sastra dunia dengan sastra bandingan,
menurut Hutomo, dapat dilihat dari aspek ruang, waktu, kualitas dan intensitas. Sehubungan
dengan intensitas, sastra bandingan mempunyai tiga tujuan. Ketiga tujuan itu adalah
memperkokoh keuniversalan konsep-konsep keindahan universal dalam sastra, menilai mutu
suatu karya sastra dari satu negara dengan membandingkannya dengan mutu suatu karya dari
ngera-negara lain, serta membandingkannya dengan karya-karya sastra dari negara-negara di
dunia.19

18
Suwardi Endaswara, “Metodologi Sastra Bandingan”, Jakarta: bukupop, 2014, Hal 58.

19
Suwardi Endaswara, “Metodologi Sastra Bandingan”, Jakarta: bukupop, 2014, Hal 62.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sastra bandingan yang pada mulanya lahir untuk mengkaji sastra kanon dari Inggris,
Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol dalam konteks akar tradisi sastra Eropa,
pengaruhnya terhadap sastra satu sama lain, dan pengaruhnya terhadap sastra bangsa-
bangsa lainnya di Eropa,di dalam perkembangan selanjutnya mengalami penyegaran
pada penghujung tahun 1970an dengan munculnya mazhab Cina. Sementara itu, dunia
digital telah mempengaruhi dan merombak batas-batas tradisional yang berkenaan
dengan sastra, kepengarangan, konstruk baru akan identitas dan budaya, media dan
pengalaman baru di dalam mengekspresikan dan meresepsi karya sastra dan produk budaya
lainnya (Romero López, 2009; Ty, 2018). Dalam keadaan inilah kemudian kajian
intermedialitas menjadi ranah baru yang ramai dikaji didalam sastra bandingan.Melihat
dinamika sastra bandingan dengan isu-isu terkininya, sastra bandingan masih jauh dari mati
dan justru terlihat akan terus berkembang. Kemudian daripada itu, Sastra bandingan juga
berangkat dari asumsi dasar bahwa karya sastra tidak mungkin terlepas dari karya-karya
sastra yang pernah ditulis sebelumnya. bisa dikatakan bahwa dalam penelitian sastra
bandingan itu tidak mungkin dilepaskan dari adanya unsur pengaruh atau hubungan satu
karya dengan karya atau bentuk lain. guna mempertahankan sastra nasional dalam
kesejagatan sastra dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ahmad Kamal. 1994. Kesusastraan Bandingan sebagai suatu Disiplin. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan:Pengantar Ringkas. Ciputat:Editum. Hal. 28.
Endaswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Caps.
Herawati Yudianti. Pemanfaatan Sastra Lokal dalam Pengajaran Sastra. Lingua Didaktika. Vol. 3,
No. 2. Juli 2010. Hal. 197-198.
Mayasari, Gilang Hanita "Meneropong Teori Sastra Bandingan pada Buku Metodologi Penelitian
Sastra Bandingan." METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra 4, no. 2 (2016): 208-2011.
Sudjiman,Panuti, 2006. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Universitas Indonesia. hal 7
Supriyadi. 2020. Sastra Lokal, Nasional, atau Global?. Humaniora. Vol. XII, No. 2. Hal 192.
Suryadi. 2013. Pemerintahan Sastra Lokal dan Sastra Nasional Melalui Pembelajaran sastra
Bandingan
Wellek, Rene dan Austin Weren. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta.
Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai