1. Pengantar
Sastra merupakan sebuah cabang ilmu yang berkembang dan
hidup di tengah-tengah masyarakat. Keberadaannya muncul dan
dipertahankan oleh masyarakat tersebut juga. Sastra dikatakan
berhubungan
dengan
masyarakat
karena
sebagian
besar
permasalahan yang disajikan oleh penulis adalah berupa permasalahan
sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Permasalahan
tersebut dapat berhubungan erat dengan perekonomian, kebudayaan,
keadaan psikologis individu manusia, dan lain-lain, oleh sebab itu tidak
mengherankan jika sebagian karya sastra memiliki persamaan. Berasal
dari penulis yang berbeda, membuat karya sastra tersebut memiliki
perbedaan dari karya sastra yang lainnya.
Unsur dari karya sastra tersebutlah yang kemudian dijadikan
para penulis untuk membandingkannya dengan karya sastra penulis
lain. Bermacam-macam tujuan dilakukakannya pembandingan karya
sastra inilah yang harus diawasi, karena tidak sedikit pembandingan
karya sastra yang dilakukan untuk menjatuhkan karya sastra atas
karya sastra lainnya. Pembandingan karya sastra dilakukan pada karya
sastra yang memiliki banyak perbedaan, dari hasil pembandingan
inilah akan diketahui sebuah kualitas karya sastra. Melalui kajian sastra
bandingan ini juga dapat diketahui pengaruh sebuah karya sastra atas
karya sastra lainnya.
2. Isi
SEJARAH DAN TEORI SASTRA BANDINGAN
Istilah sastra bandingan berasal dari terjemahan Bahasa Inggris
Comparative Literature, dan Bahasa Perancis La Litterature Comparee.
Dalam sejarahnya dikatakan bahwa sastra bandingan dibagi menjadi
dua aliran, Aliran Lama atau Aliran Perancis yang menyatakan bahwa
sastra bandingan adalah pembandingan sastra secara sistematis dari
negara yang berlainan. Sastra bandingan di Perancis dipelopori oleh
beberapa tokoh, yaiku Fernand Baldensperger, Jean-Marie Carre, Paul
van Tieghem, dan Marius-Francois Guyard. Selanjutnya adalah Aliran
Baru atau Aliran Amerika. Aliran ini menyatakan bahwa sastra
bandingan bukan hanya pembandingan sastra secara sistematis dari
dengan keyakinan
DARAH
merahnya suara rahsia
yang tak pernah terucapkan
dan alangkah lunaknya
kulit-kulit yang melindungkan
Dari contoh di atas terlihat bahwa penyair Malaysia menyukai
sajak yang tersusun empat baris dan memiliki isi di masing-masing
baris. Memahami sebuah epigram tidaklah sulit jika kita mengaitkan isi
sajak satu dengan isi sajak yang lain.
SHAHNON AHMAD, TOKOH SASTRA MALAYSIA MODERN
Shahnon Ahmad yang lahir di kampung Banggul Derdap adalah
seorang kritikus cerita pendek Malaysia modern yang saat ini sangat
berpengaruh. Sebenarnya, Shahnon Ahmad bukanlah pandai
mengkritik saja, akan tetapi ia juga seorang penulis karya cerita
pendek dan penulis novel. Ia mulai menulis cerita pendek sejak tahun
1956. Cerita pendeknya banyak dipublish dalam surat kabar dan
majalah sekitar tahun 1959 hingga 1962. Diatas juga dikatakan bahwa
Shahnon Ahmad juga menjadi penulis novel yaitu antara tahun 19651969 yang telah menerbitkan enam buah novel.
BAHA ZAIN, PENYAIR MALAYSIA TERKEMUKA
Baha Zain atau nama lengkapnya Baharuddin Zainal, baru-baru
ini telah menerima penghargaan hadiah sastra dari Asia Tenggara yang
mewakili Negara Malaysia. Penyair ini di negaranya pernah menerima
hadiah sastra untuk esai dan kritik serta sajak-sajaknya. Ia telah
menulis beberapa karya sastra yang berhubungan dengan sastra
Malaysia klasik. Salah satu karyanya yang terkenal yaitu yang berjudul
Perempuan dan Bayang-Bayang.
Kumpulan sajak Baha Zain terdiri atas tiga bagian, masingmasing bagian bernama Lahir dalam kegelisahan, Mencari bersama
udara, Bertemu dalam cinta. Sajak-sajak tersebut ditulis secara
berurutan yaitu dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1973.
Dari segi bentuk, susunan pembaitan, Baha Zain banyak
melakukan percobaan-percobaan bentuk. Tujuannya tak lain ialah ia
ingin memperbarui persajakan Malaysia. Ia telah jenuh dengan
persajakan yang bersifat cenderung tradisional. Dalam awal bukunya,
Baha Zain mengatakan bahwa puisi itu merupakan eksistensi pribadi
yang berkembang. Perkembangan berupa beraneka ragam warna,
bentuk, dan gaya.
USTAZ: NOVEL PUITIS YANG ISLAMI
pertama kali pada tahun 1932 di Kucing dalam tulisan Jawi (Tulisan
Arab Melayu).
Novel tersebut berisi tentang Harun, anak Pak Noraldin( seorang
Building Contractor) yang jatuh cinta dengan Aminah (Melati
Serawak), anak Pak Jalil (orang kaya di Kucing). Pada mulanya Aminah
menyambut cinta Harun, akan tetapi di luar pengetahuan harun,
Aminah juga bermain cinta dengan Omar (saudagar). Hal ini tidak
mengherankan, sebab Aminah adalah seorang pemain gendang
perempuan yang terkenal..
Di dalam novel tersebut mempunyai gaya bercerita yang amat
menarik, sebab pengarang mencoba menarik minat pembacanya
dengan cara tidak langsung mengenalkan nama-nama pelaku cerita
dan menundanya. Dengan maksud agar pembaca meneruskan
bacaannya.
Di dalam novel ini banyak sekali terdapat pantun, syair dan
gurindam. Adanya hal ini menunjukkan bahwa pengarang mengikuti
konvensi sastra pada zamannya. Dalam pemakaian bahasa novel
Melati Sarawak banyak menggunakan bahasa Inggris. Sebab pada
waktu itu Sarawak masih dijajah oleh Inggris.
Fungsi novel ini adalah mengubah keadaan masyrakat dan
merupakan sasaran kritik dalam novel tersebut yang lebih kepada
masalah kemasyarakatan. Dalam hal ini gendang perempuan adalah
kesenian yang dinilai merusak kehidupan Melayu di Sarawak.
WANITA DAN WANITA DALAM SASTRA SARAWAK
Masalah wanita( citra wanita dalam fiksi) dalam sastra Malaysia
(Melayu), sebenarnya telah mendapat perhatian orang. Salah satu
contohnya adalah Mohamad Daud Mohamad di dalam artikel berjudul
Wanita dan Minda Pengarang dan Kepengarangan Melayu.
Pandangan Mohamad Daud Mohamad dalam artikel tersebut
pandangan orang dalam, pandangan emik, tau pandangan pemilik
sastra Melayu. Pendapatnya dalam karya sastra yang ditulis oleh
wanita itu para wanita yang ditempatkan sebagai kaum yang sabar,
patuh kepada agama, orang tua, suami.
KEHIDUPAN SASTRA DI SABAH, MALAYSIA
Sabah adalah salah satu dari 13 negara bagian Malaysia. Negara
bagian ini kini dilanda oleh krisis politik. Karenanya, Negara bagian ini
kini banyak diberitakan oleh surat kabar dan majalah di Indonesia. Dan
berita yang menarik mengenai peranan kehidupan sastra di Sabah.
Dan ini memberikan kesan seolah-olah peran sastra kurang dalam
kehidupan berbangsa.
Bila terjun lebih jauh sebenarnya peran sastra sangat besar di
dalam masyarakat, baik berupa sastra tulis maupun sastra lisan. Hanya
saja sastra seperti ini tidak banyak dikenal orang baik di Malaysia
belajar mengarang puisi itu pada mulanya dari para penyair Indonesia.
Yang pertama dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, sedangkan
yang kedua dipelopori oleh Chairil Anwar. Oleh karena itu tidak
mengherankan kita apabila banyak dijumpai pengaruh sastra
Indonesia, baik disadari atau bukan, pada awal perkembangan sastra di
Malaysia.
Puisi Brunei Modern yang mempunyai perbedaan sangat jauh
dengan puisi Malaysia terlebih dengan puisi Indonesia. Para penyair
Brunei yang lebih menonjolkan pemahaman dengan lingkungan khusus
Brunei. Hanya pembaca asal Brunei yang dapat mengerti istilah,
peribahasan, dan ungkapan yang berasal dari puisi Brunei. Salah satu
contohnya adalah puisi berjudul Malam Perpisahan.
Puisi malam perpisahan ini diciptakan pada tanggal 14
September 1960 itu berstukstur seperti soneta, yatu terdiri dari 14
baris dengan pembagian bait: I (berisi 4 baris), II (berisi 4 baris), III
(berisi 3 baris), dan IV (berisi 3 baris). Berpuluh-puluh puisi di Brunei
modern terpengaruh oleh puisi Chairil Anwar dan dilihat dari
sejarahnya terpengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Yang
langsung ialah para penyair Brunei langsung membaca puisis Chairil.
Secara tidak langsung ialah para penyair Brunei membaca puisi
penyair-penyair Malaysia yang kena pengaruh puisi Chairil. Jika
pengaruh ini ada bukanlah berrti bahwa puisi Brunei itu rendah
mutunya dari pada puisi dari Indonesia, yang jelas kontak itu telah
terjadi pula peristiwa memberi dan menerima.
SAJAK CHAIRIL DALAM TERJEMAHAN Dr. LIAW YOCK-FANG
Buku The Complete Poems of Chairil Anwar adalah buku
kumpulan sajak Chairil Anwar dalam dua bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahsa Inggris. Redaksi sajak-sajak Chairil Anwar dari
satu buku ke buku yang lain selalu mengandung perbedaan-perbedaan
dan akan menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda pula. Alangkah
baiknya jika buku The Complete Poems of Chairil Anwar ini disertai
sebuah pengantar pertanggungjawaban mengenai pemilihan sajaksajak yang diterjemahkan. Dengan demikian tidak menyesatkan orang
dalam mendalami sajak-sajak Chairil Anwar.
Jika kita bandingkan dua redaksi sajak-sajak Chairil Anwar dan
terjemahan Dr. Liaw Yock-Fang banyak sekali perbedaannya. Baik dari
segi pembaitan maupun dari segi pembarisan. Selain itu juga
perbedaan dalam segi penulisan kata-kata. Dari segi linguistik, dari
segi penafsiran isi sajak, tentulah akan mempunyai perbedaan makna.
Apa lagi dari segi pemakaian lambang-lambang. Mengingat dari
keadaan tersebut, yaitu mengingat banyak perbedaan kedua sajak
tersebut. Maka tidaklah salah jika orang menganggap bahwa sajak
tersebut adalah dua sajak dan bukan satu sajak. Demikian juga dengan
sajak-sajak yang lain. Perkataan complete yang terdapat dalam
dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Filipina seperti C.M Vega
dan E. San Juan dan masih banyak yang lainnya.
MENGERLNG SASTRA BELANDA SEJENAK
Pembaca di Indonesia disuguhi oleh terjemahan sastra Belanda
mengenani beberapa sastra Belanda, karya sastra itu umumnya
berbentuk novel. Membaca karya terjemahan, sebetulnya, untuk
mengenal suasana yang sesungguhnya \, tentulah kurang kena. Yang
paling kena adalah membaca karya itu dalam bahasa aslinya, yaitu
bahasa Belanda tapi sayang generasi muda kurang fasih menguasai
bahasa Belanda.
Diciptakannya
organisasi
di
Belanda
adalah
bertujuan
meningkatkan setudi serta pengajaran bahasa dan kasusastraan,
sejarah dan sejarah kebudayaan Belanda di perguruan tinggi di luar
negri Belanda. Belanda kelihatannya maju tapi masih belum puas
dengan semua itu dan yang menengok ke belakang, itulah sebabnya
penyair muda membaca kembali yang lama-lama dan kumpulan sajak
Marsman terpaksa diterbitkan kembali.
PUISI MENDEKATI AKHIR ABAD 20
Pada tanggal 17-23 Oktober 1982 diadakannya pertemuan
pengarang internasional yang dihadiri 64 orang dan berbincangbincang tentang sajak (puisi). Dalam pertemuan itu menghilangkan
perbedaan warna kulit dan terpaksa dibagi menjadi empat kelompok:
(1) kelompokbahasa Inggris, (2) kelompok bahasa Prancis, (3)
kelompok bahasa Rusia, (4) kelompok bahasa Serbo-Kroasia.
Apabila penyair hanya menulis sajak untuk mengelitir orang yang
paham akan sajak-sajaknya belaka, maka bagaimana mungkin sajak
mendapat pembaca yang banyak, sehinga susah dipahami oleh
kalangan semua orang karena bahasa yang digunakan terlalu susah.
Oleh karena itu Ton Obrestad mengajukan pendapat: sajak hendaklah
ditulis dengan bahasa yang mudah dan apa yang diungkpakan itu
disenangi dan dipahami oleh orang banyak. Dengan cara begitu maka
penyair dapat berkomunikasi dengan masyarakat.
TASLIM ASLI BELUM MEMENUHI JANJINYA
Pada tahun 1952 di tanah air terbit sebuah buku antopologi
sajak-sajak terjemahan karya penyairluar negri. Jilid kedua tahun 1953
penyusunnya M Taslim Ali, penerbitnya Balai Pustaka, Jakarta. Menurut
Wing Kardjo yang menerjemahkan sajak-sajak puisi Prancis modern:
Amat sering dikatakan orang bahwa puisi ialah yang hilang dalam
terjemahan atau lebih gamblang lagi: puisi ialah puisi yang tidak bisa
diterjemahkan. Ia juga berkata lagi ...puisi terjemahan bukan saja
dicampuri, dinodai atau dilunturkan keasliannya oleh si penerjemah,
tetapi oleh struktur dan sekian sifat-sifat lain bahasa yang
dipergunakan untuk menterjemahkannya. Dalam kata pengantar M.
Taslim Ali mengatakan bahwa yang mendorong untuk mendorong
Girisa yaitu salah satu nama tembang gedhe atau tembang kawi
dalam kasusastraan Jawa. aturan tembang Girisa yaitu :
1. Terdiri dari delapan gatra (baris)
2. Tiap gatra berisa delapan wanda (suku kata)
3. Tiap akhir baris berbunyi a
Tembang ini juga mempunyai watak nasehat, petuah yang mempunyai
harapan agar petuah iku dikerjakan oleh pembaca atau pendengar.
Menurut Prof. Teeuw dalam bukunya tergantung pada kata (1980)
manterapun biasanya dan pada prinsipnya walaupun untuk manusia
biasa makna itu sudah ditelan oleh fungsi keagamaannya sehingga
maknanya tidak berfungsi secara normal. (hal 153).
Baris-baris girisa dikenal dalam sejarah sastra lisan Jawa adalah
baris-baris mantram yang dimiliki oleh dalang. Bahasa mantra menurut
Umar Junus yaitu bahasa mantra bersifat esoterik, yang tak mudah
dipahami, tak punya arti, tak punya arti nominal. Bagi mantra, yang
penting bukan orang yang memahaminya, tapi kenyataan sebagai
sebuah mantra dan kemanjurannya.
SASTRA ALMANAK DALAM SASTRA INDONESIA DAN JAWA
Kata almanak berasal dari bahasa Arab yang berarti
penanggalan. Dalam bahasa Jawa, sastra Jawa, sastra Jawa mendapat
perhatian penerbit almanak, baik sebelum kemerdekaan maupun
sesudah kemerdekaan. Almanak dalam bahasa Jawa maupun Indonesia
biasanya berukuran 11,5 x 15,5 cm. Tebalnya minimum 300 halaman.
Karya sastra Jawa dalam almanak misalnya seperti Serat Babad dalam
bentuk macapat, cerita wayang dll. Karya sastra yang dimuat dalam
almanak menitik beratkan pada pemuatan dan condong pada sastra
lama daripada sastra modern, hal ini disebabkan karena karya sastra
jawa lama lebih meresap dimasyarakat dibandingkan dengan karya
sastra Jawa modern.
SITI NURBAYA -- DARI LISAN KE TULISAN DAN DARI TULISAN
KE LISAN
Transformasi roman seperti Siti Nurbaya ke layar perak dan
kemudian ke tradisi lisan banyak mendapat sorotan orang dalam surat
kabar. Sorotan itu terbatas pada genre roman dan tidak melenceng ke
urusan tradisi lisan. Tradisi lisan ternyata masih tumbuh subur dalam
keidupan masyarakat Indonesia, walaupun anggota masyarakatnya
telah mendapat predikat terpelajar. Kelisanan dibagi menjadi dua, yaitu
kelisanan primair dan kelisanan sekunder. Kelisanan primair adalah
cerita yang disampaaikan kepada pendengar adalah improvisasi, lahir
saat dan dalam pertunjukkan. Sedangkan kelisanan sekunder seorang
penutur berpandukan oleh teks tulis. Roman Siti Nurbaya mudah
diterima karena masyarakat bersangkutan masih kuat dalam tradisi
lisan. .
memiliki
kekhasan
yang
DAFTAR PUSTAKA
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari : Sastra dalam
Perbandingan. Surabaya: Gaya Masa