Anda di halaman 1dari 14

Kajian Sastra Bandingan Tugas Akhir

Tinjauan Struktural Terhadap Puisi Kepada Peminta-Minta Karya Chairil Anwar dan
Puisi Gadis Peminta-Minta Karya Toto S. Bachtiar
(Sebuah Kajian Sastra Bandingan)
I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, era globalisasi telah merambah ke berbagai belahan dunia. Makin
maraknya barang-barang luar negeri yang berdatangan ke Indonesia menjadi suatu hal yang
tak asing lagi. Mulai dari produk Cina hingga produk yang berasal dari negeri Paman Sam
itu. Namun, hal ini sepertinya tidak menjadi masalah terhadap karya-karya sastra di Indonesia
sendiri.

Mengapa demikian? Hal ini karena karya-karya sastra di Indonesia memiliki tempat
sendiri dihati para penggemarnya. Ya, itulah keunggulan orang-orang Indonesia yang gemar
membaca. Apalagi kalau karya sastra itu berupa puisi, pasti sudah tak asing lagi di mata
orang-orang Indonesia.

Puisi-puisi karya orang-orang Indonesia. Bisa terbilang banyak sekali bahkan ada pula
puisi yang tidak dicantumkan identitasnya atau yang biasa disebut dengan puisi anonim.
Puisi-puisi itu menjadi cikal bakal akan lahirnya puisi-puisi lagi pada setiap generasi yang
berbeda.

Ada dua puisi yang mengandung unsur kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh
rakyat di Indonesia. Puisi-puisi itu yakni puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar
dan Puisi Gadis Peminta-peminta karya Toto S. Bachtiar. Sekilas dapat kita lihat adanya
persamaan pada kedua puisi itu yakni adanya kata Peminta-minta. Namun, belum tentu hanya
karena melihat judulnya sama maka isinya sama pula atau memang benar isinya serupa.

Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai isi
yang terkandung dalam kedua puisi itu. Penulis menggunakan tinjuan struktural guna
mengupas lebih dalam isi yang terdapat dalam kedua puisi itu untuk mendapatkan
perbandingan di antara keduanya.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis merumuskan
sebuah rumusan masalah yakni “Bagaimana diksi, citraan, bahasa kias, sarana retorika, bait
dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide dalam puisi Kepada Peminta-minta
karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S. Bachtiar?”

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulis membandingkan puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar


dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S. Bachtiar adalah:

  Untuk mengetahui pemanfaatan unsur-unsur pembangun seperti: diksi, citraan, bahasa kias,
bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide dalam puisi Kepada Peminta-
minta karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S. Bachtiar.

  Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat membantu penikmat dalam memahami puisi
Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S.
Bachtiar, serta dapat membantu penikmat dalam memilih karya sastra yang bernilai tinggi.

  Sebagai salah satu tugas akhir mata kuliah kajian sastra bandingan untuk syarat dapat
mengikuti UAS.

II. Landasan Teori

2.1. Hakikat Puisi


Sebuah karya sastra merupakan sebuah karya otonom mandiri yang terstruktur 1[1].
Karena terstruktur, maka karya sastra tersebut dibangun oleh unsur-unsurnya berupa tema,
latar belakang, tokoh, plot, dll. Semua unsur-unsur itu saling berhubungan dan menjadikan
karya sastra itu menjadi karya sastra yang utuh.

Struktur fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak
disampaikan penyair. I.A. Richards menyebutkan makna atau struktur batin itu dengan istilah
hakikat puisi (1976:180-181). Ada empat unsur hakikat puisi, yakni: tema (sense), perasaan
penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention).
Keempat unsur itu menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair.

a)      Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran itu begitu
kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.

b)      Perasaan

Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat
dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan
perasaan yang berbeda dari penyair lainnya.

c)      Nada

Nada puisi adalah sikap penyair kepada pembaca. Jika nada merupakan sikap penyair
terhadap pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu
atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.

d)     Amanat

Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah memahami tema, rasa,
dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan yang mendorong penyair untuk
menciptakan puisinya.

1[1] Zulfahnur, Sastra Bandingan (Jakarta: 2006, UNJ), hal 10


III Pembahasan

3.1 Puisi Utuh

“Kepada Peminta-Minta” Karya Chairil Anwar

Baiklah, baiklah, aku akan menghadap dia

Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang aku lagi


Nanti darahku menjadi beku

Jangan lagi kamu bercerita

Telah tercacar semua di muka

Nanah meleleh dari muka

Sambil berjalan kau usap jua

Bersuara tiap kau melangkah

Mengerang tiap kau memangdang

Menentas dari suasana kau datang

Sembarang kau merebah

Mengganggu dalam tidurku

Menghempas diri di bumi keras

Di bibirku terasa pedas

Mengaum di telingaku

Baik, baik aku akan menghadap dia

Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang aku lagi

Nanti darahku jadi beku

“Gadis Peminta-Minta” Karya Toto S. Bachtiar

Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil


Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil


Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil


Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

3.2 Pembahasan

Metode pembahasan yang dipergunakan adalah metode analisis, yaitu cara-cara


mengkaji atau menganalisis unsur struktural puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil
Anwar dan puisi Gadis Peminta-minta karya Toto S. Bachtiar yang dijadikan objek
pembahasan untuk mengetahui diksi, citraan, bahasa kias, sarana retorika, bait dan baris, nilai
budaya, persajakan, emosi, ide, serta pengalaman jiwa yang dipergunakan oleh
pengarangnya. Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: pertama menemukan persamaan di antara kedua puisi itu, kedua membandingkan
bahasa puisi seperti: diksi, citraan, kiasan; ketiga membandingkan bentuk puisi: bait dan
baris, nilai bunyi, persajakan; keempat membandingkan isi puisi: narasi, emosi, dan ide

3.2.1 Persamaan Kedua Puisi


Membandingkan dua puisi perlulah mengetahui terlebih dahulu persamaan apa saja
yang terdapat dalam ke dua puisi ini. Persamaan itu berasal dari tema yang diangkat yakni
kedua puisi ini sama-sama membahas mengenai sebuah kemiskinan yang melanda para
peminta-minta. Peminta-minta yang selalu menderita ketika meminta-minta. Selain itu,
kehidupan yang digambarkan dalam puisi ini sama yakni kehidupan yang penuh duka dan
jauh dari gemerlap dunia.

Selain itu, pemakaian akulirik yang sama. Hal ini karena sama-sama memandang
antara akulirik dengan objeknya (peminta-minta).

3.2.2 Perbandingkan Bahasa Puisi

Perbandingan bahasa puisi yang terdapat dalam kedua puisi akan dikaji dengan tiga
hal yakni diksi, citraan dan kiasan. Berikut ini adalah pembahasan mengenai perbandingan
bahasa puisi pada kedua puisi tersebut:

a)      Diksi

Persoalan pemilihan kata merupakan masalah yang sungguh-sungguh esensial untuk


melukiskan dengan sejelas-jelasnya wujud dan perincian materi. Diksi sendiri berarti
pemilihan kata, yaitu pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mencari kata yang tepat
dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga menghasilkan jiwa
penyair secara tepat, setidak-tidaknya mendekati kebenaran.

Kata-kata yang dipergunakan dunia persajakan di samping memiliki arti denotatif


dapat pula memiliki arti konotatif. Berikut perbandingan pemakaian kata-kata konotatif
dalam kedua puisi tersebut:

Bai Kepada Peminta-minta Gadis Peminta-minta


t
Menyerahkan diri dan segala dosa Senyumnya terlalu kekal untuk kenal duka
(baris 2) (baris 2)
Nanti darahku menjadi beku Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
1
(baris 4) (baris 3)
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
(baris 4)
2 Nanah meleleh dari muka Gembira dari kemayaan riang
(baris 1) (baris 4)
Mengerang tiap kau memandang Duniamu yang lebih tinggi dari menara
(baris 2) katedral
3 (baris 1)
Jiwa begitu murni, terlalu murni
(baris 3)
Menghempas diri di bumi keras Bulan di atas itu, tak ada yang punya
(baris 2) (baris 2)
4
Hidupnya tak lagi punya tanda
(baris 4)
Menyerahkan diri dan segala dosa
(baris 2)
5
Nanti darahku menjadi beku
(baris 4)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemakaian diksi cenderung lebih ditonjolkan
dalam puisi Gadis Peminta-minta. Tak seperti Chairil Anwar yang lebih banyak
menggunakan kata-kata denotatif dalam penulisan puisinya.

b)      Citraan

Citraan atau imagi (imageri) adalah gambaran angan yang timbul setelah seseorang
membaca karya sastra dalam hal ini puisi. Imageri dapat kita pakai sebagai hal untuk
memperkuat serta memperjelas daya bayang pikiran manusia dan nantinya akan menjelmakan
gambaran nyata.

Citraan yang terdapat dalam kedua puisi ini meliputi citraan penglihatan, citraan
pendengaran, dan citraan gerak. Berikut ini perbandingan citraan yang terdapat pada kedua
puisi tersebut:

Citraan Kepada Peminta-minta Gadis Peminta-minta


Penglihatan Nanti darahku jadi beku Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
(bait 1 & 5, baris 4) (bait 1, baris 2)
Telah tercacar semua di muka Tengadah padaku, pada bulan merah
(bait 2, baris 2 ) jambu
(bait 1, baris 3)
Nanah meleleh dari muka Pulang ke bawah jembatan yang melulur
(bait 2, baris 3) sosok
(bait 2, baris 2)
Sembarang kau merebah Duniamu yang lebih tinggi dari menara
(bait 3, baris 4) katedral
(bait 3, baris 1)
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
(bait 4, baris 2)
Bersuara tiap kau memandang
(bait 3, baris 1)
Pendengaran
Mengaum di telingaku
(bait 4, baris 4)
Sambil berjalan kau usap jua Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang
Gerak (bait 2, baris 4) begitu kau hafal
(bait 3, baris 2)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat perbandingan citraan yang terdapat dalam
kedua puisi tersebut. Puisi Kepada Peminta-minta memiliki citraan pendengaran, sedangkan
puisi Gadis peminta-minta tidak memiliki citraan pendengan di dalamnya.

c)      Bahasa Kias

Bahasa kias atau gaya bahasa adalah suatu alat untuk melukiskan, menggambarkan,
menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk bahasa dengan gaya yang mempesona (Jalil,
1985: 31). Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi ini adalah hiperbola. Berikut ini
perbandingan gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam puisi tersebut:

Gaya Kepada Peminta-minta Gadis Peminta-minta


Bahasa
Nanti darahku jadi beku Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
(bait 1 & 5, baris 4) (bait 1, baris 2)
Duniamu yang lebih tinggi dari menara
Nanah meleleh dari muka
katedral
(bait 2, baris 3)
Hiperbola (bait 3, baris 1)
Menghempas diri di bumi keras
(bait 4, baris 2)
Mengaum di telingaku
(bait 4 baris 4)
Dari tabel di atas, dapat kita lihat perbandingan gaya bahasa hiperbola yang
digunakan. Puisi Kepada Peminta-minta cenderung menggunakan gaya bahasa hiperbola,
sedangkan puisi Gadis Peminta-minta lebih sedikit pemakaian gaya bahasa hiperbola.

3.2.3 Perbandingan Bentuk Puisi

Perbandingan bentuk puisi yang terdapat dalam kedua puisi akan dikaji dengan tiga
hal yakni bait dan baris, nilai bunyi, persajakan. Berikut ini adalah pembahasan mengenai
perbandingan bahasa puisi pada kedua puisi tersebut:

a)      Bait dan baris

Puisi-puisi pada masa sekarang ini mempunyai bentuk bait dan baris yang berbeda-
beda. Adapun bait dan baris yang terdapat dalam puisi tersebut nampak sebagai berikut:

No Bentuk Puisi Kepada Peminta-minta Gadis Peminta-minta


1 Bait Terdapat 5 bait Terdapat 4 bait
2 Baris Tiap bait terdiri dari 4 baris Tiap bait terdiri dari 4 baris
Dapat terlihat melalui tabel di atas bahwa puisi Kepada Peminta-minta memiliki
jumlah bait yang lebih banyak daripada puisi Gadis Peminta-minta.

b)      Nilai bunyi

Nilai bunyi erat hubungannya dengan ritme dan rima. Tarigan (1985: 37-38),
membagi nilai bunyi menjadi dua macam yakni euphony dan cacophony. Euphony adalah
perulangan bunyi atau rima yang cerah, ringan, yang menunjukkan kegembiraan serta
keceriaan dalam dunia puisi. Biasanya bunyi-bunyi i, e, dan a merupakan bunyi keceriaan.
Cacophony adalah perulangan bunyi-bunyi yang berat menekan, menyeramkan, mengerikan
seolah-olah seperti suara desau atau suara burung hantu. Biasanya bunyi-bunyi seperti ini
diwakili oleh vokal-vokal o, u, e, atau diftong au.

Nilai bunyi memang mempengaruhi dalam pembentukan ritme dan rima dalam kedua
puisi tersebut. Adapun nilai bunyi yang terdapat dalam kedua puisi tersebut nampak sebagai
berikut:

Nilai Bunyi Kepada Peminta-minta Gadis Peminta-minta


Bait 1 Cacophony Euphony
Bait 2 Euphony Euphony
Bait 3 Euphony Euphony
Bait 4 Cacophony Euphony
Bait 5 Cacophony -
Berdasarkan tabel di atas, nilai bunyi yang dominan pada puisi Kepada Peminta-
minta yakni nilai bunyi cacophony yang menandakan keadaan yang mencekam dan
mengerikan. Pada puisi Gadis Peminta-minta didominasi oleh nilai bunyi euphony yang
menandakan kegembiraan atau keceriaan.

c)      Persajakan

Persajakan ada dua macam, yaitu persajakan berdasarkan tempat dan persajakan
susunan. Berdasarkan tempat masih dibagi lagi, yaitu persajakan awal dan persajakan akhir.
Persajakan awal, yaitu apabila perulangan bunyi terdapat pada tiap-tiap awal perkataan.
Persajakan akhir apabila perulangan itu dijumpai pada akhir setiap kata dalam satu baris.
Berdasarkan susunannya persajakan masih dibagi lagi, yaitu persajakan berangkai, berulang
dan berpeluk. Persajakan berangkai apabila persamaan bunyi aa, bb, cc dan seterusnya.
Persajakan berulang apabila persamaan bunyinya abac, cdce. Persajakan berpeluk apabila
persamaan bunyinya abba, cddc (Tarigan, 1985: 35-36).

Puisi Kepada Peminta-minta ini mempunyai persajakan bebas, karena tidak dibatasi
oleh kesemua hal yang telah kami kemukakan. Sama halnya dengan Puisi Gadis Peminta-
minta, puisi ini juga sama berbeda dengan aturan persajakan yang telah dikemukakan.

3.2.4 Perbandingan Isi Puisi

Perbandingan isi puisi yang terdapat dalam kedua puisi akan dikaji dengan tiga hal
yakni narasi, emosi, dan ide. Berikut ini adalah pembahasan mengenai perbandingan bahasa
puisi pada kedua puisi tersebut:

Isi Kepada Peminta-minta Gadis Peminta-minta


Puisi
Narasi Puisi ini menceritakan tentang seseorang Puisi ini menceritakan seseorang yang
yang merasa kasihan terhadap peminta- merasa empati terhadap gadis kecil
minta. Merasakan empati saat melihat yang meminta-minta dengan sebuah
peminta-minta itu selalu mengemis dengan kaleng kecil. Seseorang itu ingin
wajah dan suara yang membuat orang merasakan kegembiraan yang
merasa kasihan bila melihat itu. dirasakan oleh gadis kecil itu. Namun,
orang-orang dalam kota itu telah mati
rasa terhadap keberadaan peminta-
minta.
Emosi Emosi yang dirasakan oleh penyair dalam Emosi yang dirasakan oleh penyair
puisi ini adalah rasa kasihan ketika melihat dalam puisi ini adalah rasa kasihan
peminta-peminta. Hal ini diungkapkan ketika melihat peminta-peminta itu
penyair berikut ini: seorang gadis kecil. Hal ini
diungkapkan penyair berikut ini:
Baik, baiklah, aku akan menghadap dia
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng
Menyerahkan diri dan segala dosa
kecil
Dapat dilihat bahwa penyair begitu empati
Pulang ke bawah jembatan yang
kepada peminta-minta seraya ingin
melulur sosok
merasakan pula hal yang dirasakan oleh
peminta-minta tersebut Dapat dilihat bahwa sang penyair
merasa empati dan ingin merasakan
pula apa yang dirasakan oleh gadis
kecil itu
Ide Ide yang dikemukakan dalam puisi ini Ide yang dikemukakan dalam puisi ini
yakni tentang peminta-minta yang setiap yakni tentang peminta-peminta itu
hari harus merengek minta sedekah kepada seorang gadis kecil yang hidup di
orang-orang. Selain itu, berisi juga nilai- bawah jembatan dan tetap tersenyum
nilai sosial mengenai orang-orang yang walaupun hidup yang dialaminya
mengemis hanya untuk tetap hidup. sangat sulit. Selain itu, nilai sosialnya
berupa kebijaksanaan sebuah kota
yang tak lagi memikirkan nasib anak-
anak kecil yang meminta-minta agar
tetap bertahan hidup.

IV. Penutup
4.1 Kesimpulan
Dari kedua puisi ini yakni Puisi Kepada Peminta-minta dan puisi Gadis Peminta-
minta memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan itu untuk menemukan
sebuah kualitas karya sastra yang baik.
Persamaan dalam kedua puisi ini yaitu tema yang diangkat oleh kedua puisi ini sama-
sama membahas mengenai sebuah kemiskinan yang melanda para peminta-minta. Peminta-
minta yang selalu menderita ketika meminta-minta. Selain itu, kehidupan yang digambarkan
dalam puisi ini sama yakni kehidupan yang penuh duka dan jauh dari gemerlap dunia. Selain
itu, pemakaian akulirik yang sama. Hal ini karena sama-sama memandang antara akulirik
dengan objeknya (peminta-minta).

Perbedaannya dapat dilihat melalui tiga pokok pembahasan yaitu melalui bahasa puisi,
bentuk puisi, dan isi puisi. Ketika pokok pembahasan ini memiliki persamaan juga di
dalamnya. Namun lebih dominan perbedaan yang terkandung di dalam kedua puisi ini.

Melalui bahasa puisi, terdiri tiga pembahasan yaitu diksi, citraan, dan kiasan.
Pemakaian diksi cenderung lebih ditonjolkan dalam puisi Gadis Peminta-minta. Tak seperti
Chairil Anwar yang lebih banyak menggunakan kata-kata denotatif dalam penulisan puisinya.
Pemakaian citraan pada puisi Kepada Peminta-minta memiliki citraan pendengaran,
sedangkan puisi Gadis peminta-minta tidak memiliki citraan pendengan di dalamnya.
Pemakaian gaya bahasa pada Puisi Kepada Peminta-minta cenderung menggunakan gaya
bahasa hiperbola, sedangkan puisi Gadis Peminta-minta lebih sedikit pemakaian gaya bahasa
hiperbola.

Melalui bentuk puisi, terdiri dari tiga pembahasan yaitu bait dan baris, nilai bunyi,
persajakan. Puisi Kepada Peminta-minta memiliki jumlah bait yang lebih banyak daripada
puisi Gadis Peminta-minta. Nilai bunyi yang dominan pada puisi Kepada Peminta-minta
yakni nilai bunyi cacophony, sedangkan pada puisi Gadis Peminta-minta didominasi oleh
nilai bunyi euphony. Puisi Kepada Peminta-minta dan puisi Gadis Peminta-minta ini sama-
sama mempunyai persajakan bebas, karena tidak dibatasi oleh kesemua hal yang telah kami
kemukakan.

Melalui isi puisi, terdiri dari tiga pembahasan yaitu narasi, emosi, dan ide. Narasi pada
puisi Kepada Peminta-minta menceritakan tentang seseorang yang merasa kasihan terhadap
peminta-minta. Narasi pada puisi Gadis Peminta-minta menceritakan seseorang yang merasa
empati terhadap gadis kecil yang meminta-minta dengan sebuah kaleng kecil. Emosi yang
ditunjukkan pada kedua puisi ini sama-sama menunjukkan rasa kasihan dan empati terhadap
peminta-minta. Ide pada puisi Kepada Peminta-minta yakni tentang peminta-minta yang
setiap hari harus merengek minta sedekah kepada orang-orang. Ide pada puisi Gadis
Peminta-minta yakni peminta-peminta itu seorang gadis kecil yang hidup di bawah jembatan
dan tetap tersenyum walaupun hidup yang dialaminya sangat sulit.

Daftar Pustaka
Dharma, Budi. 1984. Moral Dalam Sastra,(Dalam Andy Zoelton, ed.). Budaya Sastra. Jakarta:
C.V. Rajawali.
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Guntur, Tarigan Henry. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: PN. Angkasa.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Waluyo, Herman. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Zulfahnur. 2006. Sastra Bandingan. Jakarta: UNJ
Zulfahnur dan Sayuti Kurnia. 1996. Sastra Bandingan. Jakarta: Depdikbud

Anda mungkin juga menyukai