Anda di halaman 1dari 31

SENJA DI PELABUHAN KECIL Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada

cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Dalam puisi Senja di Pelabuhan Kecil diatas, terasa bahwa penyair sedang dicengkeram perasaan sedih yang teramat dalam. Tetapi seperti pada puisi-puisi Chairil Anwar yang lain, kesedihan yang diungkapkan tidak memberikan kesan cengeng atau sentimental. Dalam kesedihan yang amat dalam, penyair ini tetap tegar. Demikian pula pada puisinya diatas. Di dalamnya tak satu pun kata sedih diucapkannya, tetapi ia mampu berucap tentang kesedihan yang dirasakannya. Pembaca dibawanya untuk turut erta melihat tepi laut dengan gudang-gudang dan rumah-rumah yang telah tua. Kapal dan perahu yang tertambat disana. Hari menjelang malam disertai gerimis. Kelepak burung elang terdengar jauh. Gambaran tentang pantai ini suda h bercerita tentang suatu yang muram, di sana seseorang berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa cinta, berjalan menyusur semenanjung. Satu ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar adalah kekuatan yang ada pada pilihan kata-katanya. Seperti juga pada puisi diatas, setiap kata mampu menimbulkan imajinasi yang kuat, dan membangkitkan kesan yang berbeda-beda bagi penikmatnya. Pada puisi diatas sang penyair berhasil menghidupkan suasana, dengan gambaran yang hidup, ini disebabkan bahasa yang dipakainya mengandung suatu kekuatan, tenaga, sehingga memancarakan rasa haru yang dalam. Inilah kehebatan Chairil Anwar, dengan kata-kata yang biasa mampu menghidupkan imajinasi kita. Judul puisi tersebut, telah membawa kita pada suatu situasi yang khusus. Kata senja berkonotasi pada suasana yang remang pada pergantian petang dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja. Pada bagian lain, gerimis mempercepat kelam, kata kelam sengaja dipilihnya, karena terasa lebih indah dan dalam daripada kata gelap walaupun sama artinya. Setelah kalimat itu ditulisnya, ada juga kelepak elang menyinggung muram, yang berbicara tentang kemuraman sang penyair saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari- hari telah berlalu dan berganti dengan masa mendatang, diucapkan dengan kata-kata penuh daya: desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Penggambaran malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang, disajikan dengan kata-kata

yang sarat akan makna, yakni: dan kini tanah dan air hilang ombak. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam pilihan kata, disertai ritme yang aps dan permainan bunyi yang semakin menunjang keindahan puisi ini, yang dapat kita rasakan pada bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap larik. Di dalam puisi ini juga digambarkan rasa cinta namun dalam bentuk kesedihan yang mendalam yang dialami oleh si aku namun si aku tetap tegar menghadapinya. Si aku dalam keadaan muram , penuh kegelisahan, dan tidak sempurna dengan kehidupannya. Si aku sedang mancari cintanya yang hilang. Suasana pada saat itu gerimas yang menambah rasa kesedihan dari s i aku.

SIAP SEDIA Oleh: Chairil Anwar Kepada Angkatanku Tanganmu nanti tegang kaku, Jantungmu nanti berdebar berhenti, Tubuhmu nanti mengeras membatu, Tapi kami sederap mengganti, Terus memahat ini Tugu. Matamu nanti kaca saja, Mulutmu nanti habis bicara, Darahmu nanti mengalis berhenti, Tapi sederap mengganti, Terus berdaya ke Masyarakat Jaya. Suaramu nanti diam ditekan, Namamu nanti terbang menghilang, Langkahmu nani enggan ke depan, Tapi kami sederap mengganti, Bersatu maju, ke Kemenangan. Darah kami panas selama, Badan kami tertempa baja, Jiwa kami gagah perkasa, Kami akan mewarna di angkasa, Kami pembawa ke Bahagia nyata. Kawan, kawan, Menepis segar angin terasa, Lalu menderu menyapu awan, Terus menembus surya cahaya, Memancar pencar ke penjuru segala, Riang menggelombang sawah dan hutan,

Segala menyala-nyala ! Segala menyala-nyala ! Kawan, kawan, Dan kita bangkit dengan kesedaran, Memucuk menerang hingga belulang, Kawan, kawan, Kita mengayun pedang ke Dunia Terang !
Ll;;m\oh8bb Puisi adalah curahan pikiran dan perasaan dalam bentuk bahasa yang tepat dan padat. Dan dalam puisi ada beberapa aspek yang begitu menarik yang patut diteliti, terutama jika diteliti lewat puisi seorang punjangga hebat seperti Cha Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isiiril Anwar pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Gurindam secara umum, semula dipahami sebagai dua baris perkataan yang menjadi peribahasa atau pepatah. Mengingat pesan yang dikandungnya berisi nasihat atau peringatan, maka dalam masyarakat Melayu, gurindam sering dianggap sejenis dengan kata mutiara. Ia ditulis di halaman buku atau ditempel di dinding sebagai penghias. Kadang kala diucapkan oleh para tetua desa pada acara-acara tertentu sebagai nasihat atau peringatan. Mereka menganggap bahwa nasihat seperti itu sebagai sesuatu yang patut disampaikan dan diresapi pendengarnya. Perhatikan contoh gurindam berikut ini: Pengertian syair adalah puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat larik atau baris, yang berakhir dengan bunyi yang sama. Pengertian syair. Drdy[ic ghcgt

ALISIS STILISTIKA GENETIS PUISI CHAIRIL ANWAR


1. Pendahuluan Puisi adalah curahan pikiran dan perasaan dalam bentuk bahasa yang tepat dan padat. Dan dalam puisi ada beberapa aspek yang begitu menarik yang patut diteliti, terutama jika diteliti lewat puisi seorang punjangga hebat seperti Chairil Anwar. Chairil Anwar adalah seorang pahlawan kebudayaan. Chairil Anwar adalah prajurit yang bersenjatakan hasil sastranya. Waktu itu adalah saat dimulainya perjuangan fisik bangsa Indonesia untuk mencoba menghalau penjajah dari bumi Indonesia. Chairil telah menyadarkan

dan memberi semangat kepada kita di dunia ini, untuk memberi arti pada hidup kita untuk menyadari eksistensi kita di dunia ini, untuk memberi arti pada hidup kita bagi bumi Indonesia, inilah sumbangan dan pengabdian kita pada bumi pertiwi lewat bidang masing- masing. Tentara bertempur di medan laga, politikus dan diplomat bertempur dengan silat lidahnya sedangkan seniman dan budayawan berjuang melalui hasil karya maupun ciptaan-ciptaannya. Untuk itu, Chairil Anwar telah memberi sugesti da n semangat perjuangan bagi bangsanya melalui sajak-sajaknya. Dalam analisis stilistika kali ini akan menekankan beberapa aspek diantaranya yaitu, gaya (style). Gaya adalah aspek pikiran yang diucapkan/ cara penyampaian penyair dalam puisipuisinya. Gaya dalam pribadi penulis. Gaya sosial juga beberapa gaya bahasa dan gaya bunyi dari sang penyair. Bagi para sastrawan dan para peminat sastra, nama Chairil Anwar tentu tidak perlu diperkenalkan. Masyarakat luas tentu tidak merasa asing dengan nama besar itu. Nama itu begitu populernya sehingga sebagian siswa sekolah Dasar pun mengenalnya. Jika bahasa puisi memang berisi kemungkinan penggunaan lambang- lambang yang konotatif, maka pernyataan itu dapat pula diartikan bahwa Chairil Anwar ingin hidup terus. Sudah tentu hal ini tidaklah berarti bahwa pribadi Chairil Anwar ingin hidup terus. namun tentulah hasil ciptanyanya. Artinya, perubahan bentuk dan isi puisi yang di peloporinya diharapkan tetap menjiwai karya puisi I ndonesia dalam waktu yang lama, bahkan kalau mungkin selama-lamanya. Memperbincangkan kesusastraan Indonesia, mustahil tanpa menyebut sosoknya. Namanya menjadi bagian tak terpisahkan bagi terbentuknya identitas kesusastraan Indonesia, khususnya identitas sastra puisi Indonesia. Sampai sekarang namanya menjadi mitos dan paling banyak diperbincangkan dalam khazanah sastra Indonesia. Chairil Anwar dianggap meletakkan dasar perpuisian modern Indonesia, yang mengembangkan estetika Indone sia modern dengan bentuk yang begitu ekspresif, liar, berani, dan tak beraturan. Membicarakan puisi-puisi Chairil Anwar, orang akan mempertautkan dengan vitalitas, ego, dan spirit individualis dalam diri Chairil Anwar yang memang tersirat dalam banyak sajaknya (bahkan cara hidupnya). Hal itu memang telah menjadi pilihan konsep estetika Chairil Anwar sendiri, seperti yang diteriakkannya dalam pidatonya:Vitalitas adalah sesuatu yang tak bisa dielakkan dalam mencapai suatu keindahan. Dalam seni, vitalitas itu sendiri Chaotischvoorstadium, keindahan kosmich eindstadium(Pidato Chairil 7 Juli 1943). Karena kredonya itu tak heran puisi-puisinya

meneriakkan reaksioner, heroik, sangat individualis, bahkan revolusioner. Hal ini tergambar jelas dalam puisi-puisi Persetujuan dengan Bung Karno, 1943, Semangat, Siap Sedia, dan masih banyak lagi. Bahkan, ia tak segan-segan mengumumkan dirinya sendiri dengan lantang sebagai binatang jalang dalam sajaknya Aku . Sastra menyodorkan ke hadapan kita ekspresi estetis tentang manusia dan kebudayaannya. Di dalamnya tercakup kompleksitas ideologi, dunia nilai, norma hidup, etika, pandangan dunia, tradisi, dan variasi- variasi tingkah laku manusia. Dengan kata lain, sastra berbicara tentang tingkah laku manusia di dalam kebudayaannya. Di dalam sastra, seperti halnya di dalam kajian tentang kebudayaan, manusia disorot sebagai makhluk sosial, makhluk politik, makhluk ekonomi, dan makhluk kebudayaan. Tak mengherankan sastra disebut cermin masyarakat, dan cermin zaman, yang secara antropologis merepresentasikan usaha manusia menjawab tantangan hidup dalam suatu masa, dalam suatu konteks sejarah tertentu. Manusia individual, atau sang tokoh dalam sastra tersebut, hanya cuilan kecil dan bagian dari sastra yang besar dan luas, bagian dari sastra yang mewakili potret zaman dan cerminan masyarakat tadi. Tapi, sekecil apapun peran sosialnya, manusia adalah aktor. Dia aktor penentu dalam hidupnya sendiri, dan dalam dunianya.

2. Pendekatan Stilistika Gaya merupakan gejala relasional yang berhubungan dengan (a) rentetan kata, kalimat, dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai system tanda, (b) dunia makna yang terepresentasikan, (c) motif serta inovasi penulis, (d) konteks sosial budaya yang melingkupi pribadi pemakainya, dan (e) efek penggunaan bahasa sebagaimana impresi penanggapnya. Identifikasi ciri stilistik dalam karya sastra hanya merupakan bagian dari fokus kajian teks sastra sebagai karya seni. Meskipun pemahaman ciri stilistik teks sastra dapat digunakan sebagai pembuka sekaligus bahan evidensi dalam mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk karya sastra secara keseluruhan. Dalam kajian puisi misalnya, pemahaman ciri stilistik dapat melandasi pemahaman dunia citraan, pokok-pokok pikiran penyair, sikap, dan ideologi yang dikemukakan penyair dalam berbagai mantranya. Sementara dalam kajian prosa

fiksi, pemahaman ciri stilistik dapat dimanfaatkan sebagai unsur dasar penandaan ciri pelaku, hubungan pelaku, maupun gagasan yang ingin dikemukakan penutur melalui dialog, monolog, lakuan, dan komentar yang diberikannya. Puisi, menurut kamus Wikipedia Indonesia, berasal dari bahasa Yunani kuno poieo/poio yang berarti I create atau saya menciptakan. Adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan karena beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tetapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Sedangkan penyair adalah seseorang yang menulis/mengarang karya puisi. Karya ini biasanya dipengaruhi oleh tradisi budaya dan intelektual dan ditulis dalam suatu bahasa tertentu. Beberapa kalangan menganggap bahwa puisi yang terbaik memiliki ciri-ciri yang luas, tidak lekang oleh waktu dan memiliki gambaran umum bagi seluruh umat manusia. Kalangan lainnya lebih mementingkan kualitas dari fakta dan keindahan yang terkandung dalam puisi tersebut. Aminuddin (1995) mengatakan bahwa stilistika adalah suatu bidang kajian yang mempelajari dan memberikan deskripsi sistematis tentang gaya bahasa. Sementara kajian dalam buku tersebut hanya diacukan pada karya sastra. Gaya adalah wujud penggunaan bahasa seorang penulis untuk mengemukakan suatu gambaran, gagasan, pendapatnya serta akan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. PUISI CHAIRIL ANWAR
1. PRAJURIT JA GA MA LAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! (1948)
2. KRAWANG-B EKAS I

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati ? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat Berikan kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi (1948)

3. DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati.
4. AKU

Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943
5.CINTAKU J AUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar Angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak kan sampai padanya

Di air yang terang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertahta, sambil berkata : Tujukan perahu ke pangkuanku saja.

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau kalau ku mati, dia mati iseng sendiri

Analisis Stilistika Puisi-puisi Karya Chairil Anwar 1.Pemikiran yang diucapkan/ cara penyampaian. Puisi Chairil Anwar banyak yang menyeruakkan kata-kata semangat juga dapat diartikan sebagai perjuangan. Penyair muda yang penuh vitalitas, Chairil Anwar dia seorang pejuang, meskipun tidak perlu disebut pahlawan. Chairil Anwar adalah prajurit yang bersenjatakan hasil sastranya.

Coba lihat cuplikan puisi berikut ini: Sekali berarti Sudah itu mati Demikianlah kata Chairil Anwar dalam sajaknya yang berjudul di Ponegoro yang telah ditulisnya dalam tahun 1943 (kerikil Tajam, hal.9). Waktu itu adalah saat dimulainya perjuangan fisik bangsa Indonesia untuk mencoba menghalau penjajah dari bumi Indonesia. Chairil telah menyadarkan dan memberi semnagat kepada kita untuk menyadari eksistensi kita di dunia ini, untuk memberi arti pada hidup kita sebelum kita mungkin mati. Chairil Anwar telah memberi sugesti dan semangat perjuangan bagi bangsanya melalui sajaksajaknya. Perhatikan: Maju Bagimu negri Menyediakan api Punah di atas menghamba Binasa di atas ditinta

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai.

Maju. Serbu. Serang. Terjang. Siapa pemuda Indonesia yang tak tergerak hatinya untuk meneruskan perjuangan Diponegoro, mengenyahkan penjajah dari Indonesia. Maka dari itu, biarpun Lawan banyaknya seratus kali dan meskipun hanya bersenjatakan Pedang di kanan, keris di kiri, tetapi dengan Berselempang semangat yang tidak bisa mati mereka tetap maju, meskipun Ini barisan tak bergendang berpalu, tetapi kepercayaan tanda menyerbu untuk mengusir penjajah, yang meskipun mungkin mereka harus mati tetapi telah berhasil me- mberi arti pada hidup ini. Demikian pula dalam sajaknya Aku dia telah memberikan dorongan untuk membuat pembebasan dengan segera, dalam bidang perpuisian dan tidak mustahil pula bagi para pejuang bangsa dapat ditafsirkan pembebasan diri dari penjajah dengan mencapai kemerdekaan Indonesia. Sementara dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul Krawang Bekasi dan Prajurit Jaga Malam, yaitu ketika perjuangan merebut kemerdekaan benar-benar telah berkobar dengan

semangat pantang mundur, Chairil berteriak atas nama beribu-ribu pejuang yang gugur terbaring diantara Krawang Bekasi (Yang Terhempas dan Yang Putus) bahwa perjuangan belum selesai, dan kepada mereka yang masih hidup diharapkan agar mereka mau mengenang yang telah mati dengan memberi arti pada kematian mereka dengan meneruskan perjuangannya. Kami mencoba apa yang kami bisa. Tapi kerja kami belum selesai, belum apa-apa. Meskipun mereka tidak bisa teriak Merdeka dan angkat senjata lagi dan meskipun mereka mati muda, tetapi mereka rela. Mereka hanya mengharapkan kepada yang masih hidup. Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Syahrir Sekarang kami mayat Berilah kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian. Memang pada waktu itu kemerdekaan Indonesia masih berupa cita-cita. Tetapi lewat sajak Prajurit Jaga Malam (Yang Terhempas dan Yang Putus) betapa semangat pemuda-pemuda pejuang kita waktu itu dapat kita ketahui. Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam, Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian. Dengan bintang-bintang kepastian inilah akhirnya bangsa Indonesia berhasil mendapatkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sajak-sajak Chairil Anwar memang mengundang decak kagum pada setiap orang. Ia memiliki tema-tema luar biasa yang mampu membangkitkan semangat kebangsaan dan perjuangan pada saat itu. Hal itu dapat kita nikmati dalam sajak-sajaknya seperti yang berjudul "Diponegoro", "Krawang Bekasi" dan "Persetujuan dengan Bung Karno"nya Dalam Diponegoro, jelas betapa apresiasi sang penyair atas semangat perjuangan pahlawan tersebut dalam melawan kekuasaan penjajah : Di masa pembangunan ini / tuan hidup kembali / Dan bara kagum menjadi api / Di depan sekali tuan menanti / Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali / Pedang di kanan, keris di kiri / Berselempang semangat yang tak bisa mati. Sedangkan Kerawang Bekasi adalah salah sebuah kreasi puisi kemerdekaannya yang amat menyentuh perasaan sekaligus menggugah pikiran yang mengobarkan semangat juang dengan segala pengorbanannya. Sajak itu merupakan suara jiwa pahlawan dengan semangat kepahlawanannya yang gugur di medan laga. Semangat yang menggelorakan semangat para pejuang demi membela dan mewujudkan kemerdekaan. Seperti ketegasannya lebih lanjut: Ayo!. Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji / Aku sudah cukup lama dengar bicaramu / dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu / Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 / Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu / Aku sekarang api aku sekarang laut / Bung Karno!

Kau dan aku satu zat satu urat / Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar / Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh (1948). Betapa plastis dan puitisnya semangat Revolusi Agustus diungkapkan oleh Chairil Anwar itu. Suatu pengungkapan kobaran api revolusi yang dinamis dan optimis. Ketegasan sikap dan keberpihakkannya juga menjadi anutan banyak penyair, seniman dan sastrawan lainnya. Sayangnya dia mati muda, dalam usia 25 tahun pada 1949. Dalam suasana genting dan genting pilihan jalan perjuangan: betekuk tunduk kembali menerima dikte kaum kolonialis dan imperialis atau meneruskan perjuangan agar bangsa Indonesia benar-benar mencapai kemerdekaan yang penuh? Karena kaum kolonialis dan nekolim ternyata tidak sudi menyaksikan bangsa dan Republik Indonesia benar-benar menjadi bebas merdeka. Kalau saja penyair Angkatan45 Chairil Anwar panjang usia, tentunya dia akan lebih gigih dan lebih kreatif lagi dalam bidang seninya mengungkapkan gelora perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya. 2. Pilihan dalam menyatakan sesuatu Diksi berarti pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Disinilah sering terjadi pergulatan dalam diri seorang penyair, bagai- mana dia memilih kata-kata yang tepat, baik yang mengandung makna denotatif maupun konotatif. Puisi merupakan bentuk sastra yang bersifat konsertatif dan aksentuatif, memuas-kan pada isi daripada kulit luarnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap kata-kata yang di pakai dalam puisi. Kata-kata dalam puisi harus singkat, padat, mantap, berat dan sara t akan makna. Seorang penyair sangat cermat dalam memilih kata. Kata-kata dipilih dengan mempertimbangkan makna, komposisi bunyi rima dan iramanya, serta kedudukan katanya di tengah kata lain dan keseluruhan tulisan. Tiap kata jadi memiliki makna. Tiap kata menjadi konkrit dan khusus, atau abstrak dan umum (Lux, dkk., 1989). Chairil Anwar merupakan salah tokoh yang karya-karyanya masuk dalam aliran ekspresionalisme. Dalam aliran ini tidak mengungkapakan kenyataan secara objektif, namun secara subjektif. Yang di ekspresikan adalah gelora kalbunya, kehendak batinya. Puisinya benarbenar ekspresi jiwa, creatio, bukan mimiesis. Namun demikian kadang-kadang penyair realis juga bersikap ekspresionalisme, yakni jika ekspresi jiwanya itu tidak berlebih- lebihan, tetapi apa adanya. Ekspresi jiwa yang berlebihan cenderung bersifat emosional adalah ciri-ciri kaum romantisme. Sajak ekspresionalisme tidak mengambarkan alam atau kenyataan, juga bukan penggambaran kesan terhadap alam atau kenyataan, tetapi cetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak aku karya Chairil Anwar di bawah ini.
AKU

Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Pada puisi diatas merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa jika sampai waktunya, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai aku. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap Chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada pe mbahasan puisi aku. Bahasan yang akan saya uraikan tentang puisi aku ini akan lebih mengedepankan pada ekspresionalisme jiwa Chairil Anwar yang merupakan daya ekspresinya. Kalau si aku meninggal, ia menginginkan jangan ada seorang pun yang bersedih mera yu, bahkan kekasih atau istrinya. Tidak perlu juga ada sedu sedan yang meratapi kematian si aku sebeb tidak ada gunannya. Si aku ini adalah binatang jalang yang lepas bebas, yang terbuang dari kelompoknya, ia merdeka tidak mau terikat oleh aturan-aturan yang mengikat, bahkan meskipun ia di tembak, terhadap aturan-aturan yang mengikat tersebut. Segala rasa sakit dan penderitaan akan ditanggungkan, ditahan, diatasinya, hingga rasa sakit dan penderitaan itu pada akhirnya akan hilang sendiri. Si aku makin akan tidak peduli pada segala aturan dan ikatan, halangan, serta penderitaan. Si aku ingin hidup seribu tahun lagi, maksudnya secara kiasan, si aku menginginkan semangatnya, pikirannya, karya-karyanya akan hidup selama- lamanya. Secara struktural dengan cara melihat hubungan antara unsur-unsur dan keseluruhannya, juga berdasarkan kiasan-kiasan yang terdapat didalamnya, maka dapat ditafsirkan bahwa dalam sajak ini dikemukankan ide kepribadian bahwa orang itu harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Ku mau tak seorang kan merayu. Orang lain hendaknya jangan campur tangan akan nasibnya, baik dalam suka maupun duka, maka tak perlu seduh sedan itu. Semua masalah pribadi itu urusan sendiri. Dikemukakan secara ekstrim bahwa si aku itu seorang yang sebebas-bebasnya (sebagai binatang jalang), tak mau di batasi oleh aturan-aturan yang mengikat. Dengan penuh semangat si aku akan mengahadapi segala rintangan tebusan peluru, bisa dan luka dengan kebebasnya yang makin mutlak itu. Makin banyak rintangan makin tak memperdulikannya sebab hanya dengan demikian, ia akan dapat berkarya yang bermutu sehingga pikirannya dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya, jauh melebihi umur manusia. aku ingin hidup seribu tahun lagi, berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan sebagai kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik. Dalam sajak ini kemantapan pikiran dan semangat selain ditandai dengan pemilihan kata yang menunjukan ketegasan seperti ku mau, tak perlu sedu sedan itu, aku tetap meradang, aku akan tetap meradang, aku lebih tak peduli, dan aku mau hidup seribu tahun lagi. Pernyataan diri sebagai binatang jalang adalah kejujuran yang besar, berani melihat diri sendiri dari segi buruknya. Efeknya membuat orang tidak sombong terhadap kehebatan ini sendiri sebab selain

orang lain orang mempunyai kehebatan juga ada cacatnya, ada segi jelek dalam dirinya. Si aku ini adalah manusia yang terasing, keterasingannya ini memang disengaja oleh dirinya sendiri sebagai pertanggung jawaban pribadi ku mau tak seorang kan merayu , tidak juga kau. Hal ini karena si kau adalah manusia bebas yang tak mau terikat kepada orang lain aku ini binatang jalang/ Dari kumpulannya terbuang. Dan si aku ini menentukan nasibnya sendiri, tak terikat oleh kekuasaan lain aku mau hidup seribu tahun lagi. Pengakuan dirinya sebagai binatang jalang dan penentuan nasib sendiri aku mau hidup seribu tahun lagi adalah merupakan sikap revolusioner terhadap paham dan sikap pandangan para penyair yang mendahuluinya. Dalam sajak ini intensitas pernyataan dinyatakan dengan sarana retorika yang berupa hiperbola, dikombinasi dengan ulangan, serta diperkuat oleh ulangan bunyi vokal a dan u ulangan bunyi lain serta persajakan akhir seperti telah dibicarakan di atas. Hiperbola tersebut : Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar perlu menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Aku ingin hidup seribu tahun lagi Gaya tersebut disertai ulangan i- i yang lebih menambah intensitas : Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku ingin hidup seribu tahun lagi Dengan demikian jelas hiperbola tersebut penonjolan pribadi tampa makin nyata disana ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya. Sajak ini menimbulkan banyak tafsir, yang bersifat ambiguitas hal ini disebabkan ketaklangsungan ucapan dengan cara bermacammacam. Semuanya itu untuk menarik perhatian, untuk menimbulkan pemikiran, dan untuk memproyeksikan prinsip ekuivalensi dari proeses pemilihan ke poros kombinasi. kalau samapai waktuku dapat berarti kalau aku mati, tak perlu sedu sedan berarti tak ada gunannya kesedihan itu. Tidak juga kau dapat berarti tidak juga engkau anakku, istriku, atau kekasihku. Semua itu menurut konteksnya. Jadi ambiguitas arti ini memperkaya arti sajak itu. Ambiguitas arti itu juga disebabkan oleh pengantian arti, yaitu dalam sajak ini banyak dipergunakan bahasa kiasan, disini banyak dipergunakan metafora, baik metafora penuh mauapun implisit. Metafora penuh seperti aku ini binatang jalang. Maksudnya, si aku itu sepeerti binatang jalang yang bebas lepas tidak terikat oleh ikatan apapun. Metafora impliait seperti peluru, luka dan bisa, pedih peri. peluru untuk mengkiaskan serangan, siksaan, halangan, ataupun rintangan. Meskipun si aku terhembus peluru, mendapat siksaan, mendapat siksaan, rintangan, serangan, ataupun halangan-halangan, ia tetap akan meradang, menerjang: melawan dengan keras, berbuat nekat demi kebenarannya. luka dan bisa untuk mengkiaskan penderitaan yang didapat yang menimpa. pedih peri kengkiaskan kesakitan, kesedihan atau

penderitaan akibat tembusan peluru di kulit si aku (halangan, rintangan, serangan, ataupun siksaan). Kiasan-kiasan yang dilontarkan oleh Chairil Anwar dalam puisinya menunjukkan bahwa di dalam dirinya mencoba memetaforakan akan bahasa yang digunakan yang bertujuan mencetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak aku. Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang nyala-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya digunakan kiasan aku mau hidup seribu tahun lagi. Jadi, di sini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vitalitas mau mereguk hidup ini selama- lamanya. Jadi berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan bahwa Chairil Anwar dalam puisi aku dapat didefinisaikan sebagai bentuk pemetaforaan bahasa atau kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik. Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasakiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang nya la-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya digunakan kiasan aku mau hidup seribu tahun lagi. Jadi, di sini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vitalitas mau mereguk hidup ini selama- lamanya. Penyimpangan arti dan penggantian arti itu menyebabkan sajak aku ini dapat tafsirkan bermacam- macam sesuai dengan saran kata-kata dan kalimatnya. Hal ini menyebabkan sajak ini selalu baru setiap dibaca dengan tafsiran-tafsiran baru yang memperkaya arti sajak ini, yang ditimbulkan oleh kemampuan struktur sajak ini yang menjadi dinamis oleh ambiguitasnya. 3. Gaya pribadi penulis Chairil Anwar adalah legenda sastra yang hidup di batin masyarakat Indonesia. Ia menjadi ilham bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya. Namun siapa sangka, penyair yang memelopori pembebasan bahasa Indonesia dari tatanan lama ini adalah juga seorang pengembara batin yang menghabiskan usianya hanya untuk puisi? Berikut ini tulisan tentang Chairi Anwar, yang sebagian besar bahannya dicuplik dari buku Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arief Budiman, ditambah beberapa referensi lain serta sejumlah wawancara. "Di Jalan Juanda (Jakarta) dulu ada dua toko buku, yang sekarang jadi kantor Astra. Namanya toko buku Kolf dan van Dorp. Koleksinya luar biasa banyak. Saya dan Chairil suka mencuri buku di situ," begitu Asrul Sani pernah bercerita. "Suatu kali kami melihat buku Friedrich Nietzsche, Also Sprach Zarathustra. `Wah, itu buku mutlak harus dibaca,' kata Chairil pada saya. `Kau perhatikan orang itu, aku mau mengantongi Nietzsche ini.' Chairil memakai celana komprang dengan dua saku lebar, cukup besar untuk menelan buku itu." Buku-buku filsafat, termasuk buku Nietzsche tadi, diletakkan di antara buku-buku agama. Kebetulan buku Nietzsche ukuran dan warna sampulnya yang hitam persis betul dengan kitab Injil. "Sementara Chairil mengantongi buku, saya memperhatikan pelayan toko," kata Asrul. "Hati saya deg-degan setengah mati. Setelah buku berpindah tempat, kami lantas keluar dari toko dengan tenang. Tapi sampai di luar tiba-tiba Chairil terkejut, `Kok ini? Wah, salah ambil aku!' sambil tangannya terus membolak-balik buku. Rupanya Chairil salah mengambil Injil. Kami kecewa sekali."

Chairil Anwar memang seorang penggila buku, yang dengan rakus melahap karya-karya W.H. Auden, Steinbeck, Ernest Hemingway, Andre Gide, Marie Rilke, Nitsche, H. Marsman, Edgar du Peroon, J. Slauerhoff, dan banyak lagi. Tapi dia adalah penggila buku yang urakan, selalu kekurangan uang, tidak punya pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, penyakitan, dan tingkah lakunya menjengkelkan. Alhasil, lengkaplah ciri-ciri seniman pada dirinya. Namun, dia juga contoh yang baik tentang totalitas berkesenian dalam dunia sastra Indonesia. Jika Sanusi Pane, Amir Hamzah, Rustam Effendi, dan M. Yamin hanya menjadikan kegiatan menulis puisi sebagai kegiatan sampingan, di samping tugas keseharian mereka sebagai redaktur sebuah surat kabar, politikus, atau lainnya, ia semata- mata hidup untuk puisi dan dari puisi. Tak Terurus. Nama Chairil mulai dikenal di kalangan seniman pada tahun 1943. H.B. Jassin punya cerita. Suatu hari di tahun 1943, tuturnya, Chairil datang ke redaksi Pandji Pustaka; seorang muda kurus pucat tidak terurus kelihatannya. Matanya merah, agak liar, tetapi selalu seperti berpikir. Gerak-geriknya lambat seperti orang tak peduli. Ia datang membawa sajak-sajaknya untuk dimuat di majalah Pandji Pustaka. Tapi didapatnya keterangan bahwa sajak-sajaknya tidak mungkin dimuat. Kata pemimpin majalah itu, Susunan Dunia Baru (sajak Chairil) tidak ada harganya. Sajak-sajak individualis lebih baik dimasukkan saja dalam simpanan prive (privacy) sang pengarang. Kiasan-kiasannya terlalu mem-Barat. Sejak itu sang penyair sering terlihat di kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso), yang didirikan Jepang tahun 1943 di Jakarta, dan diketuai sastrawan Armijn Pane. Di kalangan seniman waktu itu, ia mulai sering disebut-sebut sebagai penyair muda yang memperkenalkan gagasan-gagasan baru di sekitar puisi. Gaya bersajak dan elan vital dalam puisi-puisinya yang bercorak individualistis dan mem-Barat membedakannya dengan kecenderungan puisi-puisi yang dilahirkan generasi sebelumnya (baca: Poedjangga Baroe). Bukan secara kebetulan agaknya jika sajak-sajak Chairil Anwar memiliki nuansa individualistis yang kental. Pergumulan total Chairil dengan kesenian agaknya telah menuntun sang penyair terjerembab dalam sebuah ritus pencarian filosofis. Semacam tertuntun pada sebuah kredo bahwa di dalam kesenian, berfilsafat menjadi keniscayaan yang menusuk. Terutama karena berkesenian mengharuskan sang seniman berhadapan dengan problem-problem tentang ketuhanan, kebebasan, dan apa saja. 4. Pemakaian bahasa yang be rbeda dengan pe makaian bahasa biasa. Walaupun ada penyair yang menonjolkan bunyi dan mengabaikan peranan kata dalam puisi ciptaannya (misalnya Sajak Hugo Bal), namun tidak dapat dipungkiri bahwa kata sampai saat ini masih merupakan sarana yang sangat penting dalam penciptaan puisi. Bagaimanapun juga, pada umumnya penyair mencurahkan pengalaman jiwanya melalui katakata. Dalam menganalisis puisi, perlu dibahas arti kata dan efek yang ditimbulkannya, misalnya arti denotatif, arti konotatif, kosa kata, diksi, citraan, faktor ketatabahasaan, sarana retorika, dan hal- hal yang berhubungan dengan struktur kata atau kalimat puisi. Kata-kata yang digunakan oleh penyair disebut Slamet Mulyana sebagai kata berjiwa. Dalam kata berjiwa ini sudah dimasukkan unsur suasana, perasaan-perasaan penyair, dan sikapnya terhadap sesuatu. Nampaknya penyair mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Ini terjadi karena puisi sebagai ungkapan jiwa. Penyair menghendaki agar pembaca dapat turut merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan penyair.

Perhatikan puisi Chairil Anwar berikut ini : DIPONEGORO di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati. Dalam bait tersebut menyiratkan pancaran sikap seorang Pangeran Diponegoro yang gagah berani, penuh dengan semangat dan rasa patriotisme yang begitu tinggi demi bangsa. Kata-kata tersebut diambil oleh pengarang kemungkinan karena memiliki unsur yang jauh lebih tinggi dari sekedar bahasa kiasan biasa. Seolah semangat dan nilai yang begitu agung tak tercetak jelas, menjelaskan bahwa ia sesungguhnya ingin mengagumi semangat pahlawannya. Hal serupa juga tersirat dalam bait puisi Aku kehebatan Chairil Anwar melukiskan tentang sosok dirinya mungkin dapat terlihat dalam puisi yang tenar ini. Aku ini binantang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang. Untuk memaksimalkan sebuah kepuitisan karya, biasanya penyair memanfaatkan kemampuannya dalam memilih kata setepat mungkin, memasukkan kata-kata/kalimat yang konotatif dan mempergunakan gaya bahasa tertentu. Pilihan kata penyair sangat me mbantu imajinasi pembaca. Semakin konkret kata-kata dalam puisi, semakin tepat citraan yang ditimbulkannya. Seperti dalam bait puisi diatas. Chairil Anwar ingin memperlihatkan tentang seperti apa pandangan hidupnya tentang dirinya, dan bagaimana ia berpikir tentang sosok dirinya di mata dunia dan tak keberdayaannya. Ada puisi-puisi yang kosakatanya diambil dari bahasa sehari- hari. Hal tersebut memberikan efek gaya yang realistis. Sebaliknya, penggunaan kata-kata indah memberi efek romantis.

5. Gaya sosial konvensi yang dipakai secara be rsamaan oleh para penulis. Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing- masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya, yang dijelaskan oleh Rene Wellek sebagai berikut : Lapis norma pertama adalah lapis bunyi (sound stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar adalah serangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti (unit of meaning), karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti. Bunyi-bunyi itu

disusun sedemikian rupa menjadi satuan kata, frase, kalimat, dan bait yang menimbulkan makna yang dapat dipahami oleh pembaca. Rangkaian satuan-satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan- lukisan, objek-objek yang dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan sebagainya. Untuk menjelaskan penerapan analisis strata norma tersebut berikut diberikan sebuah contoh.

CINTAKU JAUH DI PULAU Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar Angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak kan sampai padanya Di air yang terang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertahta, sambil berkata : Tujukan perahu ke pangkuanku saja. Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau kalau ku mati, dia mati iseng sendiri Pembahasan lapis bunyi hanyalah ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu bunyi-bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Misalnya pada baris pertama puisi di atas ada asonansi a dan u; di baris kedua ada aliterasi s (gadis manis sekarang iseng sendiri). Demikian juga pada bait kedua ada asonansi a (melancar memancar si pacar terang terasa); dan ada pula aliterasi l dan r (melancar bulan memancar laut terang tapi terasa). Kecuali asonansi dan aliterasi, terdapat pula rima teratur yang digarap dengan sangat mengesankan oleh Chairil Anwar. Bait 1 dan bait terakhir mempunyai rima yang sama (a b), yang nampaknya mengapit bait-bait di antaranya yang berpola rima a a bb. Rima konsonan memancar si pacar dipertentangkan dengan rima terasa padanya yang merupakan bunyi vokal. Rima kutempuh merapuh (konsonan) dipertentangkan dengan rima vokal dulu cintaku. Rima yang berupa asonansi dan aliterasi pada puisi di atas berfungsi sebagai lambang rasa (klanksymboliek) sehingga menambah keindahan puisi dan memberi nilai rasa tertentu.

Asonansi Pengulangan bunyi vokal yang sama pada baris yang sama Aliterasi 1.Pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan. 2.Sajak/rima awal

Dalam kegiatan menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi. Sebagai contoh, berikut ini adalah analisis makna per kalimat, per bait dan akhirnya makna seluruh puisi Cintaku Jauh di Pulau. Bait I Cintaku jauh di pulau berarti kekasih tokoh aku berada di pulau yang jauh. Gadis manis sekarang iseng sendiri artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku. Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya. Bait III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya (Ajal bertahta sambil berkata : Tujukan perahu ke pangkuanku saja). Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia bertemu dengan kekasihnya. Bait V merupakan kekhawatiran si tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia. Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih citacitanya. Lapis arti menimbulkan lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dunia pengarang, makna implisit, dan metafisis. Pada puisi Cintaku Jauh di Pulau, objek yang dikemukakan adalah cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal. Pelaku atau tokohnya adalah si aku , sedang latarnya di laut pada malam hari yang cerah dan berangin. Jika objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi digabungkan, maka akan menghasilkan dunia pengarang atau isi puisi. Ini merupakan dunia (cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya. Contoh, berdasarkan puisi Cintaku Jauh di Pulau kita dapat menuliskan dunia pengarang sebagai berikut : Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. Karena ingin menemuinya, pada suatu malam ketika bulan bersinar dan cuaca bagus, si aku berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun keadaan sangat baik untuk berlayar (laut terang, angin mendayu), namun si aku merasa ia tak akan sampai pada kekasihnya itu. Pelayaran selama bertahun-tahun, bahkan sampai perahunya akan rusak, nampaknya tidak akan membuahkan hasil karena ajal lebih dulu datang. Ia membayangkan, setelah ia mati kekasihnya juga akan mati dalam kesendirian.

Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam puisi namun dapat dipahami oleh pembaca. Misalnya kata gadis manis memberi gambaran bahwa pacar si aku ini sangat menarik. Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa. Kecuali itu ada unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam- idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan siasia belaka. 6. Gaya be rhubungan dengan wacana. Bila melihat gaya yang berhubungan dengan retorik tentunya puisi Chairil Anwar memang mencerminkan jamannya dan pengarangnya sendiri. Kekhasan puisi-puisinya tentunya memang tak diragukan lagi. Puisinya yang berjudul Aku, Kerawang-Bekasi, Diponegoro, dan Prajurit Jaga Malam memang memiliki intrik tentang pelukisan jaman saat itu. puisi-puisi di atas justru memberikan dorongan untuk membuat pembebasan dengan segera, dalam bidang perpuisian dan tidak mustahil pula bagi para pejuang bangsa dapat ditafsirkan pembebasan diri dari penjajah dengan mencapai kemerdekaan Indonesia. Memang, dia tidak menyatakannya secara eksplisit pembebasan Indonesia dalam sajaknya tersebut, tetapi isi puisi selalu harus ditafsirkan, dan dalam suasana tertentu dapat memberikan penghayatan lain pada pembacanya. Apalagi hendaklah diingat bahwa Maret 1943 pemerintah Dai Nippon masih bercokol di bumi Indonesia. Bahwa puisi itu dapat memberi penghayatan khusus pada para pejuang yang mampu menambah semangat perjuangan bangsa jelas terasa, baik dalam judul Kerawang Bekasi maupun Prajurit Jaga Malam. HB. Jassin pernah mengatakan bahwa puisi-puisi Chairil Anwar bahwa tentang bentuk dan irama puisinya jauh dari pantun, syair, sonata, ataupun sajak bebas pujangga baru. Isinya seperti dinamo berisi listrik. Ini ialah pemberontakan yang terjadi dalam jiwa. Ukuranukuran lama dilemparkan semua. Kesombongan yang dilarang orang tua-tua mencapai puncaknya. Maut ditantang dan dikesampingkannya. Dan ada orang tua yang mengatakan ia kafir besar yang perlu digantung. Di dalam puisinya tidak ada lagi penggambaran alam yang indah, perasaan yang romantis, atau kesedihan yang menusuk hati yang digambarkan oleh Chairil Anwar. Dia telah merombak tradisi lama. Bukan hanya dalam bentuk, tetapi juga dalam isi. Sebagian besar atau hampir semua puisi Chairil Anwar merupakan wujud cita-cita kebebasan yang begitu berani. Kalaupun dalam puisi ada bentuk kuatrin, bentuk itu terjadi bukan karena aturan tradisi dipatuhi, namun terjadi karena ketetapan penuangan isi yang memang harus demikian. Bentuk disediakan karena isi, dan bukan sebaliknya isi harus tunduk kepada bentuk yang tersedia. Sementara genre puisi yang digunakan dalam puisi-puisi Chairil Anwar dibatas adalah sbb: Diponegoro merupakan puisi Epik. Yaitu puisi yang memang didalamnya mengandung kepahlawanan yang berkaitan dengan legenda, kepercayaan maupun sejarah. Puisi yang berjudul Diponegoro memang memperlihatkan semangat dan tentang kepahlawanan pangeran Diponegoro. Sementara puisi Prajurit Jaga Malam dan Kerawang-Bekasi tergolong puisi lirik. Hal ini dikarenakan puisi lirik adalah puisi yang berisi luapan batin penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap maupun suasana batin yang melingkupi sang penyair

sehingga tercetuslah puisi itu sendiri. Kedua puisi ini tergolong genre demikian karena pada dasarnya, Chairil Anwar merasakan sosok-sosok mereka prajurit yang selalu ditatapnya yang tak kenal lelah. Ia merasakan penderitaan mereka sekalipun di sini ia tak benar-benar berada dalam lingkup sama dengan sosok yang ia ceritakan. Namun suasananya jelas terasa kentara tentang ungkapan kemerdekaan dan perjuangan seorang prajurit dalam medan perang. Sementara puisi Aku tergolong puisi Elegi. hal ini dikarenakan maksud puisi Aku sama dengan jenis puisi Elegi. Yaitu puisi yang berisi ratapan seseorang tentang apa saja. Mungkin karena kepahitan hidup, mungkin karena cintanya yang terpaksa berantakan dan sebagainya. Dan puisi terakhir Cintaku Jauh di Pulau tergolong puisi romance atau roman karena berisi luapan perasaan kepada kekasih.

333333333

Aliran-Aliran dalam Karya Sastra


1. Realisme, yaitu aliran yang melukiskan keadaan atau peristiwayang sesuai dengan kenyataannya, tidak ditambahkan atau dikurangi. Realisme mengungkapkan hal- hal yang baik atau tidak menyinggung perasaan orang lain. Sebagian karya angkatan 45 beraliran realisme. Contoh: Puisi berjudul Pertemuan karya Chairil Anwar Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tantang aku dengan berani Kalau kau mau kuterima kau kembali Untukku sendiri tapi Sedang dengan cermin aku enggan berbagi 2. Naturalisme, yaitu aliran yang melukiskan sesuatu sesuai dengan kenyataannya. Bedanya dengan realisme, naturalisme memandang sesuatu dari sudut jeleknya saja. Contohnya, roman atau cerpen karya Moetinggo Busye.

3. Neo-naturalis me, yaitu aliran yang tidak hanya menekankan sudaut yang jelek, tapi juga sudut yang baik. Contoh: Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar. 4. Ekspresionis me, yaitu aliran yang menekankan pada segenap perasaan atau jiwa. Contoh: puisi berjudul Doa karya Chairil Anwar

Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut nama-Mu Biar sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling 5. Impresionisme, yaitu aliran yang melukiskan sesuatu berdasarkan kesan-kesan sepintas saja, peristiwa atau suatu benda yang ditemui atau hal- hal yang penting saja. Contoh: puisi berjudul Ngari Sianok karya Rifai Ali Berat himpitan gunung Singgalang Atas daratan di bawahnya Hingga tengkah tak alang-alang Ngarai lebar dengan dalangnya Bumi runtuh-runtuh juga Seperti beradab-adab yang lepas Debumnya hirap dalam angkasa Derumnya lenyap di sawah luas Dua penduduk di dalam ngarai Mencangkul ladang satu-satu Menyabit di sawah bersorak-sorai Ramai kerja sejak dulu Bumi runtuh-runtuh jua Mereka hidup bergiat terus Seperti si Anok dengan rumahnya Diam-diam mengalir terus 6. Determinis me, yaitu aliran yang melukiskan suatu kejadian atau peristiwa dari sudut jeleknya, bisa berupa ketidakadilan, penyelewengan, dan sebagainya. Sebagian karya angkatan 66 beraliran determinisme. Contoh: puisi berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta 7. Surealisme, yaitu aliran yang melukiskan sesuatu secara berlebihan dan terkadang sulit diikuti dan dipahami pembaca. Contohnya cerpen Lebih Hitam dari Hitam karya Iwan Simatupang, novel berjudul Behaia karya Toto Sudarto Bachtiar, dan sebagainya.

Contoh: puisi berjudul Pot karya Toto Sudarto Bachtiar. Pot apa pot itu kaukah pot aku Pot pot pot Yang jawab pot pot pot kaukah pot itu Yang jawab pot pot pot kaukah pot itu Pot pot pot Pot apa pot itu kaukah pot aku 8. Romantisme, yaitu aliran yang melukiskan sesuatu secara sentimentil dan penuh perasaan. Prosa yang termasuk dalam aliran ini adalah Di Bawah Lindungan Kabah karya Hamka, Dian Tak Kunjung Padam karya S.T. Alisyahbana, dan sebagainya Contoh: puisi berjudul Cintaku jauh di Pulau karya Chairil Anwar. Cintaku jauh di pulau Gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bukan memancar Di leher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar Angin membantu, laut terang, tapi tersa Aku tidak kan sampai padanya Di air tenang, angin mendayu Di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertahta, sambil berkata Tujukan perahu ke pelabuhanku saja Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku Manisku jauh di pulau Kalau ku mati, dia mati iseng sendiri 9. Idealis me, yaitu aliran yang melukiskan hal- hal yang utuh gagasan, cita-cita, atau pendirian. Contoh: puisi bejudul Aku karya Chairil Anwar Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorangpun kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulan terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi 10. Simbolis me, yaitu aliran yang menggunakan simbol atau isyarat untuk menutupi kebenaran atau maksud sesungguhnya. Aliran ini muncul pada masa Jepang. Contohnya Drama berjudul Taufan di Atas Asia karya El Hakim. 11. Psikologis me, yaitu aliran yang menekankan pada aspek-aspek kejiwaan. Contohnya Novel berjudul Telegram karya Putu Wijaya, Merahnya Merah karya Iwan Simatupang, dan lain- lain. 12. Didaktisme, yaitu aliran yang menekankan pada aspek-aspek pendidikan. Contohnya Salah Asuhan karya Abdul Muis. Terlebih lagi pada sastra lama banyak sekali karya yang bersifat mendidik.

Home About Us Contact Us > Download Privacy Policy Sitemap


Search on

Anime Home B. Indonesia Computer Download Kesehatan Tips And Trik Top Teen Pasang Iklan

Home Bahasa Indonesia Pengertian Pantun Lengkap | Kumpulan Contoh Pantun Home Bahasa Indonesia Pengertian Pantun Lengkap | Kumpulan Contoh Pantun

Pengertian Pantun Lengkap | Kumpulan Contoh Pantun

1. Pengertian Puisi Lengkap 2. Jenis Puisi Lama 3. Apa itu, Mantra, Preibahasa, Pantun, Syair, Gurindam 4. Kumpulan Contoh

Puisi adalah bentuk karangan sastra yang t erikat oleh banyaknya baris dalam bai t dan bnyaknya suku kata dama baris. Puisi juga mengutamakan bentuk dan bunyi serta kepadatan makna. Menurut periode pembuatannya, puisi terbagi menjadi: puisi lama, puisi baru, dan puisi modern. Puisi lama merupakan puisi yang terikat dengan beberapa aturan, diantaranya: jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, persajakan (rima), banyaknya suku kata tiap baris, dan irama.

Berikut ini adalah jenis-jenis puisi lama:

1. MANTRA Pengertian Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan kekuatan gaib. Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau mendatangkan celaka. Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebi h banyak berkaitan den gan adat kepercayaan.

2. PERIBAHASA Pengertian Peribahasa merupakan kalimat yang mengiaskan maksud tertentu. Bentuk peri bahasa antara lain :

- Pepatah: peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orangtua.

- Perumpamaan: kalimat yang mengungkapkan per bandingan atau pengibaratan sesuatu dengan sesuatu yang sekiramya bisa dikiaskan.

- Ungkapan: adalah kiasan untuk memperhalus maksud kalimat.

- Tamsil: pengi baratan tentang suatu hal

- Pameo: merupakan kata ejekan atau kata-kata yang berisi sindiran

3. PANTUN Pengertian Pantun merupakan puisi lama yang etrdiri atas empat baris. pantun juga bisa merupakan peribahasa sindiran. Menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi: - Pantun biasa

- Seloka: merupakan pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja, sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.

- Pantun orangtua: biasanya berisi tentang nasihat, agama, dan adapt

- Pantun jenaka: pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengarnya, ataupun terkadang sebagai cara untuk saling menyindir dalam suasana penuh keakraban, supaya tidak mudah tersinggung.

4. SYAIR Pengertian Syair merupaka puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang selalu berakhiran dengan bunyi yang sama

5. GURINDAM Pengertian Gurindam merupakan sajak dua baris yang mengandung petuah atau nasihat

Gurindam, Pantun, Syair, dan Talibun merupakan bagian dari puisi lama. Pengarang karya sastra lama termasuk puisi lama biasanya anoni m atau tidak diketahui. Berikut ini adalah contoh puisi lama: # Gurindam Gurindam adalah jenis puisi lama yang ter diri atas 2 baris, semuanya merupakan isi dan menunjukkan hubungan sebab aki bat contoh: Cahari olehmu akan sahabat yang dapat dijadikan obat Cahari olehmu akan guru yang mampu memberi ilmu Cahari olehmu akan kawan yang ber budi serta setiawan Cahari olehmu akan abdi yang terampil serta ber budi

# Pantun merupakan jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris, memiliki rima (persamaan bunyi) dengan baris pertama dan edua merupakan sampiran dan baris ketiga dan ke empat merupakan isi Contoh: Tanam melati di rama-rama Ubur-ubur sampingan dua Biarlah mati kita bersama Satu kubur kita ber dua (Roro Mendut, 1968)

# Syair Syair merupakan puisi lama yang terdiri atas 4 baris per bait. Semua baris merupakan isi Contoh: Bulan purnama cahaya terang Bintang seperti intan Pungguk merawan seorang-orang Berahikan bulan di tanah seberang Pungguk bercinta pagi dan petang Melihat bulan di pagar bintang Terselap merindu dendamnya datang Dari saujana pungguk menentang

# Talibun Talibun merupakan puisi lama yang hampir mirip dengan pantun, bedanya hanya pada julah baris. Jumlah baris pada talibun lebih dari 4 baris. Contoh: Panakik pisau siraut Ambil galah batang lintabung Silodang ambil untuk niru Yang setitik jadikan laut Yang sekapal jadikan gunung Alam terkembang jadikan guru (Panghulu, 1978:2)

1.

Jenis-jenis irama Irama rawak Objek yang diulang tanpa susunan dan ruang yang tidak sama menimbulkan irama rawak. Contoh: pergerakan ikan di dalam air adalah pergerakan rawak. Irama biasa Irama biasa mempunyai objek yang serupa dan ruang yang sama di antara mereka. Irama biasa mempunyai irama yang konsisten. Pengulangan yang sama adalah berguna untuk mengatur objek. Contoh: rak-rak yang disusun dengan rapi Irama berselang-seli Irama yang diwujudkan dengan mengubah posisi objek. Irama berselang- seli boleh disusun secara aturan atau secara rawak. Aliran Apabila garisan yang beralun diulangi, wujudlah irama aliran. Basikal yang disusun secara mengarah dan ombak lautan menimbulkan irama aliran. Mata kita akan menyusur sepanjang lengkungan yang akan mengubah arah tuju kita. Contohnya, hiasan di dalam terowong.

2.

3.

4.

5.

Irama progresif Terdapat perubahan di dalam motif setiap kali objek diulang. Irama progresif boleh bermula dengan segi empat sebagai motifnya. Saiz segi empat dan segi tiga boleh berubah setiap kali diulang ataupun diwarnakan dengan warna berlainan. Bentuk boleh diubah secara beransur. Sisi sebuah segi empat boleh dibuat secara beransur-ansur sehingga ia menjadi bulatan dan bentuk tanda arah. Irama Mewujudkan Pergerakan

Rima Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Puisi-puisi yang bergaya rima kental biasanya adalah puisi-puisi melayu dan beberapa puisi angkatan dibwah penulis kontemporer. Mereka menulis puisi-puisi seperti bentuk pantun modern. Artinya ada beberapa bunyi yang sama pada setiap pengulangan bunyi yang berselang. Irama Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggirendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi. Jenis- jenis Rima Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir. Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir. Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi) Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama. Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan). Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata. Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.

About these ads

Anda mungkin juga menyukai