Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MID

MATA KULIAH TELAAH PROSA

“Analisis Novel Lokal”

OLEH :

SITTI AISYAH NURHADI

N1D118005

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HALUOLEO

2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


A. Teeuw, seorang ilmuan dan kritikus sastra kelahiran Belanda, meskipun tidak yakin
akan adanya definisi ideal dan universal tentang sastra, namun dalam bukunya Sastra dan Ilmu
Sastra: Pengantar Teori Sastra (1984: 41), Teeuw secara ringkas berpendapat menyatakan
bahwa sastra adalah segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tulis,
meskipun tidak semua bahasa tulis adalah sastra. Ada pemakaian bahasa lisan dan tulis yang
sastra, ada ula yang bukan sastra. Sebaliknya, ada sastra tulis ada pula sastra lisan.

Karya sastra terdiri atas tiga unsur yaitu bahasa tulis ataupun lisan, unsur estetika
ataupun keindahan yang hadir dalam sebuah karya sastra, dan imaginatif yang dituntaskan
dengan pengabungan dengan fakta yang tampak dalam kehidupan masyarakat karena sebuah
karya sastra yang baik ialah yang mengangkat tema yang dekat dengan masyarakat tempat ia
hidup. Dalam hal menelaah kita harus mengapresiasi dan mengkritik sebuah karya sastra.
Menurut Teew, analisis struktur adalah suatu tahap dalam penelitian sastra yang sukar
dihindari, sebab analisis semacam itu baru memungkinkan pengertian yang optimal, persis
dalam ilmu bahasa.

Penelitian karya sastra akan selalu berkaitan dengan teks karya sastra sebagai sumber
yang akan dianalisis. Hal ini dipertegas oleh Teeuw (1983:61) yang mengatakan, bagi setiap
peneliti sastra, analisis struktur karya sastra yang ingin diteliti dari segi manapun juga,
merupakan tugas prioritas, ekerjaa pendahuluan, sebab karya sastra sebagai “dunia dalam kata”
yang mempunyai makna instrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri.

Menurut fokkema dan Elrud Kunne (1998:66). Karya sastra dianalisis dalam kaitannya
dengan penulisnya, atau perhatian dicurahkan pada mutu karya sastra. Karya sastra tidak dilihat
sebagai unsur suatu sistem, seperti halnya individu manusia tidak dilihat sebagai bagian dan
keseluruhan yang lebih besar, yang bisa diuraikan berdasarkan tingkat relatif yang dimilikinya.

Menurut luxemburg dkk. (1989:36), struktur adalah kaitan-kaitan tetap antara


kelompok-kelompok gejala. Selanjutnya dikatakan, pengertian struktur pada karya sastra yakni
sebuah karya sastra atau peristiwa dalam masyarakat menjadi suatu keselurahan karena ada
relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan (Luxemburg,
1989:36).
Membahas mengenai pendekata dalam menganalisi suatu karya, tidak terlepas dari
berbagai macam teori sastra, baik klasik maupun modern. Beragamnya akan pendekatan-
pendekatan tergantung dari prespektif kajian karena menghasilkan hasil yang berbeda,
walaupun karya sastra yang dianalisis adalah karya sastra yang sama. Pendekatan yang paling
sederhana yaitu yang dilakukan Abrams dengan teori universe. Menurut Abrams (1979:6)
analisis karya sastra bisa dilihat dari empat pendekatan yakni, pendekatan mimesis, ekspresif,
objektif (struktur), dan pragmatik.

Seperti teori Abrams, keempat pendekatan itu merupakan pendekatan yang universal.
Sesuai dengan perkembangan yang terus menghasilkan pendekatan-pendekatan baru.
Walaupun aliran strukturalisme telah berkembang pesat, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
analisis struktur adalah tugas utama ataupun terakhir penelitian sebuah karya sastra (Teeuw,
1983:61). Bahkan, menurut Teeuw, strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya
sastra mempunyai dua kelemahan pokok yakni, (1) melepaskan karya sastra dan rangka sejarah
sastra, dan (2) mengasingkan karya sastra dan rangka sosial budaya (1983:61).

Pendekatan Lucian Goldmann merupakan sintesis antara dua kecenderungan ekstrem


dalam perkembangan teori sastra dengan teori sosial sastra. Dalam hubungannya dengan teori
sastra, pendekatan ini memberikan jawaban atas kebutuhan yang dihadapi oleh teori struktural
otonom, sedang dalam hubungannya dengan teori sastra, pendekatan ini menutupi kurangnya
perhatian teori sosial terhadap teks sastra.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Teori


Novel (roman). Berbeda dengan cerpen, permasalahan yang ingin ditampilkan dalam
novel lebih luas ruang lingkunya juga lebih mendalam permasalahnnya yang ingin
diungkapkan. Novel dapat menggungkapkan seluruh eisode perjalanan hidup tokoh-tokoh
ceritanya. Itulah sebabnya, novel dapat dibagi ke dalam sejumlah fragmen (bab atau bagian),
namun fragmen-fragmen itu tetap dalam satu kesatua novel yang utuh dan lengkap.

2.2 Pendekatan Teori Menurut M.H Abrams


Dalam buku The Mirror and The Lamp (1971) yang ditulis olehnya sendiri, Abrams
berpendapat akan teori universe-nya terhadap karya sastra. Teori universe tersebut adalah teori
yang merujuk pada alam semesta. Dalam hal tersebut dapat kita ketahui empat hal yakni
pertama ada suatu sastra (karya seni), kedua ada pencipta (pengarang) karya itu sendiri,
kemudian yang ketiga ada semesta alam yang mendasari lahirnya karya sastra (realitas sosial),
keempat ada penikmat karya sastra (pembaca).

Berdasarkan teori itu, karya sastra dapat dipandang dari empat sudut pandang yaitu: (a)
ekspresif, (b) mimetik, (c) pragmatis dan (d) obyektif. Keempat pendekatan ini nantinya akan
saling berhubungan dengan karya sastra. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas pula mengenai
hubungan sastra dengan pembaca dan hubungan sastra dengan pengarangnya. Pendekatan-
pendekatan yang telah disebutkan sebelumnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.1.1 Pendekatan Ekpresif

Secara ekspresif karya sastra merupakan hasil pengungkapan sang pencipta karya
tentang pengalaman, pikiran, perasaan dan sejenisnya. Menurut Lewis, karya sastra bisa
didekati dengan pendekatan ekspresif yakni pendekatan yang berfokus pada diri penulis
(pengarang), imajinasinya, pandangannya, atau kespontanitasnya (1976 : 46).

Dengan kata lain, karya sastra apabila dilihat dari sisi pengarang, karya seni merupakan
karya yang kreatif dan imajiner dan dimaksudkan untuk menghadirkan keindahan. Dalam
kaitannya ini, Esten menyatakan bahwa ada dua hal yang harus dimiliki oleh seorang
pengarang, yakni: daya kreatif dan daya imajinatif. Daya kreatif adalah daya untuk
menciptakan hal-hal yang baru dan asli. Manusia penuh dengan seribu satu kemungkinan
tentang dirinya. Untuk itu, seorang pengarang berusaha memperlihatkan kemungkinan
tersebut, memperlihatkan masalah-masalah manusia yang substil (halus) dan bervariasi dalam
karya-karya sastranya. Sedangkan daya imajinatif adalah kemampuan pengarang untuk
membayangkan, mengkhayalkan, dan menggambarkan sesuatu atau peristiwa. Seorang
pengarang yang memiliki daya imajinatif yang tinggi bila dia mampu memperlihatkan dan
menggambarkan kemungkinan-kemungkinan kehidupan, masalah, dan pilihan alternatif yang
mungkin dihadapi manusia. Kedua daya itu akan menentukan berhasil tidaknya suatu karya
sastra (1978 : 9). Jadi, pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang didasarkan pada
pengarang itu sendiri, baik kaitannya dengan pikiran, sudut pandang serta imajinasinya
terhadap karya sastra yang dibuatnya.

2.1.2 Pendekatan Mimetik

Secara mimetik dalam proses penciptaan karya sastra, sastrawan atau seniman tentu
telah melakukan pengamatan yang seksama terhadap kehidupan manusia dalam dunia nyata
lalu membuat perenungan dan pada akhirnya merealisasikannya dalam bentuk sastra.
Pandangan seperti merupakan sebuah pandangan yang merujuk pada alam semesta. Artinya
pendekatan ini menghubungan suatu relasi antara sudut pandang pengarang terhadap
lingkungan di sekelilingnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam yang diwujudkan
dalam bentuk karya imajinatif. Perwujudan dalam bentuk karya sastra merupakan kritikannya
terhadap lingkungan (alam semesta) yang diutarakan melalui bentuk yang berbeda. Pada
akhirnya, refleksi pengarang tersebut merupakan suatu kejadian yang nyata yang benar-benar
terjadi pada saat itu.

Berbicara mengenai pandangan mimetik terhadap karya sastra, pada dasarnya tidak
dilepaskan dari pikiran Plato. Dalam dialognya Socrates, Plato mengungkapkan bahwa semua
karya seni (termasuk karya sastra) merupakan sebuah tiruan. Tiruan merupakan istilah
relasional yang menyarankan ada dua hal, yakni: yang dapat ditiru dan tiruannya dan sejumlah
hubungan antar keduanya. Meskipun teori ini akhirnya dibantah oleh Aristoteles.

2.1.3 Teori Pragmatis

Pendekatan pragmatik menurut Abrams menekankan pada tujuan seniman dan karakter
karya yang sifat dasarnya untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan penikmatnya
(audience). Dalam kaitannya ini, Horace mengungkapkan bahwa seni harus menghibur dan
bermanfaat. Karya seni yang menghibur dan bermanfaat harus dilihat secara simultan, tidak
secara terpisah antara satu dengan yang lainnya. artinya, bagi seniman, dalam proses
penciptaan karya seni antara aspek hiburan dan kebermanfaatan harus diimbangkan. Seorang
seniman hendaknya tidak hanya menonjolkan sisi menghiburnya saja tetapi juga manfaatnya.

Seperti yang kita ketahui, di dalam karya sastra misalnya novel, mengandung nilai-
nilai moral yang dianut oleh masyarakat tertentu. Refleksi seorang pengarang terhadap norma
atau nilai tersebut dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Pendekatan ini tidak hanya
melalui lingkup pembaca namun juga merujuk pada realitas sosial.

2.1.4 Teori Obyektif

Pandangan terhadap karya sastra secara obyektif menyatakan bahwa karya sastra
merupakan dunia otonom, yang dapat dilepaskan dari pencipta dan lingkungan sosial-budaya
zamannya. Dalam hal ini, karya sastra dapat diamati berdasarkan strukturnya. Struktur tersebut
merupakan unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam karya sastra. Unsur intrinsik dapat berupa
perwatakan tokoh, alur, setting dan tema. Sedangkan unsur ekstrinsik dapat berupa psikologis
pengarang, keadaan lingkungan dan struktur sosial masyarakat. Pendekatan ini lebih
mengeksploitasi unsur intrinsik sebuah karya sastra (naratif).

 Hubungan Sastra dengan Pembaca

Hal tersebut merupakan suatu pendekatan yang didasarkan pada pendekatan pragmatis.
Sebuah karya sastra yang baik haruslah memberikan kontribusi pada penikmatnya. Dengan
kata lain, karya sastra dan pembacanya memiliki hubungan yang erat. Setiap karya sastra
mengandung nilai-nilai atau norma yang ada di masyarakat. Sedangkan setiap pembaca yang
menikmati karya sastra itu akan mendapatkan transformasi nilai-nilai tersebut sehingga dapat
bermanfaat.

Tak hanya itu, karya sastra juga mencerminkan kebudayaan atau realitas yang terjadi
di masyarakat, sebagai karya sastra yang harus memberikan kontribusi, karya sastra disini
berfungsi sebagai pengembang kebudayaan. Sebagai penikmat karya sastra, tentunya pembaca
berperan sebagai pendukung kebudayaan. Hubungan sastra dan pembaca ini nantinya akan
dibahas lebih lanjut dalam teori resepsi, dimana teori tersebut berdasarkan tanggapan pembaca.

 Hubungan Sastra dengan Pengarangnya


Menurut teori ekspresif yang telah dijelaskan sebelumnya, hubungan sastra dengan
pengarangnya merupakan suatu relasi dimana seorang pengarang tidak hanya mengungkapkan
keindahan dalam karya sastra tetapi juga mengungkapkan bagaimana dirinya melihat fenomena
sosial. Fenomena sosial itu dapat berupa kesenjangan sosial, penyimpangan sosial dan kondisi
masyarakat. Seorang pengarang berusaha mengungkapkan apa yang dirasakan, dipikirtan
tentang suatu fenomena sosial seperti kekecawaan, ketidaksetujuan bahkan kritikannya
terhadap pemerintah.
BAB III

ANALISIS NOVEL

3.1. TEMA

Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar
pengarang, menggubah sajak, dan sebagainya (Kbbi.web.id). Tema yang diangkat oleh penulis
ialah mengenai kehidupan yang dibumbui dengan masalah percintaan seorang pemuda yang
secara natural dituangkan dalam sebuah karya novel mungkin yang ditulis oleh Mahamudin.
Salah satu kutipan berikut akan membantu memahami tema dari novel ini :

“kami berangkat ke pantai itu dengan perkuliahanku dikala itu kutinggalkan karena
Bunga. Aku tidak ingin mengecewakannya dengan menolak permintaan pertamanya padaku.
Apalagi hubungan kami masih seumuran jagung.”

3.2 ALUR

Alur ialah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan
menggerakan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian (Kbbi.web.id).
Novel Mungkin karya Mahamudin beralurkan mundur dikarenakan alur ceritanya tidak dimulai
sejak ia lahir melainkan dimulai dengan suatu kejadian awal ke tahap eksposisi, kemudian
komplikasi, konflik, klimaks, penyelesaian dan berakhir pada tahap solusi. Jika kita
menjabarkan tahapannya, sebagai berikut :

 Tahap eksposisi : Sub judul Taruhan


 Komplikasi : Sub judul Mubazir
 Konflik : Sub judul Teka-teki Iren, Banjir, Pangkalan, Pekerjaan
Bangunan, Jalan Santai
 Klimaks : Nasi sudah jadi bubur
 Penyelesaian : Kodok pecinta hujan, Akhir Taruhan
 Solusi : Akhir Teka-teki Iren
3.3 TOKOH

Tokoh merupakan orang yang dihadirkan penulis melalui penjelasan watak dengan
penggungkapan yang signifikan agar mudah dibedakan dengan tokoh lainnya. Novel tersebut
menghadirkan dua tokoh pemuda bernama Bintang dan Alam yang banyak memenuhi alur
cerita yang kemudian di dampingi tokoh-tokoh pembantu antara lain Bunga, Kembang, Melati,
Iren, Ibu dan Ayah Bintang, Nenek, orang tua nenek dan almarhum suaminya, para penggungsi,
relawan, penduduk kompleks BTN Indah Jaya, sekelompok tukang ojek, seorang mandor, para
pekerja bangunan, peduduk kota, seorang kakek, pria muda, tukang parkir, Marching Band,
penari lokal, Seorang pria dewasa, salah satu anggota KPU provinsi, peserta jalan santai,
petugas pembagi kupon undian, MC acara jalan santai, pak Ahmad, Ramah, Koi, Kefin, Umi,
Penduduk Indonesia yang bermata pencaharian sebagai TKI dan paman Simon.

3.4 PENOKOHAN

Penokohan adalah wujud dari watak yang dihidupkan oleh penulis. Dalam hal ini saya
hadirkan tokoh-tokoh yang sangat menonjol dalam novel ini.

Bintang; pemuda rantau yang giat mengejar toga sebagai wisudawan terbaik dengan
berbagai halang rintang yang dilewati dengan penuh kesabaran, disela-sela kegiatannya dia
selalu bergiat patuh dan selalu mengingat petuah orang tuanya. Dia selalu berusaha belajar
mandiri. Dikota rantaunya dia ditemani oleh kawannya Alam. Mereka tinggal seata rumah
diujung lorong yang telah mereka diami beberapa tahun. Walaupun berpenampilan acak-
acakan mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut tetapi dia selalu berusaha berbuat baik
kepada orang lain, dan mengefesiensikan waktu dengan memperbanyak gagasan dengan
membaca buku sehingga memunyai kebiasaan mengunjungi perpustakaan.

Alam; seorang pemuda yang juga banyak memenuhi alur cerita karena merupakan
teman seperjuangan Bintang yang memiliki sifat yag ulet, sangat teliti. Sekecil apapun tugas
pekerjaannya itu. Dia juga mempunyai kebiasaan yang unik karena saat ditawarkan rokok
ataupun minuman beralkohol dia akan menolak, sedangkan jika di ajak diskusi dengan topik
apapun dia akan langsung menyetujui ajakan tersebut. Secara fisik dia lebih dominan
dibandingkan Bintang karena dia memiliki kebiasaan yang boros seperti sering membeli baju
dengan merek mahal.
Bunga; seorang perempuan yang dijadikan bahan taruhan saat pertama kali dijumpai
oleh Bintang dan Alam, cute girl yang diberikan gelar oleh kedua pemuda itu. Paras cantik
yang ia memiliki membuat Bintang dan Alam sangat giat memperebutkannya namun Bunga
jatuh ke pelukan Bintang dengan trik yang berbeda dengan Alam. Seketika Alam mengaku
kalah dan meneraktir Bintang sebagai hukuman kalah taruhan.

Iren; seorang gadis idaman Bintang yang memiliki sifat sinis terhadap rayuan yang
selalu dilemparkan oleh Bintang kepadanya ternyata lambat laut setiba waktu penghujung
wisuda menjawab semua perasaan Bintang dengan respon yang baik begitu juga dengan orang
tua Iren yang memberi pujian kepada Bintang yang menjadi wisudawan terbaik pada acara
wisuda di Aula.

3.5 LATAR

Latar pada novel mungkin meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Latar
tempat berada di Kota Kendari dengan penjelasan tempat tugu MTQ sewaktu mereka
berpartisipasi di acara jalan santai, tempat tinggal masih samar yaitu BTN Indah Jaya,
kemudian pangkalan ojek, gedung pencakar langit, kampus, Aula tempat wisuda, Pantai,
Pinggiran Kebi. Latar waktu pada novel ini hanya sekedar menjelaskan pagi, siang, malam
dengan pengambaran melalui sentuhan alam seperti senja dan malam yang dipenuhi bintang.
Latar suasana masyarakat yang memiliki sifat gotong royong saat membersihkan komplek usai
bencana. Perkuliahan yang relatif aman, suasana ketenangan saat diperpustakaan, suasana cinta
yang tercipta dengan bantuan keindahan alam dalam melepaskan rasa yang mengejolak dalam
hati seorang pemuda. Keadaan kampanye yang berlangsung damai, perkelahian dengan tukang
parkir yang berujung kedamaian pula.

3.5 SUDUT PANDANG

Sudut pandang adalah tolak ukur pengfokusan pada cara memandang suatu cerita
melalui sudut pandang penulis. Pada novel mungkin menggunakan sudut pandang orang
pertama karena dengan jelas menggunakan kata ganti “aku”. Jadi penulis menghidupkan cerita
melalui cara pandang si tokoh aku tentang rentetan cerita yang terjadi dalam novel.
3.6. AMANAH

 Mengajarkan suatu persahabatan yang solid karena dalam keadaan suka maupun duka
tetap menjadi kawan terbaik.
 Mengajarkan untuk berbakti kepada orang tua karena harus sadar kerindhoan orang tua
akan menentukan kesuksesan anak.
 Tidak menghilangkan identitas sebagai anak yang lahir di Muna dengan melakukan
penelitian di lingkungan yang sangat dekat yaitu keluarganya sendiri.
 Mengajak kita untuk memaksimalkan waktu membaca gudang ilmu tanpa mengikuti
kemauan karena ilmu apasaja merupakan kebutuhan.
 Kesabaran akan sesuatu hal akan membuahkan hasil yang manis.
 Perjalanan hidup yang sulit akan memberi pelajaran kemandirian yang nyata.
BAB IV

KESIMPULAN

Adapun dalam novel mungkin kita dapat menilik terlebih dulu pada pendekatan
obyektif karena hal yang bisa kita menilik atau telaah lebih dekat dengan karya yang menjadi
hasil imajinasi penulis dalam tulisannya yang kemudian kita dapat membaca dengan teliti hasil
karyanya dan mengstrukturkan lebih dulu, ini merupakan trik bagi pemula untuk memudahkan
melakukan analisis yang kemudian menggunakan pendekatan-pendekatan lain.

Pendekatan menurut M.H Abrams ada empat yaitu: (1) pendekatan ekspresif, (2)
pendekatan mimetik, (3) pendekatan pragmatis, (4) pendekatan obyektif. Pendekatan ekspresif
merupakan pendekatan yang didasarkan pada pengarangnya. Kaitannya dalam hal ini gagasan,
pikiran serta sudut pandang pengarang menjadi fokus utama. Dalam pendekatan mimetik, alam
semesta dan lingkungan masyarakat menjadi fokus utama. Hubungan dengan hal ini karya
sastra merupakan suatu pengungkapan atas apa yang terjadi di alam semesta. Sedangkan
pendekatan pragmatis didasarkan pada masyarakat pembaca. Pembaca merupakan sasaran
untuk menyampaikan nilai-nilai norma dan moral.

Pendekatan obyektif merupakan pendekatan yang berfokus pada unsur struktural yaitu
intrinsik dan ekstrinsik. Plot, penokohan, setting dan alur (unsur intrinsik) dan latar belakang
pengarang, lingkungan sosial (unsur ekstrinsik) adalah hal yang dapat dieksploitasi. Hubungan
sastra dengan pembaca adalah pembaca sastra menjadi penerima nilai-nilai moral, sedangkan
hubungan sastra dengan pengarang adalah pengarang sebagai penyalur unsur ekstetis, norma
dan juga pengkritik sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Suaka, M.Si., D. S. (2014). ANALISIS SASTA: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit
Ombak (Anggota IKAPI).

Karya Sastra Menurut Teori Abrams | English Dept Of Fkipn


Unlam.http://pbingfkipunlam.wordpress.com. Diakses pada Selasa, 12 November 2019 pukul
21:16,

Sehandi, Y. (2018). Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak (Anggota


IKAPI).

Ahadia, N. (2015). Pendekatan Teori Sastra Menurut M.H Abrams. academia


https://www.academia.edu/11723034/Pendekatan_Teori_Sastra_Menurut_M.H_Abra
ms. Diakses pada Rabu, 13 November 2019 pukul 22.29

Yasa, S.pd. MA., I. N. (2012). Teori Sastra dan Penerapannya. Bandung: CV. Karya Putra
Darwati.

https://kbbi.web.id/

Anda mungkin juga menyukai