Anda di halaman 1dari 10

Tes Kesastraan

Pengajaran sastra (Indonesia) di sekolah tidak berdiri sendiri sebagai sebuah mata
pelajaran yang mandiri, melainkan hanya menjadi bagian mata pelajaran bahasa
Indonesia. Dengan demikian, seorang guru bahasa Indonesia juga berarti guru apresiasi
sastra. Ia bertugas mengukur hasil belajar bahasa dan sastra siswa yang menjadi
asuhannya. Hal ini juga berarti ia dituntut untuk mampu menyusun tes kebahasaan dan
kesastraan sebagai salah satu sarana mengungkap hasil belajar siswa.
Penggabungan sastra ke dalam pengajaran bahasa (indonesia) memang wajar dan
dapat dimengerti. Untuk memahami karya sastra yang merupakan salah satu atau langkah
dalam usaha mengapresiasi karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan
merupakan karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan merupakan
suatu hal yang tak dapat ditawar.
Idealnya terjadi kaitan yang erat antara pengajaran bahasan dengan pengajaran
sastra yang bersifat saling mengisi dan menunjang. Dengan demikian, terdapat kolerasi
antara kemampuan berbahasa dengan kemampuan berapresiasi sastra. Kemampuan
bebahasa yang tinggi yang dimiliki seorang siswa akan menjadi petunjuk bahwa ia juga
tinggi kemampuan apresiasi sastranya. Demikian pula sebaliknya.
Tujuan, bahan dan penilaian dalam pengajaran kesastraan
Komponen tujuan, bahan yang diajarkan, dan penilaian terhadap hasil kegiatan
pengajaran berkaitan erat. Bahan pengajaran hendaklah dijabarkan berdasarkan tujuantujuan itu sendiri dimungkinkan tercapai jika ditunjang oleh bahan yang sesuai. Kadar
ketercapaian tujuan atau tingkat penguasaan bahan akan diketahui melalui kegiatan
penilaian, sedang penilaian akan ada artinya jika dalam kaitanya dengan tujuan dan bahan
yang telah diajarkan. Hal itu berlaku pula untuk pengajaran (apresiasi) sastra.
1.

Tujuan dan bahan pengajaran sastra


Tujuan pengajaran sastra secara umum ditekankan, atau demi terwujudnya,
kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai. Kejelasan tujuan
pengajaran (sastra) penting sebab ia akan memberikan pedoman bagi pemilihan bahan
yang sesuai. Pemilihan bahan pengajaran, dan juga bahan untuk diteskan, harus
menopang tercapainya tujuan: membimbing dan meningkatkan kemampuan
mengapresiasi sastra siswa.
Secara garis besar bahan pengajar sastra dapat dibedakan ke dalam dua golongan:
(i) bahan apresiasi tak langsung, dan (ii) bahan apresiasi langsung. Namun, pembedaan
tersebut tidak bersifat eksak, sebab dimungkinkan terjadinya ketumpangtindian di antara
keduanya. Bahan pengajar apresiasi sastra yang tak langsung terutama berfungsi untuk
memunjang berhasilnya pengajaran apresiasi sastra yang bersifat langsung. Bahan
apresiasi yang tak langsung menyaran pada bahan pengajar yang bersifat teoritis dan
sejarah, tepatnya teori sastra dan sejarah sastra, atau pengetahuan tentang sastra.

2.

Penilaian dalam pengajaran sastra


Kaitan antara komponen tujuan bahan, dengan (alat) penilaian dalam pengajaran
sastra dapat menjadi lebih tajam. Penilaian dalam hal ini dapat berfungsi ganda (i)
mengungkap kemampuan apresiasi sastra siswa, dan (ii) menunjang tercapainya tujuan
pengajaran apresiasi sastra. Fungsi pertama jelas dan menjadi tujuan penulisan ini. Fungsi
kedua pun akan terjadi jika penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada tujuan untuk
mengungkapkan kemampuan apresiasi siswa secara langsung. Jadi, tidak sekedar
mengungkapkan pengetahuan siswa tentang sastra.
Pemilihan bahan yang diajukan dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
tentu saja hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan kejiwaan dan kognitif
siswa.
Pendekatan taksonomis tes kesastraan
Pendekatan taksonomis beranggapan bahwa keluaran hasil belajar walau pada
kenyataannya merupakan satu kesatuan yang padu dalam diri siswa, dapat dibedakan ke
dalam berbagai aspek, jenis, dan angkatan tertentu. Pendekatan taksonomis yang banyak
diikuti orang adalah taksonomis Bloom, yaitu yang membedakan keluaran hasil belajar ke
dalam tiga ranah: kognitif, afektif, dan psikomotoris.

1.

Penilaian ranah kognitif


Hasil belajar sastra yang bersifat kognitif lebih banyak berhubungan dengan
kemampuan dan proses berfikir. Ia dibedakan ke dalam tingkatan yang paling sederhana,
tingkat ingatan (C1), sampai tingkat yang paling kompleks, tingkat evaluasi (C 6). Hasil
belajar kognitif ini dapat diukur dengan mempergunakan berbagai bentuk tes objektif
ataupun esai, secara lisan ataupun tertulis. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dalam
proses pengajaran, tes formatif, atau pada akhir pengajaran, tes sumatif. Tes sumatif
biasanya dilaksanakan dalam bentuk ulangan umum atau ujian semester dengan alat
penilaian yang berupa tes tertulis.

2.

Penilaian ranah afektif


Ranah afektif berhubungan dengan masalah sikap, pandangan dan nilai-nilai yang
diyakini seseorang. Bagaimana sikap dan pandangan sesorang terhadap sastra antara lain
nampak tingkah lakunya memperlakukan sesuatu yang bersangkutan. Keluaran hasil
belajar yang bersifat afektif dapat dinilai dengan melakukan wawancara, pengamatan
terhadap tingkah laku yang mencerminkan sikap siswa terhadap sastra, atau juga dengan
memberikan tugas-tugas tertulis. Pengukuran dengan pemberian tugas tertulis dapat
mempergunakan bentuk skala (umumnya skala Likert), jawaban singkat ya dan tidak,
atau juga berupa prosedur nominasi.
Pengukuran sikap dengan skala Likert dilakukan dengan menyediakan skala
jawaban terhadap suatu pertanyaan yang diberikan.

Skala jawaban itu terdiri dari, misalnya lima atau lebih pertanyaan yang disusun
berturut-turut dari yang paling positif ke negatif tau sebaliknya. Pertanyaan itu misalnya:
sangat setuju - setuju - agak setuju - tidak setuju - sangat tidak setuju. Berikut contohnya.
Setiap siswa diwajibkan membuat rangkuman sebuah novel atau kumpulan cerpen
sebulan sekali.
SS
S
AS
TS
STS
Sebaiknya dilakukan kegiatan diskusi berbagai hal tentang kesastraan minimal dua
minggu sekali.
SS
S
AS
TS
STS
Pilihan siswa terhadap pertanyaan akan mencerminkan bagaimana sikapnya
terhadap sastra. Jawaban yang paling positif SS diberi skor 5 dan seterusnya 4, 3, 2,
dan 1. Penilaian dilakukan dengan menjumlahkan skor pertanyaan-pertanyaan yang
diserdiakan. Pertanyaan SS dengan S, S dengan AS. Dan seterusnya dapat
diperhalus perbedaannya dengan memberikan kemungkinan untuk memilih di antara dua
pertanyaan. Jika kita memilih cara ini, berarti skala menjadi lebih besar, dan untuk contoh
di atas menjadi berskala sembilan:
SS
1
S
1
AS
1
TS
1
STS
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Pengukuran sikap dengan jawaban singkat ya dan tidak dilakukan dengan
menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban atau dapat dijawab dengan
ya atau tidak oleh siswa. jawaban yang diberikan siswa juga mencerminkan sikapnya
terhadap pertanyaan itu. Berikut contohnya.
Saya membaca buku-buku sastra sekedar untuk mengisi waktu luang.
YA
TIDAK
Saya sengaja menyediakan waktu secara khusus untuk membaca buku-buku karya
sastra.
YA
TIDAK
Saya lebih suka membaca buku-buku komik dan novel-novel hiburan yang pop
daripada novel yang tergolong sastra.
YA
TIDAK
Bagi saya, membaca novel adalah semata-mata untuk mendapatkan cerita saja sehingga
tak perlu adanya sikap kritis seperti yang dibutuhkan jika kita akan menganalisisnya.
YA
TIDAK
Pengukuran dengan prosedur nominasi dapat dilakukan dengan menyusun siswa
menyebutkan judul-judul buku, nama-nama pengarang, tema cerita, pengalaman, dan
lain-lai yang paling disukainya. Misalnya pertanyaan berbunyi berikut.
Lima orang pengarang Indonesia yang terpenting dewasa ini adalah:
------------------, --------------------, -------------------, -----------------, -------------Lima judul buku yang ceritanya paling menarik dan terasa wajar adalah:
------------------, --------------------, -------------------, -----------------, --------------

Prosedur nominasi dapat juga dilakukan dengan menyediakan sejumlah


pertanyaan yang merupakan tanggapan atas pertanyaanyang dikemukakan sebelumnya.
Siswa diminta untuk memilih salah satu pertanyaan yang paling sesuai dengan
pandangannya. Berikut dicontohkan sebuah pertanyaan yang dimaksud.
Pada bulan Desember yang akan datang akan diadakan seminar kesastraan di
FKIP oleh salah seorang tokoh sastra yang terkenal. Rencana saya adalah:
Mengikuti kegiatan seminar karena hal itu penting artinya untuk dapat mengikuti
perkembangan kehidupan sastra Indonesia dewasa ini.
Mengikuti kegiatan seminar karena ada sangkut-pautnya dengan salah satu mata kuliah
yang sedang ditempuh.
Mengikuti kegiatan seminar karena pasti akan diwajibkan oleh Ketua Jurusan (dan
mungkin diabsen)
Mengikuti kegiatan seminar sekedar untuk menampakkan diri agar kelihatan aktif di
mata kawan atau dosen.
Meninggalkan kegiatan di FKIP mumpung ada kesempatan dan dapat untuk melakukan
kegiatan lain yang lebih penting.
Teknik penilaian untuk model ini dapat mempergunakan teknik skala (jawaban ke-1: 5,
ke-2: 4. Dan seterusnya) seperti pada skala Likert di atas.
3. Penilaian Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otot,
fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan. Keluaran hasil belajar yang bersifat
psikomotor adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah
mengalami peristiwa belajar. Penilaian hasil belajar psikomotor harus juga dilakukan
dengan alat tes berupa tes perbuatan. Peniaian dilakukan dengan jalan pengamatan. Tes
psikomotor kesastraan misalnya walau tetap ada unsur kognitif dan sikap karena yang
utama adalah kadarnya tugas mendeklamasi, membaca puisi, cerpen, drama (kesemuanya
dengan gerak mimik dan pantomimik), dramatisasi (bentuk yang lebih sungguhan: pentas
drama), dan lain-lain. Untuk melakukan yang pengamatan, terlebih dahulu kita perlu
menentukan aspek-aspek yang dinilai sekaligus kriteria penilaiannya. Aspek-aspek yang
unik untuk beberapa contoh tersebut misalnya pemahaman, penghayatan, intonasi,
ekspresi, kewajaran, dan sebagainya, sedangkan kriteria penilaiannya misalnya
mempergunakan angka terendah 0 dan tertinggi 100.
Penilaian ranah psikomotor sebaiknya dilakukan dalam proses, yaitu sewaktu
pengajaran masih berlangsung. Penialaian tidak harus dilakukan secara khusus, dalam arti
menyelenggarakan tes itu, melainkan dapat bersifat kesewaktuan dan kapan saja.
Penialaian yang demikian kiranya akan lebih mencerminkan penampilan dan sikap siswa
yang sesungguhanya.
Dalam hubungan ini penilaian yan dilakukan setelah siswa (mahasiswa)
menyelesaikan studinya pun masih dimungkinkan.

Tentu saja penilaian dalam keadaan itu lain dengan penilaian yang dilakukan di sekolah.
Mungkin dapat berupa kegiatan pemantauan, pengamatan tingkah laku siswa di
masyarakat, atau bentuk-bentuk kegiatan tak formal lainnya, serta dapat pula kegiatan
formal seperti penelitian. Bagaimana sikap dan penampilan siswa di masyarakat dalam
memperlakukan sastra justru lebih mencerminkan keberhasilan pengajaran (apresiasi)
sastra di sekolah.

4. Tingkat Tes Kesastraan


Tingkatan tes kesastraan yang dimaksudkan di sini, seperti halnya tes kebahasaan
di atas, menunjuk pada tes tingkatan tes kognitif yang terdiri dari keenam tingkatan,
tingkatan ingata (C1) sampai tingkat penilaian (C6). Menyusun kesastraan untuk
tingkatan awal yang biasanya hanya mencakup teori dan sejarah, memang lebih mudah
dilakukan dan itu pula sebabnya tes kesastraan susunan kebanyakanguru di sekolah
sebagian besar atah bahkan hanya mencakup tingkatan kognitif yang lebih sederhana saja.
Tes kesastraan yang lebih tinggi, yang sebenarnya lebih mencerminkan kemampuan
apresiasi siswa kurang mendapat perhaian.
Di bawah ini akan mencoba membedakan dan mencontohkan tes kesastraan ke
dalam keenam tingkatan kognitif tersebut. Namun, perlu juga dikemukakan sebelumnya
bahwa pembedaan tingkatan-tingkatan itu tidak bersifat pilah benar. Pembedaan pokok
yang ditekankan adalah perbedaan tingkat kompleksitas kerja kognitif yang di tuntut
untuk tingkatan kognitif yang lebih tinggi.
(1) Tes Kesastraan Tingkat Ingatan
Tes kesastraan pada tingkat ingatan sekedar mengkehendaki siswa untuk mampu
mengungkap kembali kemampuan ingatannya yang berhubungan dengan fakta, konsep,
pegertian, definisi, deskripsi atau penamaan tentang sesuatu hal, dan sebagainya. Contoh
tes tingkat ingatan ini misalnya sebagai berikut.
Apa yang di maksud dengan alur?
Sebutkan pembagian angkatan kesusastraan Indonesia modern.
Siapakah pelopor penulisan puisi angkatan45?
Sebutkan tiga buah novel karya Mochtar Lubis.
(2) Tes Kesastraan Tingkat Pemahaman
Tes kesastraan pada tingkat pemahaman mengkehendaki siswa untuk mampu
memahami, membedakan, dan menjelaskan fakta, hubungan antarkonsep dan lain-lain
yang sifatnya lebih dari sekedar mengingat. Kemampuan pemahaman antara lain berupa
kemampuan menangkap isi prosa atau puisi yang dibacanya, meringkas atau membuat
sinopsis novel atau cerpen, menyimpulkan cerita fiksi membedakan secara teoritis prosa
dengam puisi, pantun dengan syair, angkatan yang satu dengan yang lain, dan sebagainya.
Contoh-contoh butir soal misalnya berbunyi sebagai berikut.
Buatlah ringkasan cerita (sinopsis) cerpen yang berjudul Perpisahan karangan Gajus
Siagian.

Tema apakah yang ingin dikemukakanChairil Anwar dalam puisinya yang berjudul
Dipenogoro?
Jelaskan persamaa dan perbedaan antara pantun dengan soneta.
Jelaskan ciri-ciri perbedaan antara angkatan Pujangga Baru dengan angkatan 45.
Tugas yang berupa memberi atau mengenali contoh yang sederhana juga
tergolong tes tingkat pemahaman, tetapi memberi contoh yang menuntut aktivitas kognitif
yang lebih kompleks termasuk tingkatan yang lebih tinggi. Misalnya soal yang
berbunyi: buatlah tiga buah contoh penuturan yang bergaya metafora, atau: kalimat di
bawah ini yang bergaya personifikasi adalah ....., ....., ....., ....., hanya merupakan tugas
memberi dan mengenali contoh yang sederhana saja, maka soal tersebut masih tergolong
tingkat pemahaman.
(3) Tes Kesastraan Tingkat Penerapan
Tes kesastraan pada tingkat penerapan menuntut siswa untuk mampu menerapkan
pengetahuan teoritisya ke dalam kegiatan praktis yang kongkret. Artinya siswa telah
dituntut benar-benar untuk memperlakukan karya sastra secara nyata. Kemampuan
aplikatif ini antara lain berupa kemampuan mengubah, memodifikasi,
mendemonstrasikan, mengoperasikan, menerapkan sesuatu hal atau kemampuan.
Misalnya mengubah cerita bentuk naratif (cerpen, novel) ke dalam bentuk dialog (drama),
gaya aku ke gaya dia atau sebaliknya, membahasakan puisi kembali dengan kata-kata
sendiri atau membuat parafrase, memberi penanda-penanda hubungan pada puisi,
memberi penanda jeda (baca), menunjukkan suatu hal atau keadaan dalam suatu karya
misalnya berbagai gaya bahasa, latar (setting), alur dan sebagainya. Berikut contoh butir
soal tingkat penerapan.
Dikutip sebuah wacana prosa, misalnya dari Belenggu, sepanjang satu halaman
(ingat pemenggalan wacana harus layak). Tugas yang diberikan misalnya berbunyi.
Ubahlah cerita prosa diatas menjadi bentuk dialog
Sudut pandang apa yang dipergunakan dalam cerita di atas, ungkapkan kembali cerita
di atas dengan sudut pandang yang berbeda, misalnya dari gaya dia ke aku atau
sebaliknya
Tunjukkan semua gaya bahasa yang terdapat dalam wacana di atas.
Tunjukkan ungkapan yang menyatakan bahwa ....... (tergantung permasalahan yang
ada, tapi ingat jangan semata-mata hanya menunjukkan fakta, melainkan harus yang
bersifat problematis, tugas ini mudah dijadikan tes objektif).
(4) Tes Kesastraan Analisis
Tes kesastraan pada tingkat analisis, di samping menuntut siswa untuk telah
benar-benar membacanya karya sastra tertentu, siswa diharapkan mampu untuk
melakukan kerja analisis terhadapnya. Aktivitas membaca karya sastra tidak sekedar
untuk mengetahui isi cerita saja, jika ia berupa fiksi, melainkan harus disertai sikap kritis,
baik terhadap unsur-unsur yang mendukungnya maupun karya sastra sebagai suatu
keseluruhan.

Adanya sikap kritis dan usaha lebih lanjut untuk menganlisis secara terinci inilah yang
membedakannya dengan tes tingkat penerapan di atas. Akan tetapi perlu ditegaskan
bahwa kerja analisis terhadaoa karya sastra dimaksudkan untuk dapat mamahami secara
baik karya yang bersangkutan.
Tugas kemampuan analisis antara lain berupa identifikasi dan analisis terhadapa
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, analisis unsur bentuk dan isi;
membedakan, meyeleksi, memilih, dan merinci lebih lanjut unsur-unsur karya sastra,
misalnya konflik pokok yang tepat dipandang sebagai klimaks dengan konflik-konflik
yang lain, tema (pokok) dengan sub-sub tema, alur pokok dengan alur tambahan, teknik
pelukisan karakter yang dominan dan teknik-teknik lain yang dipergunakan, dan
sebagainya. Tentu saja semua analisis tersebut perlu disertai bukti-bukti konkret yang
terdapat (atau bahkan di kutip) dalam karya yang bersangkutan. Berikut contoh butir soal
untuk tingkat analisis.
Bagaimanakah cara pegarang melukiskan perwatakan para tokoh dalam
novel Belenggu?
Bagaimanakah karakter tokoh-tokoh utama novel Belenggu?
Jelaskan cara pengarang mengembangkan alur novel Belenggu?
Jelaskan apa tema dan sub-tema,alur pokok dan alur tambahan novel Maut dan Cinta.
Jelaskan efektivitas unsur bunyi dalam sajak yang berjudul Isa karya Chairil Anwar.
(5) Tes Kasastraan Tingkat Sintesis
Tes kesastraan pada tingkat sintesis, sebagai kelanjutan berpikir analisis, menutut
siswa untuk mampu mengkatagorikan, menghubung dan mengkombinasikan,
menjelaskan, dan meramalkan hal-hal yang berkenaan dengan unsur-unsur karya sastra
dan antarkarya sasta. Tugas kemampuan sintesis ini antara lain berupa kemampuan
mengkategorikan suatu ciri atau keadaan yang sejenis, misalnya puisi, cerpen, atau novel
yang memiliki persamaan unsur tertetntu seperti gaya, tema, alur, dan latar; menunjukkan
dan menjelaskan kaitan antara beberapa hal baik dalam sebuah karya maupun beberapa
karya. Berikut contoh butir soal untuk mengukur kemampuan sintesis.
Jelaskan bahwa aantara tokoh Hasan dalam Atheis dan Hanafi dalam Salah
Asuhan mempunyai persamaan.
Secara struktural Atheis sama sekali tidak baru, melainkan hanya mengikuti struktur Di
Bawah Lindungan Kak-bah. Jelaskan pernyataan tersebut.
Jelaskan benarkah kaitan antara karakteristik latar, penokohan, dan tema
dalam Harimau ! Harimau ! Harimau !bersifat padu dan wajar.
Mengapa Maria dimatikan dan justru Tuti yang dikawinkan dengan Yusuf dalam Layar
Terkembang?
Mengapa bait pertama yang berbunyi: Itu Tubuh/mengucur darah/ mengucur darah/
pada puisi Isa diulang lagi pada bait terakhir?
(6) Tes Kesastraan Tingkat Penilaian

Tes kesastraan pada tingkat evaluasi menuntut siswa untuk mampu melakukan
penilaian terhadap berbagai masalah kesastraan, baik karya sastra dengan berbagai
unsurnya maupun kehidupan sastra secara keseluruhan. Kerja analisis terhadapa karya
sastra biasanya dilanjutkan dengan penilaian terhadapnya. Data-data dan bukti-bukti yang
diperoleh melalui kerja analisis itulah antara lain yang dijadikan dasar penelitian.
Masalah dapat dipertanggungajawabkan atau tidaknya suatu penilaian dalam kesastraan
terutama dilihat dari argumentasi yang mendasarinya dan kuatnya argumentasi itu sendiri
harus di dukung oleh bukti-bukti yang kuat pula.
Kemampuan berpikir tingkat evaluasi antara lain berupa kemampuan menilai
suatu hal, misalnya masalah ketepatan pilihan kata dan makna keseluruhan sajak,
ketapatan alur, penokohan, latar, gaya, tema, dan unsur-unsur yang lain dalam
membentuk kesatuan yang padu dalam sebuah fiksi. Berikut contoh butir soal untuk
mengukur kemampuan evaluasi.
Jelaskan mengapa penokohan dalam novel Layar Terkembamg sering dianggap lemah.
Tokoh Yah dalam Belenggu bukan merupakan tokoh konkret, melainkan hanya tokoh
khayalan Tono. Setujukah Saudara dengan pendapat itu? Beri penjelasan seperlunya !
Jelaskan unsur-unsur kebaruan yang terdapat dalam novel Telegram ? atau: mengapa
novel Telegram di pandang sebagai novel kontemporer?
Mengapa sajak-sajak Chairil Anwar di pandang lebih berhasil dari pada sajak-sajak
sebelumnya karya pengarang Pujangga Baru?
Mengapa puisi-puisi Sutarji tak dapat disamakan dengan puisi-puisi Rendra?
Setujukah Saudara terhadap adanya pendapat yang mengatakan bahwa telah lahir
angkatan baru sesudah angkatan 66. Sertailah jawaban Saudara dengan bukti dan alasan
sepenuhnya

...............................................................................................
1.
Tes Kesastraan Tingkat Informasi
Tes kesastraan tingkat informasi dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan
siswa yang berkaitan dengan hal-hal pokok yang berkenaan dengan sastra, baik yang
menyangkut data-data tentang suatu karya maupun data-data lain yang dapat
dipergunakan untuk membantu menafsirkannya. Data-data yang dimaksud berhubungan
dengan pertanyaan-pertanyaan; apa yang terjadi, di mana, kapan, berapa, nama, namanama pelaku, dan sebagainya. Data-data tentang suatu karya sastra misalnya menanyakan
masalah genre, kejadian pokok, kapan terjadi, di mana terjadi, siapa saja tokoh x, dan
sebagainya. Data-data yang dapat membantu penafsiran antara lain berupa biografi
pengarang: siapa namanya, dilahirkan di mana, kapan, apa pekerjaannya, status sosial,
karya yang keberapa, tahun berapa karya ditulis, tahun berapa terbit, di mana dan siapa
penerbitnya, dan lain-lain.

Butir-butir soal yang dimaksudkan untuk mengukur pengetahuan siswa tentang


informasi diatas sangat mudah disusun karena hampir semuanya hanya menanyakan
sesuatu yang bersifat hafalan. Jadi, tes tingkat informasi ini ada persamaannya dengan tes
tingkat C1 (ingatan) pada taksonomi Bloom, tetapi juga sudah sedikit melibatkan
kemampuan pemahaman (C2)
2. Tes Kesastraan Tingkat Konsep
Tes kesastraan tingkat konsep berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana datadata atau unsur-unsur karya sastra itu diorganisasikan. Unsur-unsur karya merupakan hal
pokok yang dipersoalkan dalam tes tingkat ini. Masalah-masalah yang dimaksud antara
lain berupa (pertanyaan): apa sajakah unsur-unsur yang terdapat dalam fiksi dan puisi,
mengapa pengarang justru memilih unsur yang seperti itu, apa efek pemilihan unsur itu,
apa hubungan sebab akibat unsur atau peristiwa-peristiwa itu, apa konflik pokok yang
dipermasalahkan, konflik apa sajakah yang timbul, faktor-faktor apa saja yang terlibat
dalam atau mempengaruhi terjadinya konflik, dan sebagainya.
Masalah-masalah yang ditanyakan dalam tingkat konsep, juga untuk tingkatantingkatan lain kategori moody, tidak bersifat icoretis, melainkan lebih langsung
berorientasi pada karya tertentu, baik prosa maupun puisi. Dengan demikian, jika kita
hanya berbekal teori saja tanpa secara nyata menggauli suatu karya, hal itu akan kurang
ada artinya.
3. Tes Kesastraan Tingkat Perspektif
Tes kesastraan pada tingkat perspektif berkaitan dengan pandangan siswa, atau
pembaca pada umumnya,sehubungan dengan karya sastra yang dibacanya. Bagaimana
pandangan dan reaksi siswa terhadap sebuah karya akan ditentukan oleh kemampuannya
memahami karya yang bersangkutan. Tes kesastraan tingkat perspektif menuntut siswa
untuk mampu memperhubungkan antara sesuatu yang ada dalam karya sastra dengan
sesuatu yang berada di luar karya itu. Adapun butir-butir soal tingkat perspektif ini antara
lain dicontohkan sebagai berikut.
a.
Kesimpulan apakah yang Anda ambil setelah membaca novel Burung-burung Manyar?
b.
Apakah anda merasakan adanya manfaat setelah membaca novel Burung-burung
Manyar? Jika ada, manfaat apa sajakah itu?
Tes bentuk esai memang lebih tepat untuk mengungkap kemampuan siswa
tingkat perspektif diatas, walau tak perlu diartikan bahwa tes objektif tak mungkin
dilakukan, walau tentu saja tidak mudah disusun atau kurang menghemat tempat.
4. Tes Kesastraan Tingkat Apresiasi
Tes kesastraan tingkat apresiasi terutama berkisar pada permasalahan dan kaitan
antara bahasa sastra dengan linguistik. Seperti apa bahasa sastra, atau apa ciri khas bahasa
sastra, belum ada kesepakatan yang diterima oleh semua orang. Usaha mengenali dan
memahami bahasa sastra melalui ciri-cirinya, kemudian membandingkan efektivitasnya
dengan penuturan bahasa secara umum untuk pengungkapan hal yang kurang lebih sama
itulah terutama yang dipermasalahkan dalam tes tingkat apresiasi.

Kemampuan kognitif yang dituntut untuk mengerjakan butir-butir tes tingkat


apresiasi juga kemampuan kognitif tingkat tinggi. Siswa dituntut untuk mampu
mengenali, menganalisis, membandingkan, menggeneralisir, dan menilai bentuk-bentuk
kebahasaan yang dipergunakan dalam sebuah karya yang dibahas. Butir-butir soal yang
dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan tingkat apresiasi tersebut dicontohkan
dibawah ini.
Mengapa Linus Suryadi dalam Pengakuan Pariyem dan Y.B. Mangunwijaya
dalam Burung-burung Manyar justru banyak memilih kata-kata dan ungkapan Jawa
untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu?

Anda mungkin juga menyukai