Anda di halaman 1dari 247

Dialog Semesta

oleh
~Hanny Wahyu Ningsih~

1
Dan Kehidupan adalah harga mati yang tak bisa
ditawar oleh sang hidup. Baik buruk manusia adalah
jalannya sendiri tentukan tempatnya memilih.
Malam dan siang adalah gambaran sang gelap dan
terang, bilik keabadian dan letak kecemasan hidup
dipertanyakan. Aku, kamu, dan kita adalah manusia
yang lahir tanpa dosa tapi pergi dengan beribu cela.
Maka tawarlah hidup mana suka. langit adalah
tempat kita menengadahkan tangan memanjat doa
panjang dan bumi adalah tempat kita menapaki
ritme kehidupan. Matahari adalah penerang
pemberi celah garangnya kehidupan. Bulan dan
bintang adalah mereka penunjuk waktu pergantian
serta arah berjalannya kehidupan. Dan manusia
adalah mereka yang perduli dan tidak akan
kehidupan, saling mencakar untuk menghidupi
kehidupan mereka sendiri tanpa peduli.

Babak 1
Setting
Sebuah ruang kosong dengan meja dan kursi serta
empat buah cermin disisi kanan dan kiri.
Bumi : “Aaahhh! Terlalu juga kau, mana mungkin
aku menganiaya diriku sendiri. Tidaklah
mungkin kecintaanku terhadap diriku akan
kugadai dengan hal-hal yang tak karuan.
Aku memahami asa dan rasaku, jiwa juga
kumiliki tanpa serta merta meninggalkan
apa yang kupunya. Sudahlah, jangan sok
tahu dengan diriku.”
Langit : “Itulah yang tak kau pahami dari dirimu.
Menjadi sok tahu!”

2
Bumi : “Sejak kapan kau boleh mencelaku! Itu
kata-kata penghakimanmu terhadapku.
Aku tahu diriku!” (marah)
Langit : “Hal mana yang kau tahu?”
Bumi : “sejak aku dilahirkan, aku paham fungsiku
dilahirkan. Dan dengan alasan apa aku
dilahirkan.”
Langit : “Ini bagian yang tak kusuka darimu, sok
tahu! Lantas kepahaman yang mana yang
kau punyai untuk dirimu?”
Bumi : “Kau merendahkanku kawan. Aku paham
perihal kelahiranku. Kau tahu, aku
dilahirkan sejak berpuluh abad yang lalu
bahkan sejak kehidupan belum dimulai.
Sejak belum ada yang mengenal kehidupan
aku telah hidup. Sejak belum ada satu pun
yang mengagung-agungkan kehidupan
hidup.”
Langit : “Ha ha ha ha ha…” (tertawa terbahak)
Bumi : “Tertawalah menanggung kuasamu!”
(marah)
Lampu perlahan redup………..
Denting piano mengalun………..
Lampu perlahan menyala……

Babak 2
Keluar dari salah satu cermin.
Matahari: “Hoammzz!! (bangun tidur) Masih
terlalu gelap kawan. Terlalu dini memulai
diskusi.”
Bumi : “Terlalu dini katamu? Hei bangun Bung!!!”
(berteriak)

3
Matahari: “Ini juga sudah bangun, apa tak kau lihat
aku mulai menggeliat.”
Langit : “Eehhh… kau! (menunjuk matahari), sudah
lekah waktu. Kau harusnya paham
tugasmu.”
Bumi : “Ha ha ha ha…” (tertawa)
Matahari : “Sejak kapan kau kuijinkan
menertawakan aku? Tak ada kuasamu
untuk menertawaiku. Kau (menunjuk
langit), aku paham tugasku. Sudahlah, kau
seperti raja saja memerintah kami,
mengingatkan atas fungsi dan kepahaman.
Aku paham!”
Langit : Bagus kalau kau juga paham. Baiknya
memang kalian harus pahami Sang Paham.
Lantas jika kau paham, mana
kepahamanmu Bumi? (menunjuk bumi).
Kau lihat, sudah lekah tubuhmu. Kau tak
lagi sewajarnya menghidupi kehidupanmu.
Proses hidupmu tak kau seimbangkan,
kekuatanmu mulai rapuh dimakan waktu.
Kau mulai lapuk dimakan masa.”
Bumi : (menunduk sejenak) “Ooohhh…. Mengenai
hal itu.”
Matahari: “Ha ha ha ha…” (tertawa)
Langit : “Siapa yang menyuruhmu tertawa!?”
(menunjuk matahari dengan marah)
Matahari: “Tidak ada yang bisa melarangku
tertawa, tidak juga kau! Jangan kau kira
dengan kuasamu yang lahir terlebih dulu
sebelum kami lantas kau dengan
seenaknya meneriaki kami. Salah kawan,
penciptaan kehidupan kita yang berbeda

4
membuat kita juga menjalani proses hidup
yang berbeda.”
Langit : “Kau!!!! Ha ha ha ha……” (tertawa)
Bumi dan Matahari : (berpandangan)
Langit : “Bagus! Sudah pandai bicara kau sekarang.
Pilihlah kata yang tepat sebelum kau
menceramahiku tentang kehidupan hidup.
Tak ada kuasa yang kugunakan, atas apa
dan untuk apa. Tak ada hakku untuk itu,
yang ada hanya kewajibanku
menyeimbangkan kehidupan hidup
bersama kalian. Aku hanya mengingatkan,
ingatan itu lebih mahal daripada
sebongkah emas hitammu Bumi!”
Matahari : (menunduk)
Langit : “Sudahlah, tiada guna berlama-lama bicara
dengan kalian. Kalian akan pahami sendiri
maksud ucapanku tadi. Yang harus kalian
ingat kepahaman tentang keseimbangan
kehidupan kita. Matahari ini waktumu,
aturlah fungsimu dengan baik.”
Lampu redup…….
*lagu
Lampu perlahan menyala.

Babak 3
Beberapa orang berseragam (proyek) bersama
orang-orang berjas, hilir mudik memegang kertas.
Orang berjas 1 : “Halo….halo…halo, iya bisa-bisa,
nanti saya atur.”
Orang proyek 1 : “Pak, bagaimana persetujuan
Kuasa Penambangan kami?”

5
Orang berjas 1 : “Sebentar ya…” (masih sibuk
dengan telpon gengamnya)
Orang berjas 2 : “sabar Pak, tenang pasti bisa
kok!” (menepuk bahu orang proyek 1)
Orang proyek 2 : “iya sabar Pak, tenang saja.
Kuasa Penambangan kita ini
menguntungkan kantong-kantong
mereka jadi pasti selalu bisa meski
sebenarnya tak bisa.” (berbisik pada
rekannya orang proyek 1)
Orang proyek 1 : (mengangguk)
Orang berjas 1 : “Maaf, tadi saya mengankat
telpon dulu, biasa urusan yang sama
pentingnya juga.” (tersenyum)
Orang proyek 2 : “Oohhh… tidak masalah Pak,
santai saja dengan kami.”
Orang berjas 2 : “Mungkin langsung saja, coba
peta wilayahnya.” (menunjuk orang
proyek 1)
Orang proyek 1 : “Ini Pak, ini peta wilayah kami.
Yahhh… tidak terlalu luas sih, hanya
beberapa hektar saja. Coba Bapak lihat.”
Orang berjas 1 : “Ooohh… ini mudah bisa diurus.
Selama tanda tangan dan stempel masih
di rumah saya, ini jadi perihal mudah.
Yang penting urusan kita juga bisa
diurus dengan mudah. Jadi saling
memudahkan.”
Orang proyek 1 : “Tenang pak, untuk urusan
mempermudah kami sangat
memudahkan.”
Orang proyek 2 : “Jadi, bagaimana untuk
kemudahan kita Pak?” (tersenyum)

6
Orang berjas 2 : “Besok bawa semua berkas ke
kantor saya, yahhh… tepat ketika makan
sianglah, biar pembicaraan kita untuk
kemudahan benar-benar mudah.”
Orang proyek 1 & 2 : (mengangguk dan
tersenyum)
Orang berjas 1 : “Hhmmmm… baik, sudah selesai
ya untuk siang ini. Saya tunggu besok
jam istirahat makan siang ya.”
Orang berjas 2 : “Jangan lupa untuk
mempermudah kemudahan kita.”
Orang proyek 2 : “Iya Pak, terima kasih…” (saling
berjabat tangan)

Lampu redup.
*lagu

“Jemariku mulai kaku


Lekuknya tak lagi teratur
Langkahku mulai ringkih
Seiring noktah yang mulai merah
Senja telah kembali pulang
Hilang benderang, berganti gelap malam
Oohhh… bumiku yang malang
Bergegas menuju usang
Hijaumu mulai temaram
Berganti bongkah emas hitam
menangislah bumi
Air matamu doa untuk langitmu.”

lampu perlahan menyala.

Babak 4

7
Bintang : “Kau ingin menangis langit?”
Langit : “Aahh… tidak, aku tangguh juga kuat. “
Bulan : “Menangislah, tenang tak ada Matahari
yang akan mengejekmu. Bumi juga
tengah sibuk jadi dia pasti tak
memperhatikanmu.”
Langit : “Tidak! Aku cukup kuat untuk hal ini
meski aku lemah sebenarnya, tapi aku
tak boleh lemah!”
Bintang : “Baik, terserah padamu saja. Kami di sini
untukmu, siap mendengar cerita dan
makianmu. Meski kami terkadang juga
kecewa karna kau lebih suka berkawan
dengan mendung daripada berbagi
dengan kerlip dan senyum kami.”
Bulan : “Sejak kita menjalani ikatan sebagai
pemaham keseimbangan, kita selalu
bertukar cerita. Tapi akhir-akhir ini kau
lebih banyak diam Langit. Bahkan kau
suka bersahabat dengan mendung lalu
tiba-tiba berderailah rinai.”
Bintang : “Iya Langit, mana keseimbangan yang
kauagung-agungkan dulu, kau kini
lemah.”
Langit : “Kawan, maka akhirnya kau harus tahu
aku juga akan lemah pada akhirnya.
kekuatan itu pada akhirnya akan
meluruh saat salah satu diantara kita
tidak lagi kuat menopang
keseimbangan.”
Bulan : “Maksudmu?”
Langit : “Kau lihat Bumi, akhir-akhir ini kuasa
kehidupan hidupnya mulai rapuh. Tak

8
lagi terjaga keseimbangan dirinya.
Hijaunya yang dulu sejuk kupandangi
dari singgasana di atas sini, kini mulai
menghitam. Tak ada yang bisa
dilakukannya, sesekali dia mengaduh
tapi orang-orang berjas mahal yang
kerjanya memegang bolpoint
mengahikiminya dengan seenaknya.”
Bintang : “Lantas siapa yang akan kau salahkan
Langit, Bumi atau orang berjas itu?”
Langit : “Jelas orang berjas itu, seenaknya saja
menorehkan tinta hitamnya di hijaunya
Bumi. Bumi sudah menjaga dirinya
sebaik mungkin, aku lihat betapa
susahnya ia menjaga kehidupannya.
Menumbuhkan tunas baru untuk
kehidupan berikutnya, memekarkan
kopak bunga agar semerbak wangi,
mengalirkan keringat kehidupan
dilajurnya terik Matahari.”
Bulan : “Matahari? Apa kabar kawanku itu….?”
Bintang : “Baik, meski aku juga belum pernah
bersua dengan jelasnya.”
Langit : “Matahari. Aahhh… tak bisa juga aku
terus menyalahkannya atas rusaknya
kehidupan Bumi. Terlalunya tidak adil
jika aku saling menyalahkan mereka.
Matahari membantu Bumi menghidupi
kehidupannya, mereka sudah saling
menjaga sebenarnya tapi orang-orang
itu! Aaaaarrgggggggghh!!” (marah)
Bulan : “Sudahlah Langit, mungkin Bumi
memang sudah rapuh. Proses hidupnya

9
tak lagi seimbang dan kita pun menjadi
tak seimbang. Mungkin memang
kehidupan hidup tak akan lagi hidup.”
Langit : “Mungkin kau benar, kita lihat nanti.”
Bintang & bulan : (mengangguk)

Lampu perlahan redup…….


*lagu………….
Lampu perlahan menyala………

Babak 5
Sekelompok orang tengah berbaris sesuai warna
baju mereka, memegang spanduk bertuliskan isi
hati kelompok mereka juga. Mulai berteriak-teriak,
mengepuli debu-debu jalanan, menghisap parfum
asap kendaraan. Hilir mudik mencari kepastian
pada yang tak pasti, berteriak pada yang tuli,
berbicara pada yang bisu.
Orang baju hijau : “Stop global warming!!”
Orang baju putih : “Selamatkan bumi kita, cukup
satu jam, matikan listrik di
rumah Anda!”
Orang baju hijau : “Ayo, saudara-saudara demi
kelangsungan kehidupan anak
cucu kita, jangan biarkan bumi
rusak oleh tangan-tangan
orang yang tak bertanggung
jawab. Hentikan pemanasan di
bumi tercinta kita.”
Orang baju putih : “Gunakan listrik seperlunya,
karena pasokan energy kita
juga mulai berkurang.”

10
Mereka terus saja berorasi, meneriaki entah siapa.
Membentangkan spanduk sepanjang jalan, mengajak
tapi terkadang lupa bertindak.
Kemudian dari balik cermin muncullah Matahari…..
Bumi : “Sudah bangun rupanya kau?”
Matahari : “Yahh, begitulah. Akan memulai tugas
meski agak terlambat.”
Bumi : “Enak ya jadi kau, bisa terlambat
meskipun sedikit. Coba kau lihat aku,
selalu berjaga siang dan malam.
Terkadang aku berpikir menyudahi
kehidupanku untuk istirahat tapi
kontrak hidupku ternyata masih
panjang, hahaha…, meski banyak orang
sok pintar memprediksi kematian
hidupku dengan cepat.”
Matahari : “Sabarlah kawan. Eehhh… sakit
telingaku mendengar kau sejak tadi
diteriaki.”
Bumi : “Entahlah, diteriaki atau dimaki. Karena
keduanya sama-sama tak ada gunanya,
kau lihat sendirikan kehidupanku sudah
hancur mereka sendiri yang
menghancurkannya. Tapi malah mereka
mencari-cari siapa yang bisa
dipersalahkan. Aaahh… lucu sekali
mereka.”
Matahari : “Hahaha….. memang begitu kawan,
itulah nasib kita yang menjaga
kehidupan.”
Bumi : “Nampaknya hari ini kau sumringah
kawan, bisa kau terangkan saja biasmu.
Aku lelah diteriaki mereka, jika terlalu

11
sengat mereka akan segera pulang. Aku
bosan mendengar janji mereka menjaga
kehidupanku, banyak janji tanpa bukti.
Aku bisa menjaga kehidupanku dengan
baik jika mereka juga memberiku ruang
untuk hidup bersama kehidupanku dan
akan kuberi mereka kehidupan yang
baik.”
Matahari : “Ya, ya, ya, baiklah kawan!”
Bumi : “Hahahaha……” (tertawa)

Perlahan lampu mati……


*denting gitar dan puisi…..
Bumiku………..
Dengan lantang kuteriakkan lukamu
Menilik perih di hatimu
Tawamu jadi sengat kepiluan jiwamu
Hidup di atas kehidupanmu
Memenuhi ruang dengan egoku
Maka rintihmu pun kelu
Kau beku dan kini kaku
Cukuplah hidupmu atas hidupku

lampu perlahan menyala…………

Babak 6
Setting
Ruang kosong dengan empat cermin berdiri sejajar
dilantai
Satu persatu keluar dari cerminnya masing-
masing….
Langit : “kita harus bicara!”
Matahari : “Ya, aku tidak terlambatkan hari ini?”

12
Bumi : “Tidak, rupanya kau sudah mulai
memahami fungsimu kembali.”
Matahari : “Begitulah, sebenarnya tidak terlambat
aku selama ini, hanya beberapa kali
memberi kesempatan pada awan dan
rinai untuk hadir terlebih dahulu
sebelum aku mengambil jatah tugasku,
hahaha!” (tertawa)
Langit : “Baiklah, terserah padamu saja, tugasku
menjaga keseimbangan kalian semua
agar tepat memahami fungsi kalian
mendapat kontrak hidup.”
Bumi : “Kami menjalankan kontrak kehidupan
kami dengan baik, meski yang kami
hidupi tak pernah memberi kami
kehidupan yang baik, menghargai apa
yang kami berikan untuk mereka.”
Matahari : “Ingat Bumi, tanpa pamrih. Jangan kau
hitung apa yang sudah kau berikan.
Biarlah mereka mengurusi kehidupan
mereka dan kita menghidupi kehidupan
kita. Apa pun yang terjadi dengan
mereka itu salah mereka yang tak
pernah menghargai kehidupan yang
telah kita hidupkan.”
Langit : “Mungkin begitu lebih baik, karena
teguran yang kuberikan untuk mereka
pun sudah tak lagi digubris. Masuk
telinga kanan keluar telinga kiri, mereka
hanya mendengar mau mereka.”
Bumi : “Jadi bagaimana Langit?”
Langit : “Tetaplah pada kehidupan kalian,
hidupkanlah apa-apa saja yang bisa

13
kalian hidupi, dan apa yang masih bisa
dipertahankan untuk proses hidup.”
Bumi & Matahari : (mengangguk bersama)
Tiba-tiba langit muram, gemuruh menggelegar di
langit, suasana semakin ramai, orang-orang
berlarian mencari tempat bersembunyi. “Langit
Marah”.

Lampu mati
~Selesai~

14
Aratian
oleh
~Ani Puspita Sari~
“Kerang”

15
Babak I
Sepulang kerja Tian, seorang karyawan managemen
merasa ada yang mengikutinya. Ara kekasih Tian
tiba-tiba menyusul di belakang.
1. Ara
“Tian!” (dari belakang)
2. Tian
“Kenapa lari-lari begitu? Sudah tugas tambahan
tadi?
3. Ara
“Besok aja kuselesaikan”
4. Tian
“Kenapa?”
5. Ara
“Aku mau ngomong sama kamu! Ayo kita ke
taman!”
6. Tian
“Kenapa harus di taman? Di sini aja, ada kursi
kosong tuh di sana.”
7. Ara
“Ya udah, terserah kamu aja.”
(Menuju kursi, terdiam cukup lama)
“….ngomong jujur sama aku! Kamu masih
punya rasa sama dia?!”
8. Tian
“Dia itu masa lalu Ra…”
9. Ara
“Masa lalu?! Aku bisa lihat cara kamu mandang
dia itu beda Yan. Kamu mandang dia itu kayak
mandang aku!”
10. Tian
“Itu cuma perasaanmu aja. Jangan berlebihan
lah!”

16
11. Ara
“Terus, kenapa hari ini gak nungguin aku?!
Biasanya selambat apa pun aku pulang, kita
tetap pulang bareng?”
12. Tian
“Kamu kenapa sih? Lagi dapet?! Dari tadi
ngomel aja! Dan kenapa kali ini kamu gak
percaya sama aku?”
13. Ara
“….. (diam bingung) Kamu yang kenapa? sudah
belajar marah dari siapa?
14. Tian
“Dari kamu!” (buang muka dan menjauh)
15. Ara
“…(mendekati Tian) Sayang… maafin aku yah?
Aku cuma takut kehilangan kamu. Soalnya aku
kan sayang sama kamu.”
16. Tian
“…Ok! Aku maafin…”
17. Ara
“Makasih….”
18. Tian
“Aku mau cerita sesuatu ke kamu, tentang aku
dan dia DULU! Aku bakal cerita ke kamu kenapa
sikapku ke dia begitu.”
19. Ara
(mengamati dan mendengar dengan seksama)
20. Tian
“Dulu, waktu aku masih kelas 2 SMA, dia adalah
salah satu sahabat terbaikku. Kami sering kerja
kelompok bareng. Menyelesaikan tugas
bersama, dan banyak hal lagi. “
21. Ara

17
“Terus?!”
22. Tian
“Waktu kami lagi belajar bareng di rumah dia,
dia bilang suka sama aku, dia sayang ma aku
and mau jadi lebih dari teman ataupun
sahabat.”
23. Ara
“(terkejut) trus kamu mau?”
24. Tian
“Iya… Dia pacar sekaligus cinta pertamaku.”
25. Ara
“Dan perasaan itu belum berubah samapai
sekarang?”
26. Tian
“…iya…”
27. Ara
“Jadi aku ini apa Yan?!”
28. Tian
“Kamu tetap kekasih aku Ra, tapi aku cuma gak
tahu gimana harus bersikap di depan dia dan
kamu pada saat yang sama.”
29. Ara
“Kamu brengsek Tian!” (pergi)

Babak II
Panggung kosong, (ganti setting di restoran
terbuka) Hape Tian berdering (suara dari luar
panggung)
30. Pearlyta
“Tian, mau bicarain hasil meeting tadi sambil
makan siang?”
31. Tian
“Mau makan di mana? “

18
32. Pearlyta
“Ketemu di restoran outdoor dekat kantor 10
menit lagi, Ok?”
33. Tian
“Ok.”

Terdengar suara telepon ditutup. Lampu panggung


menyala, Pearlyta sedang menunggu Tian sambil
berdendang riang mendengarkan musik
kesukaannya.

34. Tian
“Maaf aku telat.”
35. Pearlyta
“Nyantai aja. Aku udah pesan makanan.
Kamu…?”
36. Tian
“Biar aku pesan sendiri.”
“(memanggil pelayan) saya pesan Lalapan ayam
Krispy 1 minumnya es lomon tea aja…”
37. Pearlyta
“Lalapannya kasih lomboknya agak banyakan
ya Mas, dia suka pedas.”
38. Tian
“(menatap Pearlyta penuh arti) Kamu masih
ingat aku suka pedas?”
39. Pearlyta
“Iyalah… dari awal kenal kamu waktu SMA
dulu. Eh, kalau diingat-ingat lucu juga yah kita
dulu? Kamu kan selalu dikelilingi pengagum
rahasia yang pengen memperbaiki nilainya.
Hehehe…”
40. Tian

19
“Emang kamu enggak?!”
41. Pearlyta
“Kamu masih berpikir begitu ya?”
42. Tian
“Gak… becanda kok!”
43. Pearlyta
“Iiih… kamu jahat!” (mencubit Tian)
44. Tian
“(menahan tangan Pearlyta dan mereka
bertatapan) … Aku sudah lama nyari kamu
Pearl…”
45. Pearlyta
“Kamu yang ningglin aku Yan.”
46. Tian
“Kamu orang yang paling tahu gimana
kondisiku waktu itu. Orang tuaku
dipindahtugaskan ke Djogdjakarata. Mama juga
lagi sakit, masa’ kamu mau aku tetap tinggal
dan kuliah di sini sedangkan keluargaku juga
butuh kuperhatikan. Sesayang apa pun aku ke
kamu, orang tuaku tetap nomer satu buat aku.”
47. Pearlyta
“Aku tahu, aku cuma belum siap kamu tinggal.”
48. Tian
“(menggenggam tangan Pearl) maaf karena
perpisahan itu harus terjadi. Tapi kamu yang
gak pernah ngasih aku kabar.”
“Aku benar-benar mau gila rasanya.”
49. Pearlyta
“Perasanku gak pernah berubah Yan, kamu
tetap akan jadi yang pertama dan terakhir
menjamah hatiku. Aku gak akan kasih ke orang
lain selain kamu. Kamu sendiri?”

20
50. Ara (Masuk dan menghampiri Tian)
“Lagi ngapain kalian?”
“Tian, tadi aku nunggu kamu di dapur, gak
tahunya malah sudah makan di sini sama
partner baru kamu.”
51. Tian
“Sori, aku gak kasih tahu kamu, tadi kami mau
bicarakan hasil meeting sambil makan siang.
Mau gabung?”
52. Pearlyta
“Iya, kalau mau, gabung aja.”
53. Ara
(ikut duduk dan diam saja)

54. Pearlyta
“Mau pesan? Bentar kupanggil pelayannya dulu
ya…”

Ara memesan makanan, dan makanan Tian datang.


Mereka berbincang sambil menikmati hidangan
yang ada.

55. Ara
“Jadi kalian dulu satu sekolah?”
56. Pearlyta
“Iya, dan dia yang paling pinter dah di kelas.
Kamu bisa kenal sama dia di mana Ra?”
57. Ara
“Dia tinggal di samping kontrakanku. Kami
sering pulang dan pergi bareng.”
58. Pearlyta
“Aku jadi iri…”
59. Tian

21
“Sudahalah… jangan didramatisir gitu Pearl.”
60. Pearlyta
“Ok, btw, kamu belum jawab pertanyaanku
tadi.”
61. Tian
“Yang mana?”
62. Pearlyta
“Gimana perasaan kamu ke aku sekarang?
Setelah kita ketemu lagi?”
63. Ara
“Maksudnya? Perasaan Tian yang gimana? Dia
pasti senang ketemu teman semasa SMAnya
lagi.”
64. Pearlyta
“Bukan cuma itu…”
65. Tian
“Harus aku bilang sekarang?”
66. Pearlyta
“Iya, aku pengen tahu apa kamu masih sayang
sama aku atau enggak?”
67. Ara
(menahan amarah) “Cukup! Aku sudah gak mau
dengar apa-apa lagi. Tian, kasih tau dia kalau
kamu sekarang punyaku. Rasa yang kamu
punya ke dia sudah mati!”
68. Tian
“Ara! “
69. Pearlyta
(kaget, mau nangis, tapi tetap mencoba
tersenyum)
“Ouwh… maafin aku… aku gak tau, Tian gak
cerita apa-apa tentang kamu dan dia… Ok, aku

22
balik ke kantor duluan ya… Sekali lagi maaf
Ra…”
70. Tian
(menahan kepergian Pearlyta)
“Tunggu Pearl, dengar! Aku… aku masih sayang
sama kamu.”
71. Ara
(melotot ke Tian)
“Kenapa kamu ngomong gitu? Selama ini kamu
anggap aku pacar kamu atau apa?”
72. Tian
“Maaf Ra, tapi aku memang masih sayang sama
dia, maaf karena aku egois, maafkan aku,
bukannya aku gak peduli perasaanmu, tapi…”
73. Ara
“Jadi kamu pilih dia?! Aku gak nyangka kata-
katamu selama ini cuma isapan jempol! “
74. Tian
“Ra, selama ini aku sudah cerita semuanya ke
kamu. Semua perasaan, kisah hidupku, semua
itu adalah kebenaran. Aku cuma mencoba
untuk tidak membohongi hati dan diriku
sendiri, juga kamu…”
75. Pearlyta
“Tian, sebaiknya kamu tetap sama Ara. Biar aku
yang pergi. Lagi pula, bukankah kamu sudah
biasa gak berada didekatku…? ( pergi)
76. Tian
(Menahan kepergian Pearlyta, memegang
pergelangan tangannya lalu didekapnya)
“Jangan lagi! Pearl, aku mohon jangan pergi lagi.
Aku mohon…”
77. Pearlyta

23
“Tian, kamu yang dah pergi ninggalin aku,
bukan aku. Sekarang kamu lepasin aku!”
(mencoba berontak)
78. Tian
“Iya, memang. Tapi keadaan yang bikin aku
harus pergi. Kamu tahu itu kan Pearl…?
Pokoknya sekarang keputusanku sudah bulat,
aku pilih kamu Pearl. Kalau kamu mau pergi,
aku akan ikut denganmu.”
79. Ara
“Hmmm…..” (PLAKKK! Menampar Tian)
“Ya sudah… semoga bahagia!” (pergi keluar)

Babak III
Dua jam kemudian, suara HP Tian berdering, Tian
mengangkat di suatu tempat. Di pojok panggung,
lampu hanya menyorot ke Tian.
80. Tian
“Hallo?”
81. Suara
“Selamat malam, benar ini nomor saudara
Tian?”
82. Tian
“Benar, ini siapa?”
83. Suara
“Saya dari rumah sakit TEBAS Sehat, baru saja
ada seorang pasien wanita yang baru
mengalami kecelakaan lalu lintas, dari kartu
identitas yang kami temukan pasien bernama
Pearlyta, karena di tasnya ada HP dan nomer
anda yang ada di penggilan keluar terakhir,
maka kami mencoba menghubugi, barang kali
saudara ini kenalan atau kerabat korban.”

24
84. Tian
“Siapa namanya Mbak?”
85. Suara
“Namanya Pearlyta.”
86. Tian
(Shok) “Pearl?! Saya ke sana sekarang mbak
.
Di Rumah Sakit TEBAS Sehat, Pearlyta sudah dalam
perawatan khusus. Dan sekarang dalam tahap
istirahat cukup. Tian datang bersama Ara yang
merasa bersalah.

87. Tian
“Gimana Dok? Ada kemajuan? Sudah dua hari
dia belum sadarkan diri.”
88. Dokter
“Dari hasil Lab yang saya terima, keadaannya
sudah mulai membaik. Tidak lama lagi dia pasti
akan sadarkan diri. Tapi ada satu hal yang
masih saya khawatirkan, yaitu benturan di
kepalanya, sampai saat ini saya belum
mendapat hasil yang akurat dari lab tentang
hasil ronsent kepalanya. Kalau ada pasti akan
segera saya kabari.”
89. Tian
“Makasih Dok.”
90. Ara
“Sabar ya Yan, aku… ngerasa bersalah sama dia,
karena sudah dengan egois pengen kamu sama
aku aja. Aku gak tahu kalau dia ternyata begitu
rapuh.”
91. Tian

25
“Itu salah satu alasan aku pilih dia. Dia lebih
membutuhkanku dari pada kamu. Aku tau
kamu perempuan kuat Ra. Tetaplah jadi seperti
itu.”
92. Ara
“Aku akan tetap kuat. Aku bakal nunggu kamu
sampai aku benar-benar gak punya harapan
untuk ada di sisi kamu.”
93. Tian
“Selama ini alasan aku ada di sini karena dia,
aku gak mau kehilangan dia. Walau aku harus
jujur kalau aku mulai bisa menyukaimu Ra. Tapi
dengan adanya dia di sini, itu bakal sulit.”
94. Ara
“…aku gak tahu harus bagaimana Yan, di satu
sisi aku sayang sama kamu, di sisi lain, aku jadi
merasa begitu jahat memisahkan kalian yang
sama-sama masih saling menyayangi. Yan, apa
aku egois kalau aku gak mau ngelepasin kamu?
Aku rasa aku juga bakal rapuh kalo gak ada
kamu.”
95. Tian
“Aku yang bersalah Ra. Aku harus minta maaf
karena harus melakukan pilihan ini, maaf
karena dah buat kamu kecewa, maaf… Aku gak
tau bagaimana cara menebus semuanya. Sakit
hatimu, kecewamu, kemarahanmu, semuanya.”
96. Ara
“Izinkan aku tetap menunggu Yan. Itu cukup.
Yang perlu kamu tahu, aku akan selalu ada
kapan saja kamu mau kembali sama aku, hatiku
akan selalu terbuka untukmu.”

26
Babak IV
Pearly duduk di kursi roda sambil berjalan-jalan di
taman dengan dokter yang merawatnya. Tapi
tatapannya masih kosong. Panggung kosong.

97. Dokter
“Apa kabarmu hari ini Pearlita?”
98. Pearlita
“…” (tanpa expresi)
99. Dokter
“Pearl, coba ceritakan apa saja yang kamu
ingat? Ceritakan apa aja yang mau kamu
ceritakan, saya akan menjadi pendengar yang
baik.”
100. Pearlita
“Saya gak mau ingat apa-apa Dok… (Menatap
dokter) Dok, saya ada satu permohonan. Bisa
tidak, selain jadi pendengar yang baik, dokter
juga jadi pengabul permintaan yang baik?”
101. Dokter
“Ohh, Kalau yang itu tergantung…”
102. Pearlita
“Dokter bisa bantu saya?”
103. Dokter
“Apa yang bisa saya bantu untuk pasien saya
yang cantik ini?”
104. Pearlita
“Jangan menegejek Dok… saya minta dokter
bilang sama semua orang kalau saya Amnesia.
Bisa Dok? Cuma itu yang saya minta untuk
Dokter kabulkan…”
105. Dokter
“Kenapa kamu mau saya melakukan itu?”

27
106. Pearlita
“Kemarin sebelum saya sadarkan diri, saya
sempat mendengar pembicaraan mantan
kekasih saya. Dia mau memutuskan
hubungannya dengan pacarnya yang sekarang
karena saya. Saya gak mau karena kejadian ini
dia jadi kasihan sama saya dan memutuskan
untuk kembali sama saya. Jadi, apa bisa Dok?”
107. Dokter
“Kamu yakin mau melakukan ini?”
108. Pearlita
(mengangguk)
109. Dokter
“Sebenarnya kemungkinan kamu amnesia
memang ada, karena ada benturan yang cukup
kuat di bagian belakang kepalamu, tapi saya
senang pada kenyataannya kamu tidak
amnesia, jadi, hasil tesnya akan langsung dia
terima, siapa namanya?”
110. Pearlita
“Tian…”
111. Dokter
“Oia, saya dengar hari ini bibimu baru bisa
datang, memang orang tuamu di mana?”
112. Pearlita
“Keduanya sudah gak ada Dok…”
113. Dokter
“Maaf, saya…”
114. Pearlita
“Sudahlah Dok, gak apa-apa. Jadi, apa yang
harus saya lakukan untuk balas budi?”
115. Tian

28
“Pearl… (bingung dan agak marah) Dok, kenapa
dia sudah dibolehkan keluar ruangan? Saya
mencari berkeliling, tahunya ada di sini sama
dokter pula. Saya jadi meragukan apa Anda ini
benar-benar dokter?!”
116. Pearlita
“…” (memandang kosong lagi)
117. Tian
“Kamu nanti masuk angin Pearl. Dok, apa dia
sudah bicara? Semenjak sadar, dia belum
berbicara sepatah kata pun sama saya?!”
“Pearl, ucapkan satu kata saja… Aku khawatir…”
118. Pearlita
“(Perlahan memandang Tian) Kamu siapa?”
119. Tian
“(Shok) Pearl! Ini aku Tian, kekasihmu, teman
SMAmu.” (sambil mengguncang pelan lengan
Pearlita)
120. Pearlita
“Lepas!!!! Kamu siapa?! Aku gak kenal, lepasin
aku!” (meronta)
121. Dokter
“Saudara Tian, Cukup! Jangan dipaksa. Mari kita
antar lagi dia ke ruangan dan saya akan
melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Saya
sudah pernah bilang kalau ada benturan yang
terjadi ketika kecelakaan itu kan?! Mari…”
122. Tian
(Terpaku)

Babak V

29
Tian di panggung sendiri, mengingat apa yang
dikatakan Dokter padanya sambil mondar-
mandir.

123. Suara Dokter


“Dari diagnosa terakhir saya, itulah alasannya
kenapa setelah sadar pun ia tetap tidak bicara,
karena dia merasa asing dengan lingkungannya.
Semalam hasil lab keluar, dan hasilnya Pearlyta
positif amnesia. Bibinya yang semalam tiba
langsung membawanya pulang ke Kalimantan,
karena menurutnya di sini tidak ada kerabat
yang bisa menjaga Pearl. Pearlyta tetap
memandang kosong bibinya saat ia dibawa
keluar rumah sakit. Ia tidak meninggalkan
pesan apa pun karena merasa tidak kenal siapa
pun, tapi dia bilang, “Ucapkan salam
perpisahanku dan sampaikan terima kasihku
untuk dia yang selalu datang menjengukku”
Hanya itu…
124. Tian
(frustasi, geram pada diri sendiri)
“AAAAHHH…..!!!!!!”
(Lampu Padam)
125. Suara Pearlita
“Maafkan aku Tian… Ini jalan yang kupilih. Ini
pilihanku! Selamat Tinggal!”

The End

30
Reiga
oleh
~Ani Puspita Sari~
“Kerang”

31
Babak I
Suatu tempat seperti taman, Reiga baru saja
dipecat dari tempat kerjanya. Ia memikirkan banyak
hal selain harus mencari pekerjaan lagi. Lampu
perlahan menyala, dia mondar-mandir, lalu berakhir
di kursi yang ada di tempat seperti taman itu.
1. Reiga
(menghampiri kursi pada akhirnya, merenung
dengan sedikit setres) “Sebenarnya aku ini
apa?!” (lalu statis)
Lampu-lampu simbol menyala bergantian lalu
padam.
Babak II
Reiga masih duduk di kursi sambil merenung.
“Gelisah” muncul membelakangi Reiga. Lampu
simbol kegelisahan menyala.
2. Gelisah
“Kau pikir cuma kau yang memikirkan siapa
dirimu yang sebenarnya? Apa kau ini? Siapa?
Orang apa sampah?! Ah…! Bikin pusing aja.
Apa kau tidak tahu kalau aku juga pusing
memikirkan kegelisahanmu itu?!”
3. Reiga
“Apa itu mungkin?”
4. Gelisah
“Memang ada yang masih gak mungkin di
jaman yang sudah gila ini?! Dulu kau selalu
memikirkan wanita, bagaimana cara
berkenalan dengannya, minta nomor HPnya,
tahu alamat rumahnya, cara merebut hatinya,
bahkan kau sampai merencanakan tak-tik
bagaimana caranya supaya dia mau bercinta
denganmu! Selama satu bulan penuh terus

32
memikirkan hal gila yang tak pernah kau coba
satu pun itu membuat kepalaku mau pecah
Rei!”
5. Reiga
“Tapi aku menjalankannya di bulan
berikutnya, dan semua berjalan lancar.”
6. Gelisah
“Ya… memang itu membuatku tenang. Tapi
setelah itu, apa aku mendapatkan ketenangan
lagi?! Gak! Yang ada malah kau terus menerus
memikirkan hal yang lebih gila lagi.
Kemungkinan ini dan itu selalu muncul di
kepalamu. Bahkan waktu menjelang tidur pun
kau masih membuatku berpikir.”
7. Reiga
“Itu muncul begitu saja, aku gak bisa
mengusirnya dari kepalaku. Sudahlah, aku
pusing…!”
8. Gelisah
“Eit… itu kata-kataku!”
9. Reiga
“Aaaahhhh…..!!!”
Keduanya statis, Gembira dan Sabar masuk
panggung dengan riang, diikuti Pemarah.
10. Gembira
“Sudahlah Rei, seharusnya kamu senang
karena dipecat dari tempat itu. Bukannya
karena terus bekerja makanya kamu ribut
dengan pacarmu kemarin?”
11. Reiga
“Iya juga ya…?”
12. Sabar
“Sabar saja Rei, semua pasti ada hikmahnya.”

33
13. Reiga
(Diam berpikir)
14. Gelisah
“Teruskan aja Rei! Cobalah… coba kau
berpikir yang sedikit realistis. Sesuatu yang
pasti akan dan bisa kaulakukan. Jangan terus
membuat kemungkinan! Buat itu semua jadi
PASTI!”
15. Reiga
“Tapi…”
16. Gelisah
“Optimislah Rei… aku lelah, ijinkan aku
istirahat sejenak.”
17. Reiga
“Kau pikir aku tidak lelah? Sekarang aku tidak
punya pekerjaan, pacarku sebentar lagi pasti
akan menelantarkan aku seperti para
pengusaha tambang itu membiarkan lahan
yang sudah ia keruk begitu saja. Kau tahu
kenapa? Karena sekarang aku sudah tidak
menghasilkan apa-apa.”
18. Pemarah
“Reiga yang terlalu bodoh! Mau saja diperalat
wanita seperti itu. Mau saja diexploitasi. Kamu
bukan batubara ataupun hutan kan? Yang
diam saja dan tidak bisa melawan ketika ada
orang-orang datang untuk memanfaatkan dan
menggundulimu sampai habis. Kamu manusia
Reiga, kamu punya otak! Dan kamu bisa lawan
kalau kamu dimanfaatkan berlebihan!”
19. Gembira

34
“Bener tuh… bukannya kamu lebih bahagia
kalau bisa membuat orang tuamu tersenyum?
Aku bisa ngerasain itu.”
20. Sabar
“Rei, kamu orang kuat kok. Kamu pasti bisa
lewati ini semua dengan sedikit bersabar.”
21. Reiga
“Aku harus bilang apa sama orang rumah?”
22. Pemarah
“Otakmu kamu pake buat apa sih Reiga?! Jujur
aja kenapa? Sudah terlalu banyak kebohongan
yang Reiga buat, dan sekarang masih
memikirkan kebohongan baru? Jujurlah!”
23. Gelisah
“Iya, jangan seperti orang-orang di atas sana
yang terus menerus membohongi orang-
orang bawah sepertimu. Kalau kau sama
seperti mereka, lantas mau jadi apa generasi
muda negeri ini?”
24. Reiga
“Baik! Aku sudah putuskan akan mencari
pekerjaan lagi dan bilang jujur pada orang
rumah kalau hari ini aku dipecat karena
pekerjaanku lambat.”
25. Sabar
(tersenyum)
26. Gelisah
(sedikit tenang)
27. Gembira
“Hore!!!!”
28. Pemarah
(wajah datar)
29. Gembira

35
“Seneng deh kalo Rei dewasa gitu
ngomongnya.”
30. Reiga
(Tersenyum) “Sekarang aku harus benar-
benar memikirkan sebaiknya di mana aku
bekerja. Supaya aku juga bisa lebih merasa
nyaman.”
31. Sabar
“Kamu sukanya di bidang apa?”
32. Reiga
“Sebenarnya aku sedikit suka dengan politik.”
33. Pemarah
“Reiga mau masuk jadi pengurus Partai?
Bergabung sama orang-orang yang lebih mirip
binatang gitu?”
34. Reiga
“Apa maksudmu mereka mirip binatang? “
35. Pemarah
“Kanibalisme terjadi di sana Reiga! Hanya
yang kuat yang bisa bertahan di sana! Tidak
ada yang namanya musyawarah atau
demokrasi apalagi gotong royong sama-sama
membangun negeri. Yang ada ‘bersama-sama
membangun kekayaan yang takakan habis
tujuh turunan’.”
36. Reiga
“Tidak semua orang di sana begitukan?”
37. Pemarah
“Memang... Tapi kamu itu gampang terbawa
arus Reiga! Kamu gak akan tahan dengan
arusnya!”
38. Reiga
“Apa salahnya mencoba?”

36
39. Pemarah
“Kamu keras kepala Reiga! Bodoh! Orang-
orang itu hanya akan bermuka manis di
depanmu, tapi kamu yang baru, polos dan gak
tau apa-apa ini bakal dihabisi saat kamu
lengah.”
40. Reiga
“Aku gak ngerti.”
41. Pemarah
“Kamu akan jatuh hanya dengan sebuah
fitnah! Yang mereka seting agar tidak ada
pesaing baru!”
42. Sabar
“Sudah, sudah! Jangan bertengkar. Mungkin
kau benar, dia memang tidak cocok di
lingkungan yang persaingannya akan terlalu
ketat dan keras. Kau harus membuat pilihan
lain Rei…”
43. Reiga
“Aku gak tau…”
44. Gelisah
“Jangan kau ajak aku memikirkan semua
kegilaanmu lagi kali ini… Jangan lagi kau buat
aku jadi gelisah.”
45. Reiga
“Yang gelisah itu aku..!”
46. Gelisah
“Iya aku tahu. Tapi kau mengajakku ikut
bersamaku.”
47. Gembira
“Kamu ini kan memang bagian kegelisahan
dalam dirinya, jadi wajar kalau dia lagi gelisah
ngajak-ngajak kamu…”

37
48. Gelisah
“Ya, tapi cobalah sekali-kali dia gelisah gak
usah ngajak-ngajak aku. Aku capek!”
49. Sabar
“Yang sabar ya Gelisah… Tuhan pasti punya
rencana kenapa kamu disuruh jadi bagian
kegelisahan dalam hidup Reiga.”
50. Gelisah
“Apaan sih?! Sok melankolis. Yang gelisah itu
aku! Kamu mana bisa ngerasain gak enaknya
jadi aku. Coba kamu yang jadi aku. Mana bisa
kamu bilang “Sabar ya…” (Nada mengejek)
orang begini di suruh sabar, itu sabar, kena ini
kudu sabar... makan tu sabar!”
51. Sabar
“Teruskan aja! Aku gak pa apa. Aku orangnya
sabar kok.” (cuek)
52. Pemarah
“Sudah, sudah! Wacana melebar kawan-
kawan, Kembali ke topik… jadi Reiga mau cari
kerja apa nih?”
53. Reiga
“Aha!”
54. Semua Rasa
(Melihat tertarik dengan rasa senang)
55. Reiga
“Aku akan mencari pekerjaan yang bisa
membuat orang tuaku bahagia…”
56. Semua rasa
(Makin tertarik dan berharap)
57. Gembira
“Pekerjaan apa itu Rei?”
58. Reiga

38
“Pekerjaannya....”
59. Sabar
“Apa...????”
60. Reiga
“… apa yah kira-kira?”
61. Gembira
“Hahaha… Rei ini lucu. Antusias mau kerja
tapi gak tau mau kerja apa? Hahaha… kamu
ngelawak aja Rei.”
62. Reiga
“Iya ya? Gimana kalau kalian yang ngasih
saran? Enaknya kerja apa yah? Yang bisa
membahagiakan orang tuaku.”
63. Sabar
“Jadi guru ngaji Rei... Insya Allah orang tua
senang.”
64. Gelisah
“Tanya aja sama Orang tuamu! Jadi kamu gak
perlu mikir sampai gelisah sendiri gitu!”
65. Gembira
“Pelawak, pelawak Rei! Jadi km bisa bikin
orang tua ketawa terus.”
66. Pemarah
“Gak mau tahu! Reiga pikir aja sendiri!”
67. Reiga
“Emmmm... Terimakasih ide-idenya.
Sepertinya aku memang harus pulang dan
jujur dengan orang tuaku kalau aku telah
dipecat dari pekerjaanku. Dan sebaiknya aku
bertanya pada mereka, pekerjaan apa yang
bisa membuat mereka bahagia. Dan
terimakasih lagi karena kalian selalu setia
bersamaku.”

39
Reiga meninggalkan panggung, ditatap lega Gelisah,
Pemarah, Sabar dan Gembira.

Babak III
Di tengah panggung lampu fokus pada perapian
menyan dan sesaji. Setelah beberapa saat Reiga
menghampiri perapian dengan pakaian serba hitam,
duduk dan merapalkan mantra. Dan akhirnya
dipercikkan sesuatu ke perapian dan membuat api
besar. Lalu lampu padam.

The End

Rere_girl
Samarinda, 30 April 2014

40
Seorang Tua di Warung
Kopi
oleh
~Zulkifli~
“Sanud”

41
Indonesia belum merdeka! Rakyat masih jelata!
Masih miskin! Masih susah berusaha! Usaha ini
dilarang! Usaha itu dilarang! Jualan dilarang! Berdiri
di sini gak boleh! Berdiri di situ gak boleh! Duduk di
situ melanggar aturan! Parkir di sini dilarang! Tidur
di situ gak boleh! Apa aja dilarang, ini itu gak boleh,
seluruhnya diatur, hidup kita diatur peraturan yang
gak jelas datangya dari mana. Melarang duduk,
tidur, berdiri, jongkok, tengkurap, bernapas pun gak
boleh sembarangan, Indonesia belum merdeka!
Cil, aku pesan kopi tubruk satu cangkir, jangan
terlalu manis, wajahku tidak tampan, pencapaian
tidak mapan, pendidikanku pun jauh dari harapan
dan perkiraan. Aku hanya orang buta huruf yang sok
sokan berbicara tinggi, padahal aku sadar betapa
dangkalnya isi kepalaku ini, hanya memikirkan
perut sendiri, masih memikirkan makan apa anak
dan istriku nanti.
Oh, iya jangan terlalu pahit juga, soalnya istriku
cantik wajahnya seperti rembulan yang bersinar di
malam hari memancarkan cahaya Dewi Kwan Im di
atas teratainya. Anak-anakku pun lucu-lucu, baju
dan celanaku masih basah tidak kering dijemur
karena hujan berhari-hari, imajinasiku liar seperti
harimau yang mencari monyet di hutan India.
Lagipula kulitku hitam dan terasa asin sekali
keringatku, belum lagi ketiakku, aduuuh baunya
luar biasa tidak karuan. Karena habis lari keliling 18
dunia tujuh samudra dan tujuh benua. Lagipula di
luar sedang hujan deras dan emosiku sedang
memuncak.
Maafkan aku Cil, mungkin pesananku sedikit
tidak masuk akal, omonganku terhambur tidak

42
karuan ke kiri ke kanan, ngalor ngidul tidak jelas
ibarat orang azan yang terus menerus berputar
mengelilingi dunia ini, padahal hanya untuk
merantai sang Dajjal yang katanya kalau dunia tidak
diazani dia akan keluar ditemani pasukan penjahat
yang bertampang kyai. Di muka bumi ini. Lalu
kemudian akan membawa kita pada kebahagiaan
palsu lalu menipu, membuat kita lupa hati kita
membatu, dan tidak mengingat lagi pada yang maha
satu.
Maafkan juga aku yang datang ke sini dan
berteriak teriak seolah-olah aku marah sama Acil,
tapi sungguh Cil aku tidak ada sedikit pun niat ingin
marah sama Acil yang bermuka lugu dan cantik
walaupun bodoh dan tidak tahu apa-apa, tentang
apa yang kukeluhkan dan apa yang kubicarakan.
Sungguh aku hanya mengeluh pada keadaan diriku
sendiri sebagai tukang parkir di Indomaret sana,
tempat yang katanya warung modern, tapi tidak
mejual kopi tubruk yang enak seperti buatan Acil,
yang aromanya saja membuat kita kembali
bergairah dan ngantuk pun serta merta hilang.
Tujuh hari tujuh malam melek terus hingga lupa
salat lima waktu. Ini juga disebabkan karena hari
hujan yang lima menit lalu terasa masih panas
matahari menyengat, sehingga temanku
menyuruhku untuk memakai jaket supaya tidak
terbakar kulitku, atau pakai sunblock supaya
terlindung dari sinar ultraviolet, dari sinar matahari
langsung yang bisa menyebabkan kanker kulit.
Atau bisa jadi karena aku lapar dan ingin
makan sesuatu agar gelandangan di dalam perutku
berhenti berteriak-teriak minta makan? Mungkin

43
semangkuk bakso akan membuat hangat di antara
dinginnya hujan dan panasnya matahari yang agak
dingin ini. Baksonya lengkap ya Cil pakai pentol
tujuh biji dan telur rebusnya separuh saja takut
kebanyakan makan telur nanti aku kentut terus dan
kentut saya pasti bau seperti napasku. Maklum saya
jarang bersiwak seperti Nabi kita yang bersiwak
setiap wudunya, uangku tidak cukup untuk
membelinya. Waktuku pun terlalu berharga hanya
untuk melakukan itu. Untungnya Nabi kita sangat
bijaksana dan pengertian sehingga memberikan
keringanan bagi orang seperti aku. Jadi aku tidak
harus bersiwak. Yah walaupun aku agak kebasahan
karena hujan yang datangnya keroyokan banyak
sekali dan datang semua bagaikan calon anggota
legislatif yang berbondong-bondong datang minta
dukungan dengan bermodal senyum, memberiku
rokok sebungkus, mie dua bungkus, dan kalau
beruntung dapat uang lima puluh ribu rupiah. Untuk
bisa menusuk dirinya tepat di jantung, pada saat
hari penusukan tiba. Lalu setelah ditusuk
jantungnya mereka pun bertindak seolah-olah mati.
Mata mereka tidak melihat, telinga mereka tuli,
hidung dan mulut pun tidak berfungsi, kemudian
pantat mereka saja yang terkentut nyaring lalu
menyeruakkan bau bangkai yang akan dikerumuni
oleh burung nazar yang lapar, bangkai tersebut
kemudian dicabik-cabik dan dihabiskan sampai
hanya tersisa tulangnya utuk bakteri dan mikroba
mengurainya menjadi mineral.
Kemudian membusuk dan menjadi emas di
dalam tanah negeri kita yang subur ini. Kemudian
mereka yang ditusuk tadi mengambil kentutnya lagi

44
dari dalam tanah surga dan mengundang boneka
salju berbadan besar dan putih bermodalkan bola
salju yang siap dijadikan peluru meriam utuk
menutup lobang pantat mereka. Ketakutan pun
muncul di wajah korban penusukan tersebut, lalu
mereka berdiskusi tentang kentut mereka,
berbicara bagaimana caranya agar mereka bisa
tetap bertahan untuk kentut. Agar masih bisa
menjilat emas yang menyemprot sedikit dan
menempel di sempak mereka, berkilauan, berasa
manis, segar dan menyehatkan mereka, kalaupun
mereka sakit mereka masih bisa menjual emas
tersebut kepada dukun yang bisa mengobati dengan
cara membolak balikka telapak tangan mereka
sambil menyemprot air ke wajah pasien sementara
pak dukun beronani hingga maninya tumpah ke
mana-mana dan menjadi obat untuk dijilat-jilat dan
ditelan oleh pasien itulah obat yang paling mujarab
sedunia akhirat, karena mani tersebutlah lahir
pemimpin-pemimpin dunia baru yang hobi
menumpahkan mani di tengah-tengah buah dada
wanita, wanita yang beruntung bisa menjilatnya
sampai pada sumber keluaran maninya. Dan
membuat para wanita tersebut berlomba-lomba
mencari kayu jati untuk dijilat-jilat dan tidak lupa
ditusukkan ke telinga mereka hanya untuk memeuhi
hasrat birahi mereka yang tidak dapat ditahan tanpa
memandang telinga mereka bisa tuli, lidah mereka
pun bisa menjadi silet yang dapat memotong ekor
depan suaminya.

Mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

45
Acil, ini foto ibuku, ibuku yang sangat kucintai
melebihi emas apa pun di dunia ini. Yang
mengandungku selama sembilan bulan sembilan
hari dan melahirkanku ke dunia ini dengan nyawa
taruhannya. Setiap hari aku datang kepadanya,
mencium telapak tangannya membasuh kedua
kakinya lalu air bekas cuci kakinya aku pakai buat
cuci muka dan aku minum. Lalu aku bersujud di
kakinya dan mencium kakinya sambil menangis
merengek dan memohon ampun atas
kekurangajaranku memperkosa adik-adikku, hingga
mereka hamil dan melahirkan anak anak yang
kesemuanya mirip aku, tapi ada yang ditambah
tanduk di hidung, ada yang punya ekor dijidat dan
adapula yang bertaring di betisnya. Oleh karena itu
ibuku punya cucu yang serupa tapi tak sama
denganku kemudian aku berdoa semoga mereka
semua kelakuannya tidak seperti aku.
Ibuku lalu mengusap kepalaku, tersenyum
kemudian menampar wajahku dan meneteskan air
mata lalu ibuku berdoa kepada Allah Ta’ala.
“Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
berikanlah petunjuk kepada anakku ini, bukakanlah
pintu taubat baginya, tunjukkanlah dia ke jalan yang
lurus. Ke jalan orang-orang yang kau beri nikmat
bukan jalan orang yang kau murkai bukan pula jalan
orang yang sesat. “
Lalu ibuku mengambil Al Qur’an membukanya
menaruh tangannya di atasnya sambil menangis
membaca dua kalimat syahadat dan Al-Fatihah
kemudian bersumpah.
“Demi Allah penguasa semesta alam, demi Al
Qur’anul Karim sebagai petunjuk kehidupan di

46
dunia ini, aku bersumpah haram bagi api neraka
untuk menyentuh kulit anakku barang sedikit.”
Lalu sambil menangis dia memberikan kitab
sucinya kepadaku beserta sarung yang ditenunnya
sendiri, memakaikan peci di kepalaku, mencium
keningku lalu tersenyum lalu memelukku lalu
berbisik.
“Laa ilahailallah Muhammadar rasulullah.”
Hari itu Jumat, 17 Agustus 1945 jam sebelas
siang, di usianya yang tepat seratus Allah Yang
Maha Pengasih dan Penyayang memeluk ibuku
menuju akhirat dan meninggalkan jasadnya di
pelukku.
Aku menggendong ibuku ke luar rumah untuk
menuju surau. Di luar rumah orang orang bersuka
cita tertawa gembira karena baru saja proklamator
kita mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Hanya
aku yang murung, berdiri terasing dengan ibuku di
atas gendonganku. Di tengah lapangan depan surau,
hujan turun rintik-rintik. Biasanya lapangan ini
dipakai anak-anak bermain bola sambil hujan-
hujanan, lalu kemudian ibu mereka datang memakai
payung dan membawa sapu untuk diukulkan ke
kaki anak-anaknya hingga patah mereka punya
sapu.
Orang-orang pada saat itu berlarian membawa
kain merah dan putih berkumpul di lapangan,
menyambung kedua kain tersebut dengan jarum
dan benang seadanya, ada yag mengambil bambu
runcing mereka yang sepanjang empat meter lalu
diikatkan tali jemuran di ujungnya ditanam ke tanah
dan mereka menaikkan kain merah putih tersebut.
Yang lain berbaris memakai peci hormat dan

47
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya
sambil menangis terharu. Aku pun berdiri
menggendong ibuku dengan memakai peci yang
dipakaikannya ikut bernyanyi dan menangis. Lagu
kebangsaan terus dinyanyikan, tiang-tiang bambu
terus ditancapkan, kain merah-putih silih berganti
dikibarkan. Aku melihat wajah ibuku yang
tersenyum manis digendonganku lalu berbisik
pelan, “Ibu, kita sudah merdeka.”
Indonesia belum merdeka! Tanah harus beli!
Air harus bayar! Udara harus dihemat! Tanah sudah
subur! Minyak tumpah ruah! Harta bergelimpangan!
Tahi berserakan! Rakyat masih makmur! Langit
masih biru! Padi sudah menguning! Api masih
merah menyala! Bulan dan bintang masih indah
dipandang! Matahari masih hangat di kulit! Garuda
pun masih terbang tinggi! Aku masih punya parang
yang panjang dan tajam! Cukup untuk aku pakai
memutuskan leher presiden kita beserta jajaran
kabinet serta anggota DPR yang terhormat!
Menebas kemaluan raja brewokan! Memotong lidah
kaisar bertubuh kurus dan pendek! Meusuk pantat
nenek nenek bermahkota ratu! Menguliti presiden
yang suka makan sate! Memutilasi pemimpin timur
yang bermodalkan palu dan arit!
Lalu kemudian aku potong tangan kananku,
kubakar degan kecap dan bumbu bawang dan
kukunyah sampai aku kenyang. Sisanya akan
kuberikan kepada anjing-anjing yang mengaku kidal
supaya mereka tidak jorok lagi. Biarlah aku yang
jorok dengan tangan kiriku yang tersisa aku
gunakan untuk makan, minum, berak, dan onani.
Kelak nanti pada saatnya aku akan mengangkat

48
tangan kiriku ini dan berteriak Allahu Akbar! Allahu
Akbar! Allahu Akbar! Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Aciil... mohon maaf sekali karena lagi-lagi aku
harus menambah catatan panjang utang luar
kantongku. Acil doakan saja ketika nanti negeri kita
merdeka 100%, hari itulah aku akan membayar
semuanya dengan emas yang berjumlah tujuh ratus
batang, untuk sementara ini aku hanya bsa
mendoakan semoga Acil selalu berada dalam
lindungan-Nya dan setiap langkah Acil akan dinilai
ibadah kepada-Nya. Aku pergi ke masjid dulu sudah
waktunya sholat asar.

Selesai

Ditulis dan diselesaikan


Di depan sekretariat HMJ Pend. Base kampus
pahlawan dan di dalam Aula kampus pahlawan
Hari rabu 30 April 2014 pukul 17.30 WITA
Diketik dan diselesaikan
Di dalam sekretarian HMJ Pend. Base kampus
pahlawan
Hari kamis 1 Mei 2014 pukul 00.09 WITA
Oleh Zulkifli “Aking” Bachrak

49
Pulu-pulu
oleh
~Hermi Syafruddin~
“Monaqx”

50
Adegan 1 - Ruangan Kelas
Senang, riang, hari yang kunantikan
Kusambut, ‘hai’ pagi yang cerah
Matahari pun bersinar terang
Menemaniku pergi sekolah

Senang, riang, hari yang kuimpikan


Jumpa lagi kawanku semua
S’lamat pagi, guruku tersayang
Kusiap mengejar cita-cita

Dengarlah lonceng berbunyi


Kawan segeralah berlari
Siapkanlah dirimu
Dalam mencari ilmu

Waktu cepat berganti


Hingga lonceng terdengar lagi
Semua pun bersorak dengan riang

Senang, riang masa depan kan datang


Capai ilmu setinggi awan
Hingga nanti aku tlah dewasa
Dunia kan tersenyum bahagia

(Suara intro lagu Sherina ‘Kembali ke Sekolah’


menjadi musik awal yang menjadi musik pengantar.
Terlihat beberapa siswa dan seorang guru yang
sedang menari bersama, adayg masih mengantuk,
mengerjakan PR, piket, dll. Pada intro seluruh
pemain memperkenalkan dirinya dan bersiap-siap
mengatur bloking untuk seting sebuah ruangan
kelas. Lagu selesai, suara bel terdengar, siswa

51
bersiap-siap belajar. Setelah siap, ketua kelas
memimpin doa.)
Trisna : “Bersiap! Sebelum memulai pelajaran
hari ini, marilah kita berdoa bersama-
sama menurut kecepatan masing-masing!
Eh, keyakinan masing-masing. Berdoa
dimulai! Selesai! Selamat pagi Ibu!”
(dengan gerakan mirip serial Upin Ipin)
Guru : “Selamat pagi anak-anak!” (tersenyum
tipis sambil melihat seisi kelas)
“Bagaimana liburan kalian?”
Trisna : “Baik Ibu!”
Andi : “Menyenangkan sekali!”
Warni : “Seru banget Bu!”
Merlin : “Biasa aja Bu, kan liburnya sehari doang,
itu pun Harpitnas, Hari Kejepit Nasional!”
Siswa : “Huuuu...!”
Guru : “Ok! Tenang anak-anak. Baiklah, Ibu
harap kegiatan apa pun yang mengisi
liburan tidak membuat kalian untuk
malas belajar, apalagi kalau kalian mau
sukses saat besar nanti. Nah, kalau kalian
malas belajar kalian akan seperti
pungguk yang merindukan bulan, kalian
akan menjadi orang yang merugi.”
Warni : “Tapi saya lihat tetangga saya Bu di
rumah dia biasa aja, padahal kata mama
saya dia anak yang pemalas sekali.
Sekolah tidak mau, mengaji bersama-
sama nggak mau, bahkan Bu bermain
bersama kita saja dia malas Bu. Kenapa
berbeda dengan kata-kata Ibu?”

52
Guru : “Sudahlah! Nah, yang pasti adalah ilmu
yang kalian peroleh di sekolah tidak
ternilai. Itu artinya, ilmu tidak dapat
dibayar bahkan dengan uang sekalipun!
Anak yang malas mencari ilmu, kelak
akan menyesal dan tidak akan mampu
membeli ilmu dengan uang sebanyak apa
pun!”
Merlin : “Sebanyak apa pun Bu?”
Andi : “Kalau uangnya sekarung tak cukup Bu
membeli ilmu?” (Sambil mengacungkan
tangan lalu guru menggeleng dengan
pasti!”
Trisna : “Wah, tapi Bu kalau uangnya berjuta juta
juta juta juta juta juta sampai banyak juta,
tak cukup juga Bu?”
Guru : “Iya! mau sebanyak apa pun uangnya,
tidak ada seorang pun yang dapat
membeli sebuah ilmu. Paham?”
Siswa : “Paham Bu!”
Guru : “Ya sudah, hari ini siapa yang tidak
hadir?”
Trisna : “Nihil bu.”
Guru : “Apa? Nihil lagi? Setelah tiga hari
berturut-turut lagi-lagi Nihil? Ada yang
tahu ke mana Nihil?
Warni : “Ti… tidak Bu.”
Guru : “Sungguh terlalu! Mau jadi apa dia nanti,
kalau tidak rajin datang ke sekolah.
Kalian tidak ada yang boleh meniru
perilaku Nihil Atmadireja! Paham?”
Siswa : “Baik Bu!”

53
(Namun ada salah satu siswa yang sedari tadi tidak
mengikuti pembicaraan dengan baik, Delia
namanya. Dia sama sekali tidak peduli dengan
sekolah, apalagi belajar. Terlihat Delia mengantuk
dan nyaris tertidur di dalam kelas. Sampai suatu
saat suasana kelas berubah menjadi ramai.)
Guru : “Seperti yang Ibu harapkan di awal
pertemuan kita pagi ini, Ibu ingin
mengetahui seberapa besar pemahaman
kalian mengenai materi minggu lalu.
Jawablah pertanyaan Ibu dengan benar!
(Ibu guru memberikan beberapa pertanyaan yang
dijawab oleh siswanya dengan gestur dan mimik
saja tanpa suara. Sampai ketika kegaduhan yang
dibuat oleh siswa membuat Ibu Guru marah)
Guru : “Stop! Tenang semunya. Sekarang Ibu
minta kalian persiapkan alat tulis kalian.
Kita langsung ulangan saja.”
“Pulu pulu pulu…”
(Secara serentak seluruh siswa menuruti kemauan
gurunya sambil menggerutu dan menyiapkan alat
tulis mereka. Ibu Guru mendiktekan soal dan
mempersilahkan siswanya mengerjakan soalnya
masing-masing. Delia mengerjakan malas-malas
sambil berusaha mencari jawaban dengan berbagai
cara dengan siapa pun. Karena malas, dan bingung
menjawab, lambat laun Delia benar-benar tertidur.
Beberapa menit kemudian, Ibu Guru yang
mengetahui Delia tertidur lalu datang
menghampirinya. Awalnya guru hanya memanggil
namanya beberapa kali. Karena sebal, Delia belum
bangun juga Ibu Guru meneriakinya)

54
Guru : “Deliaaaaaaaaaaaaaaa!” (berteriak sambil
menahan emosi)
“Apa yang kamu lakukan? Bisa-bisanya
kamu tertidur di dalam kelas, saat
ulangan lagi! Kamu sedang apa
semalam?”
Delia : (terbangun dengan kagetnya lalu refleks
berdiri sambil menundukkan kepala.)
“Maafkan saya Bu, saya khilaf.”
Guru : “Khilaf, khilaf kamu pikir ulangan itu
seperti hujan yang ada khilafnya?”
Siswa : “Itu kilat ibuuu…” (secara serempak)
Guru : “Ah, apa pun itulah! Delia, Ibu tidak tahu
lagi apa yang harus Ibu katakan.Padahal
nilai rapotmu tidak pernah bermasalah.
Ini bukan kejadian yang hanya sekali dua
kali kamu lakukan. Tapi, hampir di setiap
pelajaran! Ingat Delia, hampir di setiap
pelajaran! Kerjaanmu di sekolah hanya
menghabiskan waktumu saja. Tidak
pernah memperhatikan guru saat
menjelaskan materi. Belum pernah
mengerjakan tugas satu pun. Selalu saja
membuat masalah dengan teman-
temanmu yang lain. Sebenarnya apa
maumu?
Delia : “Ya, saya sekolah supaya besar nanti saya
sukses Bu.”
Guru : “Apa? Sukses? Delia, sukses itu bukanlah
sebuah hasil semata. Ada proses dalam
meraihnya, tidak ada yang instan. Banyak
yang akan kamu korbankan, waktu,
perhatian, materi, butuh kerja keras

55
untuk mencapainya. Ketika kamu
menganggap remeh semua proses untuk
mencapai kesuksesan, ya dengan cara
malas-malasan seperti ini, kamu tidak
akan sukses dalam arti sebenarnya. Kamu
akan benar-benar menyesal ketika kamu
menyadari apa yang kamu rasakan nanti
bukanlah sebuah kesuksesan”
(Lambat laun suara Ibu Guru melemah, terlihat
Delia dengan raut muka yang angkuh karena malas
mendengarkan nasehat. Lampu par perlahan
meredup, Delia melanjutkan tidurnya.)

Adegan 2-Ruangan Kantor


(Bos memanggil namanya berulang kali, namun
Delia belum mau bangun juga. Sampai akhirnya bos
meneriaki Delia, Delia pun terbangun)
Bos : “Delia... Delia... Bangun Delia, dasar
pemalas! DELIAAA... Bangun! Woy! Ini
sudah jam berapa? Cepat bangun! Kamu
harus cepat bekerja!
Delia : “Baik Bos!”
Bos : “Pakai ini. Mana teman-temanmu? Ke
mana mereka? Mana yang lainnya?
Masuk! (seluruh karyawan masuk dan
membuat setting kantor)
Semua : “Baik Bos!”
Bos : “Jangan biarkan konsumen kita
menunggu, cepaaaaatttt!!!”
Semua : “Baik Bos!”
Bos : “Ok! Perhatian semuanya, bersiaplah
untuk menyambut konsumen

56
menyambut kesuksesan! Hahahaha...
Delia kerja!”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Briefing!”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Meeting”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Atur jadwal”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Liburan.”
(seluruh karyawan menaiki level kemudian
bernyanyi bersama)
Bos : “Delia, kerja.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Briefing.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Meeting.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Atur jadwal”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Shopping.”
(seluruh karyawan mengambil properti masing-
masing, Delia mulai shopping)
Bos : “Delia kerja”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Briefing.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Meeting.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Atur jadwal”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Silakan liburan.”
All : “Nah gitu dong!”

57
(seluruh karyawan menaiki level kemudian
bernyanyi bersama)
Bos : “Delia kerja”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Briefing.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Meeting.”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Atur jadwal”
Delia : “Baik bos!”
Bos : “Briefing! Atur jadwal! Meeting! Aaaa, kita
bangkrut!”
All : “Apa? Bangkrut???
“Aku, Langsat, Arghhhhhh!”
(seluruh karyawan melampiaskan kekesalan dengan
berbagai cara lalu meninggalkan panggung)
Bos : “Kenapa Delia? Kamu kan Leader Project
dengan great paling tinggi di perusahan
ini. Ide-ide kamu sangat kreatif. Tapi
kenapa beberapa bulan terakhir kinerja
kamu menurun?”
Delia : “Saya tahu kok bos, saya memang salah
satu karyawan terbaik perusahaan ini.
Dengan ide-ide saya yang sangat brilian,
membuat klien kita puas bahkan semakin
banyak yang percaya terhadap
perusahaan kita. Mungkin memang
saatnya saja Bu!”
Bos : “Apa kamu bilang? Heh! Penyakit lamamu
mulai menjangkitimu lagi ya? Dasar
wanita pemalas yang bersembunyi
dibalik topeng kesombongan!”

58
Delia : ”Hei wanita sok penguasa, tidak usah
menghakimiku dengan kesimpulan tidak
masuk akalmu itu! Aku sudah
mendapatkan semuanya, aku punya
penghasilan sendiri, karir yang
menjulang. Bahkan, sebelum perusahaan
ini hancur, aku sudah dilirik oleh
perusahaan lain. Aku SUKSES!
Bos : ”Hahahaha, Sukses? Apakah sukses akan
kamu dapatkan ketika kamu tidak pernah
menghargai pengorbanan rekan satu
timmu? Bisakah kamu mendapatkan
kesuksesan tanpa jerih payah keringat
yang mengalir dari darah rekan-rekanmu.
Bahkan kamu dengan sengaja
mendewakan keegoisanmu untuk meraih
semuanya?
Apa yang kamu dapatkan sekarang
hanyalah keberuntungan semata, Delia!
Cuih, asal kamu tau ya, kamu tidak akan
benar-benar paham apa arti sukses
sebenarnya! Sukses itu bukanlah sebuah
hasil semata. Ada proses dalam
meraihnya, tidak ada yang instan. Banyak
yang akan kamu korbankan, waktu,
perhatian, materi, butuh kerja keras
untuk mencapainya. Ketika kamu
menganggap remeh semua proses untuk
mencapai kesuksesan, ya dengan cara
malas-malasan seperti ini, kamu tidak
akan sukses dalam arti sebenarnya. Kamu
akan benar-benar menyesal ketika kamu

59
menyadari apa yang kamu rasakan nanti
bukanlah sebuah kesuksesan”
(Lampu par guru meredup dan Delia meredup.
Deliakesal menyadari kesalahannya, sampai
akhirnya ia mengingat perkataan gurunya dahulu, ia
menangis tersedu tertunduk lemas bingung dengan
semua ini dan ketika ia lelah lalu menyandarkan
tubuhnya.

Adegan 3-Ruangan Kelas


(Ibu guru masih mengomeli Delia samapi Ia sadar,
ternyata Delia kembali tidur)
Guru : “Ketika kamu menganggap remeh semua
proses untuk mencapai kesuksesan, ya
dengan cara malas-malasan seperti ini,
kamu tidak akan sukses dalam arti
sebenarnya. Kamu akan benar-benar
menyesal ketika kamu menyadari saat
kamu TERTIDUR? DELIAAA, bisa-bisanya
kamu tertidur? Kamu pikir ibu sedang
mendongengkan kisah Putri Tidur?”
Delia : “(terbangun, menyadari tadi hanyalah
mimpi semata, buru-buru dia mendatangi
guru, bersimpuh lalu memohon maaf)
“Maaf Bu, Delia janji nggak akan
sombong, akan menghargai sesama
teman.”
Guru : “Kamu kenapa sih? Kerasukan Jin
Oplosan? Siapa yang sombong dan tidak
menghargai teman?”
Delia : “Eh, anu Bu, saya janji nggak akan malas
lagi bu, nurut apa yang guru-guru
katakan. Saya mau sukses bu. Sukses yang

60
tidak hanya sekedar hasil namun
menghargai proses”
(bel pengumuman berbunyi)
Op : “Pengumuman! Seluruh siswa Sekolah
Dasar Putri Bangsa dapat bersiap-siap
pulang sekolah sekarang, karena seluruh
guru akan mengadakan Rapat Bulanan.
Sekali lagi, Seluruh siswa Sekolah Dasar
Putri Bangsa dapat bersiap-siap pulang
sekolah sekarang, karena seluruh guru
akan mengadakan Rapat Bulanan. Terima
kasih”
(Lagu Sherina ‘Kembali ke Sekolah’ terdengar lagi
seluruh siswa berpamitan kepada guru begitu pun
Delia, lampu perlahan redup)

TAMAT

61
Seandainya
oleh
~Finda Rahmadaniati~
“Sinyak”

62
(Lagu mengalun lalu suaranya semakin kecil, lampu
panggung mulai menyala)
Ya, selamat malam. Selamat bermalam minggu
untuk semua yang ada di belahan bumi bagian
malam di negara mana pun—kalau mengerti dengan
apa yang Saya bicarakan—dan kota mana pun di
Indonesia Raya kita tercinta ini.
Balik lagi nih sama Saya di acara “Ngobrol Apa
Saja”, selama satu jam ke depan Saya bakal temanin
kamu-kamu di ruang dengar kamu yang asik. Seperti
di malam minggu-malam minggu sebelumnya, kita
akan ambil satu topik dan bagi kamu yang mau
ikutan gabung tinggal telepon aja ke nomor bawah
ini. Ups! Jangan khawatir bagi kamu yang gak bisa
lihat nomor di bawah ini Saya bakal sebutin kok.
Ohiya, sebagai info aja nih buat kamu karena acara
ini bisa dinikmatin live streaming. Keren kan?
Makanya Saya bilang lihat kotak di bawah ini. Nih
lihat!
Oke, karena mungkin banyak yang nikmatin via
hape jadul atau malah radio jadul, Saya bakal
sebutin nomor telepon yang bisa kamu hubungin
buat gabung di acara ini, Ngobrol Apa Saja. Catat
baik-baik ya! Sudah? Sudah kah belum? Belum?
Belum kah sudah? Oke, siap gak siap ini dia
nomornya: tujuh-lima-enam-sekian-sekian-sekian-
eks! Gimana? Udah dicatat? Oke deh, Saya ulangin
lagi nomornya: tujuh-lima-enam-sekian-sekian-
sekian-eks!
Sebelum kita masuk ke acara utama kita,
Ngobrol Apa Saja, kita dengerin dulu sama-sama
lagu satu ini. Saya bakal kasih tahu topiknya setelah
lagu yang satu ini. Enjoy!

63
(Satu lagu diputar)
Itulah lagu pembuka kita untuk malam ini. Lagu
dengan judul X ini adalah lagu yang hits banget nih
di kalangan remaja jaman dulu, eh, maksud Saya
tahun xxxx. Kalau Saya sebutin, bakal ketahuan
jadulnya nih lagu. Tapi yang terpenting adalah lagu
ini masih enak banget didengar walau ini versi
remakenya. Nah, kabarnya sih, lagu ini dibuat oleh
penulis lagu buat si vokalis. Cinta yang gak
disambut, hehe, kayak lari maraton aja. Iya, jadinya
band yang melambung karena lagu-lagunya yang
meremaja banget ini, juga bubar karena masalah
cinta itu. Si vokalis akhirnya menikah sama gitaris
band mereka. Hmm naas sekali ya? Rasanya pasti
seperti diiris pisau tipis banget, sakit bingits.
Oke deh buat pendengar dan penonton di mana
saja, Saya bakal kasih tahu topik kita malam ini.
(suara telepon)
Ah, ternyata ada yang sudah gak sabaran mau
gabung nih. Tapi, tunggu dulu, kamu-kamu harus
belajar sabar ya? Tunggu! Saya bakal kasih tahu
topiknya kok. Balik lagi ke topik kita, topik kita
malam ini adalah “Seandainya”. Kamu-kamu boleh
gabungan buat curhat atau request lagu apa saja
dengan topik “seandainya”! Sekali lagi Saya ulangi
nomor yang bisa kamu hubungin buat gabungan:
tujuh-lima-enam-sekian-sekian-eks! Juga buat info,
kamu bisa request lagu apa saja, lagu barat, lagu
timur, lagu utara, atau juga selatan. Lagu dengan
genre apa saja: jazz, keroncong, pop, rock, baju juga
boleh.
Buat ingetin kamu-kamu yang mau gabungan
jangan lupa passwordnya. Password kita setiap

64
minggu beda-beda, jadi kamu harus selalu stay tune
di XX.00. Passwordnya, kalau Saya bilang Ngobrol
Apa Saja, kamu jawab dengan “Seandainya aku…” isi
titik-titiknya dengan hal yang paling kamu inginkan.
Oke, karena belum ada yang nelepon, yang tadi
mungkin ngambek gara-gara gak Saya angkat,
sekarang kita ngobrolin tips tentang ‘seandainya’ aja
dulu kali ya?!
Kamu-kamu pasti punya cita-cita atau paling
dekat adalah keinginan panas-panas tai ayam. Kalau
udah punya yang begitu, pasti bakal ada tuh yang
namanya lamunan alias menghayal dengan segala
hal dimulai dengan kata ‘seandainya’. Contoh nih,
kamu mau nembak cewek buat yang cowok, kamu
pasti mikirin kemungkinan-kemungkinan apa aja
yang bakal kamu lakuin ama doi ‘seandainya’ dia
nerima kamu jadi pacarnya. Atau kamu yang lagi
pengen banget punya pacar buat para josti, jomblo
setia sampai mati, kamu pasti mikir ‘seandainya’ aja
aku punya pacar. Terus juga kalau kamu lagi pengen
banget beli gadget baru, kamu bakal mikir
seandainya aku punya itu.
(suara telepon)
Oke, ini penelepon kita yang pertama. Ya,
selamat malam. Ngobrol Apa Saja…
-Seandainya aku Kue.
Siapa, di mana?
-Romeo di hatimu.
Haha, terima kasih. Jawab betul-betul gak!
(hawa membunuh)
-Hehe, iya, Romei di Sekre.

65
(kembali seperti sebelumnya) Romei di Sekre,
mau ngobrol dulu atau request lagu dulu atau mau
apa nih?
-Aku mau request dulu, Mbak Saya. Lagunya
Merindu yang Selalu. Ada?
Jelas ada, itu kan yang selalu Romei request
setiap malam minggu. Saya kira kamu bakal request
lagu lain.
-Hehe, gak mbak.
Mau ngobrol apa malam ini? Kayaknya udah
gak sabar. Pasti tadi Romei kan yang udah nelpon
aja padahal Saya belum kasih tahu topiknya.
-Iya nih, Mbak Saya. Saya mau Ngobrol Apa Saja
tentang aku baru aja patah hati. Seandainya aja dia
gak selingkuh, seandainya aja aku gak sibuk sendiri
pasti dia gak selingkuh. Tapi, tapi, tapi kenapa?
Nah, itu artinya salah Romei sendiri. Kenapa
sibuk sendiri dan gak pernah perhatiin pacarnya?
Hayo! Sibuk apaan Romei? Jangan-jangan sibuk
selingkuh nih?
-Ya, enggak lah Mbak, aku nih tipe setia.
Setia apa? Selingan tiap hari?
-Gak, Mbak betulan aku setia. Mbak, aku
request nih...
Iya, udah ada lagunya kok. Lagu ini perasaan
yang lagi meluap-luap ya?
-Iya, makanya aku request lagu ini khusus buat
dia. Ini lagu kesukaannya juga sebagai ungkapan
perasaanku padanya. Semoga dia mau balikan lagi
sama aku.
Hmm udah? Itu a- (langsung ditutup, terdengar
tut tut tut) ya, udahan ternyata. Pasti kehabisan
pulsa deh Romei. Biasanya dia nelponnya lama.

66
Saya cuma mau ingetin aja nih. Buat kamu yang
mau gabungan, kamu harus dengerin radio ya!
Kalau gak, gak ada suaranya dan kita bakal halo-
haloan deh.
(suara telepon)
Halo? Ngobrol Apa Saja?
-Halo?
Iya, halo? Passwordnya?
-Halo?
Passwordnya bukan halo.
-Halo?
Iya, passwordnya?
(tut tut tut)
Sepertinya ini salah satu pendengar yang gak
disiplin. Baru aja Saya ingetin kalau nelpon harus
dengar radio biar kita gak halo-halon. Nah, buat
kamu yang mau gabungan setelah ini, jangan nakal
dan disiplin ya? ikutin peraturan dan jangan ngeyel.
Hmm belum ada penelepon nih. Kita obrolin
sesuatu yang berhubungan dengan seandainya.
Ngomong-ngomong seandainya, ada satu keadaan
nih saat ‘seandainya’ bakal jadi kata yang sering
banget diucapin, keadaan itu adalah penyesalan dan
putus asa. Apa yang kamu lakukan kalau kamu
sudah nyerah dengan apa yang kamu inginkan?
Pasti deh mernenungi nasib sambil berimajinasi liar
dengan kata seandainya.
Ngomong-ngomong lagi nih, putus asa ada
tingkatan zonanya juga loh! Yuk, Saya bakal kasih
tahu. Zona putus asa ada tiga, yaitu zona oranye
sampai merah atau putih (kalau bunuh diri). Zona
oranye masih aman, bisa diselamatkan dengan
dorongan-dorongan semangat karena masih ada

67
harapan dan keinginan di dalam hati. Kalau zona
merah? Orang yang ada di zona ini dalam keadaan
bahaya karena dia sudah gak punya niat untuk terus
berjuang dan keadaan sekitarnya gak dukung dan
gak beri semangat dan akhirnya dekat dengan zona
putih alias memilih jalan pintas alias bunuh diri.
Bahaya kan? Buat sobat Dengar Ngobrol Apa Saja,
jangan pernah menyerah mencapai keinginan
kalian.
Balik lagi ke situasi seandainya. Orang di zona
oranye akan berpikiran: seandainya aja aku lebih
gigih, dan seterusnya. Karena orang di zona ini
masih cukup aman, dia akan berangan-angan
dengan pikiran lebih positif. Terus gimana sama
orang di zona merah? Orang di zona ini hanya akan
berpikiran enaknya aja: seandainya aku dapat itu.
Orang salam zona ini hanya berpikiran untuk
langsung ke tujuan atau keinginannya tanpa usaha.
Orang di zona putih yang udah terlanjur bunuh diri
akan berpikiran seandainya aku gak bunuh diri.
Terlambat kan? Nasi udah jadi bubur. Masih
mending kalau usaha bunuh dirinya gagal dan masih
bisa diselamatkan, dia masih bisa mencapai
keinginannya. Jadi, zonanya sedikit berwarna abu-
abu. Nasi jadi bubur, walau jadi bubur bukan berarti
gak bisa dimakan kan? Nah, sobat jangan sampai
masuk zona putih. Sobat harus selalu semangat
untuk mencapai keinginan sobat.
(suara telepon)
Pas sekali. Halo? Ngobrol Apa Saja?
-Seandainya aku eek.
Wah, dengan siapa, di mana?
-Urara di Dunia.

68
Oke, Urara di Dunia pasti lagi pengen eek tapi
gak bisa ya?
-Mbak Saya kok tahu? Iya nih, udah seminggu
gak bisa eek. Sakit banget.
Kalau gitu udah ke dokter?
-Belum. Request dong Mbak.
Oke, mau request apaan?
-Terserah Mbak.
Kok terserah Saya.
-Bukan, itu judul lagu yang begini nih lagunya:
Seandainya saja aku memberimu kebebasan. Jadi,
terserah kamu Mbak.
Memangnya ada ya?
-Ada yang nyanyi bandnya Terserah.
Oke deh, sambil Saya cari. Alternatif kalau gak
ada apaan? Sambil Ngobrol Apa Saja juga boleh
sambil dicari nih.
-Hmm cuma pengen request lagu aja kok gak
pengen Ngobrol Apa aja. Yaudah kalau itu gak ada
lagunya Tornado yang Seandainya Kamu Tinggalkan
Aku.
Oke. Itu aja?
-Hmm gak sih Mbak.
Apa lagi? Urara mau Ngobrol Apa Saja?
-Gak kok, Mbak.
Terus?
-Cuma pengen ngobrol aja ama Mbak.
(Huuuuuuuu suit suit!)
Hehe, jangan yaa Urara. Banyak yang ngantri
nih.
Hmm yaudah deh…
(tut tut tut)

69
Terima kasih Urara yang ada di Dunia. Yang
Terserah Mbak kita belum ada stoknya nih. Jadi kita
putarin miliknya Tornado aja ya?
Sudah ada dua lagu nih, kita dengerin dulu lagu
yang sudah direquest Romei buat mantannya.
Semoga mantannya mau balikan lagi sama dia. Ini
dia, Merindu miliknya Selalu Ada. Enjoy~
(lagu dimainkan)
Itu dia Selalu Ada bawaannya Merindu. Lagu
yang betul-betul menyentuh hati.
Hmm gak terasa sudah setengah jam Saya
nemenin sobat semua di ruang dengar sobat yang
asik. Ngomong-ngomong, sobat lagi pada apa nih di
malam minggu ini? Buat yang punya pacar, pacarnya
dekat pastinya lagi ngdate. Buat yang pacaran tapi
LDRan pasti lagi telpon-telponan kalau banyak pulsa
dan sms-an kalau lagi gak ada pulsa itu juga
gratisan. Dan buat josti alias jimblo setia sampai
mati pasti lagi nangis di pojokan sambil dengerin
Saya ngoceh. Hehe.
Masih ditunggu buat kamu-kamu yang mau
gabungan di tujuh-lima-enam-sekian-sekian-sekian-
eks. Jangan lupa kalau mau gabungan, nelponnya
dekat sama radio Terus jangan nyaring-nyaring
volumenya biar gak storing.
Sambil nunggu penelpon berikutnya kita
ngobrolin Indonesia ke depannya. Bosan yaa
masalah cinta terus dari tadi.
(telepon)
Nah, ada yang masuk nih. Kita sambut. Halo?
Pass-
(storing)
Halo? Bisa dikecilin volumenya?

70
-Halo? (suaranya noise)
Iya, halo, volumenya dikecilin dong?
-Halo? Ngobrol Apa Saja seandainya aku kamu.
Halo? Kecilin dulu dong-
(tut tut tut)
…volumenya. Ya, volumenya dikecilin. Nah,
lihat? Eh, dengar? Tuh satu lagi penelepon gak
disiplin. Baru aja diingetin udah dilakuin. Padahal
setiap Sabtu, Saya selalu ingetin buat: kalau mau
masuk nelponnya jangan jauh-jauh dari radio, kalau
radionya pakai loadspeaker jangan nyaring-nyaring
dan jangan dekat-dekat mic biar gak storing. Masih
ngeyel aja ya?
Nah, gimana Indonesia ke depannya kalau
penerusnya aja begini? Masa mau dikasih tahu
terus? Anak bayi aja gak melulu disuapin karena
nanti dia bakal gede dan bisa makan sendiri, masa
yang udah gede mau jadi bayi lagi? Gak disiplin
sama peraturan.
Ngomong-ngomong soal disiplin dan peraturan
dan topik kita seandainya. Saya punya khayalan nih,
baru juga kepikiran: seandainya Indonesia gak
punya remaja. Apa jadinya ya? kalau itu yang terjadi
pasti Indonesia hancur ya? Kalau gak ada remajanya
berarti gak ada penerus bangsa, kalau yang tua-tua
mati… hiii ngeri ya? nah, buat sobat sekalian,
dimulai dari sekarang dan hal kecil yuk disiplinnya?
Tapi, gimana dengan pemikiran Saya yang satu ini?
Seandainya di Indonesia gak ada orang tua biar gak
cerewet? Hehe, jangan juga… bisa bahaya. Gimana
bisa ada yang muda kalau yang tua gak ada?
(telepon masuk)
(storing)

71
Halo? Volumenya dikecilin dong!
Nih, lihat! Baru aja Saya singgung dan baru aja
diomongin ada lagi yang begini.
-Halo! Halo Mbak Saya!
Iya halo? Volumenya dikecilin ya?
-Iya, udah.
Oke. Password? Ngobrol Apa Saja….
-Seandainya aku luar angkasa.
Siapa, di mana?
-Rian dia Samarinda.
Akhirnya ada yang menjawab dengan baik ya?
kenapa bisa kepikiran luar angkasa nih? Pengen ke
luar angkasa ya?
-Gak. Aku lagi patah hati. Hatiku hampa.
Ohohhhh, gitu ya. mas Rian mau Ngobrol Apa
Saja dulu atau mau request?
-Aku gak mau request aku mau ngobrol apa
saja. Bla bla bla (dipercepat)
Rian, kamu masih ada di zona oranye nih, kamu
masih mau bangkit dan memang kamu harus jalan
ke depan. Kamu harus semangat! Cari pacar lagi!
-Iya, Mbak. Ini Saya sudah ada pacar baru.
Terus kenapa sekarang cerita masa lalu?
-Gak apa-apa, pengen cerita aja.
Oke deh. Rian, masih ada yang mau di-ngobrol-
apa-saja?
-Udah lega. Makasih Mbak. Malam.
Malam Rian. Oke, makasih juga buat Rian yang
udah gabungan. Ngomong-ngomong, dari tadi
penelepon kita cowok-cowok terus ya? Mana nih
cewek-ceweknya?
(suara telepon)

72
(kaget) Hehe, suara teleponnya pas banget
masuknya bikin Saya kaget aja!
Iya, Ngobrol Apa Saja?
-Seandainya aku punya pacar.
Siapa, di mana?
-Meri di kamar.
Meri yang lagi di kamar, kenapa nih kok
kedengarannya murung?
-Iya, Mbak. Aku gak punya pacar selama lima
belas tahun.
Lima belas tahun? Memang umur Meri berapa?
-Lima belas tahun.
Berarti belum pernah pacaran yaa?
-Iya…
Oke deh, Meri. Meri harus semangat! Tiap orang
punya jodoh masing-masing kok. Meri mau cerita
atau request lagu atau dua-duanya?
-Request lagunya Siarcox
Yang mana?
-Aku Ingin Punya Pacar.
Hmm, Meri ngebet banget punya pacar ya? Meri
baru lima belas tahun kok. Tenang aja pasti banyak
yang mau ama Meri.
-Iya, ada lagunya Mbak?
Iya, ada. Mau cerita lagi?
-Udah. Tapi, kalau ada yang mau jadi pacar
Meri, SMS Meri di nol delapan delapan eks sekian
sekian satu. makasih Mbak. Selamat malam.
(langsung ditutup)
Oke deh itu dari Meri yang lagi sedih gak punya
pacar dan sedang mencari pacar. Bagi yang mau
kenalan sama Meri atau ekstrim langsung mau
pacaran sama Meri bisa langsung hubungin Meri.

73
Sambil nunggu penelepon berikutnya kita
Ngobrol Apa Saja lagi aja yukz! Seandainya,
seandainya. Ngomong-ngomong seandainya, kita
memang harus punya impian dan target yang
dicapai tapi jangan Cuma seandainya seandainya
aja. Sampai kiamat gak bakal kecapai tuh. Kita
sendiri juga harus berusaha. Asa pepatah nih,
“Lakukanlah yang terbaik, lalu tunggu takdir
mendatangimu.”
Tapi, ada yang pernah cerita sama Saya nih.
Teman Saya suka banget sama yang namanya musik,
dia suka mendengarkan lagu, dia suka menyanyi—
yah, walau sama sekali gak bagus. Tapi, dia bilang
dia gak mau berhubungan sama yang namanya
musik sama sekali karena orang-orang juga sudah
menganggapnya begitu jadi dia juga menganggap
begitu, akhirnya dia putus asa. Pernah dia punya
sisa semangat dan mau ikut sekolah nyanyi tapi
sekolah itu harus melalui tes. Dia gagal, semua juri
yang ada di situ membodohinya dengan kata-kata
kasar. Dia gak nangis, sesampainya di rumah dia
cerita sama ibunya dan ibunya malah bilang, “Sudah
ibu bilang, kamu gak ada bakat. Jadi, gak usah ikut
yang begituan.” Sekarang, dia seperti mayat hidup
yang entah harus seperti apa. Dia jadi membenci
musik, semua hal yang dia dengar dia benci. Dia
selalu bilang pada Saya: seandainya aku gak ikut tes
itu; seandainya aku gak suka musik; ah aku suka
musik karena aku bisa mendengar, kalau begitu
seandainya aku gak bisa dengar; tapi, gimana
caranya bisa bicara dengan orang? Aku juga harus
bicara, tapi kalau bicara aku selalu ingin bernyanyi;
setiap dengan musik maka dia selalu ingin

74
bernyanyi. Samabil menangis dia bilang seandainya
dia gak bisa mendengar dan berbicara.
Zona merah banget ya? Sedih banget ya, kalau
gak ada yang ngedukung begitu? Tapi, rasanya pasti
sakit banget saat mencintai sesuatu tapi harus
membencinya. Ahh, semoga sobat Dengar gak ada
yang pernah mengalami dan jangan sampai
mengalaminya seandainya saja hidup bisa dilalui
dengan lurus. Tapi, kalau gak ada beloknya jadi
hambar ya?
(suara telepon)
Oke, penelepon terakhir kita nih. Halo? Ngobrol
Apa Saja?
-Siapa suruh kamu cerita sama orang-orang!
Kenapa kamu cerita sama orang-orang di radio
begini?! (marah)
Eh, maaf. Passwordnya?
-Di saat begini kamu masih minta password?
Aku benci kamu!
(suara telepon diputus)
Nyatanya dia masih suka mendengarkan musik,
buktinya dia mendengarkan Saya siaran? Artinya,
jauh di dalam hatinya dia masih ingin hidup dengan
dikelilingi irama. Duh, Saya puitis banget ya? Tapi,
maaf buat penelepon terakhir yang sekaligus teman
Saya. Saya gak ada maksud buat menjelekkan kamu.
Ini cuma untuk berbagi kisah aja, biar sobat Dengar
lainnya bisa terus berpikir positif. Aku tahu kamu
masih berpikir positif di sela-sela keterpurukanmu.
Buat temanku, coba deh kamu ingat lagi, mana yang
lebih besar antara benci atau cinta?
Yah, udah jam setengah sepuluh nih, artinya
waktu perjumpaan kita habis. Ohya, buat Sobat

75
Dengar kalau nelepon ditanya password harus
jawab ya?! Terima kasih buat penelepon-penelepon
kita hari ini, juga buat yang lagi dengerin Saya via
radio atau live streaming. Ini beberapa lagu yang
sudah direquest. Selamat mendengarkan. Ohiya,
lagi, Saya punya khalan nih: seandainya Saya
betulan jadi penyiar radio, pasti asik ya?
Oke, sampai jumpa!
(lampu langsung mati dan musik mengalun.)

76
NOL
oleh
~ Theobaldus K.~
“Boteng”

77
Babak 1
Kelahiran anak manusia
Babak 2
Bayi beraktivitas
Babak 3
Perubahan bayi menuju anak-anak
Babak 4
Anak-anak beraktivitas mengenal ruang sekitar
Babak 5
Perubahan anak-anak menuju remaja
Babak 6
Remaja beraktivitas mengenal wanita
Babak 7
Penolakan wanita terhadap remaja menyebabkan
aktivitas menyimpang pada remaja (mengenal
miras, narkoba dan seks)
Babak 8
Perubahan remaja menuju dewasa
Babak 9
Dewasa beraktivitas mengembalikan gaya hidup
remaja yang menyimpang.
Babak 10
Perubahan dewasa menuju lansia
Babak 11
Lansia beraktivitas dan akhirnya menuju proses
kematian

Samarinda, 14 Desember 2013

78
Re.
oleh
~Theobaldus K.~
“Boteng”

79
Seperti nada. Mungkin. Hanya ada perbedaan tapi
indah. Re nada kedua seperti hidup hanya ada dua
jalan, hidup-mati, ya-gak, bagus-jelek, hitam-putih,
gelap-terang, ini-itu, gini-gitu. Harus pilih salah satu
jangan setengah-setengah, jangan di antaranya. Gak
punya pendirian. Begitu kata orang, menurut
realistisnya. Padahal kan menurut idealisme orang
lain ada pilihan ketiga, keempat, kelima di antara
kedua pilihan itu. Ya tapi kembali lagi, kita harus
hidup secara realistis kalau mau diterima
masyarakat, ian.

Brian asik memandangi seorang pelacur yang


menawarkan diri kepada seorang lelaki. Tiba-tiba dia
merasa gugup dan salah tingkah karena pelacur itu
berjalan menuju arahnya. Karena merasa gugup,
Brian pura-pura mengangkat telepon.
1. Brian : “Kenapa Kay? Oh, belum sih. Trus?
Ah, gampang aja. Apa? Halo?”
2. Re : “Kenapa Mas?”
3. Brian : “Halo? (pura-pura baru menyadari
kehadiran Re) Eh iya Mbak?”
4. Re : “Lagi ngapain?”
5. Brian : “Gak, duduk-duduk aja sih Mbak.
Kenapa ya?”
6. Re : “Itu teleponnya belum dimatikan. Ntar
pulsanya habis loh.”
7. Brian : “Hehe, gugup mbak.”
8. Re : “Emang kenapa Mas?”
9. Brian : “Apanya?”
10. Re : “Dari awal kok ngeliati trus?”
11. Brian : “Apanya yg diliati Mbak?”

80
12. Re : “Aku ngerasa ko Mas. Sudah jawab aja,
gak usah takut.”
13. Brian : “Ketahuan ya Mbak? Hehe…”
14. Re : “Ya banget lah Mas. Jadi jawabannya
apa?”
15. Brian : “Emang lagi diperhatiin banget Mbak.
Ada tugas.”
16. Re : “Intel?”
17. Brian : “Woia, polisi. Hhoho.”
18. Re : “Oh.”
19. Brian : “Gak takut?”
20. Re : “Gak.”
21. Brian : “Kok bisa?”
22. Re : “Bohong banget.”
23. Brian : “Ye, gak percaya.”
24. Re : “Emang.”
25. Brian : “Hebat ya.”
Diam. Re sedang asik melihati kondisi sekitar
sedangkan Brian asik memandangi gerak-gerik Re.
Tak lama Brian menyodorkan tangannya.
26. Brian : “Brian.”
27. Re : “Mau pake?”
28. Brian : “Oh gak sih mbak.”
29. Re : “Oh yasuda.” (sambil meninggalkan
Brian)
30. Brian : “Berapa emang sejam?”
31. Re : “75.” (sambil terus berjalan)
32. Brian : (tampak kelabakan sambil menghitung
dengan terburu-buru) “Kalau gitu aku
boking tiga jam.”
Re berhenti sejenak.
33. Re : “Mau diboking kapan?”
34. Brian : “Malam ini. Sekarang.”

81
Re kembali menghampiri Brian
35. Re : “Re. Re saja. Bukan Rere atau Rena atau
Sare atau lainnya. Cukup Re.”
36. Brian : “Rokok? (menyodorkan sebungkus
rokok) tapi aku gak pake kamu. oh,
tenang. Tetap dibayar ini setengahnya
kubayar di muka. 112 dari 225, sisanya di
belakang.”
37. Re : “Trus kalau bukan pake jadi ngapain?”
38. Brian : “Ini ambil.”
39. Re : “Gak. Jelasin dulu. Aku gak mau terlibat
macam-macam.”
40. Brian : “Hahahaha… aku bukan teroris.”
Re menatap mengharapkan jawaban lain
41. Brian : “Bukan perampok. Tenang.” (sambil
menahan ketawa)
Re kembali menatap kali ini penuh serius
42. Brian : “Tenang tenang tenang, bukan mau
ngapa-ngapain kok cuma mau
diwawancarai.”
43. Re : “Seriusan intel?”
Brian mengangguk sambil menahan bingung
44. Re : “Kirain bohong.”
45. Brian : “Hahahaha… yang ada polisi itu
introgasi bukannya wawancara.”
46. Re : “Ih, kan. Kirain. Jadi mas Brian ini
wartawan?”
47. Brian : “Bukan.”
48. Re : “Penulis?”
49. Brian : “Baru belajar.”
50. Re : “Jadi aku mau dijadikan tokohnya gitu?”
51. Brian : “Yap! Tokoh utama.”

82
52. Re : “Wah, keren dong. Boleh dong ntar
dapat satu novelnya gratis.”
Brian menggelengkan kepala
53. Re : “Ih, pelit!”
54. Brian : “Bukan, maksudnya iya ntar hasilnya
kukasih satu gratis tapi ini bukan bakal
jadi novel. Aku nulis untuk dijadikan
naskah teater.”
55. Re : “Itu lebih keren dong! Berarti main di
panggung gitu? Berarti tokoh utamanya
di panggung ntar itu seorang pelacur?
Hmm, tunggu tunggu tunggu. Berarti di
atas panggung banyak pelacur? Emang
ntar panggungnya mau dibuat kayak
lokalisasi gitu ya Mas? Atau mau dibuat
jalanan kaya di sini? Atau…”
56. Brian : “Belum tahu.”
57. Re : “Oh.”
58. Brian : “Biar santai panggil aku Brian aja. Ya
kita ngomongnya aku-kamu aja.”
59. Re : “Siap bos.”
60. Brian : “Sekarang kan masi jam dua ni, berarti
hakku sampai jam lima ya?”
61. Re : “Siap bos!”
62. Brian : “Emang biasa berhenti jam berapa?”
63. Re : “Bergantung. Kalau hari libur bisa agak
telat. Ya jam lima lah. Kalau hari biasa
paling sampai jam empat aja.”
64. Brian : “Ini kan hari Kamis. Jadi gimana?”
65. Re : “Ya mau gak mau aku ikut kamu aja.”
66. Brian : “Tapi apa gak ngerepotin ya? Kan itu
sudah masuk jam istirahat.”

83
67. Re : “Atau satu jamnya disave aja gimana?
Jadi aku utang satu jam gitu.”
68. Brian : “Seperti bisnis juga ya?”
69. Re : “Hahaha… emang iya kan, bisnis
jajanan.”
70. Brian + Re : “Hahhahahaha…”
Adegan dipercepat
71. Re : “Ya, kamu bisa bayangkan lah rasanya
itu gimana.”
hening
72. Brian : “Sejak kapan sudah ini Mbak?”
Re seperti memikirkan sesuatu
73. Brian : “Mbak?”
74. Re : “Oh iya? Apa tadi?”
75. Brian : “Kayak gini sudah dari kapan?”
76. Re : “Oh iya? Apa tadi?”
77. Brian : “Kayak gini sudah daari kapan ya?”
78. Re : “Oh, ya sudah sekitaran dari sekolah
lah.”
79. Brian : “Sekolah?”
80. Re : “Iya. SMA.”
81. Brian : “Di jalanan seperti ini? Gak takut
ketahuan teman-teman?”
82. Re : “Gak, diam-diam tapi sudah seperti jadi
rahasia umum.”
83. Brian : “Oh, iya paham. kenapa bisa dari SMA
mbak?”
84. Re : “Klasik. Biaya sekolah dan sehari-hari.”
85. Brian : “Awalnya gimana?”
86. Re : “Klasik. Sangat klasik. Awalnya dari wali
kelas waktu kelas satu. Tampak bagi
orang-orang di luar seperti seorang
bapak guru muda yang bijak, baik hati,

84
gak sombong, pintar, segalanya. Ya, benar
gak ada yang salah tapi ada yang kurang.
Dia layaknya laki-laki punya nafsu dan
seperti banyaknya lelaki yang gak bisa
menahan nafsunya. Sebenarnya aku
termasuk siswa yang bisa dibilang gak
bodoh tapi gak juga pintar. Karena aku
harus bekerja setelah kematian orang
tuaku jadi sekolah cukup terbengkalai.
Cukuplah aku di sini sebatang kara lalu
aku titipkan kedua adikku tinggal
bersama Tante di kota seberang.
Akhirnya pada persiapan kenaikan kelas
aku termasuk siswa yang terancam
tinggal kelas karena keseringan gak
masuk sekolah. Biaya SPP juga
sebenarnya aku gak lancar untuk
membayar. Untunglah ada Bapak Rio,
wali kelasku itu.”
87. Brian : “Hubungannya?”
88. Re : “Bisa kamu tebak lah. Dia bayar semua
uang SPP-ku yang mogok. Tapi, gak
segampang itu. Aku harus menjadi
tempat pelampiasannya. Hampir setahun
aku menjalani hidup seperti itu. semua
berubah waktu aku mengenal Bara.”
89. Brian : “Pacar?”
90. Re : “Iya, waktu itu. Bara seorang berengsek
yang baik. Dia tahu semua yang terjadi
antara aku dan Pak Rio tapi itu bukan
suatu masalah baginya. Setiap pulang
sekolah dia selalu menjemputku.”
91. Brian : “Bukan satu sekolah?”

85
92. Re : “Bukan. Dia sepupu temanku. Kata
temanku itu lebih baik aku sekalian
mencari pacar yang bisa seperti Pak Rio
memakaiku tapi bisa menafkahiku. Tentu
saja aku harus mencari pacar yang belum
beristri, ketimbang bersama Pak Rio yang
hanya datang padaku pada saat tertentu
dan aku pun akhirnya gak bisa meminta
lebih kan?”
93. Brian : “Ceritanya gak terlalu buruk. Apa yang
buat kamu terjebak sama pekerjaan ini?
Aku masih belum ngerti.”
94. Re : “Singkat cerita, hidupku semakin liar
karena si Berengsek yang baik itu. Bara
selalu mengenalkan dan mengajariku hal-
hal yang buruk tapi gak mengajariku cara
untuk mengendalikan hal-hal itu dengan
baik. Hidupku bahagia bersama dia. Aku
selalu tertawa, gak pernah sempat dia
membiarkan aku menangis. Bara
meninggal ditikam orang gak dikenal.
Kemungkinan orang-orang dari
lawannya. Entahlah, aku juga gak
mengerti pada saat itu. Aku pun disuruh
untuk meninggalkan kelompok Bara demi
keamananku sendiri. Kata orang
kepercayaan Bara, jangan sampai ada
orang yang tahu kalau aku adalah pacar
Bara. Biar aku sendiri aman.
Permasalahannya adalah aku gak tahu
harus hidup bagaimana. Aku gak tahu
harus hidup seperti apa. Aku gak tahu
harus hidup di mana. Terlalu banyak hal

86
buruk yang terdengar oleh keluarga dan
kerabatku. Perlu waktu yang lama untuk
mengembalikan nama baik itu. Bahkan
sampai malam ini pun waktu itu gak
cukup.”
Dua banci muncul.
95. Banci 1 : “Hei Re. sudahlah Re.”
96. Banci 2 : “Re kenapa?”
97. Banci 1 : “Eh kamu yang sopan ya sama
temanku. Kamu main kasar?”
98. Banci 2 : “Ih Re. Barang langka ni jangan
sampai lepas…!”
99. Banci 1 : “Kamu sempat-sempatnya ngomong
gitu. Kasian Re tu kamu lihat!”
100. Re : “Sudah, aku gak apa.”
101. Banci 2 : “Nah Re aja bilang gak apa.”
102. Banci 1 : “Yakin gak apa Re?”
103. Re : “Iya, gak apa. Oia, ini temanku
namanya Brian. Teman lama.”
104. Banci 2 : “Jesika.” (menyodorkan tangan ke
Brian)
105. Brian : “Brian/” (menyambut tangan)
106. Banci 1 : “Aku kira tadi pelangganmu tadi.”
107. Banci 2 : “Temannya Re ya? (berbisik ke Re)
Re, bener temanmu ya? Gak lebih kan?
Bisa dong kujadikan lebih buatku.
Hahaha…”
108. Re : “Lain. Bisa tinggali kami berdua
lagi?”
109. Banci 1 : “Oh iya bisa. Kalau ada apa-apa
teriak aja. Kami ada di pojokan.”
110. Banci 2 : “Iya mas Brian. Kalau perlu apa-apa
datangi aja di pojokan.”

87
111. Banci 1 : “Apa sih? Ayo cepat sini!” (menarik
banci 2)
Dua banci meninggalkan mereka
112. Re : “Di sini kalau ada apa-apa premannya
senang buat masalah. Hobinya mukuli
orang gitu. Aku takut juga tadi kamu jadi
korban salah pukul.
113. Brian : “Iya, makasih. Pertanyaanku salah ya
Mbak? Menyinggung ya?”
114. Re : “Santai aja. Kan sudah sama-sama
paham di awal. Kamu wawancarai aku,
aku jawab pertanyaanmu. Oia, biar sama-
sama santai kamu juga cukup panggil aku
Re. Aku-kamu.”
115. Brian : “Syukurlah.”
116. Re : “Sudah, santai aja. Pertanyaan
selanjutnya.”
117. Brian : “Hahahaha, yayaya. Gak sabaran ya?”
118. Re : “Gak pernah dibayar cuma buat ditanya-
tanya doang sih. Kan biasanya dibayar
buat dipake. Paling goyang bentar sudah
kelar. Lah, kalau ini kan kerjanya emang
lama sih tapi santai banget. Kita benar-
benar kaya teman lama. Hahaha…”
119. Brian : “Bagus dong kalau ngerasa santai.
Takutnya buat kamu ngerasa bosan.”
120. Re : “Gak lah. Eh, mau minum?”
121. Brian : “Boleh. Extra joss-susu dingin deh
satu.”
122. Re : “Dingin-dingin minumnya dingin.”
123. Brian : “Kan sudah dapat yang hangat”

88
124. Re : Apaan sih? Paling diajak juga gak mau.
Tunggu dulu ya.” (pergi untuk membeli
minuman)
Brian menelpon
125. Brian : “Halo Bang? Di mana? Wuis, dapat
dong ya... Gak tahu ya. Kayanya yang ini
beda deh. Aduh, gak ngerti juga dah Bang,
tapi tipe Abang banget dah pokoknya. Iya.
Abang mah duduk santai aja. Sip. Iya.
Hmm. Itu paham aja kok. Iya Bang. Abang
tu tua jangan keseringan begadang sudah,
ingat badan. Hhahaha…!”
Re akhirnya datang membawa minuman
126. Brian : “Kenapa gak cari pekerjaan yang lain?”
127. Re : “Hahaha, mungkin aku harus
menyebrang pulau dulu atau ke tempat di
mana orang-orang gak tahu latar
belakangku. Mana ada yang mau
menerima seorang pelacur untuk bekerja,
jaga toko pun gak ada. Sekali pelacur
tetap aja pelacur bahkan bisa membawa
penyakit sosial lainnya. Begitu pasti
pikiran orang-orang.”
128. Brian : “Gak, pasti ada. Gak semua kayak gitu
lah, pasti!”
129. Re : “Iya ada tapi pasti susah sekali. Lagian
sudah terlanjur enak sih.”
130. Brian : “Senang?”
131. Re : “Gak ada wanita yang senang kerja
seperti ini Brian. Tapi, pasti banyak
wanita yang tak bisa lepas dengan
pekerjaan seperti ini. Bisa menghidupi
keseharian.”

89
132. Brian: “Kenapa gak dilokalisasi aja re? di sini
kan gak terjamin, apalagi kesehatannya.”
133. Re : “Iya sih tapi sama seperti mereka. Kami
gak senang diatur-atur dalam urusan
kerja. Itu lah tadi saya bilang gampang.”
Terdengar suara ricuh razia.
134. SPPP 2 : “Woi! Jangan kabur kamu. Nah,
selesai kamu Nak.”
135. Brian : “Ada apa itu?”
136. Re : “Ada razia. Ayo cepat sembunyi!”
137. Brian : “Kita kabur aja.”
138. Re : “Jangan. Sini!”
Mereka bersembunyi di sekitar situ kemudian datang
orang-orang satpol PP sedang memeriksa daerah
situ.
139. SPPP 1 : “Gimana? Aman?
140. SPPP 2 : “Aman Bang. Dapat berapa?”
141. SPPP 1 : “Lumayan tu di sana lagi didata.”
142. SPPP 2 : “Wah, pesta lagi dong!”
143. SPPP 1 : “Otakmu pesta doang. Disimpan
sampai malam minggun ntar.”
144. SPPP 2 : “Lama amat, buat apa emang Bang?”
145. SPPP 1 : “Bakal ada tamu penting ntar.”
146. SPPP 2 : “Minta anggaran sama bendahara
kenapa?”
147. SPPP 1 : “Ada lah tapi gak ada anggaran untuk
hura-hura lah.”
148. SPPP 2 : “Itu orang baru ya?”
149. SPPP 1 : “Yang mana?”
150. SPPP 2 : “Itu yang rambutnya agak pirang-
pirang pink.”
151. SPPP 1 : “Iya.”
152. SPPP 2 : “Sayang banget ya, cantik padahal.”

90
153. SPPP 1 : “Semuanya juga yang di sini awalnya
cantik juga. Pengaruh kebiasaan juga jadi
kaya gitu mukanya. Tu kamu lihat si Lidya
yang pake baju kuning.”
154. SPPP 2 : “Iya iya. Kenapa?”
155. SPPP 1 : “Itu hidungnya kan pake silikon.”
156. SPPP 2 : “Tapi itu yang baru itu masih segel
gak ya?”
157. SPPP 1 : “Tahu ya. Tanya lah sendiri.”
158. SPPP 2 : “Kalau baru kena berapa ya?”
159. SPPP 1 : “Sudah dibilang gak tahu ya!?”
160. SPPP 2 : “Yaelah, jutek banget loh ya. Ada
masalah?”
161. SPPP 1 : “Kena panggilan lagi ke sekolah aku”
162. SPPP 2 : “Andi?”
163. SPPP 1 : “Iya.”
164. SPPP 2 : “Kenapa lagi emang??
165. SPPP 1 : “Anak orang lagi dipukul.”
166. SPPP 2 : “Hahaha, namanya juga anak laki-laki
Bang. Kalau gak buat masalah patut
dipertanyakan namanya.”
167. SPPP 1 : “Tapi kalau keseringan buat masalah
lebih patut dipertanyakan.”
168. SPPP 2 : “Sudahlah Bang. Gak usah terlalu
dipikirin lah. Oia, benar ya Bang besok
ngerazia anak bolos?”
169. SPPP 1 : “Iya. Kenapa?”
170. SPPP 2 : “Saran aja ni Bang. Mending besok
Andi di rumah aja, gak usah sekolah.
Saran aja loh ya Bang. Daripada besok
diantar ke sekolah eh tiba-tiba malah
sudah keluar sekolah pas baru jam
istirahat. Trus kita lagi oprasi malah Andi

91
ketangkapan. Nah, Abang juga ni kan
yang malu ujung-ujungnya. Gimana? Tapi
ini cuma saran loh ya Bang.”
171. SPPP 1 : “Aduh, benar juga ya. Tumben kamu
pintar ya?”
172. SPPP 2 : “Hehe, kan Andi sudah saya anggap
ponakan sendiri Bang.”
173. SPPP 1 : “Doyan ya dia punya om kaya kamu.”
174. SPPP 2 : “Bang, kira-kira malam ini kelar jam
berapa ya?”
175. SPPP 1 : “Emang kenapa?”
176. SPPP 2 : “Mau nonton bola lah Bang!”
177. SPPP 1 : “Biasa juga nonton di Youtube juga
kalau gak sempat nonton.”
178. SPPP 2 : “Iya sih Bang tapi kan rasanya itu kan
beda…” (memandang punya maksud)
179. SPPP 1 : “Iya, ntar kamu tidur di rumah aja.
Istriku pasti masak lebih.”
180. SPPP 2 : “Hehe, abang ngeri aja kalau tanggal
tua gini.”
Kemudian kedua petugas itu pergi meninggalkan
tempat itu untuk menghampiri petugas yang lain.
Brian dan Re keluar sambil terengah-engah
181. Brian : “Kenapa kita gak lari aja tadi?”
182. Re : “Kalau lari sudah pasti ketangkap, tapi
kalau sembunyi masih bisa beruntung. Ini
buktinya kita masih aman.”
183. Brian : “Ya untunglah selamat.”
184. Re : “Kita terlalu berdempetan. Detak
jantungmu bisa kurasakan. Ditambah
napasmu yang tersendat-sendat itu
membuatku merinding. Yakin cuma mau

92
diwawancara aja ni? Yakin gak mau
dipake?”
185. Brian : “Oh, gak gak. gak ada niat malam ini.”
186. Re : “Benarkah itu?”
187. Brian : “Pertanyaan selanjutnya apakah Anda
sudah memiliki anak?” (sambil terbata-
bata)
188. Re : “Hahahaha, gak perlu tegang dan sekaku
itu Ian.”
189. Brian : “Eh, iya. Hehe. Hmm, jadi?”
190. Re : “Belum.”
191. Brian : “Berarti belum kawin?”
Re memandang genit ke Brian
192. Brian : “Maksudku, sudah nikah?”
193. Re : “Hahaha, belum.”
194. Brian : “Oh.”
195. Re : “Belum kedua kalinya.”
196. Brian : “Apa?”
197. Re : “Ya bisa dibilang cuma suami-suamian.
Belum resmi nikah kok cuma ya sudah
seatap gitu tinggalnya. Tapi sama-sama
sepakat pisah, kami anggap itu cerai. Lucu
ya?”
198. Brian : “Hmm, gimana ya? Lucu gak ya?”
199. Re : “Hm, nakal ya?”
200. Brian : “Hhe…”
201. Re : “Kamu sudah nikah Brian?”
202. Brian : “Belum.”
203. Re : “Seriusan?”
204. Brian : “Iya”
205. Re : “Tapi kawin sudah kan ya?”
206. Brian + Re : “Hahahahha…”
207. Brian : “Hahahaha. Belum.”

93
Re memandang Brian dengan fokus.
208. Brian : “Sumpah!”
209. Re : “Ahahaha… ada ya? Jadi pecah di tangan
aja selama ini?”
210. Brian : “Iya.”
211. Re : “Cepetan diasah sudah barangmu ntar
tambah melempem loh!”
212. Brian : “Pisau kali diasah.”
213. Re : “Eh kamu itu cowok pertama yang
kukenal yang berani ngaku ngeseks
dengan tangan. Biasanya cowok itu
munafik, gengsi, gak mau ngakuan
orangnya.
214. Brian : “Re?”
215. Re : “Ya?”
216. Brian : “Bener ya cewek kalau sudah cinta
trus ngeseks itu puas gak puas tetap aja
mendesah?”
217. Re : “Hmm… mungkin?”
218. Brian : “Kok mungkin?”
219. Re : “Ya mungkin. Aku cewek tapi bukan
cuma aku satu-satunya cewek. Kalau aku
sih bisa dibilang seperti itu tapi gak tahu
ya sama cewek-cewek yang lain kayak
apa.”
220. Brian : “Kebanyakannya?”
221. Re : “Iya sih bagi kami di sini yang suda
banyak melayani lelaki.”
222. Brian : “Emang ada laki-laki yang kamu suka?”
223. Re : “Ada tapi itu dulu.”
224. Brian : “Siapa?”
225. Re : “Mantan suamiku.”
226. Brian : “Re itu nama asli ya?”

94
227. Re : “Gak. Buat pekerjaan seperti ini jangan
sampai ada yang tahu nama asli kalau
bisa. Terlalu dekat sekali dengan hal-hal
kriminal.”
228. Brian : “Oh. Siapa yang kasih kamu nama Re?”
229. Re : “Aku sendiri. Artinya nada re.”
230. Brian : “Kenapa harus nada? Kenapa gak pake
nama bintang, planet mungkin, atau nama
dewi-dewi? Kenapa juga nada re? kenapa
gak si?”
231. Re : “Seperti nada. Mungkin. Hanya ada
perbedaan tapi indah. Re nada kedua
seperti hidup hanya ada dua jalan, hidup-
mati, ya-gak, bagus-jelek, hitam-putih,
gelap-terang, ini-itu, gini-gitu. Harus pilih
salah satu jangan setengah-setengah,
jangan di antaranya. Gak punya
pendirian. Begitu kata orang, menurut
realistisnya. Padahal kan menurut
idealisme orang lain ada pilihan ketiga,
keempat, kelima di antara kedua pilihan
itu. Ya tapi kembali lagi, kita harus hidup
secara realistis kalau mau diterima
masyarakat, ian.”
232. Brian : “Wuis! Keren juga pemikiranmu ya.”
233. Re : “Biasa aja sih. Terlalu banyak lelaki yang
make aku sih. Dari yang gak pernah
sekolah sampai yang ngakunya lulusan S3
luar negeri. Dari yang tong kosong
sampai padi berisi.”
234. Brian : “Kamu gak takut dosa Re?”
Re terdiam
235. Brian : “Re?”

95
236. Re : “Kalau urusan dosa gini ya urusannya
soal Tuhan. Agak berat pertanyaanmu
Ian.”
237. Brian : “Emang kenapa?”
238. Re : “Ya ini urusannya soal Tuhan. Kita gak
tahu apa-apa kalau maunya Tuhan seperti
apa. Tapi satu hal yang kuyakini. Jadi gini,
aku mau tanya sama kamu. Ibu atau
ayahmu masih hidup?”
239. Brian : “Masih.”
240. Re : “Menurutmu, kenapa mereka gak
melarang kamu keluar malam?”
241. Brian : “Karena mereka percaya masa
depanku ada di tanganku, mungkin
mereka percaya dengan apa yang
kulakukan.”
242. Re : “Itu yang kuyakini. Orang tua aja yang
masih seorang manusia mampu berpikir
seperti itu. Masih mempunyai keyakinan
yang baik. Apalagi Tuhan. Tuhan punya
kuasa tentang hidupku, itu aja yang
kuyakini.”
243. Brian : “Oke paham. Trus kaya apa rencana ke
depannya?”
244. Re : “Apanya yang apa?”
245. Brian : “Tetap mau kaya gini?”
246. Re : “Emang aku mau ngapain lagi?”
247. Brian : “Gini, aku ada penawaran bagus.
Sebelumnya aku mau tanya dulu. Ngekos,
ngontrak, atau?”
248. Re : “Ngekos.”
249. Brian : “Daerah mana? Oh, salah. Dekat gak
dengan gedung kesenian?”

96
250. Re : “Jauh banget. Trus gimana?”
251. Brian : “Oke gini. Kan tadi kamu bilang kamu
sudah pasrah dengan hidup seperti ini.
Perlu waktu yang panjang untuk
mengembalikan nama baikmu. Nah,
sambil nunggu waktu yang panjang itu
gimana kalau kamu ikut gabung dengan
kelompokku di gedung kesenian…?”
Re menatap kebingungan
252. Brian : “Perlu keluar kota untuk menemukan
orang-orang yang gak tahu latar
belakangmu. Tapi itu percuma aja
menurutku dengan pandanganmu. Kamu
berpikir yang sudah terjadi maka terjadi
aja. Nah, makanya ikut gabung aja di
gedung kesenian. Kalau ntar ada yang
kenal latar belakangmu, ya kamu cuek
aja. Toh sudah terjadi juga. Di sana kamu
gak perlu mikirin makan. Gak ada uang
kamu bisa hidup, masih bisa makan
teratur tiga kali sehari. Penginapan di
sana juga gratis. Urusannya gampang.
Kamu cukup banting tulang di seputaran
kompleks. Tiap bulan kita selalu ada
pertujukan. Ya biar gak segampang kamu
di sini tapi paling gak hasilnya sama dan
halal. Gimana?”
Re seperti berpikir
253. Brian : “Oke. Anggap saja Tuhan sudah
membiarkan kamu memilih jalanan ini.
Kamu bertahan di sini sampai malam ini
untuk bertemu aku. Gimana? Umurmu

97
masih tergolong muda kan? Berapa
umurmu?”
254. Re : “22.”
brian terdiam
255. Re : “Jadi gimana? Jadi bawa aku gak? Ko
diam?
256. Brian : “Mau?”
Re mengangguk dan tersenyum
257. Brian : “Oke. Ayo. Apa kita perlu pamitan?”
Re menggeleng
259. Brian : “Ambil tas dan sepatumu.”
260. Re : “Uangku mana?”
Brian menatap bingung
261. Re : “Setengahnya lagi dari tiga jam?”
262. Brian : “Oh iya, benar.”
263. Re : “Jangan berpikir macam-macam.
Pertama ini sudah jadi hakku dan kedua
aku mau melunasi kosanku dengan uang
ini. Gak mungkin kan aku pergi gak baik-
baik?”
264. Brian : “Benar juga ya. Tunggu. Nah, ini 113
sisanya yang tadi. Kita ke sana. Aku parkir
mobil di sana. Takut ada yang kenal. Jadi
kosanmu di daerah mana?”
Mereka berjalan menuju mobil.
Re menunjuk satu arah
265. Brian : “Oke. Oke. Oh iya, ntar kamu akan
kukenalkan dengan seorang pekerja seni
yang sudah merubah hidupku.”
Re berhenti dan menatap kembali ke arah tempatnya.
266. Brian : “Gampang. Kita akan tetap sering ke
sini ntar. Ayo!”
Lampu perlahan redup dan panggung gelap

98
Samarinda, 18 Desember 2013

99
Seni
oleh
~Ahmad Muslih Navis~
“Kipo”

100
Di sebuah kamar di saat pagi dengan ruang kerja
yang masih kosong dan tidak ada seorang pun
berada di ruangan itu. Masuklah seorang mahasiswa
dengan rambut acak-acakan seperti baru bangun
tidur sambil membawa secangkir kopi. Dan duduk
dengan membuka laptop, menyetel musik regae
sebagai pembuka hari. Lalu membaca berita hari ini.
Mahasiswa
“Di zaman yang modern dan serba disiplin ini media
berita sudah sangat dipermudah, apa coba yang kita
tidak punya? Laptop ada, media sosial ada.
Seharusnya masayarakat lebih bermasyarakat, tidak
cuma pejabat yang merakyat.”
Mahasiswa
“Di saat pagi begini yang paling asik itu adalah
membaca berita hari ini. Ditangkap seorang
koruptor yang sudah memakan uang negeri ini
sebanya tujuh juta tujuh ratus tujuh puluh tujuh
ribu rupiah. Nah ini dia. Negara ini harus
menegakkan hukum sesuai dengan hukumnya. Dan
harus disiplin. Hukuman bagi sang koruptor adalah
hukuman mati. Baguss… ini dia yang harus
ditegakkan.”
Mahasiswa
“Lagi, seorang pembunuh ditangkap setelah buron
selama dua hari. Hal ini terbukti karena sidik jari
ditemukan pada alat tersebut. Pembunuh itu
dihukum seumur hidup. Nah ini saya suka. Negara
ini semakin tegak hukumnya. Semakin jelas tegas.”
Pacar Mahasiswa
“Haduh apa sih pagi-pagi sudah teriak-teriak
kegirangan kayak dapat beasiswa kaltim cemerlang
saja!”

101
Mahasiswa
“Heits. Ini lho Yank berita yang sangat
menyenangkan aku dari hari ke hari. Negara kita
semakin hari semakin tegas menyikapi sesuatu. Ini
kan yang semua kalangan mau, termasuk
mahasiswa seperti kita ini. perjuangan kita demo itu
tidak sia-sia. Semua berjalan dengan lancar. Negara
menjadi aman. Hukum yang tidak pandang bulu dan
tidak lagi tajam ke bawah tumpul ke atas.”
Pacar Mahasiswa
“Haaaaah terserah deh itu memang perjuangan kita
bersama teman-teman.” (acuh)
Mahasiswa
“Kamu kenapa to? Menanggapi hal ini selalu saja
dengan wajah yang sebegitu cueknya.”
Pacar Mahasiswa
“Ya ga tahu yang pasti semakin lama akhirnya
semuanya jadi kaku dan malah yaaaahhh gitu lah…”
Mahasiswa
“Ya tidak masalahlah yang penting keaadilan harus
ditegakkan. Toh juga presiden kita ini terkenal
ekstrim dalam menyikapi hal-hal kriminal atau hal
yang tidak sesuai dicintai oleh masyarakat. Karena
dia dari orang miskin, dan tahu bagaimana saat
menjadi orang kaya itu harus tegas.”
Pacar Mahasiswa
“Ia tapi tidak kaku begitu kan? Masa salah parkir
saja harus dihukum dengan kurungan penjara lima
tahun, itu kan keterlaluan lebay!”
Mahasiswa
“Ia itu kan hanya awal saja efek kapoknya dibuat
lebih besar jadi benar-benar berpikir dua kali agar

102
tidak melakukanya. Toh juga akan dapat remisi yang
besar kok.”
Pacar Mahasiswa
“Ia aku ngerti dengan hal itu tapi, keterlaluan kalau
masalah seperti itu harus menjadi besar, sepi lah
kota ini kalau hukumanya seperti itu semakin
banyak orang-orang dipenjara. Bikin penuh penjara
saja!”
Mahasiswa
“Ia sudahlah tidak masalah yang penting kan kita
tidak melanggar aturan-aturan itu, karena kita
hidup dalam kedisiplinan. Dan kita tahu aturan kan
Sayaaaaaannnggggg.... btw kamu mau makan apa
hari ini?”
Pacar mahasiswa
“Sudah jangan merayuku.”
Mahasiswa
“Yah ga apa-apa kan? Ini simulasi keluarga kita yang
bakal kita bangun”
Pacar Mahasiswa
“Ia kumpul kebo?”
Mahasiswa
“Tidak salah kan? Tidak ada undang-undang yang
mengatur kumpul kebo, kita tidak ngapa-ngapain
juga kan, toh orang tua kita setuju, ia kan? Kamu
mau aku nyanyikan lagu apa?”
Pacar Mahasiswa
“Sudah jangan mengalihkan isu, kayak pejabat saja.
Aku mau makan nasi goreng buatanmu yang enak!”
(judes)
Mahasiswa
“Jangan judes begitulah? Mana senyumnya kalau
minta dimasakin?”

103
Pacar Mahasiswa
“Iya Sayang buatin nasi goreng yang enak ya? Owh
ia nyanyikan lagu Dua Sejoli dong. Aku kangen
dengan lagu mu itu yang pertama kali kamu
nyanyikan.”
Mahasiswa
“Halah bilang aja ga pengen aku cepat-cepat
memasak sehingga aku bisa duduk lama-lama di sini
menemani kamu iya kan?”
Pacar Mahasiswa
“Nyanyikan ga?”
Mahasiswa
“Iya aku nyanyikan, Judes.”
(Mahasiswa menyanyikan lagu)
Pacar Mahasiswa
“Haduh jadi nostalgia saat kita pertama mencinta.
Sudah berapa lama ya kita berdua?”
Mahasiswa
“Sudah dua tahun Cintaku... ga terasa ya? Hubungan
ini menurutku sangatlah indah. Tidak ada yang tidak
bisa kita lewati kan?”
(hiruk pikuk percintaan ini semakin mesra mereka
duduk semakin dekat)
Pacar Mahasiswa
“Iya semoga ini bisa sampai tua ya Cinta? Aku
mencintaimu.”
Mahasiswa
“Ah masa sih?”
Pacar Mahasiswa
“Mesti begitu. Kamu itu senang betul merusak
kemesraan kita dengan tingkah konyol.”
Mahasiswa
“Iya iya sini dekat lagi sama Aa’.”

104
Pacar Mahasiswa
“Jangan gitu lagi aku lagi kangen sama
keromantisanmu. Jangan nyebelin lagi ya?”
Mahasiswa
“Aku mencintaimu.”
Pacar Mahasiswa
Aku juga mencintaimu!
Lampu fokus di sofa adegan mereka hampir
ciuman lalu tiba- pecah karena ada polisi yang
mendobrak pintu dan menangkap sang laki-laki
Mahasiswa
Ada apa ini Pak saya salah apa?
Polisi
Keteranganya di kantor saja.
Lampu padam. Perubahan seting menjadi ruang
pengadilan dengan hakim

ADEGAN 2
Ruang pengadilan dengan banyak wanita dari
aliansi hak wanita
Hakim
Kasus saya buka
Penuntut
Hadirin yang terhormat serta hakim yang saya
cintai. Saya akan mewakili aliansi hak wanita yang
menuntut seorang mahasiswa berjenis kelamin laki-
laki atas tuduhan penyalahgunaan fasilitas umum
serta pembunuhan seorang anggota aliansi hak
wanita. Seorang mahasiswa ini telah membunuh
serang wanita secara tidak langsung. Akibat
mahasiswa ini seorang wanita telah meninggal
dunia dua hari yang lalu karena infeksi saluran
kencing yang disebabkan menahan kencing.

105
Hakim
Silakan dari pembela!
Pembela
Salam hangat dari saya pembela seorang mahasiswa
dengan tingkat atas dengan IP teratas. Dengan jelas
saya menolak tuduhan dari sang penuntut serta
aliansi hak wanita. Menurut undang-undang yang
seharusnya dihukum adalah sang penuntut. Karena
sudah mengambil hak sang mahasiswa untuk
belajar dan mendapat pendidikan yang layak. Ini
jelas melanggar Bapak hakim yang terhormat. Ini
hanya masalah kecil yang dibesar-besarkan oleh
aliansi hak wanita pak. Mahasiswa ini hanya kencing
di toilet wanita.
Penuntut
Intrupsi Pak!
Hakim
Intrupsi saya tolak, silakan lanjut Pembela.
Pembela terima kasih bapak hakim yang saya
hormati. Sang mahasiswa seharusnya mendapat hak
untuk buang air kecil dengan benar, mahasiswa ini
buang air kecilnya tetap di toilet, bukan di tempat
umum, dan juga sang mahasiswa tidak membunuh
secara langsung wanita ini. Ini penyakit yang
diderita oleh sang wanita sejak lama. Menurut data
biografi hidup sang wanita yang meninggal ini, dia
sudah mengidap penyakit ini jauh sebelum dia
berkuliah, ini jelas penyakit yang dia datangkan
sendiri, bukan dari sang mahasiswa Pak!
Penuntut
Interupsi bapak hakim!
Hakim
Interupsi saya terima.

106
Penuntut
Terima kasih Bapak hakim yang saya hormati.
Menurut undang-undang 455 pasal 13 tentang
penggunaan fasilitas umum yang berbunyi: “Warga
negara mendapatkan hak fsisitas untuk digunakan
sesuai dengan jenis, fungsi dan kegunaanya.”
Ini jelas mahasiswa ini tidak menggunakan toilet
sesuai dengan kegunaanya, toilet itu jelas-jelas
untuk wanita, sedangkan laki-laki ada di sebelahnya.
(peserta sidang)
Benar itu mengambil hak wanita jelas, itu
mahasiswa tidak berpendidikan sialan!
Hakim
(mengetuk palu) Tenang peserta sidang ini sidang
yang terhormat. Penuntut silakan lanjutkan!
Penuntut
Terima kasih Bapak hakim yang terhormat. Hal ini
sudah mengambil hak korban untuk buang air kecil
dengan semestinya. Dan korban tidak menggunakan
toilet laki-laki karena sadar akan undang-undang.
Dan jelas bapak hakim adalah pembunuhan apa
bedanya dengan mencuri barang dan membunuh
sang pemilik barang.
Pembela
Interupsi bapak hakim! (peserta sidang bersorak
huuuu)
Hakim
(mengetuk palu) Tenang peserta sidang ini sidang
yang terhormat. Silakan pembela!
Pembela
Mohon maaf Bapak hakim dan terima kasih,
menurut saya kalau ini adalah sebuah pembunuhan,
ini adalah pembunuhan tidak langsung, bukan

107
pembunuhan berencana atau pembunuhan dengan
sebab dari kedua belah pihak, bukan juga
pembunuhan karena kontak fisik pak. Saya ingatkan
sekali lagi dengan lantang ini adalah pembunuhan
yang tidak disengaja. Lagi pula sang mahasiswa juga
sedang menghadapi ujian dan memang waktu yang
diberikan oleh dosen untuk mengerjakan memang
sangat sempit. Ini seharusnya ada toleransi.
(hhhhhuuuuuuuuuuuuuu peserta bersorak lagi dan
ricuh)
Hakim
(mengetuk palu) Tenang peserta sidang ini sidang
yang terhormat. Peserta diharap tenang. Silakan
dilanjutkan
Pembela
Ini jelas-jelas tidak rasional pak mahasiswa ini
memang sedang di buru waktu dan dalam keadaan
yang terdesak. Pada tanggal itu dan jam 10 siang
mahasiswa ini memang sedang menghadapi ujian,
begitu Bapak hakim silakan dipetimbangkan, sang
mahasiswa hanya ingin memenuhi kewajiban dia
sebagai mahasiswa. Lagi pula undang-undang itu
pun dimaksudkan bukan kepada jenis kelamin tapi
masalah penggunaan dan fungsi, artinya kalau sang
mahasiswa menggunakan toilet untuk makan
barulah boleh dihukum.
(Kondisi sudah mulai ricuh)
Penuntut
Interupsi Pak, menurut saya ini jelas pengalihan
nilai ketegasan undang-undang karena menurut
saya keadaan seperti ini sudah kelewatan
mahasiswa ini sudang mengambil hak para wanita,

108
tidak hanya hak untuk buang air kecil tapi juga
merenggut nyawa sang wanita itu.
Pembela
Tidak Bapak hakim yang terhormat, ini jelas-jelas
penyalahan gunaan undang-undang yang dilakukan
aliansi hak wanita.
(aliansi hak wanita tidak terima cek cok tidak
terelakan)
Hakim
Tennnaaaaaannnngggg! Sidang saya tunda dua hari
mendatang!

ADEGAN TIGA
Kondisi di ruang penerima tamu penjara. Sang
mahasiswa bertemu dengan sang pacar.
Pacar Mahasiswa
Apa kabar kamu di dalam sayang?
Mahasiswa
Yah begitulah semua ini tidak masuk di akal,
bagaimana bisa manusia dihukum negara karena
sesuatu hal yang menurutku tidak logis. Ini cuma
masalah kencing lho Yank!
Pacar Mahasiswa
Aku juga hampir tidak habis pikir. Tapi ya mau
gimana lagi usahaku sudah aku lakukan aku sudah
mencarikan pengacara terbaik untukmu. Tapi aku
mau tanya satu hal ke kamu, benar kamu saat itu
sedang kebelet banget?
Mahasiswa
Ya iyalah aku kebelet banget lagi pula di toilet laki-
laki ada orang yang aku tidak tahu siapa, saat keluar
aku sudah lihat orang ribut-ribut ya aku cuek saja

109
soalnya kan lagi ujian hari itu. ketegasan yang tidak
bertanggung jawab.
Pacar Mahasiswa
Yah kan itu sudah tidak perlu kita bahas lagi,
bukanya waktu kita jadi aktivis ini yang kamu mau,
jangan ditolak sayang di jalani saja. Kamu pasti
bebas kok, walaupun aku wanita aku tetap dukung
kamu karena masalah ini agak ga rasional.
Mahasiswa
Aku mencintaimu!
PACAR MAHASISWA
Aku juga mencintaimu!
Mahasiswa
Kamu ga tersinggung dengan apa yang aku lakukan?
Pacar Mahasiswa
Aku ga tersinggung, cuma aku jujur terkadang ada
hukuman psikologi dari orang-orang. Aku agak malu
untuk menahan bahwa orang yang aku sayangi
seorang penjahat kelamin. Kamu dikatakan
‘penjahat kelamin’ lho Cinta!
Mahasiswa
Apa penjahat kelamin?
Pacar Mahasiswa
Ia penjahat kelamin!
Mahasiswa
Aku tidak menghamili siapa-siapa. Aku tidak
sembarangan tidur dengan wanita.
Pacar Mahasiswa
Iya aku paham tapi orang tidak mau paham, Cinta.
Aku harus gimana? Aku ga bisa berlama-lama
dengar selentingan itu!
Mahasiswa
Apakah kamu mencintai seperti kemarin?

110
Pacar Mahasiswa
(diam dan dipotong oleh sipir mengatakan waktu
sudah habis)
Lampu padam dan seting berubah kepada setting
ruang pengadilan

ADEGAN 4
Hakim
(Hakim mengetuk palu)
Sidang saya buka kembali!
Pembela
Bapak hakim yang terhormat saya ingin
menghadirkan saksi yang bisa membuktikan bahwa
sang mahasiswa sedang ujian.
Hakim
Silakan.
Pembela membacakan biografi dan penuntut
bertanya
Penuntut
Apa benar kamu berada di ruang kelas bersama
dengan terdakwa?
Saksi 1
Ya benar saya satu kelas dan berada di kelas waktu
itu.
Penuntut
Apa benar tanggal 24 agustus 2020 pada jam 10.00
sedang berlangsung ujian dengam mata kuliah
Profesi Pendidikan?
Saksi 1
Benar Pak.
Penuntut
Apa kamu tahu siapa yang berada di dalam toilet
laki-laki pada hari itu?

111
Saksi 1
Saya benar-benar tidak tahu pak!
Penuntut
Ya cukup. Ya saya sudah mendapt bukti bahwa
memang terjadi ujian pada jam dan tanggal tersebut.
Tapi mohon maaf Bapak hakim dan hadirin saya
juga memiliki saksi bahwa mahasiswa ini sudah
memasuki toilet wanita.
Hakim
Silakan dibawa kemari.
Pembela
Ya saya akan bertanya, tolong Anda jawab sesuai
dengan fakta yang ada dan jangan mengarang. Apa
benar Anda berada bersama sang korban saat
kejadian?
Saksi 2
Benar Pak.
Pembela
Untuk apa kamu di sana?
Saksi 2
Saya hari itu diminta menemani dia ke toilet Pak
karena dia takut sendirian.
Pembela
Kamu lihat mahasiswa ini keluar dari toilet?
Saksi 2
Iya pak saya lihat dia keluar dari toilet.
Pembela
Anda tahu kalau di toilet laki-laki ada siapa?
Saksi 2
Saya tidak tahu siapa di dalam pak tapi memang
saat itu pintu toilet laki-laki sedang tertutup
Pembela

112
Ya Bapak hakim saya selesai. Ia menurut saya
kehadiran saksi pada sidang kali ini tidak
membuahkan apa dan hanya membuktikan kondisi
di tempat dan mereka orang yang tidak tahu apa-
apa. Menurut saya ini hanya kebetulan dan tidak
disengaja. Lagi pula apa yang harus dilakukan saat
anda semua kebelet untuk buang air kecil? Jelas ke
toilet. Dan ini sudah di ujung tanduk maka klien
saya memutuskan untuk menggunakan toilet
wanita. Lagi pula apa salahnya menggunakan toilet
wanita, toh pemberian fungsi dari kedua toilet itu
juga adalah orang-orang yang berada di sana.
Penuntut
Interupsi Pak!
Hakim
Silakan.
Penuntut
Anda melupakan kasus kenapa sampai undang-
undang ini lahir, Anda tidak ingat dengan kasus
kehamilan tanpa ayah, dan kebetulan korban malu
dari kejadian ini adalah keponakan dari presiden
kita tercinta. Wanita itu hamil karena membasuh
kemaluanya di toilet laki-laki yang ternyata terdapat
air mani karena toilet tersebut digunakan untuk
onani?
Pembela
Lantas laki-laki itu tidak dihukum seperti klien
saya?
Penuntut
Itu karena undang-undang ini belum lahir?
Pembela
Saya ingat ini adalah rekomendasi dari bapak
presiden langsung.

113
Penuntut
Nah itu anda ingat brarti sudah selesai sidang ini
dan mahasiswa terbuktui bersalah.
Pembela
Tidak semudah itu, ini bukan cerita kehamilan. Ini
hanya keinginan hak manusia untuk buang air kecil.
Penuntut
Tetap tidak bisa, ini kasus pembunuhan juga. Anda
ingin begitu saja melupakan hak wanita untuk
buang air kecil juga?
(suasana sidang memanas dan peserta juga ricuh)
Pembela
Mohon maaf bapak hakim ini jelas menyudutkan
klien saya.
Hakim
Tenang atau sidang saya tunda kembali! Pembela
dan penuntut jangan berbicara kalau tidak saya
persilakan! Pembela lanjutkan!
Pembela
Iya terima kasih Bapak hakim. Iya ini jelas berbeda
dengan kasus yang terjadi terhadap keponakan
presiden kita tercinta. Dan ini jelas hal sepele dan
memenangkan hak asasi laki-laki. Ini jelas aliansi
hak wanita berlebihan dalam menyikapi kondisi
yang ada.
Penuntut yang meninggal itu adalah ketua aliansi.
Wajar saja kami marah
(benar laki-laki itu bisanya menindas, toilet saja di
ambil dari hak kami)
Mahasiswa
Diaaaaaaaammmmmm!
Saya tahu saya salah sudah mengambil hak toilet
dan buang air di toilet wanita. Tapi ini keterlaluan

114
saya tidak pernah punya niat membunuhnya. Saya
tidak punya niat bahkan saya juga tidak tahu kalau
wanita yang mati itu ada mengantri di sana.
Hakim
Jaga sikap Anda atau saya tambah tuduhan kamu
karena telah menghina sidang kita.
Mahasiswa
Saya tidak peduli. Toh saya juga sudah dihukum di
masyarakat sebagai penjahat kelamin, karena telah
mengunakan kelamin saya untuk kencing di toilet
wanita. Hukuman dari masyarakat sudah begitu
besar. Lebih baik saya dipenjarakan bertahun-tahun
dari pada harus menerima cemooh dari masyarakat!
Hakim
Anda sudah keterlaluan, sidang saya tunda selam
lima menit setelah itu saya akan membacakan
lembar hukuman.
Rapat di pending lima menit
Hakim
Kami dari pihak pengadilan sudah memutuskan
bahwa mahasiswa akan dihukum dua tahun karena
sudah menghina persidangan yang terhormat, serta
ditambah satu tahun karena kasus pembunuhan
tidak terencana. Serta hukuman tiga tahun karena
menggunakan toilet wanita.
(palu akan diketuk tiba-tiba)
Pacar Mahasiswa
Saya tidak sepakat.
Hakim
Apa-apaan ini?
Pacar Mahasiswa
Saya ingin menggunakan hak saya berbicara sebagai
warga negara. Laki-laki ini tidak layak dihukum.

115
Kalau Anda memutuskan untuk menjatuhkan
hukuman, maka Anda diskriminasi gender, anda
mengutamakan wanita, padahal dia yang salah
untuk menunda air seninya. Kenapa Anda salahkan
orang yang kebetulan ingin kencing. Kalau dia juga
mati karena menahan kencing bagaimana? Siapa
yang mau bertanggung jawab?
Sayalah yang mengunakan toilet laki-laki!
Mahasiswa
Sayang?
Pacar Mahasiswa
Iya saya yang menggunakan toilet laki-laki karena di
toilet perempuan ada teman saya yang sedang
buang air kecil. Saya juga mengidap infeksi saluran
kencing sehingga saya harus segera kencing. Sayalah
yang bersalah. Kalau ingin dihukum, hukumlah saya
karena saya yang bersalah atas semuanya. Dan saya
juga sudah menghina Anda sebagai hakim di dalam
ruangan ini.
Mahasiswa
Tidak dia bohong! Sayang kamu apa-apaan sih
begini?!
Pacar Mahasiswa
Akulah yang melakukanya, maaf sudah membuat
kamu begini Sayang. Biarkanlah aku yang dihukum
oleh hukum yang kaku ini, biarkan aku hukum
diriku karena telah membuat kamu di cemooh
masyarakat. Apakah kamu mencintaiku seperti hari
kemarin?
Mahasiswa
Iya aku mencintaimu.
Pacar Mahasiswa

116
Baiklah. Hukumlah saya wahai Bapak hakim yang
terhormat. Saya yang bersalah. Dan saya tidak perlu
sebuah pembelaan. Jebloskan saya ke penjara!
Mahasiswa
Sayang kenapa harus kamu?
Pacar Mahasiswa
Aku tdak takut masuk penjara karena aku yakin
kamu akan menjengukku setiap hari, demi cinta.
Silakan bapak hakim bacakan lembar pidana itu
Hakim
Pengadilan memutuskan bahwa mahasiswa akan
dihukum dua tahun karena sudah menghina
persidangan yang terhormat, serta ditambah satu
tahun karena kasus pembunuhan tidak terencana.
Serta hukuman 3 tahun karena menggunakan toilet
laki-laki
(palu dipukul tiga kali, pukulan ketiga lampu mati)

117
Ina
oleh
~Arditiya~
“Kurab”

118
Orang 1 : Siapa yang ngomong Pak?
Orang 2 : Masa saya? Tidak mungkin kan?!
Orang 1 : Maaf Pak, saya tidak menuduh, tapi mana
mungkin dia berkata seperti itu jika tidak
ada yang menginformasikan?
Orang 2 : Saya lagi? Begini saja, mungkin dia
mencari kata-kata dari buku, internet
atau dapat wahyu dari Tuhan seperti nabi
Isa.
Orang 1 : Aneh! Pantas saja dia seolah bisa
menghidupkan pembelaan-pembelaan
baru.

Seseorang masuk.
Orang 3 : Spadaaaaaa… siapa yang ada di dalam?
Orang 1 : Bangsat… benalu itu lagi! (berbisik)
Orang 3 : Hallo Bung Sukar, bagaimana kabar
liburan Anda? Ada stok baru dari Pulau
Timur? Mantap kan?
Orang 1 : Eh Makelar, saya masih ada tamu, tunggu
dulu di luar!
Orang 3 : What? Oh…begini saja Bung Sukar yang
bijaksana, saya di sofa saja bagimana?
Orang 1 : (tidak menggubris) Saya sampai mana ya
tadi Nyonya Mega?
Orang 2 : (bingung) Iya, tidak masalah Pak, yang
terpenting saya mau ini diusut tuntas
untuk mencari solusi yang terbaik, dan
saya sekalian pamit dulu Pak.
Orang 1 : Oh... iya, iya, Nyonya. Saya berterima
kasih sekali karena Nyonya mau
menyambangi saya, apalagi saya

119
terkesima pada hari ini, dengan warna
baju Nyonya yang terlihat ngejreng.
Orang 2 : Mencoba merayu banteng? (bergegas)
Orang 1 : (mencium tangan orang 2) Selamat jalan
Nyonya.
Orang 3 : Gila… hasil tangkapan survei di mana
Bung?
Orang 1 : Kamu pikir dia siapa? Hati-hati jika bicara,
ini negeri dengan media komersil
tercepat, bisa diliput media bayaran
kamu. (menelpon)
Orang 1 : Fatma, panggil Bowo untuk ke ruangan
saya.
Orang 5 : Siap Pak. Oh iya, kapan?
Orang : Besok malam saja, saya lagi sibuk
seharian ini.
Orang 5 : Minum obatnya ya Pak!
Orang 1 : Uloooo… (menutup telepon)
Orang 3 : S.p.i.l.i.s Bung.
Orang 1 : Efek suntikan dokter itu jawabannya jok,
sudahlah.
Orang 3 : (tertawa) Jancuk..
(ketukan pintu)
Orang 4 : Tuan yang budiman, apakah Tuan
memanggil saya dan apa sekiranya yang
dapat saya siapkan?
Orang 1 : Makan, tuak, cuci mulut, cerutu dan
tempat makan favorit saya, jangan lama!
Orang 4 : Selalu siap melayani Tuan. Saya pergi
dulu. (beranjak)

Podium khotbah

120
Orang 2 : Saya tetap menjadi pelayan untuk Anda
semua, saya akan berusaha menjadi yang
terbaik untuk Anda, dan selamat
bekerjasama.
Orang 5 : Baik, bagi para pemegang saham, ada
yang ingin dipertanyakan?
Orang 6 : Lalu, bagaimana kita menciptakan anjing
untuk menjaga kedaulatan para babi Bu?
Orang 2 : Pak Tano, Anda tidak perlu khawatir,
karena anjing-anjing yang menjaga
kedaulatan para babi itu sudah dilatih
dari segi pola pikir dan otot mereka
untuk patuh pada panglima mereka,
untungnya kita semua telah
membicarakan hal itu baik-baik.
Orang 6 : Spektakuler.
Orang 5 : Selanjutnya?
Orang 7 : Saya Bu, saya ingin menyampaikan
bagaimana bagi anjing yang bergamis
ketika berteriak tentang kandang-
kandang remang ketika nanti ada?
Orang 2 : (cemas) Oh, begini sementara saya belum
memikirkan untuk itu, yang pasti rencana
jangka pendek saya, saya akan memanggil
Mensiur Qitomer untuk duduk bersama
dengan Gus’ar agar masalah ini dapat
selesai, semoga beliau masih ada.
Orang 8 : Ibu, saya berpendapat berikan saja
mereka kejayaan yang mereka agungkan
untuk mengelabui konsentrasi mereka
tentang kandang-kandang remang kita.
Orang 2 : Iya, itu juga bisa menjadi opsi yang
menarik, tetapi saya memang harus

121
menutup helai-helai warna rambut saya
terlebih dahulu untuk dapat
menumpahkan bir ke tenggorokan
mereka.
Orang 7 : Saya sepakat. 100 persen saham untuk
kandang itu, jika semua sesuai rencana.
Orang 2 : (tersenyum) Merdeka.
Orang 5 : Baik, hadirin karena sudah 69 tahun kita
berdiskusi untuk membahas rencana
untuk mega proyek ini, kita harus sama-
sama meyakinkan diri kita untuk tetap
bersama sama menyukseskan ini semua.
Dan untuk menjalin keakraban kita
semua, mari kita salat secara berjamaah
dengan imam kita yaitu Ibu Mega.
Orang 4 : Tuan, mohon ampun beribu ampun, tuak
yang berkualitas super dengan campuran
cairan abadi dari Nyonya Ani belum bisa
saya hidangkan, seluruh persediaan habis
untuk satu abad ini tuan.
Orang 2 : (terkejut) Keledai dungu, siluman tapir,
anoa cacat, bodoh kamu! Kenapa bisa?
Orang 4 : Ngapunten Tuan Sukar yang bijaksana,
karena hampir satu abad ini Tuan belum
pernah tidur bersama Nyonya Ani lagi.
Orang 2 : Jancuk! Pergilah!
Orang 3 : Bung, saya yakin jika Yono akan berhasil
dalam penyelesaian masalahnya dengan
isu miring tentang proyek kita.
Orang 2 : Saya memang percaya dari awal tentang
terpilihnya Yono sebagai humas dari
proyek kita, kepiawaiannya dalam
mengatur bahasa menjadikan dia sebagai

122
hubungan maksiat yang terlihat
menawan.
Orang 3 : (tertawa) Oh, iya Bung bagaimana anda
bisa bertemu siapa itu yang minggu lalu
datang ke kantor?
Orang 2 : Nyonya Mega? Kenapa? Jangan berpikir
macam-macam kamu.
Orang 3 : Saya pernah bertemu dengan dia di Mall
Papaya dua rasanya setelah diingat-ingat,
dia sudah bersuami?
Orang 2 : Dia belum bersuami.
Orang 3 : Saya sudah menduganya, sudah berapa
lama?
Orang 2 : Sebatas rapat di atas ranjang, tidak lebih.
(Bowo mengasah pisau dan menyelesaikan
kegiatannya memotong angsa)
Orang 4 : Jika bumbu ini pas, pasti rasanya akan
enak, belum lagi ini adalah hari terakhir
Tuan makan angsa betina yang sudah
mengandung. Tuan akan merasa terbang
ke awan-awan dan merasakan indahnya
beristirahat.
Orang 1 : Dua jam kamu masak Wo, lama betul?
Mau saya pecat lagi?
Orang 4 : Sebentar Tuan, bumbunya masih diatur
sedemikian rupa untuk menciptakan cita
rasa yang sesuai Tuan inginkan.
Orang 9 : Ada apa Sayang? Kenapa rumah ini
seperti panggung drama? Penuh dengan
orang-orang yang berteriak-teriak?
Orang 1 : Tidak Sayang, ini hanya persoalan kecil
yang sudah sangat biasa kan? Mau ke
mana?

123
Orang 9 : Mempersiapkan segala sesuatu untuk
perpisahan kita, aku akan berangkat ke
KUA.
Orang 1 : Kita pastikan semua harus dalam keadaan
terus diliput media. Oke Sayang?
Orang 9 : (bergegas) Yayayaya, aku berangkat dulu
wahai Bung Sukar yang cinta pada
tongkatnya.
(jumpa pers)
Orang 2 : Iya, jika proyek ini berhasil, maka saya
akan berusaha untuk tetap bersabar,
karena masa uji coba proyek ini juga di
atas 60 tahun.
Wartawan : Tapi Ibu sudah yakin untuk berhasil
dengan rencana yang sudah sebesar itu?
Orang 2 : Sudah tentu, semua juga dorongan dari
kawan-kawan yang ada di sini, ya pada
intinya kita sama-sama berdoa saja lah.
Wartawan : Tapi bagaimana dengan para donatur
yang telah meyokong proyek ini? Apa
tanggapan mereka Bu?
Orang 2 : Iya, sebentar ya kawan-kawan.
(mengangkat handphone) Iya Nyonya
Fatma, saya akan segera menemui Anda,
saya sebentar akan menuju ke sana.
Orang 9 : Bagaimana Nyonya Mega? Semua dapat
kita laksanakan sesuai dengan rencana?
Orang 2 : Semua sudah beres dan rapi. pinjaman
untuk proyek ini juga sudah fiks, teknisi
untuk memberantas buta huruf bagi babi
yang sudah lanjut juga sudah fiks,
kandang-kandang konsultasi kesehatan
dengan tenaga pengangguran yang kuat

124
dalam pencitraan juga sudah fiks, atau
lahirnya anak-anak babi yang berkualitas
dan siap kirim juga sudah fiks, itu berkat
obat kuat yang kita juga sudah bicarakan
Nyonya. Oh dan yang perlu diingat saya
juga telah membuat rumah tahanan bagi
para babi yang makan tidak sesuai
dengan porsinya dengan bagus, artinya
saya buat fleksibel.
Orang 9 : Menarik sekali Nyonya, dan untuk
masalah perceraian saya juga sudah
selesai.
Orang 2 : (terkejut) Benar begitu Nyonya? Saya
sungguh turut bersedih, tetapi tetap
bersemangat kan Nyonya?
Orang 9 : (tersenyum)
(dalang masuk ke panggung, menceritakan bahwa
terjadi sebuah pertemuan untuk
membahas hubungan yang serius antara
Nyonya Mega dan Bung Sukar dan
mereka menjadi orang yang sukses)
Orang 4 : Tetap saja resep ini gagal, dan mau
sampai kapan saya harus menjadi
pemuas nafsunya Tuan Sukar?
Pengamen : Jadi kau tidak jadi merampas harga
dirimu lagi?
Orang 4 : Nasibku menjadi babu mungkin.
(menangis)
Pengamen : Semua pasti ada jalannya sahabatku.
(menangis)
(di kantor)
Orang 1 : Edan! Saya tidak menyangka bahwa
proyek ini sudah berjalan sebaik ini.

125
Selamat bagi peternakan babi “INA” kita,
semua sudah mengenal nama INA sebagai
harga diri mereka dan kita akan
mengaturnya menjadi peternakan yang
produktif. (tertawa)

Semua dalam keadaan bersuka ria, ada yang


mengaji, bersulang, membaca, atau bergurau
dengan istri sahabatnya.

126
Kaadili
oleh
~Tysar Navitupulu~
“Kamut”

127
Assalamualaikum wr. wb. Selamat malam
Saudara-saudara..
Saya yakin, pasti Saudara-saudara sekarang
sedang bertanya-tanya: “siapakah lelaki tampan,
manis nan anggun yang sedang berdiri di atas
sana??”
Iya kan??? Tapi Saudara-saudara tenang, saya
akan memperkenalkan siapa diri saya.
Nama saya adalah PENEHEP dan profesi saya
adalah seorang pengacara muda, tapi orang-orang
banyak yang memanggil saya dengan sebutan “The
Win” artinya, Si Pemenang. Dan kebetulan juga, saya
adalah anak dari seorang pengacara nomor satu di
negara ini, semua orang pun tahu siapa beliau.
Saudara-saudara tahu kenapa saya diberi
julukan seperti itu? Itu karena selama saya berkarir
sebagai seorang pengacara muda, saya selalu
berhasil memenangkan semua perkara yang pernah
saya tangani dan tidak pernah sekalipun saya
tersentuh kekalahan. Karena dalam menjalani
profesi sebagai pengacara, tentunya saya memiliki
prinsip, “Sebagai seorang pembela, saya akan
mengabdi kepada mereka yang membutuhkan
keahlian saya untuk membantu pengadilan
menjalankan proses peradilan.”
Salah satu contoh dari kasus yang pernah saya
tangani adalah pencurian seekor ayam yang
dilakukan oleh seorang nenek dan kasus itu pun
langsung dibawa ke Ruang Pengadilan untuk diadili.
Mendengar semua itu, saya memutuskan turun
tangan untuk membantu nenek itu, dan Saudara-
saudara tahu apa yang terjadi? Saya berhasil
memenangkan persidangan itu dan akhirnya nenek

128
itu bebas. Saya yakin, sebagian dari saudara-saudara
ini pasti ada yang bertanya-tanya, kenapa saya
membantu nenek itu padahal dia telah melakukan
pencurian. Itulah saya, seorang pengacara yang
hebat dan taat dalam beribadah. (Tertawa
sombong)
Tapi, dari semua permasalahan yang pernah
saya atasi, ada satu permasalahan yang benar-benar
tidak bisa saya lupakan…

DIMENSI BERUBAH

Di suatu tempat, seorang pengacara muda


mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior
nomor satu yang sangat dihormati oleh para
penegak hukum di negaranya. Mereka bertemu
bukan sebagai anak dan ayah, melainkan sebagai
pengacara muda profesional dan pengacara senior
yang berjuluk “Sang pemburu Koruptor”.
Pengacara muda ingin berdialog dengan
pengacara senior yaitu ayahnya sendiri, dia berkata,
“Negara menugaskanku untuk membela seorang
penjahat besar yang pantasnya mendapat hukuman
mati.”
Semua saya lakukan karena saya memiliki
prinsip diri sebagai seorang pengacara muda yang
telah diketahui oleh masyarakat luas, dan membuat
saya harus menerima pekerjaan tersebut, walaupun
saya tahu bahwa apa yang menjadi pilihan saya
tersebut adalah kesalahan yang sangat besar.
Pengacara senior pun berkata “Bagaimana bisa,
kenapa kau yang harus menjadi musuhku dalam
persidangan ini, Nak. Ayah bingung… berapa banyak

129
uang yang mereka berikan sehingga kau mau
melakukan semua ini…?”
Pengacara muda berkata, “Saya tidak meminta
upah dari mereka dan saya juga tidak menerima
sogokan dari mereka. Saya hanya menjalankan
tugas secara profesional dan sesuai dengan prinsip
saya sebagai seorang pengacara muda.”
Pengacara Senior pun terkejut mendengar
anaknya tidak mendapatkan imbalan sedikit pun
dalam menangani kasus ini.
Pengacara muda kembali berkata, “Menerima
tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa dan
perlindungan balik saat kita perlukan suatu saat.”
Pengacara senior berkata, “Keputusanmu sudah
tepat. Tapi ingat, dalam menegakkan hukum di
negara ini akan selalu dihantui oleh berbagai macam
tuduhan dari banyak pihak. Satu hal lagi yang perlu
kauingat, semua yang kaulakukan ini akan
menambah pujian untukmu kelak, kalau kau mampu
terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai
penegak hukum yang profesional!”
Pengacara muda itu pun terharu. Dia berdiri
dan hendak memeluk sang ayah, tapi pengacara
senior itu tidak mau, ia malah menyuruh pulang
pengacara muda itu.
Pengacara muda pun langsung pergi. Tapi
sebelum pergi, ia berkata kepada ayahnya, “Bukti-
bukti yang telah Ayah kumpulkan terlalu sedikit dan
lemah. Peradilan ini terlalu terburu-buru. Saya akan
memenangkan perkara ini dan itu berarti saya akan
membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk
oleh seluruh rakyat di negara ini untuk terbang
lepas kembali seperti burung di udara.”

130
Tibalah hari persidangan itu dimulai. Dengan
mudah, pengacara muda itu mampu memenangkan
persidangan itu. Dengan perasaan sedih dia berkata,
“Aku sudah katakan kalau bukti-bukti yang sudah
kalian kumpulkan masih lemah, tapi kenapa kalian
tetap memaksa untuk melannjutkan persidangan
ini!?”
Mendengar kabar bebasnya penjahat nomor
satu itu, rakyat marah besar. Mereka terbakar dan
mengalir bagai larva panas ke jalanan, menyerbu
dengan menggunakan yel-yel dan poster-poster
besar di jalanan yang bertuliskan “Keadilan telah
ditelan oleh zaman” bahkan ada juga yang menulis
di dinding gedung pengadilan “HUKUM: artinya,
Hubungi Aku Kalau Ingin Menang.”
Kemarahan rakyat semakin tidak
terkendalikan, gedung pengadilan diserbu dan
dibakar sembari mereka berteriak, “Hakim keparat,
pengacara keparat, tangkap mereka dan habisi
mereka sekarang juga!!!”
Para hakim diburu oleh rakyat dan pengacara
senior itu pun diculik oleh rakyat, mereka berkata,
“Pengacara itu telah disuap oleh pemerintah, dan
dia sengaja mengalah dalam persidangan tadi!”
Pengacara senior itu pun dihakimi, disiksa dan
akhirnya dikembalikan setelah menjadi mayat.
Tetapi kemarahan rakyat tidak sampai di situ
saja, rakyat terus memberontak bahkan mereka
hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Pengacara muda hanya dapat bersedih dan
terus berkhayal membuka pintu sembari berharap
pengacara senior itu datang dan memeluknya bukan
sebagai pengacara, tetapi sebagai ayah dan anak.

131
KEMBALI KE DIMENSI AWAL

Tapi seperti yang orang banyak katakan, saya


adalah The Win dan sampai kapan pun akan tetap
jadi seorang pemenang.
SEMOGA SEMUA ITU AKAN MEMBUAT
NEGARA KITA INI MENJADI LEBIH DEWASA
SECEPATNYA. KALAU TIDAK, KITA AKAN MENJADI
BANGSA YANG LALAI SETERUSNYA.
Terdengar suara telepon dari dalam kantong
celana saya, Waaahh, Pak Gayus Tambunan nelepon
lagi ni!
Halo Pak, apa kabar ni? Apa, Bapak meminta
saya jadi pengacara di persidangan Bapak nanti??
Oke Pak...!
LAMPU LANGSUNG MATI.

132
Bisik-bisik Tetangga
oleh
~Hidayati Isro’ Iyma Toyiba~
“Salome”

133
Cerita ini mungkin sering dialami di sekitar atau di
sekeliling kehidupan kita. Menceritakan tentang ibu-
ibu komplek perumahan yang suka membicarakan
orang lain (bergosip). Berlatarkan pos kamling yang
seharusnya menjadi tempat bagi para hansip-hansip
komplek malah menjadi tempat nongkrong para
ibu-ibu setelah suami serta anak-anak mereka pergi
untuk sekolah dan bekerja di pagi hari.

Ibu Rita : (duduk sendiri sambil membaca sebuah


majalah fashion) “Bagus-bagus sih
bajunya, tapi ya kok harganya bagus-
bagus juga yah…” (menghela napas).
Ibu Niken : (menghampiri Ibu Rita) “Hai Jeng... lagi
apa sihh?? Kok kayanya ngedumel
sendiri?? Mana ibu-ibu yang lainnya?”
Ibu Rita : “Ini loh Jeng, lagi lihat-lihat majalah. Iya
bagus-bagus sih bajunya tapi kok
harganya mahal-mahal semua.”
Ibu Niken : “Ohhh... Jeng salah lihat majalah kali..
Kalau majalah itu memang mahal jeng,
coba deh lihat-lihat majalah “Shoping
Martin” lebih murah Jeng, terus ada
diskonnya kalo udah jadi member.”
Ibu Rita : “Iya kah Jeng?? (penasaran) Jeng punya
kah majalahnya?? Pinjam nah Jeng.”
Ibu Niken : “Ada di rumah, nanti mampir aja ke
rumah yah!”

Sambil mereka berbincang-bincang, datanglah


Ibu Joko, Ibu Budi, dan Ibu Meri.
Seperti biasanya, ibu-ibu itu bergosip ria. Entah
membicarakan tentang fashion, harga sembako,

134
kenakalan dan kehebatan anak-anak mereka, gaji
suami, bahkan sampai adegan ranjang pada malam
hari pun mereka bahas.
Beberapa saat kemudian, Pak RT beserta hansip
datang dengan seorang wanita cantik, seksi, dan
bohay di sebelahnya.
Pak RT : “Selamat pagi Ibu-ibu. Isuk-isuk kok wes
pada nggosipan toh?? Nggak pada
masak di rumah??”
Ibu Niken : “Ehhh, Pak RT… (cengengesan) nggak
lagi ngegosip kok Pak... cuma ceritaan
aja. Ehhmm, siapa itu Pak?”
Pak RT : “Ini kan si Bagong hansip komplek sini,
Ibu lupa ya??”
Ibu Niken : “Yaelahh, Bapak. Bukan Bagong, itu nah
perempuan sebelah Bapak.” (nada
kesal)
Ibu Joko : “Iya Pak, siapa dia?”
Ibu Rita, Budi, Meri: “Iya Pak, siapa itu?” (mulai
rebut, penasaran, dan bertanya-tanya).
Pak RT : “Gong, bawa Mbak Ayu itu ke sini.”
Bagong : “Siap Komandan! (menghampiri Ayu).
Mbak Ayu, dipanggil Bapak ke sana.”
Ayu : “Ohh, iya.” (menghampiri Pak RT dan
Ibu-ibu).
Pak RT : “Perkenalkan, mba ini adalah penghuni
baru di komplek kita. Dia yang akan
menempati rumah yang di pojok sana
Ibu-ibu.” (sambil menunjuk)
Para ibu : “Oh... orang baru.”
Ayu : “Perkenalkan Bu, nama saya Ayu.”
(mengajak bersalaman)

135
Pak RT : “Sudah-sudah, Mbak Ayunya mau
istirahat dulu. Nanti saja Ibu-ibu kalo
mau kenalan lebih lanjutnya ya. Mari
Mbak.” (pergi meninggalkan)
Setelah Pak RT, Ayu, dan Hansip itu pergi, ibu-
ibu mulai bergosip lagi.
Ibu Budi : “Liat nda Jeng gayanya orang baru tadi??
Begaya betul… lihatin deh dandanannya
sok kecantikan banget.”
Ibu Niken : “Iya Jeng. Ih, sok montok. Montokan juga
kita-kita kan!”
Ibu Rita : “Kita sudah harus siaga satu jeng.
Penyelamatan untuk suami-suami kita.”
Ibu Mery : “Iyah, betul itu Jeng.”
Ibu Joko : “Ayo kita susun strategi.” (mulai
berdiskusi) “Iya, sepakat seperti itu.
Kalo begitu sudah waktunya kita
pulang, sebentar lagi anakku pulang
dari sekolah.”
Ibu Niken : “Yahh, Jeng Joko sudah mau pulang aja.
Iya sudah, kita semua pulang dulu.
Jangan lupa nanti sore kita ada kelas
aerobik yah Ibu-ibu.”
Ibu-ibu itu bergegas pulang ke rumah masing-
masing. Lampu perlahan padam.

Lampu menyala, diiringi musik aerobik. Terlihat


Ibu Niken, Ibu Mery, Ibu Joko, Ibu Budi, dan Ibu Rita
sedang senam aerobik di depan komplek. Tidak lama
kemudian, lewatlah Ayu dengan memakai pakaian
seksi dan akan berangkat kerja.
Ibu Niken : “1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Ayo Jeng-jeng
pinggulnya.” (memimpin senam)

136
Ayu : “Permisi Ibu-ibu, lagi senam yah?”
Ibu Budi : “Iya, Mbak Ayu. Mau ikut senam kah?”
Ibu Mery : “Ayo Mbak Ayu, ikut aja.”
Ayu : “Maaf Ibu-ibu mungkin lain kali saja.
Saya mau pergi kerja dulu.”
Ibu Rita : “Hah, Mbak Ayu mau kerja di mana??
Kok jam segini baru mau berangkat?
Kan sebentar lagi magrib.” (penasaran)
Ibu Joko : “Iya loh Mbak.”
Ayu : “Eh, anu, emmm, saya kerjanya malam.
Maaf yah Ibu-ibu, saya sudah harus
berangkat. Saya sudah hampir
terlambat.” (pergi)
Ibu Budi : “Tuh kan Jeng, jadi curiga saya.”
Ibu Mery : “Iya Jeng. Kayak mana ini, apa jangan-
jangan dia…?”
Ibu Niken : “Ssssssttttttttt. Kita jangan gegabah
Jeng-jeng semua. Kita harus
mengumpulkan bukti-buktinya terlebih
dahulu.”
Ibu Rita : “Setujuu.” (Terdengar suara adzan
magrib berkumandang)
Ibu Niken : “Azan sudah nih, ayo kita pulang Jeng!
Sampai ketemu besok lagi ya Jeng!”

Keesokan pagi, Bagong asik mendengarkan


radio di pos kamling. Kemudian, Ayu lewat setelah
pulang kerja.
Bagong : “Neng setasiun balapan, kuto Solo seng
dadi kenangan, koe karoo akuu… (Ayu
lewat di depannya) eh, Mbak Ayu, dari
mana??”
Ayu : “Pulang kerja Mas. Permisi” (pergi)

137
Bagong : “Oh, iya Mbak.” (heran)
Ibu-Ibu tiba-tiba datang dan mengagetkan Bagong.
Ibu Rita : “Doorr…! Bagong, ngapain kamu?”
Ibu Budi : “Pagi-pagi kamu sudah ngelamun jorok
aja Gong.”
Ibu Mery : “Nda ku tahu lagi sudah kamu Gong.”
Bagong : “Apa sih Ibu-ibu ini? Saya itu lagi
mendengarkan radio, terus tiba-tiba
Mbak Ayu lewat. Katanya sih baru
pulang kerja. Jadi, saya heran kok sepagi
ini baru pulang.”
Ibu Niken : “Yang bener Gong? Serius? Benerkan
Ibu-ibu.”
Bagong : “Betulan, Bu.”
Ibu Joko : “Hah, nda nyangka secantik itu ternyata
Penjual Sate Kambing (PSK).”
Ibu Rita : “Penjual Sate Kambing?? Apa
maksudnya Bu?”
Ibu Niken : “Maksudnya PSK Jeng. Betulkan apa kata
saya. Pasti dia itu bukan perempuan
baik-baik. Lihat saja dari gayanya yang
nyebelin tu loh Jeng. Sok kecantikan, sok
bahenol, sok montok. Kita itu nda boleh
ketipu sama gayanya dia.”
Bagong : “Dasar Ibu-ibu gossip. Saya keliling
komplek dulu ya Bu.” (pergi)
Ibu Budi : “Pergi-pergi sudah kamu Gong.”
Ibu Mery : “Lantas, bagaimana sekarang kita Jeng?
Kan kita nda mau ada pelacur yang
tinggal di komplek kita, bisa tercemar
nama komplek kita nanti.”
Ibu Joko : “Benar itu. Aduh, jangan-jangan nanti
dia juga bisa bawa teman-temannya ke

138
sini terus komplek kita jadi komplek
begituan lagi. Amit-amit Jeng!”
Ibu Niken :”Tenang Jeng. Kita jangan gegabah. Kita
harus mengumpulkan bukti-bukti kalo
dia itu pelacur. Setelah itu, kita usir dia
dari sini.”
Ibu Rita : “Eh… eh… lihat tuh dia mau lewat.”
(menunjuk Ayu).
Ibu-ibu bersembunyi di balik pos kamling dan
memperhatikan gerak-gerik si Ayu.
Ayu : (suara ponsel bordering) “Halo, iya Mas.
Iya, Ayu sudah mau ke sana kok. Iya
Mas. Hahahaha, biar janda kan yang
penting masihh rapeett… Tunggu Ayu
ya Mas.” (beranjak pergi)
Setelah Ayu pergi, ibu-ibu keluar dari tempat
persembunyiannya dan mereka mulai menyusun
strategi untuk melaporkan Ayu ke Pak RT.

Ibu-ibu sudah menunggui Ayu pulang di pos


kamling.
Ibu Niken : “Mana ini orangnya. Awas aja kalo
datang nanti.”
Ibu Mery : “Iya Jeng. Sudah siap kan semua?”
Ibu-ibu : “Siap Jeng.”

Ayu datang.

Ibu Niken : “Eh, Ayu. Kamu dari mana?”


Ayu : “Saya baru pulang kerja ini Bu. Ada apa
ya?”
Ibu Joko : “Kerja? Kerja apa emangnya?”

139
Ibu Budi : “Kok kerjanya sering pulang pagi ya?
Jangan-jangan…”
Ayu : “Ah, nda Bu. Saya memang kerjanya
selalu pulang pagi.”
Ibu Niken : “Sudah, kamu ngaku aja. Kamu pelacur
kan? Ngotor-ngotorin komplek aja.”
Ibu Joko : “Janda susah. Jual diri tahunya.”
Ibu-ibu mulai melabrak Ayu, Ayu masih tetap
mengelak, tetapi ibu-ibu terus menyerangnya. Adu
mulut tersebut dilihat oleh Bagong, hansip komplek.
Tanpa ragu dan pikir panjang, Bagong langsung
melaporkannya kepada Pak RT.

Latar: teras rumah Pak RT. Pak RT sedang


membersihkan kandang burung peliharaannya.
Bagong : “Bapak, gawat Pak. Bapak gawat.” (ngos-
ngosan dan panik)
Pak RT : “Kenapa Gong, ada apa?”
Bagong : “Itu Pak, Ibu-ibu pada ngamuk Pak.”
Pak RT : “Apa? Ngamuk? Ngamuk kenapa Gong.
Jelasin yang betul Gong.”
Bagong : “Ibu-Ibu ngamuk sama Mbak Ayu Pak.
Mbak Ayu diserang Pak. Dijambak-
jambak Pak.”
Pak RT : “Loh, yang betul kamu Gong?”
Bagong : “Betul Pak. Ayo Bapak ke sana.”
Pak RT : “Ayo Gong.”

Tiba di pos kamling ibu-ibu sedang memaki-


maki Ayu dan Ayu mulai menangis.

Ibu Rita : “Cewek murahan.”


Ibu Budi : “Kegatelan.”

140
Ibu Joko : “Nda tau diri.”
Ibu Mery : “Usir aja dia dari sini. Komplek kita bisa
tercemar.”
Pak RT : “Ada apa ini Ibu-ibu?”
Bagong : (melerai dan mengangkat Ayu berdiri)
“Iya loh Ibu-Ibu ini. Sukanya kok main
hakim sendiri.”
Pak RT : “Ada apa Bu? Ada apa ini?”
Ibu Mery : “Gini Pak, Jeng Niken ceritakan
semuanya.”
Ibu Niken : “Hmm. Ini Pak, dia ini janda bukan
sembarang janda. Janda pelacur pak.
Kerjaannya aja pulang pagi terus. Apa
lagi coba kalo bukan pelacur.”
Ibu Joko : “Iya Pak. Takut aja suami-suami kita
pada digodain sama pelacur ini. Usir aja
dia dari sini Pak.”
Bagong : (berinisiatif memanggil suami-suami
ibu-ibu. Pergi)
Pak RT “Hehh Gong, mau ke mana kamu?”
Bagong : “Sebentar Ndan.”
Pak RT : “Ibu-ibu nda boleh main hakim sendiri.
Apa benar Mbak Ayu ini pelacur? Ada
buktinya?”
Ibu Budi : “Kami mendengar sendiri Pak
percakapan dia sama pelanggannya Pak.
Terus dia itu pergi malam pulang pagi,
apa lagi Pak kalo bukan kupu-kupu
malam?”
Pak RT : “Mbak Ayu ini berjilbab loh, masa iya
sih?”
Ibu Niken : “Bapak RT yang terhormat. Zaman
sekarang jilbab itu cuma kedok aja.

141
Banyak remaja-remaja pake jilbab yah
ujung-ujungnya hamil di luar nikah juga.
Sedang merajalela mungkin Pak, orang
berjilbab tapi kelakuannya nda bener.”
Pak RT : “Hussh! kita tanya dulu sama Mbak
Ayunya. Mbak Ayu apa betul yang
dikatakan Ibu-Ibu ini?”
Ibu Rita : “Mana ada pak maling mau ngaku!”
Pak RT : “Sudah Bu. Ayo kita dengarkan dulu.”
Ayu : “Emm, sebenarnya Pak. Emm.
Sebenarnya. Emmm…”
Ibu Niken : “Tuh kan Pak, orang dianya aja nda bisa
ngejawab. Malu lah dia nyebut dirinya
pelacur.”
Pak RT : “Ayo Mbak Ayunya jujur saja. Kalo jujur
semuanya jadi gampang.”
Ayu : “Saya bukan pelacur Pak. Saya memang
kerja malam hari tapi saya bukan
pelacur Pak. Sungguh.”
Ibu Budi : “Terus kalo bukan pelacur apa? PSK?”
Pak RT : “Ibu-Ibu tenang. Tenang dulu semuanya.
Terus Mbak ini kerjanya apa? Kok
malam hari Mbak?”
Ayu : “Saya ini cuma kasir Pak, saya bekerja di
minimarket yang buka 24 jam. Makanya
saya bekerja malam hari.”
Ibu-ibu mulai gelisah dengan jawaban Ayu.
Ibu Mery :”Bohong pak. Mana buktinya kalo cuma
kasir? Terus telepon tadi itu maksudnya
apa?”
Ibu Rita : “Iya pasti bohong dia Pak.”
Ayu : (menunjukkan tanda pengenalnya) “Ini
Bu buktinya.”

142
Pak RT : (memeriksa) “Tuh lihat Ibu-Ibu,
namanya Ayu Sulastri. Kasir Minimarket
Anggun. Oh, ini minimarket yang di
Jalan Mawar itu yah Mbak?”
Ayu : “Iya Pak.”
Bagong datang dengan suami-suami dari ibu-ibu.
Bagong : “Ini nih Pak. Ibu-ibu’e habis pada kelaian
Pak. Ribut semuanya.”
Pak RT : “Tenang bapak-bapak, saya bisa
jelaskan. Ibu-ibu ini cuma salah paham
aja. Mereka mengira Mbak Ayu ini
pelacur padahal bukan Pak.”
Suami Ibu Niken : “Mah, ayo pulang.”
Ibu Niken : “I.. i.. iya Pah.”
Suami Ibu Rita : “Bu, pulang.”
Ibu Rita : (senyum cengengesan)
Suami Ibu Joko : “Ayo Mi.”
Ibu Joko : “Iya Pi.”
Suami Ibu Mery : (Senyum)
Ibu Mery : (membalas senyumnya)
Suami Ibu Budi : “Bun.”
Ibu Budi : “Iya Bi.”
Akhirnya satu per satu ibu-ibu itu pulang ke
rumah mereka masing-masing.
Bagong : “Huuuu... dasar ibu-ibu tukang gossip.
Lambe ne ora di sekolah no yok ngono
kui.”
Pak RT : “Bagong!”
Bagong : “Siap Ndan.”
Pak RT : “Mbak Ayu, saya minta maaf atas
kejadian ini. Mbak Ayu harap
memaklumi sifat ibu-ibu tadi. Memang
ibu-ibu tadi suka bergosip yang aneh-

143
aneh. Mbak Ayu sekarang bisa pulang
dan beristirahat.”
Ayu : “Iya pak. Saya mengerti. Kalo gitu saya
langsung pulang saja ya Pak. Permisi.”
Bagong : “Mbak Ayu mau tak anter pulang?”
Ayu : “Saya pulang sendiri aja Gong.” (pergi)
Pak RT : “Kamu ikut saya saja Gong.”
Bagong : “Kita mau ke mana Pak? Jalan-jalan kah
Pak?”
Pak RT : “Iya. Ayo kita jalan-jalan.”
Bagong : “Asikkkk.”
Pak RT : “Kita jalan-jalan ngangon bebek ya
Gong.”
Bagong : “Oalah pak. Ngangon bebek lagi, bebek
lagi.”
Pak RT : “Ayo Gong.”
Pak RT dan Bagong pergi meninggalkan
panggung. Lampu mati.

Lampu menyala. Latar di ruang tamu rumah Ibu


Niken.
Ibu Niken : “Pah, maafin Mamah yah.
Pahhhhh.”
Suami Ibu Niken : “Makanya Mah, jangan ngegosip
aja tahunya. Gosip itu nda baik
mah. Nanti Mamah malah nyebar
fitnah.”
Ibu Niken : “Iya pah, nda lagi-lagi kok. Janji!”
(mengacungkan jari kelingking)
Suami Ibu Niken : “Janji?”
Ibu Niken : “Janji Papah sayang.”
Suami Ibu Niken : (membalas jari kelingking.
Berpelukan)

144
Lampu mati.

Selesai

145
Firasat Supri
oleh
~Rahmatul Makfiyah~
“Ayos”

146
ADEGAN 1
Ryan : ““…Pada dasarnya kita itu bagian dari alam,
jadi pada saat manusia dilahirkan secara
natural kita memiliki bahasa yang sama
dengan alam. Nah, sayangnya saat kita
mulai beranjak besar kita mulai diajarkan
menggunakan bahasa yang kita ciptakan
sendiri. Jadi, walaupun alam semesta ini
memberikan berjuta pertanda kepada kita,
kita yang mulai sombong tak kan pernah
bisa memahaminya…” hahhhaa begitu sih
kata-kata di film rectoverso.”
Supri : “Jadi pada dasarnya semua orang bisa
merasakan kan? Berfirasat! Tapi kenapa
kayaknya hanya aku yang gak bisa
mengendalikan firasatku sendiri. Aku
harus bagaimana Yan?
Ryan : “Aku juga bingung Pri? Aku hanya tahu
tentang firasat dari film yang kutonton.
Aku pun belum pernah merasakannya.”

ADEGAN 2
Ayah : “Pri, bagaimana? Kamu sudah selesai
packing barangmu?”
Supri : “Emmm, belum Yah. Supri packingnya
besok aja yaa?”
Ayah : “Loh kamu ini bagaimana Pri kan
berangkatnya nanti sore masa packingnya
besok, terus nanti sore kamu bawa apa
Pri?”
Supri : “Anu… anu Yah Supriii berangkatnya lusa
ajah ya Yah. Masih lama juga kok Yah
daftar ulangnya.”

147
Ayah : “Tapi kan kamu juga harus cari kos Pri,
menyiapkan keperluan kos, kan kamu tau
Pri di sana kita ndak punya keluarga.”
Supri : “Tapi Yah… Supri…”
Ayah : “Supri kenapa? Mimpi lagi? Supri sudah
Ayah bilang berapa kali, itu perasaan
takutmu saja karena kamu tidak pernah
berpisah sama Ayah dan Bunda. Kami tidak
akan apa-apa. Kami akan baik-baik saja
Supri. Lagian kan di rumah ini masih ada
Sari adikmu yang akan menemani kami.
Pokoknya Ayah ndak mau lagi mendengar
alasan itu lagi dari kamu. Sana ceepat
packing barangmu dan berangkatlah sore
ini Ayah akan antar sampai bandara.”
(Sari masuk membawa minum untuk Ayah dan Supri)

Sari : “Kak Supri, kak Supri banyak loh temen


Kakak yang pengen kayak Kakak bisa
kuliah di Surabaya apalagi dengan
beasiswa prestasi, selain keren karena di
luar kota tapi beasiswanya tuh loh Kak.
Kakak gak pengen apa lihat Ayah sama
Bunda bahagia karena gak sia-sia Ayah
Bunda didik Kakak?”
Supri : “Iya Adikku sayang, tapi perasaan kakak
masih gak tenang Adik.”
Sari : “Halah bilang aja kakak takut kangen sama
Sari kan? Hahha!”
Supri : “Halah bilang aja kamu yang iri karena
Ayah sama Bunda lebih sayang Kakak dari
pada kamu.”

148
Ayah : “Sudah-sudah, lebih baik Supri packing
sekarang mumpung masih pagi. Ayah mau
jalan dulu mau belikan kamu sesuatu.”
Supri : “Supri temanin ya Yah, Supri takut Ayah
kenapa-kenapa.”
Ayah : “Kalaupun mimpimu itu kenyataan Supri,
kamu pun tak kan bisa mencegahnya.
Karena hidup dan matinya seseorang itu
hanya Allah yang tahu.”
Sari : “Maksud Ayah sama Kakak apa sih, kok
bawa mimpi-mimpi segala?”
Supri : “Ahh gak papa Sari, ayo bantu Kakak
packing sini dari pada Sari bawel.”

ADEGAN 3
( Supri menggenggam tangannya dengan gemetar
sambil mondar-mandir didepan rumah)
Bunda : “Supri nda kah kamu dengar suara petir
dan gledek itu Supri? Seperti orang hebat
saja kamu tidak ada takut-takutnya. Cepat
masuk kedalam Supri.”
Supri : “Supri nunggu Ayah, Bunda.”
Bunda : “Supri biasanya juga orang tua yang gelisah
menunggu anak kesayangannya belum
pulang, kenapa jadi kamu yang kayak
kehilangan anak. Mana kamu juga belum
salat zuhur kan? Cepat masuk Supri.”
Supri : “Bunda, meski sayang anak tidak sepanjang
masa seperti pepatah lama kasih ibu
sepanjang masa tapi Supri benar-benar
khawatir dengan Ayah, Bunda.”
Bunda : “Supri, Ayah pasti akan kembali sebelum
sore kan mau antar Supri ke bandara.

149
Supri jangan bikin takut Bunda dengan
kegelisahannmu Supri, Bunda hanya
percaya dengan Allah, Bunda mohon Supri
jangan kamu bawa-bawa lagi mimpimu itu
Supri itu hanya persaanmu saja.”
Supri : “Bunda mimpi itu tidak datang hanya
sekali bunda bahkan setiap malam dalam
minggu ini Bunda. Bunda seharusnya
percaya sama Supri dan bantu bujuk Ayah
untuk tidak membiarkan Supri pergi dari
rumah ini Bun.”
Bunda : “Bunda hanya percaya pada mimpi dan
firasat yang baik Supri, dan Bunda hanya
ingin yang terbaik untuk keluarga ini
Supri.”
Supri : “Bunda, Supri mimpi setiap malam Bunda.
Setiap malam mimipi itu hadir di jam yang
sama setiap malamnya. Supri tidak pernah
lupa membaca doa sebelum tidur Bunda
bahkan Supri juga selalu bangun di
sepertiga malam untuk melakukan salat
malam Bunda.”
Bunda : “Supri, firasat itu hanya diberikan kepada
para pemimpin-pemimpin soleh, yang
sangat sabar menanggung ujian yang
begitu berat, firasat itu kasyaf hati dan bila
itu terjadi hanya terjadi pada hati yang
tepat dan benar Supri, karena mereka yang
mempunyai kasyaf biasanya adalah orang
yang melihat dengan pandangan Allah. Dan
firasatnya mampu menjadi jalan yang
benar Supri tidak akan merusak apalagi
mencelakakan diri sendiri Pri.”

150
Supri : “Tapi Bunda bagaimana bila mimpi Supri
benar-benar terjadi Bunda? Bunda
bagaimana bila mimpi Supri terjadi. Kalau
memang Supri diberi kelebihan seperti
ilmu kasyaf itu seharusnya Supri bisa
mencegahnya Bun.”
Bunda : “Bunda mohon Pri berhentilah khawatir
dan serahkan saja semua kepada Allah
SWT.”
Supri : “Tapi bagaimana Bunda? Bila Ayah... bila
Ayah benar akan meninggal Bunda?”
Bunda : “Jangan lagi katakan itu lagi Supri. Cepat
masuk ke dalam rumah dan salat zuhur lah
sebelum waktunya habis Supri.”

ADEGAN 4
(Bunda menagisi Supri yang terbaring tersenyum
manis dipanggkuannya dengan baju kokoh dan
lengkap dengan peralatan sholatnya, baju terakhir
yang dipakai Supri dalam hidup.)
Bunda : “Supri, Firasat itu untukmu sendiri Supri.
Sungguh ini rencana Allah Nak tidak ada
yang dapat mencegahnya. Bunda sayang
kamu Nak.”
Ayah : “Masih ada Sari Nak yang menjaga kami.
Percayalah Sari sudah bisa menjaga kami.
Kami sayang sama kamu Nak. Kami tidak
pernah mengingkari firasatmu Nak kami
pun sebenarnya takut kami pun khawatir
Nak. Dan sekarang Ayah mengerti kenapa
tadi Ayah ingin jalan dan membelikanmu
baju warna putih.”

151
Sari : “Sari bisa diandalkan kok Kak. Kakak baik-
baik yaa di sana kakak jangan lupa bawa
beasiswa surganya.”

SELESAI

152
Mirror
oleh
~Nurdia~
“Bepeh”

153
Narator (orang yang berbicara tentang orang tua
yang ada di sampingnya): “Mengingat masa lalu
seorang kakek tua duduk termenung di atas kursi
roda. Semua hal di waktu muda membuatnya
termenung. Banyak kata “andai saja” yang dia
ucapkan menandakan ia menyesali kehidupanya di
waktu senja.”
SUASANA PANGGUNG: seluruh panggung dipenuhi
cermin, mulai dinding setiap dinding dengan kain
hitam ditaruh cermin yang berjarak kurang lebih 30
cm dengan ukuran cermin berbeda-beda, ada
cermin yang digantung tapi tidak menghalangi
gerak pemain, ada juga cermin yang hanya
disandarkan di dinding. Kakek duduk di atas kursi
roda.
Masuklah seorang wanita muda denggan baju
kantor.
Dewi : (memasang jiblab) “Bapak nanti ada
perawat baru yang mengurus Bapak, saya
mau berangkat ke kantor! (dengan nada
jutek)
Kakek tua (Subur) : (menganggukkan kepala)
Dewi : (mencium tangan orang tua lalu pergi)
Kakek tua : “Andai saja, aku tidak menyia-nyiakan
Dewi ketika ia masih kecil, bahkan ketika ia
menjadi remaja aku tidak menikahkannya
dengan orang yang tidak pantas untuknya
hingga ia menjadi janda akhirnya. Dia kini
menjadi sukses karena kekuatannya
sendiri.”
Narator : “Sang kakek termenung kenapa ketika
ia masih muda selalu menyiakan apa yang Tuhan

154
berikan padanya, bahkan mengeluh ingin lebih dari
apa yang didapatkanya.”
Suasana pangung : pangung menjadi gelap selama
satu menit lebih atau kurang, kakek dengan kursi
roda sudah tidak ada di atas panggung. Sekelompok
warga dengan peralatan demo.
Pendemo 1 : “Turunkan Kepala Desa bejat! Subur
waktumu sudah habis!!!
Para pendemo: “Turun-turun!!!”
Subur: “Tenang-tenang…” (menenangkan warga)
Pendemo 2 : “Bagaimana bisa kami tenang sawah
kami digusur untuk membangun SPBU
mewah tapi harga BBM tetap naik?!”
Pendemo : “Kami tidak setuju!!!”
{tidak bergerak}
Narator : “Lihat saja ketika ia menjadi pejabat
dia mempermainkan nasib rakyat kecil, andai saja
dia lebih adil pasti dia tidak akan diturunkan dari
jabatanya yang baru seumur jagung, kurang lebih
satu tahun.”
SUASANA PANGGUNG: Lampu mati kurang lebih
dua menit, kursi mahasiswa dan mahasiswa duduk.
Keadaan panggung seperti suasana kelas, seorang
dosen mengecek kehadiran mahasiswanya.
Dosen: “Nulur.”
Nulur : “Hadir.”
Dosen : “Rudi.”
Rudi : “Hadir.”
Dosen : “Subur.”
Zakaria : “Bolos bu!!”
Dosen : “Bukanya dia selalu sama kamu Zakaria?
Ke mana lagi dia? Banyak tugas yang
belum dia kumpul! (ucap dengan kesal)

155
(tidak bergerarak)
Nalator : “Andai saja waktu kuliah dia tidak buang-
buang waktu, bermalas-malasan, pasti dia akan
lulus kuliah dengan baik bukan dengan nilai yang
dimanipulasi.”
Suasana pangung : Panggung kembali gelap dua
menit kurang lebih, kakek kembali duduk di kursi
roda. Semua suasana kelas kembali jadi ruangan
kakek tua.
Dewi : (masuk dan marah-marah) “Bapak! Kata
suster, tadi Bapak disuapin makan tidak
mau makan dan hanya diam, mau Bapak
itu apa??! Setiap suster selalu mengeluh
dengan kelakuan Bapak yang diam.
Bukanya Bapak masih normal berbicara?
Dokter yang memeriksa bapak juga bilang
bapak itu masih normal.”
Kakek Tua : “Cukup!! Andai saja waktu bisa diputar
aku tidak mau hidup hari senjaku seperti
ini!”
Suasana panggung : Lampu mati, lalu menyala
kembali dan suasana berubah di halte bus. Seorang
pemuda tertidur di halte bus. Seorang pedagang
asongan menghampiri.
Pedagang asongan : “Mas bangun itu bisnya mau
jalan.”
Subur :(kaget dan banggun lalu naik bus).

TAMAT
KARYA : Nurdia(bepeh)
Di buat pada Hari:kamis Tanggal:20 juni 2013
#Gambaran pemain utama

156
Subur: untuk tokoh utama banyak kostum yang
perlu diganti, waktu pergantian pakaian boleh
ditambah urutanya sbb:
Waktu tua usia 70 -> lurah usia sekitar 45 tahun
Waktu menuju akhir tua -> muda sekitar 25 tahun

157
Cerita Bercerita
oleh
~Tina Agustina~
“Cinbo”

158
LAMPU MENYALA LEMBUT TEPAT DI BAWAH
MEJA KECOKLATAN, KERTAS BERSERAKAN
SESAK MEMENUHI KAMAR BERISIKAN TIKAR
DAN BARANG SEADANYA....
(diawali dengan akting yang serius, musik yang
mengebu-gebu, di sini harus tercapai sisi
dramatisnya, dia menceritakan tentang dirinya yang
tangguh, keren, dan penonton harus sepakat dia
keren, setelah terbagun sisi dramatiknya, kemudian
karena kesalahan penata lampu, terjadilah patahan,
dramatik)
Hufttt... (menghela napas) suttt syutttt
(mengedipkan mata pada penata lampu) Gi ehh Gi...
(merasa kesal) woy Gi lain ini lampunya harusnya
hijau ni nah sama coklat! Ih asli heh kam1 ni Gi malu
eh! Iya pas nah nyaman dah efek suasana tenang
kalo2? sip dah (kasih jempol)
Yak maaf Sodara-sodara si sugi memang asli
pelupanya heh! Makanya Gi kalo proses itu total
(geleng-geleng). Maaf sekali lagi Sugi khilaf Sodara-
sodara, mari kita saling memaklumi hihihihih
(tertawa sedikit).
Harusnya ia tau bahwa malamku adalah fantasi
untuknya (mata berkaca-kaca, duduk kembali
melanjutkan tulisan). Ya aku sangat mencintainya
Sodara bahkan melebihi rasaku kepada
lalalalalallalalalalalalalalalalalalalalalalalalala ah ya
itulah ya tepat ya begitu, pasti pikiran Sodara sama
kan!? Aku tahu pasti itu menari-nari di jidad kalian
kan? Upsss khilaf heheheh (kibas peluh, mangut-
mangut).

1 Kependekan dari Ikam (bahasa Banjar artinya kamu)


2 Kan? (bahasa Banjar)

159
MENULIS
Adakah kau rasakan rinduku...
Aku akan sedikit lega jika itu kau utarakan balik
padaku kasih...
Tolehlah aku...
Aku tepat di sini... dan ini (menunjuk dada) segala
tentangmu

Ahhh selalu saja malam, selalu saja dingin


fantasiku bertemu pandanganmu... Oh Tuhan... pria
ini mengambil sisi hatiku... mungkin salah satunya di
sini adalah perempuan, ya ada pasti kan? (melihat
penonton) rasa ini anda pernah dapatkan bukan?
Apakah sakit meraih ketulusan itu...
Aku kekasihnya, aku kekasihnya sekali lagi, aku
wanitanya yang mengagumi dia dengan begitu
bermunajatnya hahahahah (mata berkaca-kaca)...
aku torehkan tulisan-tulisan kata ku ini setiap dan
pasti untuk dia...
Berhasil ia menangkapku sebelum waktu itu
aku terbang. Ya awalnya begini Sodara wahhhh huh
ini mengingatkanku kembali. Iya untung saja kau
tidak jatuh hanya saja memerah lenganku. Ini dia
Sodara tabrakan kami tepat pintu tegak putih itu
duhhhhh sayang menunduk mata tanpa melihat. Oh
sebantar, ada ternyata kaki lajang panjang kaos kaki
petak-petak berdiri serong itu. Benar aroma itu
sekejap hirup lagi yak lekat ini, tapi acuh, bisikan itu
terdengar tetap kulewati. ya pastilah dia mendumel
mengoceh, sentuhan sama-sama kaget tadi hha iya
bukan??? Yaaaa Sodara mengerti keramaian
bagaimana yang kurasakan saat itu? Baruuuu...

160
semua asing! Ya halo ya saya oh benar (seolah-olah
berkenalan) haaaa mereka pasti senang berjabat ria
bersamak. Lihat senyum manisku, lesung pipiku,
tipis bukan merona bibirku, upsss ohh maaf khilaf
(nyengir) yakinlah mereka hanya memenuhi
kebutuhan jiwani hewani nabati oh astaga
hahahahah terlewat, jiwani maksudku.

MUSIK PENGIRING MASUK, LAMPU BERUBAH


LEMBUT...... SUARA HUJAN DERAS MENGGUYUR
BERJATUH DALAM SLIDE
(Duarrrr) Kagetku ternyata berulang Sodara.
Uhmmmmmm aroma itu di sampingku. Ya aku
kenal. Petak-petak itu menghampiriku, dekat, dekat
dekatlah kami. Ahhhh kalian pasti mengakui
kesupelanku bukan? Kemanisanku bukan???? Tentu
saja! Pasti aku berkata, hingga waktu hujan itu
menyatakan maksud derasnya. Hmmmmmmm...
baru kusadari aku salah acuh ternyata!
Mengacuhkan dia yang memiliki alis tebal
menyambung dan senyum tipis manis ohhh merah
aku melihatnya (nyengir-nyengir ke penonton). Ya
maaf dulu aku pernah menabrakmu. Aku yakin
matanya tak jauh dari lesung pipiku yang manis ini.
Awwwwhhhh hap! Kau pasti terkurung di kedua
lubang ini ya kan? Kan? Kan? Kan...?! Tegas aku
menjawab tatapannya, Roy ternyata... R dan R
wahhhhhhh kelak manis jika dipandang di kartu
pernikahanku nantinya (kata dalam hati menari-
nari lalalallalalalalallalallalalla). Sahabat pun
akhirnya kami menjalin, entah apa jadinya jika satu
pasang laki dan satu pasang wanita ini sepakat

161
untuk bersahabat yang sebenernya hanya
menjalankan proses masing-masing.

ku bahagia kau telah terlahir di duniaaaaaa


dan kau ada diantara milyaran manusia
dan ku bisa dengan radarku menemukanmuuuuuu

Ehm… lalallalolaalalla... Uhukkkkk slerkkkkkkk


erggghhhh (meriga3) falesh memang suaraku... aku
saja ragu menyelesaikan masalahku dengan
bernyanyi karna ternyata bernyanyi, suaraku oh
menambah masalah ahahakhahahahahk (mengelap
liur).
Ini (melihatkan lembut tangan kananku)
wushhhh wushhhhh yaaaaa dingin Sodara. Malam
membawaku dengan hiasan langit kelip-kelip.
Hangatnya sentuhan itu... merapat merapat merapat
shyuttttt (mengedipkan kata) kali ini kita berbeda
Sodara hahahahahah jari jemarinya semakin rekat
memeluk punggung tangan putihku. Lihat, lihat!
(senyum-senyum) Ohhh bahagiaaa. Ya terus terus
apalagi? Ohhhh Sayang.... Ya tepat, sayang itu
tersampaikan kepadaku. Nama kami pun punya
nama, nama buat… buat kami yang untuk kami pada
saat itu. Indah ternyata... Beginikah rasanya? Dia,
dia, dia, pelukan itu, sebutan itu. Kalian pasti
bahagia. Ya tida? Oh jelas jika kalian berdiri di sini
merasakan pelukannya. Lihat, lihat hangatnya! Ahhh
gila rupanya aku! Sakau cinta huh asli heh!
(mengelus rambut) hahahahahahh mengapa kau
begitu merona menarik mata menatap?

3(bahasa Banjar) = suara yang keluar setelah makan dan merasa


kenyang

162
LAMPU MERAH MENYALA. MUSIK PENGIRING
BERDENTUM, KEMBALI KE MEJA, KERTAS MASIH
SAJA BERSERAKAN.

Tapi kau ya kau ohhhh aku, aku harus


menyadari, resiko pula harus kutahani. Bukan
bertahan tapi siapa yang tahan (menyingsingkan
kerah lengan). Bayangkan Sodara ketika aku sudah
melepaskan sandaran itu hanya untuk bertahan
pada posisi seperti ini, pudar kah ini Tuhan? Lima
bulan, bagiku cukup menerimamu apa adany. Di
mana ketulusanmu Sayang ketika sandaranku
berani kaulepas begitu saja? (meratap, mengingat,
berkaca-kaca)
Ini aku (tepat berjalan dibelakangnya) tahukah
Sodara? Katanya aku terlalu berlebihan menjalin
ini. Harusnya aku biasa saja, tanda merindukannya
bagai berharap memeluk bulan. Mana janji manismu
dulu Sayang?? Sepele, ketika aku membawakan air
bening yang menyejukkan itu untuknya... Oh
(meratap pilu) ketir kupandang di raut wajahnya,
merasa malu ditertawakan oleh mereka yang tidak
tahu apa-apa akan sisi perhatianku. Langkahku pasti
ya kan? Ohhhh pemanis hatiku, berlebihan kah aku?
Mengapa begitu sungkan kau sekadar beriringan
bersamaku? Memudarkah senyum manis milikku
kini? Arghhhhh (menggaruk kepala) Sodara, senyum
yang dulunya milikku kini mulai berhenti.
Hei sekali lagi aku ini wanitamu Sayangku.
Mengertikah kau? Aku wanita yang pernah engkau
janjikan manisnya menjalin kisah, layaknya Hawa
untuk Adam, layaknya Juliet untuk Romeo, mana

163
ketulusanmu? Mengapa kau tidak bisa seperti dia?
Ya dia yang begitu yakin dengan mawarnya! Ohhh
Tuhan sesak Sekali (meraba dada)

KEMBALI MENULIS (DALAM SLIDE)

Selamat pagi pemilik pagi...


Hanya saja ini mimpi yang tergapai pada rindunya
malam yang membeku
Akhirnya aku sedikit mengerti antara nekat dan
YAKIN ITU mirip saja
Mengapa di tengah keramaian kau hadir sunyi, aku
tak membutuhkanmu
Hanya saja malam ini tak mengubah rindu rindu
yang mengubah malam
Aku hanya tak pandai memiliki siapa pun hanya saja
ini pilihan dan aku sudah memilih
Kini mawar mengerti kenapa warnanya merah
kenapa tangkainya berduri
Seandainya ini rindu tolong sampaikan padanya
Jika saja mencintaimu itu sesedehana embun pagi
membasahi sang mawar, mungkin cintaku akan
sesedehana itu, tapi cintaku tak sesedehana itu...

Yaaa inilah untaian kataku untuknya sejak


setahun yang lalu sejak malam pulalah kata ini lahir
dari batiniahku paling pojok. Dia dindaku mawar
yang memberikan aku aroma pekat sehingga aku
tertahan menciumnya tanpa bergeming.
(Tersenyum membayangkan)
Dinda, Dinda kau memang cantik... Hmmmm
tepat setahun yang lalu aku melihatnya berdiri malu
di depan kawannya. Dia benar, suara khasnya

164
lembut ya sebenernya aku agak susah membedakan
mana itu cempreng mana itu lembut yahhh bagiku
dia lain. Hahah matanya sayu ciri wanita nikmat
ketika kudapat pelukannya. Eits! Bukan mesum
hanya dampak kedinginan malam ini hahahah. Aku
selalu berkata andai saja aku tidak bertemu kau
setahun yang lalu, mungkin hatiku tak akan pernah,
tak akan pernah sedikit pun menyebut namamu. Ya
bagaimana tidak, apakah Sodara-sodara tahu dia
yang membuat aku lupa dengan masa laluku?
Aku mencintainya (menangis) enam tahun
Sayang, enam tahun! Aku, kau saling arghhh!!!
(terduduk) Seandainya penyakit itu tidak
menggerogotiku! Penyakit sialan! Busuk tubuhku
penuh nanah nanar mataku menahan hidupku kala
itu. Bangsat! siapa yang melakukan ini aku terbaring
lemah bisu kurus tinggal tulang. Apa salahku Tuhan
penyakit apakah ini? Matikah aku nantinya!?
Ternyata aku benar-benar mati Sodara, wanita
kejam menduakah kau rupanya! Jijikmu melihat aku
yang terbaring. Jarimu berani melepas lingkaran itu!
Oh Tuhan matikan matikan aku sekarang!!!
ARGHHH!!!
Uhuk! Uhuk! Ehmmm ehmmm tapi tenang
Sodara-sodara aku tidak mati. Saat Tuhan
mendengar doaku, hanya saja aku sempat koma dua
bulan. Ya yang sempat diduga keluargaku bahwa
mereka ikhlas lalu ingin mengebumikanku, ckckck
miris sekali! Tapi ternyata, ya ternyata benar
keajaiban itu datang, seseorang datang di mimpiku
membawaku keluar rumah. Aku yang terheran
mengapa aku bisa berdiri dengan tegar terus
menatapnya, menunjuk satu bintang yang sangat

165
terang yang aku sendiri belum pernah melihatnya.
Wah indah sekali...! sosok itu berkata, “Hai Muda,
kau pantas muda kembali terus dengan tenagamu,”
sekejap ia menghilang! Hehhhh hoooohhhh
huuuuuhhh (ngos-ngosan, terbangun bugar). Mak…
Mamak (tersedu). Aku sehat Sodara!!!!!! Aku tegar,
aku muda yang pantas muda!!! Aku selalu ingat
kata-kata ituu hingga aku merantau sekarang! Ohhh
Tuhannn (terharu). Ahhhrrrrgggg dahaga! Hahahah
maaf Sodara-sodara hampir tertekik leherku
membincangkan wanita itu dan yang lalu. Apakah
Sodara-sodara punya keyakinan? Ada? Ada? Hah
cemen tidak mau mengakui!
Hhe khilaf hanya saja kemahiran kadang
meninggikanku. (geleng-geleng) Entah mengapa
Tuhan begitu baik kepadaku, apa karena
keyakinanku? Yakin bahwa aku ganteng ohhh tidak
itu sudah takdir, hahahah. (memoles wajah) Yakkk
kali ini sungguh aku berterima kasih kepada-Nya.
Aku, keyakinanku selalu diuji, selalu pula
terjawabkan, bukan tedensi bahwa aku salah satu
khalifah yang teristimewa!
Seharusnya hujan itu melarangku pergi kala itu.
Angin dan bulir air ini mengikat tubuhku. Ohhh
dingin sekali sampai aku di tanah yang diharapkan
memberi bekal ketika aku cukup kelak hahahah
semoga saja. (tersenyum tipis)
Oh mengapa... Dinda ya Dinda Mawar yang tak
berani aku sentuh, mawar yang aku tatap tanpa
perlawanan mawar yang malamnya kulahirkan
untaian kata-kata. Kesempatanku mendekatinya
melalui keyakinannku. Pernah jalanku berubah saat
itu bukan keyakinanku terhalang, hanya saja aku

166
harus tidak dengannya. Aku berjalan di belakangnya
yang menjaga perasaan mereka tiap-tiap lirikan
tertumpah pada Dinda. Aku bersabar berjalan pada
jalan ini. Dinda, apa pernah kau tumpahkan rindu
pada senja yang merona, mungkin kala itu senjanya
berwarna oranye, tapi yang jelas dalam ingatanku,
dalam hayat jiwa yang kupendam hanya bibirmu
yang merona, Laksana mawar yang memerah
mengepakan kelopaknya, dinginnya embun itu tak
akan memudarkan warnamu, ketahuilah ini cinta,
aku percaya, Bagaimana Sodara merekah bukan???
Aku begitu memujanya, ini cinta, cinta ini wahhhhhh
gila! (menaruh tangan di kepala) Setengah tahun
belum cukup bagiku berdiri di hadapannya
memupuk mental terlalu lapuk, tapi aku coba aku
melangkah dan… dan… dan… dia mampu
memberikan senyuman itu kepadaku. Duduk manis
dengan kardigan merah maroon lembut lengkap
terasa kala sore itu. Ya ya ya aku sudah maju
sejengkal. Beri aku tatapan itu mawarku (menatap
merayu). Tidak kah kalian lihat matanya uwoohhh
mati aku matamu oh mati aku matamu (melenggak
lenggok riang gembira).
Hehhhhh fiuhhhhh (merenggangkan kaki) aku
sungguh lelaki paling romantis bukan??? Hahahahah
sudahlah jangan menertawakanku Sodara! Sudah
pasti pinanganku diterima oleh Bapak-Emaknya!
Jauh memang! Malu juga aku mengaku seperti itu.
Dinda (menengadahkan kepala, tersenyum)
cintanya aku Sodara hingga akhirnya tangan Tuhan
membawaku ke dataran tinggi itu (ke sisi
panggung). Haus Sodara bagaimana tidak blablabla

167
(menggunakan bahasa tubuh dengan artinya tetera
dalam slide) Hahaha!

SETTING BERUBAH MENJADI ARENA


PERSILATAN. MUSIK BERDENTUM KERAS,
LAMPU MEREDUP

Hap hiya pak! (gaya kartunis) (bertarung


dengan kursi seolah-olah lawan pertandingan) Hap
hap hap! Nah hebat bukan? (gaya kartunis) Tapi oh
oh tidak (slowmotion) dan akhirnya pakkkkkkkkkk!
(terjatuh) (SATU DUA TIGA PRIIITTTT) Hah harus
kuakui memang jagoan Makassar itu cukup tangguh!
Ya tak apalahhh. Mungkin ini ganjaran atas
latihanku yang tidak maksimal!
Ya mungkin Sang Mega memberikanku jalan.
Jujur saja Sodara dari awal aku bertekat akan
memberikan sesuatu untuk Mawarku. Senja yang
selalu kurinduuu. Ohhh Kasihku, Edelweis itu lebih
dari sekadar Mawar, engkau abadi dan akan kekal
kala ia menyambut abadimu. Nantilah senjaku, ini
cintaku padamu. Ohhhh dingin sekali di sini. Laki-
laki muda itu tetap di sampingku. Terima kasih
untuk pendakian ini kawan. Peringatan itu selalu
bergantung di telinga. Hei anak Muda jangan segan
kembali bertanya jika kau salah jalan. Ikuti setapak
itu dan jangan melenceng!!! Tahukah kalian setapak
itu hanya terlihat setiap mata kakiku melangkah,
mataku tetap saja menatap meruahnya
pemandangan embun kala itu. Semakin jauh
semakin tinggi semakin dingin masa itu. Tidak satu
pun yang tahu edelweis itu bersembunyi di balik
ilalang itu, tak kutahu pula mengapa lewat begitu

168
saja..... lelah rupanya kawanku. Semangat
mendakiku terus terus, terus, dan terus membantu
tapakan kaki ini.
Dan arghhh! Oh Mega aku telah sampai!
(berteriak sekencang-kencangnya) Indah sekali
Sodara! Langit-langit itu, hawa itu, dan butiran debu
itu! Huoohhhh yeahhhh Dinda... Dinda... Dinda... aku
telah sampai Mawarku! Selamat malam wahai
malam-malamku. Aku tahu Sodara, aku yakin angin
itu membawa derai rinduku kepadanya, Sang
Mawar yang terbaring mungkin malam itu. “DINDA”
lukisan tangan kecilku di tanah dingin Merbabu
malam itu. (berbaring menunggu pagi) Sungguh
indah karya tangan-Mu. Ah tidak, lihat keunguan
bunga itu. Tuhan… (tersenyum terharu) Aku
menemukannya Sodara! Iya lihat bunga itu! Oh
Dindaku, aku tau Dinda, mawarmu indah namun
edelweis ini akan abadi untukmu. Edelweis ini akan
abadi mawarku. Untukmu kasih, cintaku sama
dengan edelweisku. Senjaku... langkahku tetap
untukmu wahai raga abadiku kelak.
Semoga semua mimipiku menjadi kenyataan,
aku berdoa padamu, layaknya malam menunggu
Sang Siang. Nanti hadirku senjaaaa!
Ahhhhh andai saja aku seperti dia! (melepas
penat hasil tulisan)

Samarinda, 21 April 2014

169
H2-O
oleh
~Miftahkul Ula~
“Cong Pinghu”

170
JIKA OKSIGEN DAPAT TERLIHAT, MAKA KALIAN
DAPAT MENYAKSIKAN BETAPA KEJAMNYA
KARBONMONOKSIDA YANG MENGIKAT OKSIGEN
HINGGA MENYUSUT DARI PEREDARAN UDARA.

SUASANA PANGGUNG GELAP


LAMPU PERLAHAN LAHAN MENYOROT KE ARAH
PANGGUNG
TAMPAK SEORANG LELAKI DUDUK DI KURSI
TAMAN

(kaget, hendak menyalakan rokok) Wah


ternyata sudah mulai ya, hehe… Saudara-saudara
perkenalkan saya ini adalah seorang mahasiswa
perantauan dari kampung yang kecil menuju ke kota
yang katanya metrotropolitan di zaman sekarang
yang besar, hehehe itu pake hastag banget. Ya di sini
semua kehidupan sudah diatur dengan berbagai
macam hal yang modern, yang canggih, yang
berkembang pada saat ini dan yang paling kerenlah
pastinya. Tapi tahu tidak Saudara-saudara kita
hidup di zaman apa sekarang ini? Ada yang tahu? Ya
kalaunya tidak tahu perkenankan saya memberi
tahu. Kita sekarang hidup di zaman abad ke-20 yang
sebentar lagi menuju abad ke-21, yang mana
katanya di abad 21 itu segala sesuatu pertumbuhan
berkembang pesat, segala teknologi menunjang,
tapi??? apakah anak cucu kita nantinya akan
merasakan perkembangan zaman pada masa itu
atau bahkan mereka semua tidak ada?? Yang
dikarenakan usia bumi yang sudah menua ini?!
Hiiiiiiiiii bagaimana bisa ya semua itu terjadi????
Hmmm…

171
HUJAN TIBA TIBA

(bingung) Wah kenapa bisa hujan pada saat


seperti ini? Gak ada mendung gak ada angin kok
malah hujan tiba tiba?

BERTEDUH DI BAWAH GAZEBO

Hujannya deras eh, apakah hujan dapat


berkembang ya? Ataukah dari dulu hujan memang
seperti ini? Ya siapa tau saja hujan dapat
berkembang, seperti layaknya manusia ataupun
tumbuhan pada semestinya.
(menyalakan rokok, lalu menghembuskan asap rokok
di antara rintikan hujan dan mengamatinya)

Wah saya lupa ternyata masih ada Saudara-


saudara di sini. Begini Saudara-saudara, kita
sekaraag sudah tumbuh dewasa, tumbuh dewasa itu
bukan berarti lagsung menjadi besar begitu saja
bukan??? Tetapi melalui berbagai macam hal proses
yang menjadikan kita dewasa hingga sekarang ini,
begitu juga semuanya yang ada di bumi ini tidak
serta merta langsung ada tanpa adanya proses
bukan? Hehehe keren gak kata-kata saya?
Yah begitu juga dengan udara, manusia mana
sih yang gak kenal dengan yang namanya udara?
Seluruh dunia mengenalinya. Namun namanya saja
yang berbeda, kalaunya di indonesia disebut udara
mungkin di luar negeri berbeda menyebutnya, tapi
mempuyai makna maksud dari arti yang sama
Saudara-saudara. Walaupun saya gak begitu

172
megetahui unsur-unsur dari komposisi udara
tersebut, tapi saya sangat berterima kasih sekali
kepada mereka yang telah menggabungkan zat-zat
diri mereka sehigga menyatu mejadi udara.
Kira kira kehidupan udara itu seperti apa ya?
Apakah udara itu ada yang baik dan ada yang jahat
layaknya manusia? Hahahaha mungkin mereka
tidak memiliki ego layaknya hewan berakal pintar
ini, hehehe.

TERDIAM MENGAMATI SEKITAR,


MENENGADAHKAN TANGAN KEDEPAN
MERASAKAN RINTIK HUJAN

Hujannya pergi ke mana Saudara-saudara??


Kok malah datang tiba-tiba dan pergi begitu saja
tanpa pamit?! Huffft!

MENGHIRUP UDARA SEJENAK

Wah Saudara-saudara udara setelah hujan


sungguhlah sejuk! Hmmmmm setidaknya walaupun
mereka datang secara tiba-tiba dan menghilang
begitu saja ya mereka memberikan dampak yang
positif tanpa mereka harus berpidato didepan
micropone podium di depan banyak orang yang
belum tentu hasilnya kita rasakan.
Saudara-saudara tahu gak? Saya dulu pernah
didongengkan oleh kakek saya, di udara itu ada yang
namanya oksigen, karbondioksida dan
karbonmonoksida Saudara-saudara. Tapi apakah
hanya itu saja ya komponen komponen yang
membentuk unsur yang disebut udara ini??

173
Hmmmm saya yakin mereka bertiga itu adalah
saling bersahabatan, hehehehe layaknya manusia
saja yang selalu mencari kawan yang pas untuk asik
diajak ngobrol ngopi bareng, tapi dari mana aku
tahu kalaunya mereka bertiga itu saling bersahabat
ya??

BERPIKIR
(membersihkan kursi taman yang basah dan
mendudukinya)
Benar juga, memangnya aku tahu apa sih
tentang mereka itu?? Hmmm wah saya baru ingat
Saudara-saudara kalaunya saya dulu pernah lulus
SD, SMP, dan SMA, yah walaupun lulus dengan nilai
seadanya, toh tidak munafik bukan semua yang
menunutut ilmu baik di bangku sekolah itu pasti
yang diincar Ijazah sebagai tanda bahwa kita telah
melewati tahapan pendidikan, tanpa memikirkan
yang sudah lulus itu layak apa tidaknya untuk
diluluskan dengan ilmu yang dia miliki atau
tidaknya.
Huh tapi di zaman sekarang ini semua dapat
didapatkan dengan memetik jari. Hehehe, maksud
saya dengan uang Saudara-saudara, bagaimana
tidak? Mirisnya pendidikan kita sekarang ini
layaknya seperti bumi kita yang semakin menua dan
menipisnya atsmotsfir di lapisan langit,
hahahahahaha memangnya pendidikan itu warisan
ya? Ataukah budaya? Yah Saudara-saudara dapat
memikirkannya sendirilah tanpa kita harus beradu
urat leher kita dengan pemegang kebijakan
pendidikan di negeri ini yang selalu membela
pendapat mereka tentang apa yang mereka perbuat

174
namun apa yang mereka hasilkan dari perbuatan
mereka?? Cuuuuih!
Mereka itu hanya bisa membuat konsep tanpa
berpikir berjalan ke depannya untuk pendidikan di
negeri ini, belum selesai konsep yang satu tetapi
sudah merubah konsep yang lain, apa apaan itu?!!
He maaf Saudara-saudara saya begitu semangat
tentang apa yang saya omongkan sampai-sampai
saya sendiri gak mengetahui apa yang saya
bicarakan, hehehe tahu apa sih saya ini?
Nah kembali ke dongeng kakek yang saya
sampaikan. Saudara, dongeng itu sebenarnya cerita
zaman dulu yang belum tentu kebenarannya
bukan?? Ya kan Saudara-saudara?? Sudahlah kita
gak usah membicarakan dongeng yang belum tentu
kebenarannya itu, ahahahahahaha!
Saudara-saudara? Saudara-saudara tahu gak
bentuknya oksigen itu seperti apa?? Hmmmm
bentuknya mikroorganisme pastinya, ahahaha! Tapi,
tapi bentuk kongkritnya itu seperti apa ya?? Apakah
mereka punya kaki?? Hehehe punya tangan???
Hehehe gak bisa kubayangkan bentuknya itu. Nah
begitu juga bagaimana dengan karbondioksida dan
karbonmonoksida itu??
Yang pernah saya pelajari di bangku sekolah
tentang IPA itu, kalaunya oksigen itu tebuat dari
daun daun klorofil, terbentuknya itu dari proses
fotosintesis. Hehehe lucu sekali Saudara-saudara
kalaunya kita perhatikan, oksigen itu terbuat
melalui proses pembakaran sinar matahari Saudara-
saudara, hehehe, yang mana cahaya matahari
tersebut mengenai daun dan terjadilah fotosintesis
itu Saudara-saudara, hehe. Nah dari proses itulah

175
terbuatnya oksigen yang kita hirup sekarang ini,
coba Saudara-saudara hirup udara di sekitar
Saudara-saudara… hmmmmmm bisa bernapas kan?
Hehehehe… Nah begitu juga karbondioksida yang
keluar dari hembusan napas manusia. Hehe berarti
manusia dong penghasil karbondioksida? Wah
keren! Hehehe tapi, tapi bentuknya itu apakah sama
seperti oksigen??? Hmmmm ya ya ya pasti pasti ya
pasti, pasti apa ya?? Ah sudahlah Saudara-saudara
saya sudah pusing memikirkannya, memangnya apa
sih yang saya omongkan? Ahahahaha!
(duduk menghisap rokok dan menghembuskan)

Betapa tidak Saudara? Kepulan asap yang


menghilang itu menyatu dengan atmotsfir yang gak
terlihat, hingga semua memperlihatkan dampaknya
kepada semesta raya ini. Mungkinkah semua ini
penyebab menuanya bumi sampai sampai ia
memperlihatkan ciri-cirinya untuk meninggalkan
kita dan membumi remukan tubuhnya sendiri??
Tapi apa hubungannya polusi dengan umur bumi
yang gak jelas kapan wafatnya. Mungkin polusi
adalah salah satu aktivis untuk menghancurkan
bumi dari luar? Ya ya ya pasti sudah itu! Aku yakin
sekali, tidak lain dan tidak bukan, hahahahahaha
tapi apa maksud tujuan polusi melakukan semuanya
itu?? Itu masih menjadi pertanyaan besar, apakah
itu adalah motivasi polusi hidup di dunia ini,
ataukah ada faktor-faktor yang menyebabkan polusi
itu melakukan semua itu…?
Saudara-saudara coba Saudara pikirkan apakah
setiap kita hembuskan kepulan asap dari mulut kita
ke udara apakah akan merusak alam semesta ini???

176
Ya mungkin secara realitanya akan begitu tidak
masuk akal kan? Hanya beberapa kepulan asap yang
melayang ke udara dan itu pun menghilang ditelan
udara. Tapi apakah udara itu menelannya begitu
saja ataukah udara itu yang dikekang oleh racun-
racun yang bersembunyi di dalam asap tersebut???
Yah mungkin kita sudah mengetahui apa-apa saja
sih yang pengaruh terjadinya polusi ini. Tapi, tapi
kenapa karbondioksida melakukan hal semuanya
itu? Aku gak habis pikir bagaimana tanggapan
oksigen dan karbondioksida sebagai sahabat
dekatnya, apa yang mereka perbuat selama ini
sehingga karbondioksida melanglang buana
menguasai peredaran udara. Apakah
karbondioksida ini mau membunuh sahabat-
sahabatnya sendiri?? Kurasa gak, pasti ada yang
memperbuat sehingga karbondioksida dapat
menguasai udara pada saat ini, ia gak akan
melakukannya pasti jika tidak ada yang
membuatnya menjadi seperti ini, tapi kenapa harus
karbondioksida??? Kenapa tidak oksigen saja
Saudara-saudara??? Aku yakin dunia akan lebih
sejuk dengan udara yang segar jika oksigen mampu
menggandakan tubuhnya dan persahabatan mereka
akan menjadi lebih erat, lalu mereka akan hidup
bahagia dan damai pastinya kan? Hehehehe. Duh
sungguh begitu melankolisnya perjalanan ketiga
sahabat ini.

DUDUK MENGUSAP AIR MATA

Jadi begini Saudara-saudara, sebenarnya saya


ini tahu apa sih tentang mereka? Bertemu mereka

177
sekalipun saya belum pernah, apa lagi harus
mengetahui permasalahan dapur mereka???
Ahahahahahaha sudah gila kalau saya terlalu
mengetahui semuanya! Tapi Saudara-saudara, ada
beberapa hal yang harus Saudara-saudara ketahui,
jangan hanya berdiam diri saja Saudara-saudara
dengan apa yang kita lihat pada keseharian kita ini.
Kita harus melihat, merasakan dan berpikir
Saudara-saudara, bukankah yang saya katakana ini
benar??? Hehehe ya kalaunya perkataan saya ini
salah lekas tegur saya Saudara-saudara, hehehe.

BERDIRI DAN BERNYANYI

Jika aku
Ya aku ini
Adalah mikroorganisme
Kecil dan kecil sekali
Terbang melayang tak tertangkap oleh mata
telanjang
Hahahaha aku suka
Tapi jika
Nantinya terkabul
Hmmm aku akan menyampaikan salam
Ya salam kepada siapa?
Siapa lagi kalau bukan karboondioksida

TERTAWA DAN BERLARI-LARI

Ahahahahahahahahahahahahahahahahaha ya
begitulah kurang lebihnya Saudara-saudara jika kita
semua bisa berubah bentuk apa yang kita inginkan,
pastilah saya akan berubah menjadi komponen-

178
komponen yang membentuk udara sehingga saya
bisa berbicara langsung dengan karbondioksida
tersebut. Ahahahahahaha!

TERDIAM BERPIKIR

Tapi apa yang harus saya bicarakan dengan dia


jika saya bertemu dia? Oh gak, saya harus
mempersiapkan bahan omongan untuk bertemu
dengan karbondioksida! Oh bagaimana ini Saudara-
saudara? Saudara-saudara harus membantu saya
untuk membuat bahan pembicaraan ketika saya
nantinya bertemu dengan karbondioksida!
Hmmmmm ya saya tahu apa yang harus saya
omongkan ketika saya bertemu dengan
karbondioksida! Ya ya ya ahahahahahahaha!
Pertama-tama saya tanyakan dahulu dari mana
dia berasal. Bukankah begitu jikalau orang baru
pertama kali bertemu? Hehehe pintar kan saya
Saudara-saudara? Ya jelas dong! So pasti saya ini
pintar, ahahahahahaha!
Tapi, tapi kalaunya karbondiolsida itu tidak
bisa berbahasa Indonesia bagaimana ya? Ah jadi
kerepotan juga entar kalaunya harus mengartikan
kepadanya untuk dia mengerti.
Ah sudahlah Saudara-saudara, saya lagi-lagi
mulai kebingungan apa yang saya bicarakan ini.
Sebenarnya saya ngomong apa sih dari tadi?
Memangnya Saudara-saudara ada yang mengerti
omongan saya ya dari tadi? Saya aja sendiri gak
paham apa yang saya omongin ahahahaha!
Tapi Saudara-saudara siapa yang tahu akan
keberadaan karbondioksida sekarang ini???

179
Semenjak ia telah menguasai peredara di udara???
Mungkin keberadaan mereka semua itu dapat
dikatakan berada pada alam gaib! Ahahaha gak bisa
dilihat sama sekali, bukankah begitu Saudara-
saudara??? Ahahahahahahaha.
Memang benar! Kau tak dapat melihatnya di
dalam kegelapan, tapi yakinlah kau dapat
merasakannya cekikan itu yang mengakibatkan
tekanan pada hidupmu dan beberapa tabung
oksigenmu akan menyusut hingga kau akan
menghakimi karbondioksida tanpa kau melihat
siapakah dalang di belakang dari penggalan cerita
ini. Di zaman yang konon maju katanya ini pun
perlahan lahan akan merindukan pendahulu-
pendahulu dari zaman sebelumnya. Ya bukan kah
begitu???
Ya mungkin ini hanya omong kosong saja
bukan,tanpa harus mendalami inti katanya. Entah
langit ke berapakah yang akan menghujat
semuanya. Tapi yakinlah karbonmoksida ini akan
tetap memperjuangkan masa depan keturunan
oksigen yang telah diwariskan.
Jika oksigen dapat terlihat, maka kalian
menyaksikan betapa kejamnya karbonmonoksida
yang mengikat oksigen hingga menyusut dari
peredaran udara…. tapi apakah karbonmonoksida
akan sejahat itu? Kitalah yang sebenarnya yang
jahat akan membuat begitu banyak
karbonmonoksida di udara. Hah yang benar saja
kalaunya manusia mengelak dari kenyataan yang
mereka perbuat! ahahahahaha…

BERDIRI

180
Waktu itu saya ingat sekali kejadian yang gak
akan pernah bisa kulupakan. Saat mentari keluar
dari peraduaannya semua oksigen pada subuh itu
sangat dingin menusuk tulang hingga saluran
pernapasanku pun merasa sejuk saat kuhirup
perlahan-lahan, namun tak selang berapa jam
setelahnya semua berubah hingga oksigen yang
selalu menyusut ini berteman dengan leburan debu
di setiap jalur perjalanan.
pertanyaanku masihkah dia?
Di mana dia?
siapa yang peduli dengannya?
Ataukah nantinya hanya menjadi sejarah atau
menjadi sebuah dongeng semata?
Ya saya harap bukan hanya menjadi sejarah
Saudara-saudara, tetapi menjadi warisan untuk
keturunan kita nantinya. Yang menjadi ketakutan
besar adalah jika oksigen menghilang dan semua
polusi berpesta pora merayakannya. bagaimana
tidak? Seluruh umat penganut oksigen ini akan
berlomba-lomba membuat alat bertahan hidupnya
senista apa pun itu untuk masing-masing
perindividunya, tanpa memikirkan di sekelilingnya,
yang mengantarkan mereka kembali kepemikiran
zaman yang mereka damba-damba dulu.
Dan aku sudah siap dengan segala sesuatu hal
jika ini memang adalah hembusan terakhir ku dari
peredaran semesta…

LAMPU MATI TIBA TIBA

181
SELESAI
SAMARINDA
MINGGU 23:26
29 DESEMBER 2013

182
DIANA
oleh
~Fitriana Nur Audia~
“Luhde”

183
Diana adalah wanita cantik yang berasal dari
Surabaya, sejak kecil ia harus menerima pahitnya
kehidupan karena semenjak lahir ia tidak pernah
merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah,
akan tetapi ia tidak pernah menyadari itu karena
sejak kecil ia selalu dimanjakan oleh ibunya. Diana
bisa dibilang adalah orang satu-satunya yang
dimiliki ibunya di Surabaya. Mengapa demikian,
karena tidak ada lagi keluarga yang mau mengakui
ibu Nur (ibu kandung Diana) selepas ia menikah
dengan seorang buruh bangunan yaitu ayah Diana.
Diana memang anak tunggal. Ia dibesarkan dengan
pola hidup yang sederhana karena memang
pekerjaan ibu Nur hanyalah buruh cuci pakai namun
meskipun demikian, Diana dan Ibunya tergolong
bahagia karena mereka selalu merasa cukup dengan
apa yang diberikan oleh Tuhan, tidak seperti orang-
orang miskin lainnya yang rela berhutang demi
mencukupi kebutuhan hidupnya, ibu Nur adalah
orang yang memiliki pendirian bahwa meskipun ia
hanya seorang buruh, ia tidak mau dipandang
sebelah mata oleh orang lain, ia juga berprinsip
bahwa ia bisa hidup dengan uang berapa pun tanpa
harus berhutang dengan orang lain. Buktinya, ibu
Nur dan Diana selalu merasa bahagia tanpa merasa
harus takut dikejar oleh hutang dan juga dengan
penghasilan yang pas-pasan ibu Nur mampu
menyekolahkan Diana sejak kecil hingga ia duduk
dibangku kuliah.

Sore itu Diana menelepon seseorang melalui telepon


genggamnya.

184
Diana : “Yah, begitulah masa laluku, aku tidak
akan memaksamu menerimaku bahkan
aku tidak akan berharap cinta darimu,
karena aku ingin kamu tulus sama aku,
bukan karena kasihan.”
(lampu perlahan mati)

Siang hari sekitar pukul 14.00 WIB Diana tiba di


rumahnya setelah pulang dari sekolah.
Ibu Nur : (sambil menyiapkan makanan) “Baru
pulang kamu Nak, gak bimbel kah??
Tumben pulang siang, biasanya pulang
sore?”
Diana : “Nggak bu, Diana hari ini nggak bimbel,
soalnya guru bahasa inggrisnya
melahirkan. Jadi nggak bisa ngajar.”
(sembari mengganti baju lalu menuju ke
dapur untuk mengambil makanan)
Ibu Nur : “Ya udah kalo gitu, makan sana, habis itu
belajar baru tidur siang. Bentar lagi ujian,
kalo nilaimu rendah nanti nggak bisa
masuk perguruan tinggi negeri.”
Diana : “Iya bu, tadi Diana udah ngomong sama
Bu Lastri untuk minta didaftarkan
beasiswa untuk golongan tidak mampu,
tapi Yogo bilang nda usah, ikut beasiswa
prestasi aja. Diana ragu Bu, takut ga
lolos.”
Ibu Nur : “Ya makanya belajar Nak, biar dapat nilai
tinggi.”
Diana : “Loh Bu, ini kue siapa ya, Ibu habis buat
kue ya?? Bukannya Ibu nda bisa buat kue
bolu ya, pake dihias lagi, pasti enak ini.”

185
Ibu Nur : “Kuenya bukan Ibu yang buat, tapi
dibelikan sama om Romli.” (sambil
memotong kue dan memberikannya
kepada Diana)
Diana : “Om Romli?? Om Romli bapaknya Kak
Sari, Bu?”
Ibu Nur : “Iya, ibu tadi dipanggil untuk cucikan baju
kerjanya, terus waktu mau pulang Om
Romli maksa mau antar pulang.”
Diana : (heran dan menatap ibunya) “Terus Ibu
dibayar terus uangnya dibelikan kue ya?”
Ibu Nur : “Ya nda, memangnya kamu pikir Ibu ini
mau apa beli kue semahal ini? Lebih baik
Ibu tabung untuk uang kamu masuk
kuliah.”
Diana : (memandang ibunya dengan penuh
curiga) “Jadi kue ini dari Om Romli?
Jangan-jangan ada maunya. Dia suka
sama Ibu ya?”
Ibu Nur : “Husshh! Nda boleh mikir aneh-aneh,
dimakan sana kuenya.”
Diana : “Iya Bu. Ya nda apa-apa sih, yang penting
Ibu tetap sayang Diana dan tetap Diana
yang paling utama. Apa lagi om Romli itu
kerja dan punya penghasilan, jadi Ibu nda
perlu lagi jadi tukang cuci. Habis Diana
kasian kalo liat ibu kecapean. Paling
Diana cuma bisa bantu cuci sama setrika
kalo cuciannya ada di rumah, atau pailng
cuma bisa pijitin tangan ibu yang udah
kasar, tapi kalo nanti Diana udah kerja,
Ibu nda boleh jadi buruh lagi. Ibu tinggal
duduk ongkang-ongkang kaki.”

186
Ibu Nur : “Iya, tapi jangan lupa, kita harus ikhlas
menerima seseorang yang mau masuk di
kehidupan kita, jangan karena ada apa-
apanya.”
Diana : (sambil melahap kue) “Iya Bu, emm…
kuenya enak, jarang-jarang makan kue
kayak gini!”
Ibu Nur : “Ya udah, cepat belajar terus tidur siang.”
Diana : “Oke Bu.” (berlalu sambil heran melihat
amplop coklat besar di meja)

Pagi hari di sekolah, tepatnya di dalam kelas, Janah


dan temannya sedang mengobrol sembari menunggu
bel berbunyi
Janah : “Din, ini ada titipan dari Ibu Lastri,
kemarin disuruh kasih ke kamu.”
Diana : “Apa ini Jan?”
Janah : “Persyaratan untuk yang mau ikut
beasiswa prestasi sama kurang mampu.”
Diana : “Aku ikut yang mana ya? Aku bingung,
takut nda lolos dua-duanya.”
Janah : “Jangan ngomong kayak gitu, kamu kan
pintar, paling nda nilai rapormu mendukung.”
Diana : “Tapi aku kasihan sama ibuku, pasti dia
nanti sibuk untuk cari biaya untuk aku
hidup waktu kuliah nanti.”
Janah : “Ya, paling nda kamu udah coba, kalo nda
lolos ya nda apa-apa, berarti kamu nanti
kuliah yang bener biar jadi orang sukses
dan lulus tepat waktu.”
Diana : “Iya Jan, makasih ya.”
Janah : “Iya. Nanti pulang sekolah kita bimbel
kan?”

187
Diana : “Oke.”
Bel tanda masuk pun berbunyi, guru matematika pun
masuk, anak-anak di kelas selalu girang setiap
pelajaran matematika karena guru yang
membimbing mereka adalah guru yang baru lulus
sarjana, tampan dan umurnya tidak berbeda jauh
dengan mereka.
Pak Ruji : “Pagi anak-anak. (ada yang menjawab
dengan sebutan pak, ada juga dengan
sebutan kak). Pagi ini kta akan membahas
tentang al-jabar.”
Diana : “Asyik, aku seneng kalo materi ini.”
(senang)
Janah : (berbisik dengan Diana) “Kamu senang
materinya atau senang sama gurunya?”
Diana : “Hehehe, dua-duanya.”
Janah : “Eh, kemarin Pak Ruji minta nomor
hapemu loh, dia ada sms kamu nda?”
Diana : “Belom.”
Janah : “Mungkin smsnya nda masuk di hapemu.”
Diana : “Mungkin.” (berpaling lalu
memperhatikan pak ruji menjelaskan)
Pelajaran matematika pun usai, ketika keluar kelas
pak ruji memanggil Diana.
Pak Ruji : “Diana gimana?”
Diana : “Gimana apanya Pak?”
Pak Ruji : “Ngerti nda sama materi al-jabar yang
bapak kasih?”
Diana : “Ngerti.”
Pak Ruji : “Saya kemarin minta nomor hapemu
sama Janah, tapi belum berani sms, takut
kamu nggak suka.”
Diana : “Sms aja Pak.”

188
Pak Ruji : “Kamu bisa sekalian tanya-tanya kalo ada
yang dimengerti.”
Diana : “Iya Pak.”
Tiba-tiba di lorong kelas ada seorang lelaki yang
berteriak memanggil Diana?
Ari : “Din, tunggu.” (terengah-engah karena
berlari mengejar Diana)
Diana : “Ngapain lari-lari Ri, jadi capek kan?”
(menertawakan ari)
Ari : “Pulang bareng yuk?”
Diana : “Ayo.”
Ari : “Tapi jalan kaki ya, aku nda bawa motor,
bensinku habis. Hehehe.”
Diana : “Iya, kan biasanya gitu.”
Ari : “Hehehe, sengaja biar lama jalan sama
kamu.”
Diana : (mencubit perut ari) “Dasar kamu.”
Ari : “Aduh, sakit. Tapi nda apa-apa.”
Diana : “Kok nda apa-apa, kamu nda mau balas??”
Ari : “Memangnya boleh??”
Diana : “Nda.”
Ari : “Ih culas, kamu sih cantik betul.”
Di tengah-tengah obrolan mereka, tiba-tiba ada
lelaki berbaju dinas menghampiri.
Romli : “Diana, udah pulang sekolah, ayo ikut Om
sekalian.”
Diana : “Nggak usah Om, Diana pulang jalan kaki
aja bareng Ari.”
Romli : “Ayo, ada sesuatu yang mau Om omongin,
penting.”
Diana : (ragu) “Ya udah deh, Ri aku pulang
duluan yah, ntar sms aja kalo udah sampe rumah.”
Ari : “Iya Din.” (agak marah dan bingung)

189
Ketika di motor om Romli mengajak Diana berbicara.
Romli : “Diana tau nggak kalo Ibu lagi sakit?”
Diana : “Sakit apa Om?”
Romli : “Jadi Ibu belum cerita?”
Diana : “Cerita apa Om?” (heran dan penasaran)
Romli : “Mungkin kita harus cari tempat untuk
ngobrol, kamu udah makan belum?”
Diana : “Belum Om.”
Romli : “Ya udah kita mampir dulu di warung
makan.”
Diana : (langsung menyetujui dan kegirangan)
“Iya Om.”
Tiba di rumah makan yang agak mewah
Diana : “Wah, warungnya bagus ya Om, pasti
mahal.”
Romli : “Ah nda juga. Om memang sering makan
di sini kalo pulang kerja. Kamu mau pesan apa?”
Diana : (berpikir dalam hati makanan yang kira-
kira paling murah). “Emmm, nasi goreng
aja Om, yang biasa aja ya.”
Romli : “Nasi goreng spesial satu, udang madu
satu porsi, teh hangat dua, jus alpukat
dua, sayur kangkung dua porsi, terus
tambah nasi putih dua.”
Diana : (kaget dan terdiam)
Romli : “Habiskan ya makanannya.”
Diana : “Iya Om, Diana nda pernah makan di
rumah makan yang kayak gini, biasanya
makan di warung emperan jalan, itu pun
kalo ada uang jajan lebih.” (sambil makan
dengan lahap).
Romli : “Iya. Makanya dihabiskan.”

190
Diana : “Oh iya, Om tadi mau ngomong apa ya
tentang Ibu?”
Romli : “Habiskan dulu makananmu.”
Diana : “Ngomong sekarang aja Om, takutnya
Diana nda sanggup habisin. Oh iya Om,
udang madunya boleh dibungkus nda?
Diana ingat Ibu, pasti ibu di rumah cuma
makan ikan aja.”
Romli : “Iya, Om sudah pesan juga untuk ibumu.”
Diana : “Makasih ya Om, maaf ngerepotin.”
Romli : Hhm... Ibu udah cerita belum kalau Ibu
lagi sakit?”
Diana : (berhenti melahap makanannya) “Sakit
apa Om?”
Romli : “Sebenarnya Ibu melarang Om untuk
bicara, tapi kamu juga harus tahu.”
Diana : “Memangnya Ibu sakit apa Om?”
Romli : “Sakit.. sakit… ga… ga…”
Diana : “Ibu nggak gagap om?”
Romli : “Maksud Om, Ibumu kena gagal ginjal dan
harus segera berobat.”
Diana : (menangis dan berhenti makan) “Yang
betul Om? Om tahu dari mana?”
Romli : “Kemarin Om temanin ibumu periksa di
rumah sakit dan hasilnya mengatakan
Ibumu gagal ginjal dan harus rutin
berobat.”
Diana : “Ibu kok nda bilang sama Diana, pantesan
kemarin diana Liat ada amplop yang ada
lambang rumah sakitnya, tapi Diana nda
nanya itu amplop apa.”
Romli : “Iya, itu adalah hasil rontgen dan juga
hasil pemeriksaan. Ibu kamu sengaja nda

191
mau ngomong, takut kamu kepikiran dan
nggak fokus belajar, apalagi ini udah
dekat ujian, dia juga nda mau kamu
mengurungkan niatmu untuk kuliah
karena dananya harus untuk berobat.”
Diana : “Om, kita bisa pulang sekarang nda?
Diana kenyang, Diana pengen ketemu Ibu
untuk tanya ini langsung.”
Tiba dirumah, diana langsung memeluk ibunya lalu
menangis.
Diana : “Ibu kenapa nda ngomong kalau Ibu lagi
sakit?”
Ibu Nur : “Sakit apa Nak? Ibu nda sakit?”
Diana : “Ibu bohong kan? Kemarin habis periksa
kan? Hasilnya bilang kalo ibu gagal ginjal?”
Ibu Nur : (menangis) “Kamu tahu dari mana Nak,
Ibu nda apa-apa.”
Diana : “Nda apa-apa gimana Bu? Ibu harus
berobat, Diana nda mau ibu kenapa-kenapa!”
Ibu Nur : “Iya Nak, kamu tahu ini dari Om Romli
kan?”
Diana : “Iya Bu. Sedekat apa Ibu sama Om Romli?
Sampai-sampai dia lebih tau dari pada Diana?”
Ibu Nur : “Iya, Om Romli kemarin memaksa Ibu
untuk periksa, dia juga melamar Ibu.”
Diana : “Terus gimana dengan Om Romli Bu,
anaknya tahu atau nda soal ini?”
Ibu Nur : “Maafin Ibu, Din. Ibu belum berani kasih
jawaban ke Om Romli, karena Ibu
maunya kamu yang kasih jawaban ke dia.
Karena kamu adalah orang paling
berharga yang Ibu punya.”

192
Diana : “Diana nda marah Ibu sama Om Romli,
tapi Diana sedih Ibu nda mau jujur
tentang penyakit Ibu.”
Ibu Nur : “Ibu takut membebani kamu, pokonya
kamu harus kuliah Nak, jangan kaya Ibu
yang cuma bisa jadi buruh cuci, Ibu akan
biayain kamu semampu Ibu, demi masa
depanmu.”
Diana : “Terus gimana sama berobatnya Ibu?
Uang kuliahnya dipake untuk berobat aja
Bu. Diana nda apa-apa, lulus sekolah
Diana cari kerja untuk bantu Ibu.”
Ibu Nur : “Nda, ini sudah jadi nazar Ibu, nda akan
Ibu rubah niat itu. Ibu janji ibu akan
sembuh dan akan melihat kamu benar-
benar bisa memberi Ibu makan pake hasil
keringatmu. Itu yang Ibu mau.”
Diana : (menangis dan memeluk ibunya) “Diana
janji akan buat ibu bangga.”

Sebelum tidur Diana berpikir, cara satu-satunya


adalah mengizinkan ibunya menikah dengan Romli
agar ada yang membiayai pengibatan ibunya,
sehingga ibunya tidak perlu menjadi buruh cuci lagi.
Karena meskipun dipaksa pendirian ibunya tidak
akan goyah untuk menggunakan tabungannya untuk
keperluan berobat. Jika ia mengizinkan ibunya
menikah dengan Romli maka ia bisa karena ada yang
menjaga ibunya kalau ia diterima diperguruan tinggi
diluar pulau jawa. Apalagi sosok Romli yang ia kenal
adalah sosok bapak yang penyayang, memiliki
pekerjaan tetap, perhatian kepada ibunya.

193
Pagi itu ketika sarapan pagi.
Diana : “Bu, Diana sudah siap punya Ayah.”
Ibu Nur : “Maksudmu?”
Diana : “Diana bolehin Ibu nikah sama Om
Romli.”
Ibu Nur : “Yang benar Nak?”
Diana : “Iya Bu, Diana pikir Om Romli bisa
menjaga Ibu.”
Akhirnya Ibu Nur dan Romli menikah, setelah
menikah, Ibu Nur melakukan pengobatan di jakarta
ditemani oleh sari anak Romli.
Setelah beberapa bulan, Ibu Nur kemudian
diputuskan untuk dirawat di Jakarta ditemeni oleh
Sari, hingga akhirnya dirumah hanya ada Romli dan
Diana.
Romli : “Pagi Diana, subuh-subuh udah bangun.”
Diana : “Iya Pak, ini mau belajar terus salat subuh
terus siap-siap berangkat. Diana takut
telat, kan Ujian Nasional.”
Romli : “Ohh, mandi sana biar seger, jadi nda
ngantuk.”
Diana : “Iya Pak.”

Ketika Diana sedang mandi, Romli mengetuk pintu


kamar mandi dengan alasan mau mengambil handuk
yang ketinggalan, Diana pun membuka pintu dan
ternyata Romli memaksa masuk dan akhirnya ia
memperkosa anak tirinya sendiri.
Di sekolah sehabis ujian.
Ari : “Din, kamu kok murung?? (cemas) kamu
sakit??”
Diana : (diam)

194
Ari : “Aku punya cerita, kamu pasti bakal
ketawa.” (berusaha menghibur namun
diana tetap diam)
Diana : (diam)
Ari : “Kamu kenapa Din, biasanya kamu
antusias dan pasti ketawa denger ceritaku?”
Diana meninggalkan Ari pulang dan kemudian tidak
mengangkat dan menjawab telepon Ari. Ia hanya
mengurung diri di kamar.
Karena heran dan cemas, Ari pun mendatangi rumah
Diana dan mengajaknya jalan.
Ari : “Assalamualaikum Om, ada Diana?”
Romli : (dengan ramah dan memakai kopiah
pulang dari masjid) “Oh ada, bentar tak
panggilkan ya.”
Diana pun keluar dan jalan bersama Ari ketempat
biasa mereka jalan kalau sedang suntuk dengan
urusan sekolah, tempat itu juga biasa dijadikan
tempat Diana curhat kepada Ari, karena memang
hanya Ari yang bisa membuat dia tersenyum ketika ia
sedang bersedih.
Tibalah mereka di taman.
Ari : “Din, kamu ada masalah apa? Cerita nah
sama aku…”
Diana : “Nda ada Ri.”
Ari : “Nda mungkin, kamu biasanya riang,
apalagi kalo jalan sama aku. Bahkan
seteleh ujian kamu nggak ada kabar,
perpisahan kelas juga kamu nggak
datang. Kamu kenapa din?” (sambil
memegang pundak diana)
Diana : “Jangan sentuh aku Ri.”

195
Ari : “Iya maaf, kamu kenapa? Ada masalah,
kamu lagi sakit, ayah tirimu baik kan?
Kamu pasti nggak mungkin punya
masalah sama dia.”
Diana : “Aku kotor Ri.” (memeluk Ari)
Ari : “Kotor bagaimana Din? Maksudmu apa?”
Diana : “Aku udah nda suci lagi, dan orang yang
mengambil semuanya adalah Om Romli.”
Ari : “Apa? Kenapa kamu nda kasih tahu
ibumu Din?”
Diana : “Ri, Ibu lagi berobat dan yang membiayai
pengobatannya adalah Om Romli, aku
juga berpikir untuk melaporkannya ke
polisi, tapi kalau dia masuk penjara Ibu
berobatnya gimana? Ibu juga pasti bakal
hancur kalau tau semuanya. Aku nda mau
bikin Ibu sedih, aku nda mau kehilangan
Ibu.”
Ari : “Nggak nyangka aku, dia kelihatannya
baik, tapi ternyata…”
Diana : “Kamu harus janji jangan cerita ke siapa-
siapa, cuma kamu sahabat yang paling
ngerti aku.”
Ari : “Iya Din, aku sayang kamu, aku bakal jaga
kamu, sampai kapan pun.”
Diana : “Maksud kamu apa Ri?? Pasti kamu sudah
jijik dan nda mau berteman sama aku lagi
kan?”
Ari : “Siapa yang bilang Din? aku... aku... aku..
aku cinta kamu.”
Diana : “Apa?”
Ari : “Iya dari dulu aku cinta kamu.”
Diana : “Tapi aku sudah…”

196
Ari : “Aku akan terima kamu apa adanya, aku
janji aku akan jaga kamu, aku akan kuliah
dan cari kerja, setelah lulus aku janji
nikahin kamu.”

Diana menatap mata Ari lalu pergi berlari


meninggalkannya, ia merasa tidak pantas, tapi ia
juga mencintai Ari, ia takut kalau Ari hanya kasihan
terhadapnya, tapi dalam hati kecilnya, ia ingin
bahwa Ari benar-benar tulus menjaganya karena
cinta.
Akhirnya, setelah bebrapa tahun, Ibu Nur pun
meninggal karena sakitnya tak kunjung sembuh dan
Romli pun tidak tinggal di rumah lagi, Ari pun
menikahi diana setelah ia lulus kuliah.

Catatan : Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila


ada kesamaan tokoh atau pun cerita, itu hanya
kebetulan saja. Cerita ini hanyalah naskah yang
bermaksud untuk menghibur pembaca, bukan untuk
ditiru dikehidupan nyata, ini adalah potret
kehidupan. WASPADALAH!!!! WASPADALAH!!!!

197
Sosmed Cyinn!
oleh
~Dessy Sitti Khadijah~
“Sapang”

“Sebuah naskah monolog.”

198
Abstrak Monolog: Tokoh ini terdiri dari seorang
lelaki tampan yang pekerjaannya sebagai artis
namun mempunyai dua kepribadian dan gampang
itu dimanfaatkan. Cowok tampan kedua sebagai
pacar dari aktor utama. Lalu beberapa fans cewe.
Di Kamar nan unik dengan segala macam perabotan
kamar yang berwarna merah muda dan bergambar
tokoh kartun hello kitty yang lucu. Duduklah
seorang pria kurus dengan gaya yang seperti lelaki
biasa yang normal.”
Nando : “Aku bingung, siapa aku ini?
Kenapa aku seperti ini?
Apakah aku terlahir seperti ini?
Dengan kebingunganku dan hidupku
yang sepi tanpa siapa pun keluargaku.
Mereka semua pergi entah ke mana.
Nando : “Aaaahahhhh… Aku bosan dengan semua
ini! Aku terlalu lelah untuk memikirkan
hal seperti ini aku sudah jenuh aku muak
dan rasa aku seperti ingin mencari siapa
jati diriku? Siapa aku?? Siapa aku??
Terdiam sejenak.”
Saat duduk tidak sengaja remot TV tertekan dan TV
menyala dengan sendirinya dan yang muncul adalah
sebuah berita tentang perempuan yang disiksa oleh
seseorang lelaki bejat. Lalu si aktor mengambil
remot di bawahnya dan mengganti chanel TV lalu
ada berita yang mengenaskan tentang seorang
waria yang dirampas hak asasinya yang dimutilasi
dan dibunuh dengan tidak terhormat.
Nando : “Kasihan sekali wanita yang ada di TV itu,
apakah tidak punya hati lelaki itu?
Apakah semua lelaki hanya memikirkan

199
secara logika dengan otak bajingan
mereka? Jawab aku! Jawab!”
Musik keras dan horor muncul.
N : “Dasar biadab! Bangsat lelaki ini! Bisanya
hanya menyiksa wanita dan tidak punya
perasaan. Tahukah susahnya seorang
wanita untuk mengorbankan dan
memperjuangkan hidup dan mati demi
seorang anak yang akan menjadi lelaki
yang bajingan seperti itu?”
N : “Mengapa dosa itu bisa terjadi? Jawab
aku?”
Lalu datanglah empat orang lelaki dengan gaya
menari lemah gemulai dan disetting ruang tamu
terjadi pertengkaran hebat tanpa bersuara antara
lelaki yang sedang menampar dan menghajar
seorang perempuan.
N : “Ahhh!!! Tidaakkkk… Aku tidak mau
seperti itu! Aku tidak mau menjadi
seorang lelaki biadab itu! Namun aku
tidak mau juga seperti perempuan itu
yang lemah dan tidak berdaya yang harus
disakiti terus menerus.”
N : “Mungkin sebaiknyaa aku mencari tahu
bagaimana caranya aku bisa mengatasi
perasaan takutku ini.”
Membuka laptop di meja belajarnya yang berwarna
pink lalu lama kelamaan tidak sengaja tertidur di
atas meja belajar.
Setting : Di sebuah taman yang indah dengan bunga-
bunga yang indah serta air mancur yang
memercikkan muka si N bertemu dengan
sesosok lelaki tinggi besar putih gagah.

200
Setelah itu si N berbicara dalam hati : “Yaa ampunn
nih laki, cucok amat sih? Anak siapa yah
kok bisa punya anak setampan dia?”
(Dengan gaya banci.)
N : “Wuhuhuhuhuh seandainyaa dia bisa jadi
milik Eke ya?? Pasti teman-teman Eke
bakalan iri neh. Heehheheh kalau begitu
Eke dekatin dia terus minta nomor hape,
facebook dan twitter. Biar Eke bencis
begini, Eke anak sosmed loh. Ingat
penonton, sosmed = Sosial meditasi.”
Penonton : “Bukan sosial meditasi, sosial media
Cyinn!”
Masih di dalam mimpi yang sama ketika itu sang
cowok tampan mendatangi si aktor dengan gayanya
yang cool. Tanpa disadari cowok ini tahu isi hati dari
si aktor. Tidak segan-segan cowok ini mengambil
kertas dan pulpennya di dalam kantong. Langsung
alamat Facebook, Twitter dan nomor hape si cowok
itu ada di tangan si N. Si N langsung terdiam dan
membisu tanpa kata sambil menganga tidak
menyangka karena bisa mendapatkan alamat
sosmed serta nomor hape cowok tadi. Akhirnyaa
mereka pun sering smsan.
Setting: kamar.
N : (Sambil bermain hape) “Ya ampun… bisa
banget dianya buat aku meluluh gini,
begini kah yah namanya cinta? Aah…
kirim tweet dulu aah!!!”
“Ini yah, dia ini sudah perhatian pasti tiap
malam sms aku, ngirim dinding fb ke aku,
mention twitter ke aku. Baru yang
ditanya, ‘lagi apa?’ ‘Udah makan apa

201
belum?’ Terus ‘lagi di mana?’ ‘Sama
siapa?’ ‘Kok belum tidur??’ Kan aku
jadinya kangen kalau kayak gini! Tapii
eeehhh jadi teringat takut media pada
tahu kalau aku punya gebetan cowok apa
kata dunia nanti? Apa kata fans-fans
cewekku nanti kalau sampai tahu aku
sudah punya gebetan? Berabe dong Cyin.”
“Ooo iya baru ingat, akun pribadiku kan
udah kukunci mulai dari FB, twitter,
bahkan blogku pun sudah
kusembunyikan biar gak ada yang tahu.
Hahaha! Aman kan?? Jadi gak ada lagi
penghalangku buat ngedekatin dia si
pangeran pujanggaku. Huhu…”
“Ada notif baru nih, akhirnya tweetku
dibalas juga. Dari tadi loh nunggu
ternyata dianya habis anter calon
mertuaku ke rumah neneknya. Rajinnya
calon pacarku ini!” (cium hape)

Keesokan harinya
Setting: kamar mandi.
Sambil nyanyi mandi madu.
Basah basah seluruh tubuhku… ah... ah... mandi
madu.
Manis manis semanis dirimu.. ah... ah... semanis
madu…
Keluar dengan handuk.
N : “Andai aja, aku bisa mandi sama dia pasti
asyik tuh! Yah,. tapi semua itu hanya
mimpiku saja. Mana mungkin dia mau

202
sama aku. Aku kan cowok, jelek, terus
latar belakang keluargaku gak jelas!”
Lalu menangislah si N karena teringat pada
keluarganyaa.
“Aarghhh!!! Mereka semua jahat! Mereka
semua bajingan! Mereka semua gak
punya hati! Mereka meninggalkan aku
sendiri di sini tanpa rasa kasihan sedikit
pun. Aku sakit, tapi bukan secara fisik,
tapi batinku sakit melihat mereka semua
seperti itu. Apa karena ketidakwarasanku
yang seperti ini membuat mereka pergi
atau karena memang mereka yang sudah
tidak pernah peduli dengan keadaanku
yang seperti ini? Di mana hati mereka? Di
mana nurani mereka? Apa perlu
kebajingan mereka aku ungkap di media?
Apa perlu kebangsatan mereka aku
bicarakan di media? Biar mereka semua
merasakan penderitaanku bangsat!!!”
“Iya, iya aku harus menelepon media
massa untuk mengekspos semua
kejahatan keluargaku. Karena mereka
aku jadi seperti ini. Tapi kasihan mereka.
Eeh gak! Gak ada kasihan untuk mereka
yang meninggalkanku saat susah dan
memintaku kembali saat aku sudah
punya rumah, mobil, emas, harta. Itu yang
namanya keluarga? Habis manis sepah
dibuang. Bangsat!!! (terdiam sejenak)
“Aku capee marah, aku cape teriak
penonton. Sudah dulu ya penonton kita
kembali ke laptop! Haha salah salah

203
kembali ke naskah. Seandainya pujaan
hatiku ada di sini bersamaku, pasti aku
tidak seperti ini, ya sudah deh, aku
telepon aja.
“…Halo? Lagi sibuk kah? Gak. Kamu lagi
apa? Aku lagi di rumah nih, bete
sendirian. Kamu sudah makan Sayang?
Upss salah ngomong! maaf ya?? Aku mau
ngomong sama kamu, sejak awal pertama
ketemu aku sudah suka sama kamu. Tapi
aku tahu kamu pasti gak mau sama aku.
Kamu kan ganteng, aku kan jelek (muka
sedih) terus, serius kamu mau jadi
pacarku? Apa iyaa? Syaratnya apa? Aku
harus nemenin kamu belanja setiap
minggu, terus? Antar jemput kamu
kuliah? Terus bantuin kamu cuci mobil?
Sangkamu aku ini pembantumu apa??!
(terdiam sejenak) Tapi aku sayang eh
sama kamu, iya deh gak apa-apa yang
penting kamu senang. Kan aku cinta dan
sayang beudzz sama kamu! Tapi aku juga
punya satu syarat buat kamu, tolong
kamu kan tahu kerjaan aku sebagai artis
yang lagi naik daun, pliss jangan kasih
tahu media tentang hubungan kita ini ya?
Aku gak mau media sampai tahu apalagi
sampai diekspos. Aku gak mau itu. Bisa
kan? Apa? Bisa. Baiklah mulai sekarang
tertanggal 28 Juli 2013 pukul 00.00 wita
kamu syah menjadi pacar rahasiaku!”
“Alhamdulillah, akhirnya aku punya
pacar. Ada yang bisa temenin aku jalan,

204
temenin aku di rumah, gak sendiri lagi
deh, bosen juga sambil nyanyi mandi-
mandi sendiri, pake baju sendiri, nyuci
baju sendiri, aku pun jadi galau. Haha,
tapi itu gak akan terjadi. Hehe… sudah
aku mau siap-siap jalan dulu mau ketemu
sama pacar baru akuu. Byeee!”

Setting: mall
Gambar sekilas aku dengan pacarku jalan-jalan cari
baju, ke salon, ke café dll.

Setelah lama kelamaan


Setting: kamar
N : “Huuhhh! Capek juga. Buka sosmed ahh…
(sambil memegang hape) ada banyak
banget notifnya. Buka dulu aah. ‘Nando
seorang gay, ditemukan di mall Plaza
Mulia sedang bergandengan tangan
dengan seorang cowok’, apaa? aku
ketahuaan?! Ada lagi nih. ‘Nando menjalin
hubungan dengan cowok yang tidak
diketahui namanya.’ Aah! Tidak… ada
notif lagi dari ketua fansgrupku, ‘Kamu
tidak pantas menjadi idola kami. Kamu
bukan idola yang kami kenal selama ini,
kami kecewa dengan kamu, kami kecewa
dengan sikapmu, kepribadian gandamu,
cinta terlarang yang hina itu membuat
kami tidak ingin mempunyai idola najis
seperti kamu!’ Apppaaa tidaakk! Seluruh
media di Indonesia sudah tahu! Aku
harus apa? Aku sudah tidak punya uang,

205
pacarku minta tiap hari buat belanja,
makan di luar, many-pedy tiap minggu.
Aku aja yang kerja kadang-kadang aja
bisa tekor kalo kayak gini terus tiap hari!
Pengeluaran sehari bisa sampai tiga juta
selama pacaran sama dia. Sebelum
pacaran cuman 200 ribu sehari, bayangin
sehari tiga juta, sebulan berapa?!”
“Baru 10 hari pacaran nghabisin gaji
sebulan mana sudah terikat kontrak lagi!
Ckck kayak apa yaa? Tapi gak mungkin
aku putusin dia, kan aku gak bisa hidup
tanpa dia? (Telepon berdering) Uhh
ternyata pacarku nelepon semoga dia
bisa nenangin aku. Iya Sayang… kenapa??
Apa? Temanin kamu belanj? Habis
uangku, kemarin habis belanja itu uang
terakhir Sayang, kamu bisa gak, gak
belanja dulu sampai aku dapat gaji lagi?
Gak bisa?? Apa? Minta putus? Baru sehari
gak belanja. Maaf Sayang, jangan putus.
Aku kan gak ada uang. Ngertiin aku dong
Sayang. Katanya sayang sama aku? Apa
ngga sayang? Aku ini juga banyak
masalah coba ngertiin aku (sambil
marah) semua media sudah tahu tentang
cinta terlarang kita. Apa kamu yang
memberitahu? Dasar tidak tahu diri! Apa?
Bukan? Terus siapa yang memberitahu?
Gak tahu? Terus bagaimana dengan
hubungan kita? PUTUS… jangaaan… aku
masih sangat mencintaimu. Demi
kebaikanku dan kamu. Gak, gak, gak… aku

206
gak terima semua perlakuan ini! Tidak…
Aaaahh…!!!”
“Kenapa harus aku yang mengalami ini
semua, kenapa Tuhan? Kenapa? Apa
salahku Tuhan? Apa karena aku hanya
sebatang kara? Atau kah iya karena aku
seorang… iya seorang… gak mungkin, gak
mungkin. Iya aku seorang gay! Aku hanya
sampah di sini! Aku bukan siapa-siapa!
Aku tidak punya apa-apa! Tidak…!

(Lalu terbangunlah dari mimpi)


N : “Apakah tadi aku hanya bermimpi? Iya,
iya ada yang bisa menjawab?
Penonton: “Iya tadi cuma mimpi…!”
N : “Coba aku cek twitter dulu…”
Melihat ada hujatan-hujataan dari fansnya dan
melihat ada DM dari sang pacar yang ada di dalam
mimpi bahwa sang pacar betul betul membenci dan
ingin putus dari Nando.
N : “Tidaakk!!! Mengapa semua ini
menjadi nyaata??!!! Tidak!!!”

207
Modus
oleh
~Indra Rukmana~
“Tu’gi”

208
DI SEBUAH KAMAR, SEORANG DOKTER SEDANG
MEMERIKSA KEADAAN PASIENNYA, LALU DIA
BERBICARA KEPADA ISTRI DARI PASIEN DENGAN
WAJAH YANG CUKUP CEMAS.
Dokter : ”Maaf, penyakit yang Bapak ini derita
adalah penyakit yang saat ini pun belum ada
obatnya, Bu, mbak, dan semua yang ada di
sini.”
Istri : “Apa Dokter?”
Dokter : “Iya, kenapa? Oh, Ibu ternyata yang
berbicara, apa Ibu istri dari Bapak ini,
kenapa Ibu terlihat cantik sekali,
penampilan yang luar biasa mulai dari atas
sampai... “
Suster : (Menegur) “Dok!”
Dokter : “Eh, e, maaf Bu, iya penyakit yang suami Ibu
derita merupakan penyakit yang dalam
dunia kedokteran belum dapat menemukan
apa obatnya, namun sejauh ini banyak yang
sembuh karena adanya perawatan yang
penuh cinta dan kasih sayang.”
Istri : (Heran, dan kemudian kembali ke topik
pembicaraan) “Apa sebenarnya nama
penyakit suami saya Dok?”
Dokter : “Saking parahnya Bu, bahkan dunia
kedokteran pun masih sulit menemukan apa
nama yang pantas untuk penyakit ini Bu,
tapi kalau Ibu penasaran, sementara kita
sebut saja nama penyakit ini ‘penasaran’ Bu,
!
Istri : “Oh, iya he’eh. Nah sekarang apa yang kira-
kira dapat kita lakukan dok untuk suami
saya ini? Apa harus saya yang merawatnya

209
dengan penuh cinta dan kasih sayang?”
(Sedikit panik)
Suster : “E, Ibu tenang saja dulu, untuk sementara
saya akan merawat suami Ibu sampai
akhirnya nanti dia bisa ciuman bersama
saya. Eh, e, maksud saya siuman ketika
dirawat saya Bu.”
SUSTER MELAKUKAN KEGIATAN MERAWAT SI
PASIEN.
Istri : “Apa setidaknya kita membawa suami saya
ini ke rumah sakit saja Dok, Sus? Ketimbang
dia harus dirawat di villa milik saya ini…”
Dokter : “E, tidak perlu Ibu cantik, bahkan jangan
sampai hal itu terjadi, karena Ibu perlu tahu,
dan mungkin saya ingatkan kembali,
penyakit yang suami Ibu ini derita
merupakan penyakit yang, lang…?”
Istri : “…ka.”
Dokter : “Ya, tepat sekali, langka. Nah apabila suami
Ibu ini dibawa ke sebuah rumah sakit, dan
pada dasarnya orang-orang yang berada
dalam rumah sakit itu merupakan orang
yang sedang sakit, makaaa, mereka-mereka
yang sakit itu bisa tertular, dan apa? Kita
yang membawa suami Ibu ini akan bisa
dituntut, karena itu lebih baik kita rawat
suami Ibu ini di Villa, hanya dengan saya,
dan asisten saya, suster ini yang akan
merawat suami Ibu dengan kasih
sayangnya.”
Istri : “Tapi, apakah kita tidak akan tertular dok?”
Dokter : “Ibu tenang saja, karena kita ini merupakan
orang-orang sehat, berakal, dan berbudi

210
pekerti yang luhur, maka semoga saja kita
tidak tertular.”
Istri : “Semoga Dok?”
Dokter : “Ya, kita kan tidak tahu Bu, namanya
penyakit, rezeki, itu semua datangnya dari
yang di atas, saya tidak bisa begitu
memastikannya Bu, hehe.”
Istri : “Oh, hemmm, jadi seperti itu, baiklah Dok,
kalau begitu sementara saya akan
memberikan kabar ini kepada keluarga, tapi
sebentar, ada yang mau saya tanyakan Dok.”
Dokter : “Iya, kenapa Bu?”
Istri : “Bolehkah saya mengajak keluarga saya
untuk berada di Villa ini Dok?”
Dokter : “Oh, tentu saja boleh bu, hanya saja, mereka
semua tidak bisa masuk ke kamar ini, secara
serentak, hanya boleh satu atau dua pilih
aku atau dia yang engkau cinta (bernyanyi).”
Istri : “Hah, apa Dok?”
Dokter : “Eh, maksud saya satu atau dua orang saja
yang boleh datang ke tempat ini Bu.”
Istri : “Oh, baiklah Dok, saya hanya akan
menyuruh adik saya saja Dok untuk ke sini!
Titip suami saya sebentar Dok.”
Dokter : “Oh, iya, tentu saja Bu.”
ISTRI KELUAR PANGGUNG DAN SESAAT
KEMUDIAN
Suami : “Ciaaaaaa, kita berhasil, berhasil.”
Dokter : (Terdiam seperti sedang merenung).
Suami : “Oii, Muklis! Oii!”
Suster : “Klis!” (Menegur Muklis)
Dokter : “Ehk, iya, kenapa?”

211
Suami : “Kamu kenapa Klis? Maka aku bilang tadi
modus kita mulai mencapai berhasil!”
Dokter : “Oh, iya kita berhasil, horeee!” (Girang agak
dipaksakan)
Suami : “Nah, ini kan baru langkah awal kita, ke
depannya harus lebih bagus lagi aktingnya,
kamu Sayang (menegur si suster), akting
kamu nanti harus lebih terlihat lagi adanya
kasih sayang dalam merawat, agar istriku
nantinya mengijinkan kamu untuk menjadi
istri keduaku huahaha dan… (dilanjutkan
mengevaluasi seperti sutradara
mengarahkan aktornya, kepada suster dan
Muklis yang pura-pura menjadi dokter). Bah
pokoknya aku percaya sama kamu Klis,
kamu kan aktor teater nih waktu kita di
kampus dulu, mesti hebat lagi yak!”
Muklis : “Iya, tenang sajaaa. Tapi memangnya
kenapa kamu mau nikah lagi?”
Suami : “Ya, abisnya istriku yang cantik itu selalu
aja ada alasan kalau aku mau ajak dia
ngempret akhir-akhir ini! Ya jadinya…”
TIBA-TIBA ISTRI MASUK. SEMUA KAGET, DAN SI
SUAMI YANG TADINYA DUDUK LANGSUNG
PURA-PURA KEJANG-KEJANG.
Istri : “E’eh, e’eh, kenapa ini Dok, kenapa Dok?
Ada apa dengan suami saya?”
Dokter : “Eeeee, ini hanya masalah biasa, ini
merupakan gejala awal dari penyakit ini Bu,
Ibu tenang saja. Sus, tolong ambilkan
suntikkan penenang.” (Pura-pura
menyuntik, dan perlahan si suami mulai
tenang)

212
Istri : “Apa dia tidak apa-apa Dok?”
Dokter : “Eee, Ibu tenang saja, sekarang suami Ibu
sedang beristirahat. Nah mungkin kali ini
saya izin sebentar untuk keluar mencari
angin ya Ibu cantik. Nah, Sus, tolong rawat
Bapak ini sementara saya istirahat keluar.”
Suster : “Iya dok, memangnya dokter mau ke
mana?”
Dokter : “Mau tahu aja apa mau tahu banget?”
Suster : “Mau tahu aja tapi pake banget, boleh?”
Dokter : “Emmm, gimana ya, enggak ahk, lebih baik
saya segera keluar, titip ya Sus. Eee, untuk
Ibu apa ada yang mau dititip biar saya
sekalian belikan keluar?”
Istri : “Terima kasih Dok, tapi saya sedang tidak
ingin apa-apa, kecuali hanya kesembuhan
suami saya.”
Dokter : “Emmm, ya, baiklah kalau memang begitu.”
(keluar Panggung).
SUSTER DUDUK DI ATAS RANJANG DIDEKAT SI
SUAMI.
Istri : “Suster, mungkin biarkan saya saja yang
merawat suami saya, kalau cuma untuk
membersihkan tubuhnya, saya bisa kok Sus.”
Suster : “Eeee, tidak apa-apa Bu, ini memang sudah
tugas saya, saya ikhlas melakukan semua
ini.”
Istri : “Tidak apa-apa Sus, biar saya saja.”
(Mengambil lap basah dri tangan suster)
Suster : “E’ehk Bu, biar saya saja Bu.”
Istri : “Saya saja.”
Suster : “Saya Sus! (Terus-terusan, saling tarik
menarik, sampai akhirnya). Ya sudah, nih

213
Ibu saja yang mengelapnya.” (Merelakan
lapnya)
SAAT ISTRI BARU INGIN MENGELAP TIBA-TIBA
SI SUAMI KEMBALI KEJANG-KEJANG.
Istri : “Ehk, Sus Sus, kenapa ini suami saya?”
Suster : “Kenapa? (Tidak melihat ke arah suami,
dan seperti acuh) Lapnya kurang basah?”
Istri : “Bukaaaaann, tapi ini loh kok kejang-kejang
lagi?”
Suster : “Nah, kan. Sudah saya bilang bu, biar saya
saja, kan tadi dokter udah bilang ini penyakit
langka, bahkan untuk menyeka tubuhnya
pun harus ada tekniknya.”
Istri : “Ya Allah, penyakit apa gerang, ya sudah ini
lapnya, biar Suster aja yang ngelap, tapi
jangan macam-macam ya Sus sama suami
saya?”
Suster : “Iya Ibu.” (Melanjutkan mengelap si suami)
Istri : “Loh, kok langsung tenang ya Sus?”
Suster : “Kan sudah saya bilang, ada tekniknya Bu,
terus juga mesti dengan kasih sayang yang
tulus.”
Istri : “Bisa gitu ya Sus?”
Suster : “Ya iya Bu, memang bisa begitu.”
KEMUDIAN ADIK DARI SI ISTRI DATANG.
Rasya : “Eeeee, kenapa suamimu Kak?”
(Istri dan suster sama-sama menoleh ke arah
sumber suara)
(Si suster terkesima dengan wajah dari si Rasya)
Istri : “Ehk, Rasya. Kamu sudah datang, dokter
dan suster bilang dia terkena penyakit
langka, dan harus dirawat di tempat yang
jarang ada orangnya.”

214
Suster : (Tiba-tiba melepas lap dan langsung
menghampiri Rasya). “Oh, iya Rasya benar
apa yang Kakakmu bilang barusan, sini biar
saya langsung jelaskan secara terperinci.”
(Menjelaskan dan kemudian sambil menarik
rasya keluar panggung).
Istri : “Eh, eh sus. Adik saya mau dibawa ke
mana?”
Suster : “Astaga, oh maaf Bu, maaf.” (melepaskan
Rasya)
Rasya : (Heran). “Hmmm. Terus bagaimana
sekarang keadaan dia, kemudian mana
dokter yang merawat dia?”
Istri : “Ya, sekarang dia sedang tidak sadarkan
diri, tapi dokter bilang ini tidak apa-apa,
namun penyakit ini cuma bisa sembuh
dengan perawatan penuh kasih sayang Sya.”
Rasya : “Hah, Bisa begitu? Jadi kakak yang rawat?”
Istri : “Bukan, tapi suster ini Sya.”
Suster : “Ya, benar sekali Sya, ya, bisa dibilang aku
ini memang wanita yang selalu memiliki
rasa cinta dan kasih sayang yang tulus,
karena itu mungkin hanya lelaki sepertimu
yang pantas memiliki wanita seperti aku
ini.”
TIBA-TIBA SUAMI KEJANG-KEJANG.
Istri : “Ehk sus sus, suami saya.”
Suster : “Ehk, maksud saya hanya lelaki dewasa
yang punya pengalaman dan… dan.. dan, ya
mungkin seperti ini contoh kasih sayang
tulusnya.” (kembali menghampiri si Suami).

215
DOKTER MASUK SAMBIL MEMBAWA BUNGA
DAN BERSENANDUNG SENDIRI, LUPA JIKA
SEDANG BERAKTING SEBAGAI DOKTER.
SEMUA HERAN DENGAN TINGKAH DOKTER
Dokter : (Tersadar) “Ehk, astaga! Eh, ini merupakan
salah satu cara untuk membuat suami Ibu
bisa mendengarkan kasih sayang yang saya
miliki untuk mengobatinya. Nah kalau bunga
ini, saya bawakan buat istri dari pasien saya
biar lebih merasakan kasih sayang saya yang
menyeluruh, hehe hehe hehe… Sus, ini
suntikan penenang yang saya baru beli.”
Istri : (Memandang bunga, dan sedikit tersentak
dengan bunganya)
Dokter : “Eee, kenapa Bu? Ada yang salah dengan
bunganya?”
Istri : “Tidak, saya hanya merasa tidak asing
dengan bunga dengan rangkaian seperti ini.
Tapi… oh tidak penting, sekarang bagaimana
dengan suami saya dok, tadi dia mengalami
kejang-kejang kembali?”
Dokter : “Benarkah seperti itu?”
Rasya : “Iya Dok, iya, apakah itu tidak apa-apa?
(Panik)
Dokter : “Eeehh, kamu? Rasya?”
Rasya : “Loh, kok Dokter tau saya?”
Dokter : “Oh, astaga. Emm itu karena ada nama
kamu dibajumu.”
Rasya : “Emm, ya, jadi bagaimana dok dengan
suami kakak saya?”
Dokter : “Oh, untuk itu artinya bagus!”
Istri dan Rasya : “Loh kok bagus?”

216
Dokter : “Ya barang tentu, karena setelah ada
kontraksi kejang-kejang seperti itu dengan
perawatan penuh kasih sayang dan cinta
dari suster saya ini maka suami Ibu akan
sembuh dalam hitungan 10, 9, 8, … (sampai
1)”
Suami : (Terbangun) “Eeeh, Astaga! Aku ada
dimana?”
Istri : “Ayah, ayah sudah bangun?” (Menghampiri,
saat semakin dekat suami pura-pura seperti
ingin pingsan).
Dokter : (Menarik si Istri) “E’eh, jangan dekat dulu
Bu, suami Ibu akan kembali sakit kalau Ibu
dekati.”
Istri :” Hah, kok bisa begitu Dok?”
Dokter : “Ya tentu saja karena… (Menjelaskan sok
sok menggunakan bahasa kedokteran
sembarangan) ya, seperti itu Bu. Tapi
biasanya penyakit seperti ini sifatnya
kambuhan Bu, hanya Suster dan saya inilah
yang bisa merawat dan mampu untuk
mengatasinya, karena Suster dan saya ini
punya ketulusan hati, bahkan Bu kalau bisa,
kami berdua atau setidaknya salah satu dari
kami menjadi bagian keluarga Ibu, agar
penyakit ini bisa sampai sembuh pada
akhirnya.”
Istri : “Hah, apa!? Keluarga bagaimana?”
Dokter : “Itu, married, married.”
Istri : “Apa tidak hanya sebagai dokter atau suster
pribadi saja Dok?”
Dokter : “Oh, tidak Bu, tidak bisa seperti itu.
Pokoknya harus ada sebuah pernikahan

217
dalam keluarga Ibu agar nantinya terjadi
kedekatan dan keintiman yang terus terjalin
yang pada akhirnya akan menyembuhkan
penyakit ini.”
Suami : “Mah, sudahlah lebih baik ayah mati saja
daripada harus terus menyusahkan Mamah.”
Istri : “Yah, jangan bicara seperti itu. Mamah
yakin nantinya bisa menyembuhkan Ayah.”
Suami : “Tapi, Mamah tidak mungkin bisa
merelakan Ayah menikah lagi kan!”
Istri : “Eeee, apa tidak ada cara lain lagi Dok?”
Suami : “Kan dokter itu sudah bilang tidak ada
Mah!”
Dokter : “Eiiiittt, tentu saja ada!”
Istri : “Hah, apa dok, apa? Saya rela melakukan
apa pun! Asal jangan menikahkan suami
saya dengan wanita lain!!”
Dokter : (Melepaskan kumis palsu, dan kacamata).
“Kembali sajalah padaku Dinda.”
Suami : “Ehk, Dok?”
SUSTER MENYUNTIKKAN OBAT PENENANG
KEPADA SI SUAMI SAMPAI AKHIRNYA PINGSAN.
Istri : (kaget) “Hah, Muklis? Ini benar kamu?”
Muklis : “Iya, Dinda, maafkan aku yang telah
meninggalkanmu beberapa waktu ini, aku
pergi bukan bermaksud untuk
mencampakanmu, aku berusaha mencari
cara agar kita bisa bersama selamanya,
sampai akhirnya aku bisa memanfaatkan
suamimu sekarang ini. Aku mohon
kembalilah, kita rajut asmara kita kembali,
dan sekarang aku tidak mau kalau kamu
hanya menjadikanku selingkuhan dari

218
suamimu ini, lebih baik kita menikah secara
resmi.”
Dinda : “Iya Klis. Tapi ya bagaimana, dia yang
dijodohkan oleh orang tuaku kan, aku tidak
mau mencampakannya, apa lagi dia ini kan
setia.”
Muklis : “Setia? Semua ini cuma modus Dinda, dia
bermaksud supaya kamu membolehkannya
menikah lagi dengan Suster ini. Nah aku
punya modus untuk memanfaatkan
suamimu. Tapi tenang saja suster ini adalah
sepupuku, yang kebetulan dijadikan
selingkuhan suamimu, tapi sekarang dia
sudah tidak ingin lagi dengan suamimu
setelah apa yang telah kujelaskan padanya.”
Dinda : “Hah? Oooh, jadi seperti itu, baiklah aku
mau saja bersamamu kembali asalkan kamu
tidak meninggalkanku kembali.”
Muklis : “Iya aku berjanji. Ayok sudah yok kita
segera menyiapkan segala hal untuk
mempersiapkan pernikahan kita, mulai dari
menceraikan suamimu, sampai dengan cari
penghulu!!!”
Dinda : “Baiklah.”
MEREKA BERDUA MENINGGALKAN PANGGUNG.
Suster : “Rasyaaaa, kita ikut mereka yok, sapa tahu
kita bisa jodoh?”
Rasya : “Hah? Apa?”
Suster : (Menarik Rasya keluar panggung)
SUAMI TERBANGUN
Suami : “E’eh? Mereka semua pada kemana? Terus
rencanaku buat nikah lagi?”
LAMPU MATI.

219
Sumpah
oleh
~Wahyuni~
“Yunike”

220
Lampu perlahan-lahan menyala menerangi
panggung.
Rina : “Ibu aku pergi dulu ya?”
Ibu : “Kamu mau ke mana Rina?”
Rina : (penuh keraguan )”Mau… mau latihan teater
Bu…”
Ibu : “Tidak. Kamu tidak boleh pergi.”
Rina : “Tapi Bu, hari ini…” (dipotong)
Ibu : “Ibu bilang tidak ya tidak!”
Rina : “Ibu sampai kapan Ibu harus melarangku
seperti ini? (melihat ke jendela) Aku juga
mau seperti mereka Bu.”
Ibu : “Rina, Ibu melakukan semua ini semata-
mata untuk kebaikan kamu, lagipula apa
yang kau dapatkan dari latihanmu itu? Tidak
ada kan? Dan satu lagi itu tidak akan
membuatmu sukses!”
Rina : “Asal Ibu tahu, banyak hal yang aku
dapatkan di sini. Meski bukan materi, tapi
aku mendapatkan kepuasan batin di sini,
Bu.”
Ibu : “Ya kepuasaan, kepuasaan membantah orang
tua seperti ini!”
Rina : “Aku tidak bermaksud untuk membantah Ibu
tapi…” (tiba tiba Bapak Rina datang)
Bapak : “Ada apa ini?”
Ibu : “Ini anak kesayanganmu, kerjaannya
membantah orang tua terus.”
Bapak : “Rina kenapa kau seperti itu Nak?”
Rina : “Pak, aku tidak bermaksud membantah Ibu.
Aku cuma mau Ibu tahu kalau aku sangat
mencintai hobiku ini, lagipula aku sudah
dewasa jadi aku tahu mana yang baik

221
untukku dan mana yang buruk. Aku mohon
Pak, ijinkan Rina latihan Pak. Sebentar lagi
ada lomba tingkat nasional Pak , Rina
terpilih sebagai pemain, dan ini kesempatan
besar buat Rina.”
Bapak : (menarik napas) “Yasudah, pergilah Nak,
Bapak percaya padamu.”
Ibu : “Tidak Pak, dia tidak boleh pergi!”
Bapak : “Sudahlah Bu , biarkan dia pergi.”
Ibu : “Ahhhh anak sama bapak sama saja!”
(sambil ngomel-ngomel masuk ke kamar)
Bapak : “Bu, Ibu, Ibu (ibu tidak menghiraukan
bapak) yasudah pergilah Nak , hati-hati ya?”
Rina : “Iya Pak”
Rina pun pergi, Bapak menyusul Ibu ke kamar.
Bapak : (mendekati ibu) “Ibu, seharusnya Ibu
tidak boleh kasar seperti itu kepada Rina.”
Ibu : “Pak, ini semua Ibu lakukan untuk kebaikan
anak kita Pak!”
Bapak : “Kebaikan Ibu maksud? Melarang dia
melakukan hal yang dia suka? Kita juga
harus mengerti dia Bu, kalau masih dalam
hal positif kenapa kita harus melarangnya!?”
Ibu : “Pak, Ibu tidak mau terjadi sesuatu yang
buruk kepada anak kita, aku tidak ingin
anak kita seperti aku Pak!”
Bapak : “Apa maksudmu Bu?”
Ibu : “Sudahlah Pak lebih baik Bapak istirahat, Ibu
mau ke dapur dulu.”
Bapak : “Tidak, Ibu harus menjelaskan semuanya!”
Ibu : “Apa yang harus Ibu jelaskan pak!??”

222
Bapak : “Bapak tahu Ibu sedang menyembunyikan
sesuatu dariku kan? Ibu jujur saja pada
Bapak.”
Penuh keraguan menjawab pertanyaan Bapak.
Ibu : “Tapi pak…” (penuh kecamasan)
Bapak : “Tidak ada tapi tapian Bu, Ibu harus jawab
pertanyaan Bapak.”
Ibu : (menarik napas) “Baiklah Pak akan Ibu
ceritakan semuanya, sebenarnya dulu Ibu
memiliki hobi yang sama dengan anakmu.”
Bapak : “Sebentar Bu, maksud ibu teater?”
Ibu : “Iya Pak, (mengingat kembali) sejak duduk di
bangku SMA aku sangat mencintai panggung
bahkan aku rela mati jika ada orang yang
memutuskan mimpiku sebagai pelakon
teater, aku tidak tahu mengapa aku
mencintai dunia itu, meskipun ibu dan bapak
tidak pernah menyetujuiku. Aku tetap
membantah mereka, Ibu mengatakan
padaku seni tidak akan memberiku uang dan
membuatku sukses, meskipun Ibu berkata
seperti itu aku tetap tidak peduli Pak, karena
aku yakin aku bisa membuktikan kepada
Bapak dan Ibu. Aku menganggap alasan Ibu
dan Bapak melarangku itu bukan alasan
yang logis…” (Bapak tiba-tiba memotong
pembicaraan Ibu)
Bapak : “Lantas apa yang membuatmu benci
dengan dunia itu Bu?”
Ibu : “Dunia itu terlalu mengecewanku Pak!”
Bapak : “Bapak semakin tidak mengerti Bu. Hal
apa sebenarnya yang membuatmu kecewa
sampai kamu seperti ini terhadap anakmu?”

223
Ibu : “Sudahlah Pak tidak perlu diungkit lagi.
Pokoknya Ibu tidak mau Rina ikut teater.
Lagipula, teater juga tidak menjadikannya
orang yang sukses. Lebih baik dia fokus pada
pelajarannya saja.” (ibu bergegas ke dapur)
Bapak : “Ibu, Bu, Ibu ahhhhh selalu seperti itu!”
Musik mengalun dan lampu pun perlahan-lahan
redup, tiba-tiba Rina datang penuh kecemasan.
Rina : (karena takut dimarahi Ibu, Rina melihat
kiri dan kanan, tapi ternyata Ibu melihatnya)
Ibu : “Heeehemmm (wajah Rina pun panik
ketahuan ibunya) kenapa baru pulang jam
segini!?”
Rina : “Maaf Bu hari ini latihannya tidak seperti
biasanya Bu, soalnya besok sudah lombanya
Bu, Rina harap Bapak sama Ibu datang.”
Ibu : “Ingat ya, jangan harap Ibu akan datang
melihat kamu!” (penuh ketegasan)
Tiba-tiba Bapak datang dan membentak
istrinya.
Bapak : “Ibu! Rina sabar ya Nak. Besok kalau Bapak
tidak sibuk, Bapak akan datang melihatmu
Nak, sekarang kamu mandi, makan trus
istirahat yah Nak.”
Rina : “Iya Pak.”
Ibu : “Tunggu dulu!”
Rina : “Ada apa Bu?”
Ibu : “Ibu akan membolehkanmu melakukan hal
apa saja tapi dengan satu syarat.
Bagaimana?”
Rina : (bingung ) “Apa syaratnya Bu?”

224
Ibu : “Tinggalkan teatermu itu, dengan begitu
kamu bisa melakukan hal apa saja. Ibu tidak
akan pernah melarangmu.”
Rina : “Tidak, itu tidak akan pernah terjadi Bu!”
Ibu : “Rina (membentak) Berani-beraninya kamu
melawan Ibu!”
Rina : “Rina sudah capek Bu mendengar ocehanmu
setiap hari. (tiba tiba rina sedih) Apa Ibu
tidak merasakan perasaanku, bagaimana jika
Ibu di posisiku apa Ibu mau meninggalkan
sesuatu yang ibu cintai? Tidak kan Bu!?”
Ibu : “Ohhhhhhhhh jadi ini yang diajarkan
padamu di teater? Membantah orang tua
setiap hari seolah-olah ini panggungmu? Itu,
itu yang kamu dapatkan!?”
Rina : “Terserah Ibu mau berkata apa yang jelas
aku tidak akan meninggalkan teaterku ini
sampai mati!”
Ibu : “Dasar anak durhaka!!!” (menampar)
Rina : (menangis) “Ibu boleh menamparku
bahkan membunuhku, tapi tidak setetes
darah pun akan membuatku meninggalkan
dunia itu!” (masuk kamar)
Ibu : “Rina, Rina, Rina, Ibu belum selesai bicara!
Rina… Rinaaaa!”
Keesokan harinya. Lampu perlahan terang,
terang, dan terang.
Rina : “Pak, Bu, Rina berangkat dulu ya? Doain ya
semoga Rina bisa mendapatkan yang
terbaik, supaya Bapak dan Ibu bangga.”
Bapak : “Bapak akan selalu berdoa yang terbaik
untuk mu Nak.”

225
Rina : “Ibu, mohon doa Ibu ya karena doa Ibu juga
akan membuatku sukses. Permisi Pak, Bu.”
Bapak : “Hati-hati ya Nak.”
Rina : “Iya Pak.”
Rina pun pergi, ibu dan bapak masih
meneruskan pembicaraan mereka.
Bapak : “Sampai kapan kamu harus seperti itu Bu?”
Ibu : “Sampai dia berhenti dari teaternya!”
Bapak : “Kenapa sih Ibu masih saja egois.”
Ibu : “Sudah kukatakan ini yang terbaik untuk
anak kita!”
Bapak : “Ini bukan terbaik untuk anak kita tapi
terbaik untukmu! Demi tekadmu kamu rela
memutuskan mimpi anakmu!”
Ibu : “Maksudmu aku egois pada Rina? Tidak Pak,
aku lakukan semua ini, karena aku tidak
ingin anakku senasib denganku!!”
Bapak : “Senasib bagaimana maksudmu Bu?”
Ibu : (tatapan datar) “Aku hanya tidak mau dia
kecewa sepertiku dulu, karena keegoisanku
aku kehilangan orang tuaku.”
Bapak : “Maksud Ibu?”
Ibu : “Iya, Ibu melarangku ikut teater karena aku
lemah jantung. Saat itu aku benar-benar
bersemangat latian karena akan dikirim
mewakili sekolah. Tapi Ibu, dia selalu marah
kalau tahu aku pulang larut. Katanya dia
lebih baik mati daripada melihatku mati.
Aku benar-benar tidak mengerti apa maksud
Ibu, karena dia tidak pernah memberitau
penyakitku. Aku terus berlatih siang-malam,
sampai akhirnya aku merasa lemah. Padahal
besoknya adalah hari yang benar-benar aku

226
tunggu. Tapi...” (Dadanya mulai terasa sesak,
Ibu memegang dadanya)
Bapak : “Ibuu…! Kamu tidak apa-apa? Sudahlah,
tidak perlu diteruskan. Nanti penyakit
jantungmu kambuh.”
Ibu : “Sudahlah Pak, bukannya kau ingin tahu
mengapa aku begitu egois pada Rina?”
Bapak : “Tapi tidak dengan keadaan yang seperti ini
Bu.”
Ibu : “Keadaan yang seperti apa maksud Bapak?
Kita selalu bertengkar karena Bapak selalu
membela Rina ikut teater!!”
Bapak : “Iya, itu karena aku belum tahu alasannya
Bu!”
Ibu : “Sekarang Ibu ingin menjelaskan semuanya
Pak. Biar Bapak tahu kalau aku begini
karena aku sangat mencintai dia, apalagi
Rina anak kita satu satunya!”
Bapak : “Baiklah, kalau Ibu masih tetap mau
melanjutkannya.”
Ibu : (tarik napas dan kembali mengingat kejadian
itu) “Malamnya aku masuk rumah sakit
karena jantungku benar-benar tidak stabil.
Ayah dan ibuku panik. Aku mendengar
dokter mengatakan kalau aku harus segera
mendapatkan pendonor jantung. Saat itu
juga, ibuku mengatakan pada dokter kalau
dia mau mendonorkan jantungnya untukku.
(Menangis tersedu). Nyawaku selamat,
namun nyawa ibuku tidak. Aku hanya
sempat mendengar Ibu berkata padaku
kalau inilah yang membuatnya melarangku
ikut teater. Aku hanya bisa melirik badan

227
kaku ibuku tanpa senyumnya. Aku menyesal,
sangat menyesal. Pada saat seperti itu, tidak
ada yang peduli padaku, bahkan teman-
teman taeaterku. Tidak ada satu pun dari
mereka yang datang menjengukku memberi
ucapan bela sungkawa pun tidak ada Pak.
Dengan alasan sibuk mempersiapkan pentas
inilah, itulah. Itu yang membuatku berpikir
bahwa teater bisa membutakan hati kita.
Hingga aku berSUMPAH, aku tidak ingin satu
pun keturunanku menyentuh teater lagi, aku
sudah benar benar benci Pak!”
Bapak : “Kenapa Ibu tidak menceritakannya padaku
sejak dulu? Sebentar Bu, tapi Rina tidak akan
seperti itu kan Bu??”
Ibu : (mengambil amplop coklat berisikan hasil
kesehatan Rina) “Karena Ibu merasa tidak
perlu diungkit lagi dan kebencianku itu
membuatku tidak ingin menceritakannya, ini
hasil tes kesehatan Rina. Sekarang Bapak
buka dan lihat sendiri!”
Bapak : (membaca dan terkejut) “Kenapa Ibu tidak
pernah memberitahu Bapak?”
Ibu : “Karena Ibu tidak sanggup bicara pada
Bapak.”
Bapak : “Tapi Bu…”
Tiba-tiba jantung Ibu teramat sakit dan tidak
bisa menahan tubuhnya ibu pun terjatuh.
Bapak : “Bu, Ibuu. Ibu kenapa? Kita harus ke rumah
sakit Bu!!!” (penuh kecemasan)
Ibu : “Tidak usah Pak, (semakin terasa sakit )Rina
kok belum datang ya Pak? Ibu ingin melihat

228
Rina, Ibu ingin mengatakan sesuatu
padanya.”
(tiba tiba Rina datang membawa piala atas juara
yang didapatkannya, tapi kebahagian itu
berubah menjadi kesedihan)
Rina : “Bu, Ibu! Pak, Ibu, Pak! (Rina pun terkejut
melihat ibunya, Rina pun menangis) Ibu, Ibu
kenapa?”
Ibu : (meski teramat sakit, Ibu tetap
menyampaikan pesannya) Rina maafkan Ibu
ya Nak atas keegoisan Ibu selama ini dan
atas SUMPAH Ibu, kamu menjadi korban dari
keegoisan Ibu Nak. Ibu melarangmu karena
kamu memiliki penyakit yang sama dengan
Ibu. (Ibu mulai terbata-bata dan Rina kaget
karena dia tidak tahu kalau alasan ibunya
melarangnya karena memiliki penyakit yang
sama dengan ibunya) kejarlah impianmu
Nak, (ibu tidak bisa menahan rasa sakit, ibu
pun meninggalkan Rina dan Bapak)
Rina : “Ibu, Bu, bangun Bu! Pak, Ibu Pak?! Bu, Ibu,
Ibuuu…”
(Rina dan Bapak menangis tersedu sedu)

Lampu perlahan-lahan padam.

229
TENTANG TEATER BASTRA

Teater BASTRA FKIP Unmul adalah salah satu


teater mahasiswa di Samarinda, tepatnya di
Universitas Mulawarman. Teater BASTRA
merupakan teater tingkat program studi yaitu di
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia
dan Daerah, yang dibentuk pada tahun 2004 untuk
memberikan wadah melakukan kegiatan seni
khususnya teater kepada mahasiswa.
Beberapa judul pementasan sudah masuk ke
dalam daftar catatan perjalanan berteater
anggotanya. Beberapa kali, Teater BASTRA juga
turut meramaikan kegiatan teater tingkat nasional,
yaitu Temu Teater Mahasiswa (TTM), Festival
Monolog Mahasiswa Nasional (Stigma), dan Festival
Teater Mahasiswa Nasional (Festamasio). Berharap
aktivitas berteater anggotanya tidak pernah putus
dan terus berlanjut, beregenerasi sehingga akan
baik juga bagi anggotanya selanjutnya.
Dalam Teater BASTRA ada yang namanya ALB
atau Anggota Luar Biasa yaitu anggota yang telah
menyelesaikan studinya. Anggota Mutlak adalah
anggota yang telah mengikuti proses pengukuhan.
Teater BASTRA tidak menutup kemungkinan bagi
siapa saja yang mau berlatih teater, membagi
pengalaman dan memberi ilmu, akan kami terima
dengan baik.
“Berani Asah Seni Teguh Raih Asa” akan kami
tanamkan ke dalam hati kami. Slogan yang memberi
semangat setiap anggotanya, semoga juga memberi
semangat kepada orang lain.

230
TENTANG PARA PENCERITA

Hanny Wahyu Ningsih


Nama lengkapnya: Hanik Wahyu Ningsih.
Kebetulan lahir sebagai perempuan, pada 4 Juli
1988. Lulusan Universitas Mulawarman, jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni yang sekarang sedang
melanjutkan pendidikan Magister Manajemen
Pendidikan di kampus yang sama. Sebagai penyuka
tantangan, olah raga cabang bela diri merupakan
pilihannya hal ini bisa dibuktikan lewat medali
koleksinya, selain itu juga suka membaca dan
berbicara. Tidak hanya itu, Semasa kuliah S1 juga
aktif di beberapa kegiatan kampus, misalnya HMJ
Pend. Bahasa dan Seni, UKM Tarung Derajat Unmul,
Himabastra Indonesia serta Teater BASTRA.
Aktivitasnya saat ini selain sebagai mahasiswa
tingkat akhir program magister juga aktif sebagai
pengajar di SMKTI Airlangga Samarinda, dosen di
STIMIK SPB, dosen tamu di Unmul pada Fakultas
Teknologi Ilmu Komputer yang semuanya mengajar
pelajaran dan mata kuliah bahasa Indonesia.
Sementara untuk kesibukan yang lain sebagai
penyiar radio di Suara Mahakam 101.1 FM dan juga
mengurus Event Organizer (EO) di bawah naungan
Project DW bersama beberapa teman.
Melalui motto “Belajar adalah proses menjadi
besar”, akhirnya melahirkan naskah “Dialog
Semesta” sebagai tahap awal dari proses kreatif
menulisnya dan semoga ini menjadi proses belajar
yang baik.
Terima Kasih.

231
Email : hannyayuning47@gmail.com
Facebook : Langit Merah Mentari Pagi
Twitter : @heyhayhanny
Line : hannyayuning

Ani Puspita Sari (Kerang)


Assalamualikum Wr. Wb.
Saya yang bernama Ani Puspita Sari biasa di
panggil Rere atau Ani juga boleh. Saya ini seorang
wanita tulen yang lahir pada hari rabu, 26 Juli 1989.
Anak dari bapak Namadi Irawanto dan Siti Hajar.
Sekarang alhamdulillah tinggal di rumah yang
beralamat di Jl. Sungai Kapih RT. 05 No. 50
Samarinda Ilir tepat di pinggir sungai Mahakam.
Alhamdulillah sampai sekarang masih single tapi
sudah ada calonnya lo yah (Insya Allah).
Saat ini saya menjadi mahasiswa aktif pada
salah satu perguruan tinggi Negeri di Samarinda.
Tepatnya di Universitas Mulawarman Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa dan
Seni, Program studi Pend. Bahasa Inggris. Saya
bbergabung di Teater BASTRA pada tahun 2008 dan
mendapat nama suci “Kerang”.

Zulkifli (Sanud)
Dilahirkan sebagai seorang laki-laki dan diberi
nama Zulkifli pada hari Selasa, 12 Maret 1991.
Merupakan anak pertama dari pernikahan antara
Fikri Husein Bachrak dan Mariani. Pria ini memiliki
seorang adik laki-laki dan perempuan. Pada tahun
1996 ia melangkahkan kaki pertama kalinya ke
dunia sekolah, di SDN 017 Samarinda seberang,
dilanjutkan SMPN 8 dan SMAN 4 Samarinda. Pada

232
2008 memasuki pintu universitas, di Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni, Unmul. Aktif di kampus
sebagai aktivis GMNI Samarinda, pengurus HMJ
Pendidikan Bahasa dan Seni, serta aktif di organisasi
Teater BASTRA FKIP Unmul. Di teater pria ini aktif
sebagai aktor dan sutradara. Di antaranya pernah
menjadi aktor di pementasan dengan naskah: Sang
Mandor, Lawan Catur, Bench, Badai Sepanjang
Malam, dan Ekor. Kemudian menjadi sutradara
dalam pementasan: Lina, Saksi Mati, Hati yang
Meracau, dan Manusia. Hingga sekarang pun masih
aktif di dunia teater dan bergabung dengan
Belajarteater sebagai wadah teater umum di
Samarinda.

Hermi Syafruddin (Monaqx)


Hermi Syafruddin S.Pd., lahir di Cappasolo-
Palopo (Sulawesi Selatan) pada tanggal 10 Juli 1991.
Seorang gadis belia yang masih unyu-unyu namun
bisa jadi ibu-ibu yang bijak berbagi penglaman ke
anak-anak didiknya di SMK Putra Bangsa Bontang.
Bergabung di Teater BASTRA sejak dikukuhkan
dengan nama suci "monaqx" angkatan Plaster 1.
Berniat untuk menjadi kru di balik layar panggung
sebagai penulis naskah, namun pada kenyataannya
ia harus mencicipi panasnya panggung, setruman
lampu, polesan tata rias, harmonisasi nada, daftar
kostum, manisnya paku picik, dll. Sejak itu ia
memiliki kemampuan berbicara dengan
kepercayaan diri luar binasa, hingga nekat jadi
penyiar, mc, presenter, moderator, guru privat dll.
Tidak lama setelah berhasil menjadi ALB,
akhirnya ia berhasil menulis naskah karena tidak

233
disengaja berkat FLS2N yg diikuti oleh anak-anak
didiknya di Teater Nol yang memaksanya untuk
membuat daripada mencari sebuah naskah. Naskah
"pulu-pulu" ini tercipta dari konsep ide bersama
Teater Nol saat latihan rutin dengan beberapa
referensi pementasan yang pernah ia tonton dalam
skala nasional maupun lokal.
Semangat membaca! Silahkan dibedah!
Ekspresikan karyamu! Salam cing cing muach...
Peace, Love, and Gahol
@emmymonaqx

Finda Rahmadaniati (Sinyak)


Pemilik nama pena Indara ini lahir di
Balikpapan, 12 November 1991 dengan nama
tercatat di akte, Finda Rahmadaniati. Hobi membaca
dan menonton film (anime) membawanya ke dunia
khayal hingga akhirnya membawa penyuka warna
hijau ini jatuh ke hobi menulis. Karyanya dapat
ditemui di beberapa antologi bersama dan sebuah
buku solo berjudul “Double You and Me”. Selain itu,
gadis ini mengelola sebuah blog pribadi tempat
“bercurcol” ria di greenfira.blogspot.com. Gadis yang
memiliki mimpi menjadi bagpacker ini dapat
dihubungi di Facebook: Finda SiNyak Indara,
Twitter: @vrahm57, atau e-mail:
finda.rahma@yahoo.com.

Theobaldus K. (Boteng)
Namaku Theobaldus K. seorang pengidap asma
yang suka menghisap surya 16.Aku yang suka ngupil
ini dulunya sekolah di TK Fajar Harapan, lanjut SD
Katolik 1 WR Soepratman, lalu lulus di SMPN 7

234
Samarinda, kemudian masuk SMAN 3 Samarinda.
Lahir di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda pada
hari Kamis, 16 Januari 1992. Aku yang suka difitnah
ganteng oleh kawan-kawan adalah seorang calon
S.Pd yang hingga saat ini telah menyentuh tahun
kelima.

Ahmad Muslih Navis (Kipo)


Achmad Muslih Navis, nama yang diberikan
orang tua kandung saya. Kipo adalah nama yang
diberikan oleh teater tempat saya menginapkan
karya, termsuk naskah yang saya tulis ini. Teater
BASTRA mendewsakan pandangan saya, cara hidup
abadi yang diajarkan teater BASTRA adalah
berkarya, mari Berkarya! Suara keindahan yang
disebut seni di perdengarkan oleh kakek kepada
ayah saya dan akhirnya menurun kepada Kipo
BASTRA. Membuka dan mendewasakan hidup saya.
Saya lahir pada 24 agustus 1992, bertahun hidup
sebagai manusia. bertahan hidup sampa titik nadir,
kata ayah saya. Menjadi abadi dengan karya, kata
Teater BASTRA.

Arditiya (Kurab)
Nama saya Arditiya, lahir di Samarinda pada
tanggal 25 Mei 1992, anak kedua dari 3 bersaudara.
Pernah bersekolah di SDN 007 Samarinda,
melanjutkan ke SMPN 13 Samarinda, dan
melanjutkan di SMAN 9 Samarinda. Aktif di dunia
organisasi kampus dan menekuni dunia
perteateran. Memiliki hobi memancing dan
camping, serta memiliki motto hidup bahwa
berteater itu berkehidupan.

235
Tysar Navitupulu (Kamut)
Nama saya Tysar Navitupulu, biasanya
dipanggil Tysar, Kamut, atau Jery. Tentunya saya
berjenis kelamin laki-laki, saya pertama kali
dilahirkan di Kota Samarinda Pada tanggal 7 Juni
1993, dan kedua kalinya saya dilahirkan di kota
Pampang dengan nama “Kamut”. Saya adalah anak
pertama dari tiga bersaudara, saudara saya
semuanya ganteng dan tidak ada yang cantik.
Sekarang saya berumur 20 tahun, dan sekarang
sedang menjalani studi di Universitas Mulawarman,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
Sekarang saya bergabung dengan salah satu
organisasi mahasiswa, yaitu Himpunan Mahasiswa
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Teater Bastra.
Perlu diketahui saya sangat suka dengan warna
biru, karena saya adalah The Blue Lover, makanan
kesukaan saya adalah Nasi Mawut dan minumnya
Air Es (Seprit). Dengan moto hidup “Semangatku
Adalah Jiwaku”.

Hidayati Isro’ Iyma Toyiba (Salome)


Hai. Hai. Nama saya Hidayati Isro’ Imad
Thoyibah, biasa dipanggil Ima dan di Teater
BASTRA dianugrahi nama Salome. Berjenis kelamin
perempuan, dilahirkan di Kota Tulung Agung, 28
November 1994. Anak pertama dari tiga bersaudara.
Nah, saya sekarang berusia 20 tahun dan sedang
menjalani masa studi di Universitas Mulawarman,
Prodi Pend. Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.

236
Aktif dalam organisasi yang saya sangat cintai, yaitu
Himabastra Indonesia dan Teater BASTRA.
Kebetulan saya juga menjadi salah satu pengurus
Teater BASTRA pada periode 2013-2014 sebagai
Koordinator Tata Rias dan Busana. Oh iya, yang
punya autobiografi ini suka banget dengan warna
pink dan suka banget makan coklat. Ditunggu ya
coklatnya, hehehehe.

Rahmatul Makfiyah (Ayos)


Rahmatul Makfiyah adalah nama asli saya sejak
saya dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 4 Maret
1993. Membaca karya fiksi adalah kegemaran di
waktu luang saya. Membacalah yang mengantarkan
saya ingin menulis sejak SMP, namun saya selalu
takut untuk mencoba beruntunglah saya saat ini
sedang menempuh pendidikan di Universitas
Mulawarman Samarinda dan bergabung dalam
Teater BASTRA yang menjadikan minat saya dalam
menulis terealisasikan. Jalan-jalan merupakan
kegemaran saya yang lain, saya suka jalan-jalan
bahkan ke tempat yang kebanyakan orang tidak
mau mendatanginnya. Menghubungi saya sangat
mudah dapat melalui FB dengan mengetik “Fiyah
Ramadhan”.

Nurdia (Bepeh)
Nama Nurdia lahir 15 Juni 1993. Anak pertama
dari 3 bersaudara yang gemar menulis puisi, cerpen,
esai, dan naskah. Pernah bergabung di organisasi
SCM (Study Club Menulis) yang mengeluarkan buku
kumpulan esai dengan judul buku “Mengukir Jejak”
dan menjadi salah satu kontributornya.

237
Agustina (Cinbo)
Hola yang nulis ini lahir di Samarinda, 3
Agustus 1994. Suka makan karena suka, masih
menjadi satu-satunya anak perempuan di KK,
karena yang ke 2 laki-laki. Berusia 20 tahun tanggal
03 Agustus 2014 nanti, hehe. Masih belajar di
Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, dan
daerah FKIP, Universitas Mulawarman. Sapaan di
BASTRA emcimmmbooo’, “cinbo” maksudnya
heheheh. lahir di BASTRA semenjak nama Agustina
dilarutkan di Pampang. Nama kedua yang membuat
nama pertama sempat redup pada masanya, hehe.
Bergelut di Himabastra Indonesia dan Teater
BASTRA belajar dari dasar dari yang gak tahu
ketemu yang gak tahu lagi akhirnya belajar. Selalu
semangat setiap malam ngetik ono no naskah
pertama, berharap tidak puas karna yang pertama
Alhamdulillah kelar, berharap yang kedua cepet
lahir. Aminn!

Miftahkul Ula (Cong Pinghu)


Nama lengkap Miftahkul Ula, disingkat jadi
Miftah. Kerap dipanggil Pinghu lahir di Teater
BASTRA tanggal 27 januari 2013, plaster 4. Hobi
salat magrib berjamaah. E-mail FB
the_mfthcool@yahoo.co.id dan akun twitter
@tamie_oon.

Fitriana Nur Audia (Luhde)


Nama Fitriana Nur Audia, saya lahir di
Balikpapan 12 februari 1994, saya biasa disapa
dengan panggilan Luhde semenjak saya dikukuhkan

238
menjadi anggota teater BASTRA. Saya sangat
menyukai warna putih dan juga sangat menyukai
huruf K dan L. perlu diketahui bahwa naskah
“Diana” ini adalah naskah pertama yang saya
telurkan. Naskah ini juga tercipta karena tugas wajib
yang diberikan oleh Pendiri Teater BASTRA, alhasil
inilah dia. Yang ingin memberi kritik dan saran
hubungin saja 082353993439 dan Facebook Fitri
Luhde.

Dessy Sitti Khadijah (Sapang)


Assalamualaikum. Nama saya Desy Sitti
Khadijah, biasanya dipanggil Desy tapi bisa juga
Sapang. Lahir di Balikpapan, 5 Desember 1994
tepatnya pukul 9 pagi. Saya anak kedua dari 4
bersaudara. Sekarang saya telah menduuduki
semester 4 di Universitas Mulawarman, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia. Inilah singkat
autobiografi saya kurang dan lebihnya mohon maaf.
Wassalamualaikum.

Indra Rukmana (Tu’gi)


Indra Rukmana, merupakan nama lengkap yang
diberikan kedua Orang Tua yang sangat saya
sayangi, beralasan agar anaknya kelak menjadi
seorang pemimpin yang baik sampai akhirnya
sekarang jadilah Indra sapaan biasa nama saya
dipanggil, menjadi seorang anak yang berusaha
mewujudkan impian kedua orang tua saya. Lahir di
rumah sakit di Kota Samarinda, tepat di tanggal 14
Mei 1993, di usia 19 tahun saya di Anugrahkan
nama Tu’gi Oleh Teater BASTRA, teater yang sampai

239
saat ini sebagai wadah menumpahkan segala
kemampuan dan segala hal yang dapat saya berikan
sebagai tanda terima kasih atas segala hal yang
sudah diberikan. Teater BASTRA merupakan salah
satu organisasi dari banyaknya rentetan
pengalaman organisasi yang saya ikuti, dan sampai
saat ini Teater BASTRA masih menjadi sesuatu yang
berbeda, dan menjadikan pribadi seorang Tu’gi yang
berubah menjadi lebih baik. Saat ini baru satu
tulisan naskah yang mampu saya berikan untuk
Teater BASTRA, semoga banyak karya yang mampu
saya berikan nantiya!

Wahyuni (Yunike)
Nama saya Wahyuni, biasanya dipanggil Yuni.
Saya lahir di Sulawesi Selatan, tanggal lahir 25
Maret 1995. Sekarang saya menjalani studi di
Universitas Mulawarman, fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, jurusan Sosiologi. Saya bergabung di
salah satu organisasi mahasiswa Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, program studi Pendidikan
Bahasa, meskipun saya hanya anggota partisipan di
Teater BASTRA tapi saya begitu mencintai
organisasi ini, entah kenapa dan mengapa hanya
satu alasan yang membuat saya tetap bertahan,
karna saya sangat mencintai SENI dan orang orang
yang bernaung di teater tersebut.

240
241
242
243
244
245
246
SEMANGKUK UCAPAN TERIMA KASIH

Kami beri nama semangkuk bukan berarti hanya sekecil


itu rasa terima kasih kami, lebih dari sekadar kata.
Kami ucapkan terima kasih pada donatur dan pihak-
pihak yang telah mendukung proses pembuatan buku
antologi naskah drama kami yang kedua.

T
E
R
I
M
A

K
A
S
I
H

247

Anda mungkin juga menyukai