(LINGUISTIK PERBANDINGAN)
..............................................................................................
PROF. SOEPARNO
UAD YOGYAKARTA
Gmail:
soeparno@idlitera.uad.ac.id
.
ANJURAN:
Anceaux, J.C. 1965. Teori-teori Linguistik tentang Tanah Asal Bhasa Austronesia dalam Bacaan Linguistik
No.4 Fakultas Sastra UGM.
Brandstetter, Renwaard. 1956. Bahasa Indonesia Umum dan Bahasa Indonesia Purba (terjemahan Syaukat
Djajadiningrat). Jakarta: Pustaka Rakyat.
Chambers, J.K. and Peter Trudgill. 1980. Dialectology. London: Cambridge Univ.Press.
Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.
Kern, H. 1956. Pertukaran Bunyi dalan Bahasa-bahasa Austronesia (terjemahan Syaukat Djajadiningrat).
Jakarta: Pustaka Rakyat.
Parera, Jos Daniel. 1987. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan.Jakarta:Erlangga.
Perihatin, Ayu Andika. 2021. Variasi Leksikal Nama-nama Jajanan Pasar Tradisional di Kecamatan Palang
Kabpaten Tuban (Laporan Penelitian/Skripsi)
Soeparno. 2002. Isoglos Leksikal di Perbatasan Wilayah Yogakarta-Surakarta.(Laporan Penl).
________. 2014. Representasi Komponen Pembangun Struktur Bhs. Polisintetik pada Kata Ganti Tunjuk
Bahasa Biak-Numfor (Laporan Penl).
________. 2015. Komponen Pembagun Struktur Frasa Milik pada Bahasa Biak-Numfor. (Laporan Penl)
KOMPONEN PENILAIAN:
__________________________________________
TOTAL : 100 %
.
METODE KOMPARATIF:
Membandingkan bahasa satu dengan bahasa yang lain dengan tujuan:
1. Untuk memperoleh persamaan struktur bahasa satu dengan bahasa yang lain.
2. Untuk menentukan kelompok atau rumpun bahasa-bahasa tersebut.
METODE KONTRASTIF:
Membandingkan bahasa satu dengan bahasa yang lain denga tujuan:
1. Untuk menemukan perbedaan struktur bahasa satu dengan bahasa yng lain.
2. Untuk menemukan karakteristik setiap bahasa.
CONTOH METODE KOMPARATIF VS KONTRASTIF
Perbandingan bhs. Melayu vs. Bhs. Jawa
VOKABULER:
a.Kontrastif : lungguh (Jogja) – jagong (BMas) ‘duduk’
luwe (Jogja) -- kencot (Bmas) ‘lapar’
aku (Jogja) -- inyong (Bmas) ‘aku’
(LHK, 2017:85)
HIERARARKI FAMILI/RUMPUN
RUMPUN BHS
BAHASA BAHASA
DIALEK DIALEK
SUBDIALEK SUBDIALEK
AKSEN AKSEN
SUBAKSEN SUBAKSEN
IDIOLEK IDIOLEK
A. TEORI CHAMBERS & TRUDGILL :
Chambers & Trudgill (1980) menyatakan bahwa batas antara bahasa dan dialek
adalah “mutual intelligibility” (kesalingmengertian).
Jika dua penutur saling mengerti : penutur tsb menggunakan bahasa yang sama.
Jika dua penutur tidak saling mengerti : penutur tsb menggunakan dua bahasa
yang berbeda .
Kelemahan teori ini adalah:
(1) tidak berlaku bagi penutur bilingual dan multilingual.
(2) tidak dapat diterapkan pada dialek kontinum (yakni keberadaan beberapa
dialek yang sambung-menyambung.
CATATAN:
Dalam menghitung perbedaan kosa kata variasi fonetis pada beberapa bahasa
daerah tertentu misalnya: ape; apo; apa; /opo/, /apə/; termasuk kosa yang sama
atau kosa kata yang berbeda?
Pertanyaan besar: Bahasa Minangkabau atau Bahasa Melayu Dialek Minangkabau?
C. ISOGLOS DAN HITEROGLOS
Isoglos adalah garis di dalam peta bahasa yang menandai batas pemakaian ciri-
ciri linguistik tertentu yang berbeda (Kridalaksana).
Garis dalam peta bahasa yg menghubungkan daerah yang mewakili kelompok
penutur yg menggunakan unsur bahasa yang sama (KBBI)
Dua garis yang masing-masing ditarik untuk meghubungkan daerah atau tempat
yang ciri linguistiknya sama.
D. DIALEK REGIONAL DAN DIALEK SOSIAL
1. Dialek Regional: yang dibahas di atas (teori Guiter maupun Trudgill) pada
dasarnya adalah dialek regional atau dialek geografis, misalnya: bahasa Jawa
dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa Jawa dialek Osing, bahasa
Melayu dialek Betawi, bahasa Melayu dialek Belitung.
2. Dialek Sosial atau Sosiolek adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor
sosial . Macam-macam dialek sosial:
a. Akrolek: dialek sosial yang dipandang lebih bergengsi daripada variasi bahasa
yang lain, misalnya: bahasa Jawa ragam Krama.
b. Basilek: dialek sosial yang dipandang kurang bergengsi, misalnya: bahasa
Jawa ragam pesisiran, bahasa Jawa ragam Ngoko.
c. Slang: dialek sosial yang sifatnya rahasia dan dipakai oleh kalangan tertentu,
misalnya para preman (bahasa prokem), bahasa ong-ong, bahasa alay.
d. Jargon: dialek sosial yang dipakai oleh kalangan profesional tertentu tetapi
tidak bersifat rahasia, misalnya sopir, tukang kayu, dokter, mekanik/montir.
e. Argot : dialek sosial yang sifatnya rahasia dan dipakai profesi terentu,
misalnya: polisi, mata-mata, spionase, pencopet.
f. Kent: dialek sosial yang direkayasa dengan tujuan tertentu, misalnya
digunakan oleh pengemis agar kelihatan “memelas”.
E. ISOGLOS (MACAM-MACAM ISOGLOS):
1. Isoglos Leksikal:
Bhs Jawa dialek Banyumas: Bhs Jawa dialek Yogyakarta :
jagong /jagoŋ/ /luŋguh/ ‘duduk’
maring /mariŋ/ /mənyaŋ/ ‘pergi ke’
rika /rika/ /kowe/ ‘kamu’
2. Isoglos Fonetis:
Bhs Jawa dialek Ngawi: Bhs Jawa dialek Yogyakarta:
/aŋklər/ /aŋlər/ ‘nyaman’
Bhs Melayu dialek Pasemah: Bhs Indon dialek Minang:
/apə/ /apo/ ‘apa’
3. Isoglos Morfologis:
Bhs Jawa dialek Malang: Bhs Jawa dialek Yogyakarta:
/sapi/ + /-e/ /sapi’e/ ‘sapinya’ /sapi/ + /-e/ /sapine/
4. Isoglos Sintaksis:
Aja nangis ! vs. Ora nangis! ‘jangan menangis!’
5. Isoglos Semantis:
gedhang ‘pisang’ (bhs Jawa) vs. ‘pepaya’ (bhs Sunda)
gong ‘gong’ (Yogyakarta) vs. ‘gamelan’ (dial Ngawi)
F. TIPE-TIPE ISOGLOS LEKSIKAL (Chambers, 1980)
Keterangan simbol: a,b,c : simbol untuk butir leksikal yang berbeda
x : simbol untuk butir leksikal standar
/ : batas (garis isoglos)
1. Tipe I.1 (a/b) : Masing-masing pihak mempunyai istilah regional yg berbeda
2. Tipe I.2 (a/x): Pihak yang sebelah mempunyai istilah standar, pihak yang
lain menggunakan istilah regional.
3. Tipe I.3 (a/bx): Masing-masing pihak mempeunyai istilah regional yang
berbeda, salah satu pihak mempunyai istilah standar.
4. Tipe II.1 (a/ab): Butir leksikal regional yang satu terdapat di kedua belah
pihak, sedangkan butir leksikal regional yang lain hanya terdapat di salah
satu pihak saja.yang lain
5. Tipe II.2 ( x/xa): Di kedua belah pihak mempunyai istilah standar, tetapi
disalah satu pihak masih terdapat lagi istlah regional .
6. Tipe II.3 (a/xa): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang sama,
dan di salah satu pihak terdapat butir leksikal standar.
7. Tipe II.4 (a/axb): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal yang sama, tetapi di
salah satu pihak masih terdapat butir leksikal standar dan butir leksikal
yang berbeda.
8. Tipe II.5 (ax/bx): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal standar, tetapi di
salah satu pihak masih terdapat butir leksikal yang berbeda.
9. Tipe III.1 (ab/ac): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang
sama dan butir regional yang berbeda.
10. Tipe III.2 (ax/ab): Di kedua belah pihak terdapat terdapat butir leksikal regional
yang sama, tetapi di salah satu pihak terdapat butir leksikal standar
dan di pihak lain terdapat butir leksikal regional yang lain.
11. Tipe III.3 (ax/bx): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal standar, dan di
kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang berbeda.
12. Tipe III.4 (ab/acx): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang
sama dan butir regional yang berbeda, dan di salah satu pihak
terdapat butir leksikal standar.
13. Tipe III.5 (axb/axc): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal standar dan
butir regional yang sama, dan di keduabelah pihak terdapat lagi butir
leksikal regional yang berbeda.
14. Tipe IV (---/abcx): Salah satu pihak dari garis batas isoglos benar-benar
kekurangan butir leksikal apa saja yang terdapat di pihak sebelah
perbatasan yang lain
CIRI KHAS BEBERAPA
BAHASA DAERAH TERTENTU
A. Bahasa Jawa
B. Bahasa Jawa Dialek Banyumas
C. Bahasa Sunda
D. Bahasa Minangkabau
E. Bahasa Bugis
F. Bahasa Melayu Dialek Palembang
G. Bahasa Melayu Dialek Betawi
H. Bahasa Melayu Dialek Ambon
I. Bahasa Biak
J. Bahasa Banjar
A. CIRI KHAS BAHASA JAWA
1. Tak ada fonem /a/ final, kecuali pada kata ora /ora/ ‘tidak’
2. Kontras antara konsonan dental dan palatal (tebal):
wedi /wədi/ ‘takut’ vs. wedhi /wədi/ ‘pasir’;
3. Nama tempat berawal /b/,/d/,/j/,/g / selalu ditambah dengan nasal:
mBali, nDemak, nJember, ngGodean
4. Fonem nasal + fonem inisial /c/ luluh: /N-/ + /cokot/ /ñokot/ ‘menggigit’
5. Fonen /i/ + /a/ /e/: /kali/ ‘sungai’ + /an/ /kalen/ ‘sungai kecil’
6. Kaya konsonan kluster: /bablas/ ‘terus’, /blarak/ ‘daun kelapa kering’
7. Tidak mengenal diftong: pisau /pisaw/ peso /peso/
kerbau /kərbaw/ kebo /kəbo/
gulai /gulay/ gule /gule/
8. Tidak mengenal konsonan bilabial frikatif:
provinsi /profinsi/ /propinsi/
aktif /aktif/ /aktip/
CIRI KHAS BAHASA JAWA (lanjutan)
9. Mengenal infiks –in- (pembentuk pasif) dan –um- (pembentuk aktif):
Contoh: tuku ‘beli’ tinuku ‘dibeli’
guyu ‘ketawa’ gumuyu ‘tertawa-tawa’
10. Mengenal macam-macam bentuk perulangan:
a. perulangan total: bocah bocah-bocah ‘anak-anak’
b. perulanagan parsial depan (dwipurwa):lembut ‘halus’ lelembut ‘
c. perulangan parsial akhir (dwiwasana): cekik cekikik ‘terawa keil’
d. perulangan berubah bunyi: cengar-cengir, bola-bali
11. Mengenal tulisan dengan huruf Jawa (ha-na-ca-ra-ka):ejaan sistem silabis
12. Mengenal tingkat-tingkatan bahasa (ngoko vs. kromo):
NGOKO vs. KROMO
simbah eyang ‘nenek/kakek’
teka rawuh ‘datang’
turu sare ‘tidur’
B. CIRI KHAS BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS
1.Sistem Fonologi:
kata berakhir glotal stop /’/ jika diberi akhiran –e menadi /k/
Contoh: /mbo’/ + /-e/ /mboke/
2. Mengenal konsonan tebal (dengan hembusan napas yang berat):
pahlawan /pahLaWan/
wolu /Wolu/
3.Beberapa leksikon yang khas:
kencot ‘lapar’
jagong ‘duduk’
inyong ‘saya’
rika ‘engkau’
C. CIRI KHAS BAHASA SUNDA
1. Mengenal banyak partikel pementing: mah, anu, atuh, teh
2. Mengenal vokal / bulat-tinggi: peuyeum ‘tape’
3. Mengenal afiks nasal /N-/ seperti bahasa Jawa.
θ/
4. Sisipan /-al-/ atau /-ar-/ berfungsi sebagai pembentuk jamak:
/budhak/ ‘anak’ /barudhak/ ‘anak-anak’
5. Vokal final selalu diucapkan sebagai glotal stop:
/saha/ /saha’/ ‘siapa’
/eta/ /eta’/ ‘itu’
6. Ada saling silang leksikal kasar-alus dengan bahasa Jawa:
/dhahar/ ‘makan/halus’ : bahasa Jawa
‘makan/kasar’ : bahasa Sunda
/gədhaŋ/ ‘pisang’ : bahasa Jawa
‘pepaya’: bhasa Sunda
/amis/ ‘anyir’ : bahasa Jawa
‘manis’: bahasa Sunda
D. CIRI KHAS BAHASA MINANGKABAU
kecik,
3. Beberapa kata bhs Melayu yg disingkat:
tidak dak/nak
telah lah/la
hendak ndak/nak
4. Vokal /a/ final dlm BHS Melayu Palembang /o/
G. CIRI KHAS DIALEK BETAWI