Anda di halaman 1dari 48

LINGUISTIK KOMPARATIF

(LINGUISTIK PERBANDINGAN)
..............................................................................................

PROF. SOEPARNO
UAD YOGYAKARTA

Gmail:
soeparno@idlitera.uad.ac.id
.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan wawasan


kepada para mahsiswa dalam hal keanekaragaman bahasa-
bahasa yang berada dalam rumpun bahasa-bahasa di
wilayah Nusantara/Austronesia dengan menggunakan
metode komparatif dan kontrastif serta pendekatan
sinkronik, diakronik, dan pankronik yang pada gilirannya
dapat dimanfaatkan sebagai modal dalam penelitian bahasa
dan pembelajaran bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
WAJIB:
Soeparno. 2016. Linguistk Historis Komparatif. Yogyakarta: K-Media.

ANJURAN:
Anceaux, J.C. 1965. Teori-teori Linguistik tentang Tanah Asal Bhasa Austronesia dalam Bacaan Linguistik
No.4 Fakultas Sastra UGM.
Brandstetter, Renwaard. 1956. Bahasa Indonesia Umum dan Bahasa Indonesia Purba (terjemahan Syaukat
Djajadiningrat). Jakarta: Pustaka Rakyat.
Chambers, J.K. and Peter Trudgill. 1980. Dialectology. London: Cambridge Univ.Press.
Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.
Kern, H. 1956. Pertukaran Bunyi dalan Bahasa-bahasa Austronesia (terjemahan Syaukat Djajadiningrat).
Jakarta: Pustaka Rakyat.
Parera, Jos Daniel. 1987. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan.Jakarta:Erlangga.
Perihatin, Ayu Andika. 2021. Variasi Leksikal Nama-nama Jajanan Pasar Tradisional di Kecamatan Palang
Kabpaten Tuban (Laporan Penelitian/Skripsi)
Soeparno. 2002. Isoglos Leksikal di Perbatasan Wilayah Yogakarta-Surakarta.(Laporan Penl).
________. 2014. Representasi Komponen Pembangun Struktur Bhs. Polisintetik pada Kata Ganti Tunjuk
Bahasa Biak-Numfor (Laporan Penl).
________. 2015. Komponen Pembagun Struktur Frasa Milik pada Bahasa Biak-Numfor. (Laporan Penl)
KOMPONEN PENILAIAN:

__________________________________________

1.UJIAN TENGAH SEMESTER : 30 %


2.UJIAN AKHIR SEMESTER : 30 %
3. TUGAS-TUGAS (INDIVIDU/KLPK) : 30 %
4. KEHADIRAN : 05 %
5. AKTIVITAS/SIKAP : 05 %
___________________________________________

TOTAL : 100 %
.

MATERI LINGUISTIK PERBANDINGAN


A. Metode: komparatif, kontrastif
B. Pendekatan: sinkronis, diakronis, pankronis
C. Unsur-unsur bahasa yang diperbandingkan
1. Unsur yang boleh diperbandingkan
2. Unsur yang tidak boleh diperbandingkan
D. Bahasa Austronesia
1. Batas wilayah bahasa Austronesia
2. Tanah asal bahasa Austronesia
E. Metode pengelompokan Bahasa
Metode leksikostatistik dng daftar kosa kata dasar Swadesh
F. Dialektologi
1. Dialek Geografis (isoglos, hiteroglos, peta bahasa)
2. Dialek Sosial
G. Analisis konstrastif beberapa bahasa daerah: Bahasa Jawa, Bahasa
Bahasa Sunda, Bahasa Banjar, Bahasa Minangkabau, Bahasa Biak,
Bahasa Melayu Dialek Betawi, Bahasa Bugis, Bahasa Melayu Dialek
Ambon.
PENDEKATAN DAN METODE
DALAM TELAAH BAHASA
PENDEKATAN DALAM TELAAH BAHASA
1. Pendekatan Sinkronik:
a. Memperbandingkan bahasa pada suatu masa tertentu.
b. Membandingkan bahasa secara apa adanya, tanpa ada unsur
rekayasa dan manipulasi.
c. Tidak menghiraukan latar belakang kesejarahan.
d. Tidak mengutamakan proses tetapi mengutamakan prosede.
2. Pendekatan Diakronik:
a. Membandingkan suatu bahasa pada masa yang berlaianan.
b. Sangat mengutamakan latar belakang kesejarahan.
c. Mengikuti perkembangan dari masa ke masa.
d. Mengutamakan proses, tidak mengtamakan prosede.
3. Pendekatan Pankronik:
a. Gabungan antara pendekatan sinkronis dan diakronis.
b. Membandingkan bahasa-bahasa dalam suatu masa tertentu, namun
hasilnya dapat dipakai untuk menentukan peristiwa sejarah.
METODE KOMPARATIF VS. KONTRASTIF

METODE KOMPARATIF:
Membandingkan bahasa satu dengan bahasa yang lain dengan tujuan:
1. Untuk memperoleh persamaan struktur bahasa satu dengan bahasa yang lain.
2. Untuk menentukan kelompok atau rumpun bahasa-bahasa tersebut.

METODE KONTRASTIF:
Membandingkan bahasa satu dengan bahasa yang lain denga tujuan:
1. Untuk menemukan perbedaan struktur bahasa satu dengan bahasa yng lain.
2. Untuk menemukan karakteristik setiap bahasa.
CONTOH METODE KOMPARATIF VS KONTRASTIF
Perbandingan bhs. Melayu vs. Bhs. Jawa

1. Secara komparatif: kosa kata yang sama


a. Tanpa perubahan bunyi: bantal (Bhs.Ind) -- bantal (Bhs. Jawa)
kasur (Bhs Ind) -- kasur (Bhs. Jawa)
b. Dng perubahan bunyi : padi (Bhs.Ind) -- pari (Bhs. Jawa)
pagar (Bhs.Ind) -- pager (Bhs. Jawa)
2. Secara kontrastif: kosa kata yang berbeda
pasir (Bhs.Ind) – wedhi (Bhs. Jawa)
takut (Bhs Ind) – wedi (Bhs. Jawa)
dua (Bhs.Ind) – loro (Bhs. Jawa)
sakit (Bhs. Ind) – lara (Bhs. Jawa)
BHS. JAWA JOGYA VS. BHS. JAWA BANYUMAS

VOKABULER:
a.Kontrastif : lungguh (Jogja) – jagong (BMas) ‘duduk’
luwe (Jogja) -- kencot (Bmas) ‘lapar’
aku (Jogja) -- inyong (Bmas) ‘aku’

b. komparatif: lemah (Jogja) -- lemah (Bmas) ‘tanah’


watu (Jogja) -- watu (Bmas) ‘batu’
UNSUR-UNSUR BAHASA
YANG BOLEH DIPERBANDINGKAN
(LHK, 2017: Bab III hlm 15-26)
1. PERBANDINGAN BIDANG VOKABULER:
a. Vokabuler yang boleh diperbandingkan: kosa kata konservatif:
1) Kata Benda: nama benda-benda alam, binatang, tumbuhan, anggota tubuh
2) Kata Kerja: pekerjaan sehari-hari: makan, minum, duduk, mandi, tidur
3) Kata Sifat: sifat dasar: besar, kecil,panjang, pendek, gelap, terang
4) Kata Ganti: aku, kamu, dia
5) Kata Hubungan Keluarga: bapak, ibu, anak, paman
6) Kata bilangan: kata yang menyatakan hitungan: satu, lima, sepuluh.
b. Vokabuler yang tidak boleh diperbandingkan:
1) Kata-kata Afektif: makian, rayuan, seruan
2) Kata-kata pungut: kata yang berasal dari luar bahasa Indonesia.
3) Kata Asuh (Nursery Words): papa, mama, papi, mami, papah, mamah,
4) Onomatope: tiruan bunyi barang atau bunyi binatang:
Bunyi ayam jantan: kukukluruk (Jawa)
kukuruyuk (Melayu)
kongkorongok (Sunda)
kock’s doodle (Ingris)
cocorico (Spanyol)
chichirichi (Italia)
DAFTAR KOSA KATA SWADESH
JMLAH KOSA KATA BHS Indonisia th 1988:62.000; th. 2008:91.000; 2018:105.000

1. abu 21. basah 41. buruk 61. jahit


2. air 22. bata 42. burung 62. jantung
3. akar 23. bebrapa 43. busuk 63. jalan
4. aku 24. belah 44. daging 64. jatuh
5. alir 25. benar 45. danau 65. jauh
6. anak 26. benih 46. dan 66. jeram
7. anjing 27. bengkak 47. datang 67. dorong
8.angin 28. berjalan 48. darah 68. dua
9.apa 29. berenang 49. daun 69. duduk
10.api 30. berat 50. debu 70. ekor
11.apung 31. beri 51. dekat 71. engkau
12.asap 32. besar 52. dengan 72. empat
13.awan 33. bilamana 53. dengar 73. gali
14.bagaimana 34. binatang 54. dalam/di dalam 74. garam
15.baik 35. bintang 55. di 75. garuk
16.babi 36. buah 56. dingin 76. gelembung
17.banyak 37. bulu 57. dimana 77. gemuk
18.bapak 38. bunga 58. (ber)diri 78. gigi
19.baring 39. bunuh 59. di sini 79. gigit
20.baru 40. buru 60. di situ 80. gosok
81. gunung 101.kami/kita 121. lelaki 141. napas
82. hantam 102.kamu 122. lempar 142. nyala
83. hati 103.kanan 123. lidah 143. nyanyi
84. hijau 104.karena 124. lihat 144. orang
85. hidung 105.kata 125. lima 145. panas
86 hidup 106.kelahi 126. licin 146. panjang
87. hisap 107.kepala 127. ludah 147. pasir
88. hitam 108.kering 128. lurus 148. pegang
89. hitung 109.kecil 129. main 149. pendek
90. hutan 110.kiri 130. makan 150. peras
91. hujan 111.kotor 131. malam 151. perempuan
92. ia 112.kayu 132. mata 152. perut
93. ibu 113.kulit 133. matahari 153. pikir
94. ikan 114.kuning 134. mati 154. pohon
95. ikat 115.kutu 135. merah 155. potong
96. isteri 116.lain 136. mereka 156. punggung
97. itu 117.langit 137. minum 157. putih
98. kabut 118.laut 138. mulut 158. rambut
99. kaki 119.lebar 139. muntah 159. rumput
100.kalau 120.leher 140. nama 160. sayap
161. satu 181. tidak
162. sedikit 182. tidur
163. siang. 183. tiga
164. siapa 184. tikam
165. sempit 185. tipis
166. semua 186. tiup
167. suami 187. cacing
168. sungai 188. cium
169. tajam 189. tua
170. tahu 190. cuci
171. tahun 191. tulang
172.takut 192. tebal
173.tali 193. tumpul
174.tanah 194. tongkat
175.tangan 195. ular
176.tarik 196. usap
177.telinga 197. usus
178.telur 198. air bah
179.terbang 199. musim kemarau
180.tertawa 200. musim hujan
(lhk, 2017:19)
LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAF
(2017: 19)
2. PERBANDINGAN BIDANG FONOLOGI
Secara teoretis bunyi bahasa dari bahasa “induk” mengalami perubahan
dengan mengikuti hukum bunyi tertentu.
a. Hukum Bunyi RDL: (Hukum Bunyi van der Tuuk I):
Bunyi /r/ di antara dua vokal pada bahasa-bahasa tertentu
berkorespondensi dengan bunyi /d/ dan /l/.
/pari/ ‘padi’ : bahasa Jawa, Lampung
/padi/ ‘padi’ : bahasa Melayu, Madura, Bali
/palay/ ‘padi’ : bahasa Tagalog
/pala/ ‘padi’ : bahasa Buru
b. Hukum Bunyi RGH: (Hukum Bunyi van der Tuuk II):
Bunyi /r/ di antara dua vokal pada bahasa-bahasa tertentu
berkorespondensi dengan bunyi /g/ dan /h/.
/taruh/, /urat/, /pari/ : bahasa Melayu, Bugis
/tago/, /ugat/, /pagi/ : bahasa Tagalog, Bisaya
/tahu/, /uhat/, /pahi/ : bahasa Dayak
‘taruh’ ‘urat’ ‘ikan pari’
c. Hukum Bunyi Labial:
Bunyi /w/ pada posisi inisial berkorespondensi dengan bunyi /b/ pada
bahasa-bahasa yang lain.
/woh/ ‘buah’ : bahasa Jawa
/buah/ ‘buah’ : bahasa Melayu
/boh/ ‘buah’ : bahasa Aceh
Contoh lain:
/wangkang/ ‘perahu’ : bahasa Dayak
/bangkang/ ‘perahu’ : bahasa Tagalog
/bangka/ ‘perahu’ : bahasa Sumbawa

d. Hukum Bunyi Letus (Hukum Bunyi Grimm I):


Pada bahasa-bhasa Indo-German, bunyi letus bersuara pada bahasa-
bahasa tertentu berkorespondensi dengan bunyi letus tak bersuara pada
bahasa-bahasa yang lain.
labium ‘bibir’, deca ‘sepuluh’ : bahasa Latin
lib ‘bibir’, tien ‘sepuluh’ : bahasa Belanda
lip ‘bibir’, ten ‘sepuluh’ : bahasa Inggris
e. Hukum Bunyi Frikatif (Hukum Bunyi Grimm II):
Pada bahasa-bahasa Indo-German, bunyi frikatif bersuara pada bahasa-bahasa
tertentu berkorespond3nsi dengan bunyi frikatif tak bersuara pada bahasa-bahasa
yang lain.
pater ‘ayah’ : bahasa Latin, Yunani
pitar ‘ayah’ : bahasa Sanskrta
fader ‘ayah’ : bahasa Gotis
father ‘ayah’ : bahasa Inggris
vader ‘ayah’ : bahasa Belanda
f. Hukum Bunyi Hamzah:
Bunyi hamzah di anatara dua vokal pada bahasa-bahasa Austronesia tertentu
berkorespondensi dengan bunyi /h/ pada bahasa-bahasa tertentu yang lain.
Bahasa Madura: Bahasa Malayu:
/po’on/ /pohon/
/pa’a’/ /pahat/
/le’er/ /leher/
3. PERBANDINGAN BIDANG MORFOLOGI
Bidang Morfologi merupakan bidang yang relatf lebih stabil daripada
bidang Vokabuler maupun bidang Fonologi, sehingga agak sulit untuk
ditemukan perbedaannya pada bahasa-bahasa yang serumpun. Namun
demikian pada bahasa-bahasa tertentu ditemukan juga perbedaan tersebut,
misalnya: dalam bahasa Jawa. Pada bahasa Jawa dialek Yogyakarta kata
sapi + e  sapine, Sedangkan pada dialek Malang kata sapi + e  sapie

Contoh pada penggunaan kata ganti milik bhs Jawa vs Sunda:


Bahasa Indonesia: Bahasa Jawa: vs. Bahasa Sunda:
anak saya anakku budakna abdi
baju saya klambiku bajuna abdi
4. PERBANDINGN BIDANG SINTAKSIS
Bidang Sintaksis merupakan bidang yang paling stabil sehingga dalam
bahasa-bahasa yangs serumpun hampir tdak ditemukan perbedaannya.
Pada bahasa-bahasa yang berbeda rumpunnya barulah dapat ditemukan
perbedaannya, misalnya pada struktur frase bahasa Jawa dan bahasa Biak
berikut ini. KETERANGAN
srai -- kelapa
rur -- air
Bahasa Indonesia Bahasa Biak
daun kelapa srai ram
air kelapa srai rur
air mata mga rur
RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA
A. Nama lain:
Nama lain bahasa Austronesia adalah: Bahasa Melayu -Polinesia.
Terdiri atas: Austronesia Barat (Hisperonesia) dan Austronesia Timur (Oceania)
B. Batas Wilayah:
1. Batas sebelah barat : kepulauan Madagaskar
2. Batas sebelah utara : kepulauan Formosa
3. Batas sebelah selatan : kepulauan Selandia Baru
4. Batas sebelah timur : kepulauan Rapanui
C. Penamaan “Bahasa Indonesia”
Penamaan “Bahasa Indonesia” memiliki makna tiga versi:
1. sebagai nama suatu rumpun bahasa-bahasa Austronesia Barat atau yang
disebut juga sbg bahasa Hisperonesia (Gleason:1955, Bloomfield:1976).
2. sebagai nama suatu rumpun bahasa-bahasa di wilayah bekas jajahan Hindia-
Belanda (Esser, 1938).
3. sebagai nama suatu bahasa yang direkayasa secara politis untuk
mempersatukan bangsa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Bahasa-bahasa Austronesia yang berada di luar wilayah Republik Indonesia:
1. Bahasa-bahasa di kepulauan Madagaskar
2. Bahasa-bahasa di kepulauan Formusa
3. Bahasa-bahasa di kepulauan Filipina
4. Bahasa Melayu di Malaysia, Singapura, Brunei, dan Patani/Thailand
5. Bahasa Jawa di Suriname.

E. Bahasa-bahasa Non-Austronesia yang berada di wilayah Republik Indonesia:


1. Kelompok bahasa-bahasa Halmahera Utara:
Loda, Tobelo, Kau, Isan, Waioli, Madok, Galela, Tabaru, Ibu.
2. Beberapa bahasa daerah di Irian/Papua:
Sentani, Waris, Wahde, Sarmi, Youtefa, Danie, Enggros, Nafri.
3. Beberapa bahasa daerah di wilayah Timor dan sekitarnya: Tettum, Woisika.
F. Ciri-ciri Bahasa Austronesia:

1. Pembentukan kata dilakukan dengan penambahan (afksasi).


2. Untuk menyatakan jenis kelamin dipergunakan kata keterngan “laki-laki vs.
perempuan” atau “jantan vs. betina” di belakang kata benda yang diterangkan.
3. Struktur frase atau kelompok kata mengikuti kaidah/hukum D-M (yang
diterangkan terletak di depan yang menerangkan).
4. Posisi objek selalu di belakang kata kerja. (kelompok bahasa V-O).
5. Bentuk kata kerja sangat sederhana: untuk menyatakan modus,aspek,
persona, dan kala digunakan kata keterangan.
TANAH ASAL BAHASA AUSTRONESIA
H. Kern mengemukakan teori tentang tanah asal bahasa Austronesia sbb.:
(1) Hasil komparasi kata-kata yang menyatakan nama flora (padi, nyiur, buluh, tebu);
mengindikasikan bahwa tanah asal bahasa Austronesia di daerah tropis.
(2) Hasil komparasi kata-kata yang menyatakan nama fauna laut (ikan pari, hiu, gurita,
udang, penyu), dan nama sejenis perahu (wangkang, bangka, bangkang);
mengindikasikan tanah asal bahasa Austronesia di dekat laut/pesisir.
(3) Bukti historis bahwa kecenderungan migrasi suatu bangsa/bahasa selalu dari barat
menuju ke timur. Hal ini memberi bukti tambahan bahwa tanah asal bahasa
Austronesia berada di sebelah barat dari posisi yang sekarang.
(4) Secara etimologis kata “selatan” berasal dari kata dasar “selat” dengan imbuhan
“an”. Kata “selat” yang dimaksudkan adalah “selat” Malaka. Dengan bukti itu
diteoriken tanah asal bahasa Austronesia berada di sebelah utara selat Malaka.
Kesimpulan:
Dengan empat bukti tersebut (berada di daerah tropis, dekat laut, di sebelah barat
posisi sekarang, dan di sebelah utara selat Malaka) H.Kern menyimpulkan bahwa
tanah asal bahasa Austronesia adalah daerah Yunan, yakni daerah di pantai timur
daratan Asia Tenggara.
DIALEKTOLOGI
TRUDGILL & CHAMBERS

(LHK, 2017:85)
HIERARARKI FAMILI/RUMPUN
RUMPUN BHS

BAHASA BAHASA

DIALEK DIALEK

SUBDIALEK SUBDIALEK

AKSEN AKSEN

SUBAKSEN SUBAKSEN

IDIOLEK IDIOLEK
A. TEORI CHAMBERS & TRUDGILL :
Chambers & Trudgill (1980) menyatakan bahwa batas antara bahasa dan dialek
adalah “mutual intelligibility” (kesalingmengertian).
Jika dua penutur saling mengerti : penutur tsb menggunakan bahasa yang sama.
Jika dua penutur tidak saling mengerti : penutur tsb menggunakan dua bahasa
yang berbeda .
Kelemahan teori ini adalah:
(1) tidak berlaku bagi penutur bilingual dan multilingual.
(2) tidak dapat diterapkan pada dialek kontinum (yakni keberadaan beberapa
dialek yang sambung-menyambung.

CONTOH DIALEK KONTINUM: 1 2 3 4 5 6

Dialek(1) saling mengerti dengan dialek(2), dialek(2) saling mengerti dengan


dialek(3), dialek(3) saling mengerti dengan dialek(4), dialek(4) saling mengerti
dengan dialek(5), dialek(5)saling mengerti dngan dialek(6).
PERTANYAAN: Apakah dialek (1) saling mengerti dengan dialek (6)?
B. TEORI GUITER (JARAK KOSA KATA)
Herbert Guiter: menyatakan bahwa kriteria penentu perbedaan bahasa dan
dialek adalah “jarak kosa kata” (jumlah kosa kata yang bebeda)
(1) jarak 81% ke atas : perbedaan bahasa : Bahasa Jawa vs. Bhs.Sunda
(2) jarak 51% s.d. 80% : perbedaan dialek : Dialek Banyumas vs. Dialek Osing
(3) jarak 31% s.d. 50% : perbedaan subdialek: Subdialek Tegal vs. Banyumas
(4) jarak 21% s.d. 30% : pebedaan aksen (logat): Logat Surabaya vs. Jogja
(5) jarak 11% s.d. 20% : perbedaan sub-aksen: Surabaya vs. Malang (?)
(6) jarak 1% s.d. 10% : perbedaan ideolek: sekelompok penutur vs. ...

CATATAN:
Dalam menghitung perbedaan kosa kata variasi fonetis pada beberapa bahasa
daerah tertentu misalnya: ape; apo; apa; /opo/, /apə/; termasuk kosa yang sama
atau kosa kata yang berbeda?
Pertanyaan besar: Bahasa Minangkabau atau Bahasa Melayu Dialek Minangkabau?
C. ISOGLOS DAN HITEROGLOS
Isoglos adalah garis di dalam peta bahasa yang menandai batas pemakaian ciri-
ciri linguistik tertentu yang berbeda (Kridalaksana).
Garis dalam peta bahasa yg menghubungkan daerah yang mewakili kelompok
penutur yg menggunakan unsur bahasa yang sama (KBBI)

Dua garis yang masing-masing ditarik untuk meghubungkan daerah atau tempat
yang ciri linguistiknya sama.
D. DIALEK REGIONAL DAN DIALEK SOSIAL
1. Dialek Regional: yang dibahas di atas (teori Guiter maupun Trudgill) pada
dasarnya adalah dialek regional atau dialek geografis, misalnya: bahasa Jawa
dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa Jawa dialek Osing, bahasa
Melayu dialek Betawi, bahasa Melayu dialek Belitung.
2. Dialek Sosial atau Sosiolek adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor
sosial . Macam-macam dialek sosial:
a. Akrolek: dialek sosial yang dipandang lebih bergengsi daripada variasi bahasa
yang lain, misalnya: bahasa Jawa ragam Krama.
b. Basilek: dialek sosial yang dipandang kurang bergengsi, misalnya: bahasa
Jawa ragam pesisiran, bahasa Jawa ragam Ngoko.
c. Slang: dialek sosial yang sifatnya rahasia dan dipakai oleh kalangan tertentu,
misalnya para preman (bahasa prokem), bahasa ong-ong, bahasa alay.
d. Jargon: dialek sosial yang dipakai oleh kalangan profesional tertentu tetapi
tidak bersifat rahasia, misalnya sopir, tukang kayu, dokter, mekanik/montir.
e. Argot : dialek sosial yang sifatnya rahasia dan dipakai profesi terentu,
misalnya: polisi, mata-mata, spionase, pencopet.
f. Kent: dialek sosial yang direkayasa dengan tujuan tertentu, misalnya
digunakan oleh pengemis agar kelihatan “memelas”.
E. ISOGLOS (MACAM-MACAM ISOGLOS):
1. Isoglos Leksikal:
Bhs Jawa dialek Banyumas: Bhs Jawa dialek Yogyakarta :
jagong /jagoŋ/ /luŋguh/ ‘duduk’
maring /mariŋ/ /mənyaŋ/ ‘pergi ke’
rika /rika/ /kowe/ ‘kamu’
2. Isoglos Fonetis:
Bhs Jawa dialek Ngawi: Bhs Jawa dialek Yogyakarta:
/aŋklər/ /aŋlər/ ‘nyaman’
Bhs Melayu dialek Pasemah: Bhs Indon dialek Minang:
/apə/ /apo/ ‘apa’
3. Isoglos Morfologis:
Bhs Jawa dialek Malang: Bhs Jawa dialek Yogyakarta:
/sapi/ + /-e/  /sapi’e/ ‘sapinya’ /sapi/ + /-e/  /sapine/
4. Isoglos Sintaksis:
Aja nangis ! vs. Ora nangis! ‘jangan menangis!’
5. Isoglos Semantis:
gedhang ‘pisang’ (bhs Jawa) vs. ‘pepaya’ (bhs Sunda)
gong ‘gong’ (Yogyakarta) vs. ‘gamelan’ (dial Ngawi)
F. TIPE-TIPE ISOGLOS LEKSIKAL (Chambers, 1980)
Keterangan simbol: a,b,c : simbol untuk butir leksikal yang berbeda
x : simbol untuk butir leksikal standar
/ : batas (garis isoglos)
1. Tipe I.1 (a/b) : Masing-masing pihak mempunyai istilah regional yg berbeda
2. Tipe I.2 (a/x): Pihak yang sebelah mempunyai istilah standar, pihak yang
lain menggunakan istilah regional.
3. Tipe I.3 (a/bx): Masing-masing pihak mempeunyai istilah regional yang
berbeda, salah satu pihak mempunyai istilah standar.
4. Tipe II.1 (a/ab): Butir leksikal regional yang satu terdapat di kedua belah
pihak, sedangkan butir leksikal regional yang lain hanya terdapat di salah
satu pihak saja.yang lain
5. Tipe II.2 ( x/xa): Di kedua belah pihak mempunyai istilah standar, tetapi
disalah satu pihak masih terdapat lagi istlah regional .
6. Tipe II.3 (a/xa): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang sama,
dan di salah satu pihak terdapat butir leksikal standar.
7. Tipe II.4 (a/axb): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal yang sama, tetapi di
salah satu pihak masih terdapat butir leksikal standar dan butir leksikal
yang berbeda.
8. Tipe II.5 (ax/bx): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal standar, tetapi di
salah satu pihak masih terdapat butir leksikal yang berbeda.
9. Tipe III.1 (ab/ac): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang
sama dan butir regional yang berbeda.
10. Tipe III.2 (ax/ab): Di kedua belah pihak terdapat terdapat butir leksikal regional
yang sama, tetapi di salah satu pihak terdapat butir leksikal standar
dan di pihak lain terdapat butir leksikal regional yang lain.
11. Tipe III.3 (ax/bx): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal standar, dan di
kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang berbeda.
12. Tipe III.4 (ab/acx): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal regional yang
sama dan butir regional yang berbeda, dan di salah satu pihak
terdapat butir leksikal standar.
13. Tipe III.5 (axb/axc): Di kedua belah pihak terdapat butir leksikal standar dan
butir regional yang sama, dan di keduabelah pihak terdapat lagi butir
leksikal regional yang berbeda.
14. Tipe IV (---/abcx): Salah satu pihak dari garis batas isoglos benar-benar
kekurangan butir leksikal apa saja yang terdapat di pihak sebelah
perbatasan yang lain
CIRI KHAS BEBERAPA
BAHASA DAERAH TERTENTU
A. Bahasa Jawa
B. Bahasa Jawa Dialek Banyumas
C. Bahasa Sunda
D. Bahasa Minangkabau
E. Bahasa Bugis
F. Bahasa Melayu Dialek Palembang
G. Bahasa Melayu Dialek Betawi
H. Bahasa Melayu Dialek Ambon
I. Bahasa Biak
J. Bahasa Banjar
A. CIRI KHAS BAHASA JAWA

1. Tak ada fonem /a/ final, kecuali pada kata ora /ora/ ‘tidak’
2. Kontras antara konsonan dental dan palatal (tebal):
wedi /wədi/ ‘takut’ vs. wedhi /wədi/ ‘pasir’;
3. Nama tempat berawal /b/,/d/,/j/,/g / selalu ditambah dengan nasal:
mBali, nDemak, nJember, ngGodean
4. Fonem nasal + fonem inisial /c/ luluh: /N-/ + /cokot/  /ñokot/ ‘menggigit’
5. Fonen /i/ + /a/  /e/: /kali/ ‘sungai’ + /an/  /kalen/ ‘sungai kecil’
6. Kaya konsonan kluster: /bablas/ ‘terus’, /blarak/ ‘daun kelapa kering’
7. Tidak mengenal diftong: pisau /pisaw/  peso /peso/
kerbau /kərbaw/  kebo /kəbo/
gulai /gulay/  gule /gule/
8. Tidak mengenal konsonan bilabial frikatif:
provinsi /profinsi/  /propinsi/
aktif /aktif/  /aktip/
CIRI KHAS BAHASA JAWA (lanjutan)
9. Mengenal infiks –in- (pembentuk pasif) dan –um- (pembentuk aktif):
Contoh: tuku ‘beli’  tinuku ‘dibeli’
guyu ‘ketawa’  gumuyu ‘tertawa-tawa’
10. Mengenal macam-macam bentuk perulangan:
a. perulangan total: bocah  bocah-bocah ‘anak-anak’
b. perulanagan parsial depan (dwipurwa):lembut ‘halus’  lelembut ‘
c. perulangan parsial akhir (dwiwasana): cekik  cekikik ‘terawa keil’
d. perulangan berubah bunyi: cengar-cengir, bola-bali
11. Mengenal tulisan dengan huruf Jawa (ha-na-ca-ra-ka):ejaan sistem silabis
12. Mengenal tingkat-tingkatan bahasa (ngoko vs. kromo):
NGOKO vs. KROMO
simbah eyang ‘nenek/kakek’
teka rawuh ‘datang’
turu sare ‘tidur’
B. CIRI KHAS BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS

1.Sistem Fonologi:
kata berakhir glotal stop /’/ jika diberi akhiran –e menadi /k/
Contoh: /mbo’/ + /-e/  /mboke/
2. Mengenal konsonan tebal (dengan hembusan napas yang berat):
pahlawan /pahLaWan/
wolu /Wolu/
3.Beberapa leksikon yang khas:
kencot ‘lapar’
jagong ‘duduk’
inyong ‘saya’
rika ‘engkau’
C. CIRI KHAS BAHASA SUNDA
1. Mengenal banyak partikel pementing: mah, anu, atuh, teh
2. Mengenal vokal / bulat-tinggi: peuyeum ‘tape’
3. Mengenal afiks nasal /N-/ seperti bahasa Jawa.
θ/
4. Sisipan /-al-/ atau /-ar-/ berfungsi sebagai pembentuk jamak:
/budhak/ ‘anak’  /barudhak/ ‘anak-anak’
5. Vokal final selalu diucapkan sebagai glotal stop:
/saha/  /saha’/ ‘siapa’
/eta/  /eta’/ ‘itu’
6. Ada saling silang leksikal kasar-alus dengan bahasa Jawa:
/dhahar/ ‘makan/halus’ : bahasa Jawa
‘makan/kasar’ : bahasa Sunda
/gədhaŋ/ ‘pisang’ : bahasa Jawa
‘pepaya’: bhasa Sunda
/amis/ ‘anyir’ : bahasa Jawa
‘manis’: bahasa Sunda
D. CIRI KHAS BAHASA MINANGKABAU

1. Fonem /-a/ final dlm BI berganti menjadi /-o/ : /bərapa/  /bərapo/


/siapa/  /siap o/
2. Suku belakang berakhir /-at/ menjadi /-e’/ : /əmpat/  /ampe’/
/dapat/  /dape’/
3. Suku belakang berakhir /-as/ mejadi /-eh/ : /bəras/  /bareh/
/ləpas/  /lapeh/
4. Suku belakang berakhir /-ur/ menjadi /-uə/ : /hancur/  /hancuə/
/lumpur/  /lumpuə/
5. Suku belakang berakhir /-ut/ menjadi /-ui’/ : /ikut/  /ikui’/
/cabut/  /cabui’/
6. Suku belakang berakhir /-iŋ/ menjdi /-iəŋ/ : /kuciŋ/  /kuciəŋ/
/kənciŋ/ /kanciəŋ/
E. CIRI KHAS BAHASA BUGIS

1. Mengenal konsonan tebal/panjang (tasjid):


contoh:
/lettu’/ ‘sampai’
/tellu/ ‘tiga’
/eppa’/ ‘empat’
/lappa/ ‘ruas’
2. Konsonan /n/ final menjadi /ŋ/ : angin  /aŋiŋ/
ikan  /ikaŋ/
3. Konsonan /t/ final menjadi glotal stop /’/: empat  /appa’/
tomat  /tomma’/
F. CIRI KHAS BAHASA PALEMBANG

1. Bhs Palembang alus banak persamaan dg bhs Jawa : angsal,


sampun,bedamel, kulo, nedoh, pundi
2. Banyak persaman dg bhs sekitar:Jambi, Minang, dan Bengkulu : rompok,

kecik,
3. Beberapa kata bhs Melayu yg disingkat:
tidak  dak/nak
telah  lah/la
hendak ndak/nak
4. Vokal /a/ final dlm BHS Melayu Palembang  /o/
G. CIRI KHAS DIALEK BETAWI

1. Fonem /-a/ final dlm BI berganti menjadi /-e/ :


/kita/  /kite/; /apa/  /ape/; /saya/  /aye/
2. Kosonan /s-/ inisial hilang: /saya/  /aye/; /saja/  /aje/; /sama/  /ame/
3. Suku akhir /-ah/: konsonan /h/ hilang, vokal /a/ menjadi /e/
Contoh: /minah/  /mine/; /tanah/  /tane/
4. Pemakaian partikel dan kata ganti khas Betawi :
dong, deh, kek, sih, lu, ente, gue, ane
5. Penggunaan kata tunjuk tempat: di sini  di mari, dari sini  dari mari
6. Penggunaan akhiran -in sebagai ekivalen –an: dinaikkan  dinaikin
dibelikan  dibeliin
7. Penggunaan istiah kekerabatan: encing ‘bibi’, engkong ‘kakek’, encang ‘paman’,
empok ‘kaka perempuan’
8. Banyak kata-kata dari bahasa prokem: preman prokem, nyak  nyokap
bapak  bokap, banci  bencong
H. CIRI KHAS BAHASA MELAYU AMBON/PAPUA
1.konsonan /n/ final menjadi /ŋ/, kadang-kadang sebaliknya:
hutan  hutang
belakang  belakan
2.Konsonan /h/ sering bertukar dengan fonem kosong atau sebaliknya:
di bawa meja vs. di bawah meja
kurang darah vs. kurang dara
susah sekali vs. susa sekali kitong
3.Pemendekan beberapa kata tertentu:
kita orang  kitong; dia orang  dorang
saya punya rumah  sapu rumah
engkau pergi ke kota  kopi kota
1.Peggunaan partikel pementing “mo”:
Dorang so datang mo ‘dia sudah datang’
Kitong tra tau mo ‘saya tidak tahu’
I. BAHASA BIAK
1. Perulangan sebagian mengubah klas kata kerja dan kata sifat
menjadi kata benda: frur ‘bekerja’  fararur ‘pekerjaan’
wos ‘berkata’  wawos ‘perkataan”
2. Kata kerja selalu disertai dengan subjek pelakunya (dalam bentuk
satu kesatuan kata): san ‘mereka makan’
wan ‘engkau makan’
3.Kata benda jamak bernyawa diperlakukan berbeda dengan benda
jamak tak bernawa:
rumna ‘rumah-rumah’
mansi ‘burung-burung’
4.Kata ganti tunjuk ditentukan oleh 4 komponen: jumlah,
kebernyawaan, penanda arah darat/laut, penanda jarak (dekat,
sedang, jauh): man siraya: burung itu (jamak, bernyawa, arah laut,
jarak jauh).
J. BAHASA BANJAR
1.Mengenal kata dasar “lajar”
2.Sebagian aahli bahasa memperkirakan kata
belajar
pelajar
pelajaran
dalam bahasa Indonesia bersal dari kata dasar lajar yang
dipinjam dari kata dasar bahasa Banjar “lajar”
A. MATERI TUGAS INDIVIDUAL
1.
2.

B. MATERI UJIAN AKHIR SEMESTER LPA/LPB


1.Contoh pendekatan sinkronis, diakronis, dan pankronis dalam penelitian bahasa
2.Tanah asal bahasa Austronesia
3.Unsur bahasa yang diperbandingkan.
4.Hierarki rumpun, bahasa, dialek, subdialek, aksen, idiolek.
5. Konsep dialek menurut H.Guiter dengan Cambaers & Trudgill.
A. MATERI TUGAS INDIVIDUAL
1.
2.

B. MATERI UJIAN AKHIR SEMESTER LKA/LKB


1. Contoh pendekatan pankronis, sinkronis, dan diakronis dalam penelitian bahasa
2. Tanah asal bahasa Austronesia
3. Konsep dialek menurut H.Guiter dengan Cambaers & Trudgill.
4. Hierarki rumpun, bahasa, dialek, subdialek, aksen, idiolek.
5. Manfaat praktis ilmu perbandingan bahasa bagi seorang guru
Contoh Penelitian Dialekologi
Oleh Ayu Andika Perihatin

Anda mungkin juga menyukai