Anda di halaman 1dari 30

REPRESENTASI KEMISKINAN PADA CERPEN “WARUNG PANAJEM”

KARYA AHMAD TOHARI : KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia

Dosen Pengampu Ferina Meliasanti, S.S., M.Pd.

disusun oleh:
Kelompok 3
kelas 3A
Ahmad Abdul Karim (1810631080181)
Maura Fricilia Van Yusat (1810631080083)
Amelia Indah Nurfitriani (1810631080018)
Eva Muzdalifah (1810631080178)
Amelia Nurfadilah (1810631080148)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT., karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Tujuan kami membuat makalah yang berjudul Repersentasi Kemiskinan pada
Cerpen “Warung dan Panajem” Karya: Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra
adalah untuk menambah wawasan dan melengkapi tugas yang telah diberikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ferina Meliasanti, S.S.,M.P.d.


yang telah membimbing kami dalam menyusun Makalah ini. Juga kepada rekan-
rekan yang telah ikut berpartisipasi.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


kekurangan-kelurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk tugas-tugas berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Karawang, 22 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................

Daftar Isi..............................................................................................................................

Bab 1 Pendahuluan..............................................................................................................

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................

1.2 Pengarang dan Karyanya...............................................................................................

1.3 Kajian Teori...................................................................................................................

1.4 Rumusan Masalah..........................................................................................................

Bab 2 Analisis Struktur Cerpen “Warung Panajem” Karya Ahmad Tohari........................

2.1 Analisis Unsur Intrinsik.................................................................................................

2.1.1 Sinopsis.......................................................................................................................

2.1.2 Alur.............................................................................................................................

2.1.3 Tokoh dan Penokohan................................................................................................

2.1.4 Latar............................................................................................................................

2.1.5 Sudut Pandang............................................................................................................

2.1.6 Gaya Bahasa...............................................................................................................

2.1.7 Amanat........................................................................................................................

2.1.8 Tema...........................................................................................................................

Bab 3 Analisis dan Pembahasan..........................................................................................


3.1 Wajah kemiskinan yang dialami tokoh Jum pada cerpen “Warung Panajem” karya
Ahmad Tohari......................................................................................................................

3.2 Faktor-faktor penyebab kemiskinan Jum pada cerpen “Warung Panajem” karya
Ahmad Tohari......................................................................................................................

3.3 Dampak kemiskinan tokoh Jum pada cerpen “Warung Panajem” karya Ahmad
Tohari...................................................................................................................................

Bab 4 Simpulan...................................................................................................................

Daftar Pustaka......................................................................................................................

Lampiran..............................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebuah karya sastra tidak akan terlepas jauh dari penulis. Mulai dari
latar belakang penulis, sosial budaya penulis, pendidikan penulis, atau
bahkan agama yang dianut oleh penulis. Faktor-faktor tersebut berkaitan
dengan sebuah karya sastra yang dihasilkan oleh penulis. Karya sastra
merupakan gambaran dari kejadian sosial yang terjadi di dunia yang diubah
penulis ke dalam bentuk karya sastra. Jika kita berbicara karya sastra kita
tidak akan terlepas dari pelakon sastra atau sastrawan. Menurut Wiyatmi
sastrawan adalah anggota masyarakat yang terikat status sosial tertentu dan
tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari
lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya.
Sastra menurut Wiyatmi adalah lembaga sosial yang menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Karena bahasa itu merupakan ciptaan sosial.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan
sastra, bahasa, akan selalu berkaitan dengan kehidupan sosial.
1.2. Pengarang dan Karyanya
Ahmad Tohari, (lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa
Tengah, 13 Juni 1948; umur 71 tahun) adalah sastrawan dan budayawan
berkebangsaan Indonesia.
Ahmad Tohari menamatkan SMA di Purwokerto. Karya
monumentalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, sudah diterbitkan dalam berbagai
bahasa dan diangkat dalam film layar lebar berjudul Sang Penari. Ia pernah
mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun,
Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Sudirman,
Purwokerto (1974-1975), dan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Jenderal Sudirman (1975-1976). Tulisan-tulisannya berisi gagasan
kebudayaan dimuat di berbagai media massa. Ia juga menjadi pembicara di
berbagai diskusi/seminar kebudayaan.
Karya-karya Ahmad Tohari
 Kubah (novel, 1980)
 Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (adaptasi menjadi film tahun
2011):
 Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)
 Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)
 Jantera Bianglala (novel, 1986)
 Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)
 Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)
 Bekisar Merah (novel, 1993)
 Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
 Nyanyian Malam (kumpulan cerpen 2000)
 Belantik (novel, 2001)
 Orang-orang Proyek (novel, 2002)
 Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)
 Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel Bahasa Jawa, 2006;
meraih hadiah sasterarancage 2007).

Karya Ahmad Tohari telah diterbitkan dalam Bahasa Jepang,


Tionghoa, Belanda, dan Jerman. Edisi Bahasa Inggris Ronggeng Dukuh
Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jantera Bianglala diterbitkan oleh
Lontar Foundaion dalam satu buku berjudul The Dancer diterjemahkan
oleh Rena T.A. Lysloff. Pada tahun 2011. Trilogi dari novel Roggeng
Dukuh Paruk diasaptasi menjadi sebauh film fitur yang berjudul Sang
Penari yang di sutradarai IfaIsfansyah. Film ini memenangkan empat
piala citra dalam Festival Film Indonesia 2011.

1.3 Kajian Teori


Cerpen, menurut Sumardjo (dalam Meliasanti, 2018:14) adalah cerita
yang membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fiksi dalam aspeknya
yang terkecil. Tetapi dengan hanya melihat bentuk fisiknya yang pendek saja,
pembaca belum dapat menetapkan bahwa itu cerpen. Ada jenis cerita yang
pendek, namun bukan cerpen. Misalnya fabel; cerita dengan tokoh-tokoh
binatang. Parable; kisah pendek yang diambil dari kitab suci. Cerita rakyat;
kisah pendek tentang orang-orang atau kejadian-kejadian yang diwariskan
turun-temurun secara lisan, adapula cerita pendek yang disebut anekdot yaitu
kisah lucu dan eksentrik dari tokoh besar sejarah.
Unsur-unsur instrinsik cerpen
 Tema
Tema, menurut Nurgiyantoro (dalam Meliasanti, 2018:19)
dikemukakan bahwa “tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita.” Keberadaan tema tersebut sebagai unsur instrinsik dalam
karya prosa fiksi, tidak dapat berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan
unsur-unsur lainnya.
 Alur
Menurut Meliasanti alur (plot) merupakan rangkaian peristiwa dalam
sebuah cerita, yang terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung
secara kasual saja.
Alur secara umum, terbagi dalam beberapa bagian. Bagian-bagian
tersebut anatara lain, bagian pengenalan situasi cerita, pengungkapan
peristiwa, menuju pada konflik, puncak konflik dan penyelesaian.
 Tokoh dan penokohan
Tokoh, menurut Meliasanti (2018: 23) adalah pelaku yang terdapat
dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang,
meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di
alam nyata, oleh karena itu tokoh hendaknya dihadirkan secara ilmiah.
Penokohan, menurut Meliasanti (2018: 24) merupakan cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita dibagi menjadi dua, yaitu (1) tokoh utama dan (2) tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita
yang bersangkutan. Tokoh tambahan merupakan tokoh dalam cerita yang
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dengan mungkin dalam porsi
penceritaan yang relative pendek.
 Latar atau setting
Latar, menurut Abrams (dalam Meliasanti 2018:25) mengemukakan
bahwa latar tempat atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran
pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan hubungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu, dan sosial.
 Latar tempat mengacu pada terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah cerita.
 Latar waktu mengacu pada masa atau “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang dialami dalm sebuah cerita.
 Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan
tingkah laku dan tata cara kehidupan sosial masyarakat di suatu
tempat di sebuah cerita.
 Sudut pandang
Sudut pandang, menurut Abrams dan Stevick (dalam Meliasanti
2018:26) mengemukakan bahwa sudut pandang, point of view, menyaran
pada sebuah cerita dikisahkan.
Sudut pandang dibagi menjadi dua yaitu, pencerita intern dan ekstern.
Pencerita intern adalah pencerita yang hadir di dalam teks sebagai tokoh.
Pencerita ekstern bersifat sebaliknya, ia tidak hadir dalam teks dan
menyebut tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut
nama atau pelaku ketiga (third person) yang mengambil posisi sebagai
pengamat dengan mempergunakan sarana pronominal ketiga tunggal
(nama orang, “ia”).
 Gaya bahasa
Menurut Meliasanti (2018: 27) gaya bahasa merupakan unsur alat,
bahan, sarana, yang diolah menjadi sebuah karya sastra yang bernilai lebih
dan artistic. Gaya bahasa dalam karya sastra mengandung unsure motif
dan bersifat konotatif karena unsur pikiran dan persasaan akan terlihat
dalam berbagai variasi penggunaan bahasa.
 Amanat
Menurut Meliasanti (2018: 27) amanat dalam karya prosa fiksi dapat
diidentifikasikan sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang
kepada para pembacanya.
Sosiologi sastra merupakan sesuatu yang menjadi fenomena yang
terjadi di masyarakat dan mempunyai hubungan dengan karya sastra.
Menurut Wolff sosiologi sastra adalah cabang dari disiplin ilmu sosiologi
dan sastra yang terbentuk dan teridentifikasi dengan baik antara kesenian
atau kesastraan dengan hubungan masyarakat yang ada di dalamnya.
Menurut Faruk (2010) sosiologi sastra adalah ilmu pengentahuan yang
mampu menghubungkan antara hasil karya manusia dengan kehidupan
yang ada dalam masyarakat. Dengan menggunakan teori dan juga
metodologi yang berbeda tapi pada prinsipnya memiliki banyak kesamaan
di dalamnya.
Menurut Wellek dan warren (1956) sosiologi sastra adalah pendekatan
terhadap karya sastra yang mampu mempertimbangkan dengan segi sosial,
baik perubahan sosial, Lembaga sosial dan lain sebagainya. Sehingga
karya tersebut mampu hidup dan dipertahankan oleh masyarakat.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian ini
menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Mendeksripsikan dan mencatat
informasi yang disampaikan pada cerpen “Warung Panajem”.

1.4 Rumusan Masalah


1.4.1 Bagaimana analisis unsur instrinsik pada cerpen “Warung Penajem”?
1.4.2 Bagaimana wajah kemiskinan yang dialami tokoh Jum pada cerpen
“Warung Panajem” karya Ahmad Tohari?
1.4.3 Apa saja faktor-faktor penyebab kemiskinan pada tokoh Jum di cerpen
“Warung Panajem” karya Ahmad Tohari?
1.4.4 Bagaimana dampak kemiskinan yang dialami tokoh Jum pada cerpen
“Warung Panajem” karya Ahmad Tohari?
BAB 2
ANALISIS STRUKTUR CERPEN “WARUNG PANAJEM” KARYA
AHMAD TOHARI
2.1 Analisis Unsur Instrinsik
2.1.1 Sinopsis
Seorang petani yang giat bekerja untuk membantu perekonomian
keluarganya. Ia bernama Kartawi. Kartawi sangat menyangi keluarganya,
khususnya terhadap sang istri. Ia berusaha mungkin untuk mengabulkan
keinginan istrinya yaitu Jum. Jum ingin sekali memiliki warung, hal itu
membuat Kartawi menjual dua ekor kambing demi membuat sebuah warung.
Jum meminta menebang pohon dari kebunnya yang nantinya akan digunakan
untuk membangun warung. Jum percaya pohon itu memiliki kekuatan magis
dapat membuat warung Jum banyak yang mengungjungi untuk membeli, hal
itu dapat membantu perekonomian keluarga mereka, itu membuat Kartawi
senang. Namun Kartawi mendapat kabar burung dari para tetangganya bahwa
istrinya itu menghampiri pak Koyor atau dukun yang ada di kampung
tersebut. Sebenarnya Kartawi tidak masalah jika Jum minta bantuan dukun
untuk membuat pelaris warungnya, namun suatu hal yang tidak diinginkan
Kartawi yaitu Panajem atau syarat untuk mengabulkan keinginan Jum.
Panajem biasanya berupa uang, ayam cemain, bahkan tubuh pasien sendiri.
Tak disangka Jum memilih pilihan ketiga untuk panajem bahwa ia dipakai
oleh pak Koyor. Hal itu membuat Kartawi marah kepada Jum dan menghilang
dari rumah beberapa hari. Pada hari keempat, Kartawi pulang ke rumah dan
berusaha untuk menerima walaupun rasa sakit masih ada di hatinya. Begitu
karena perekonomian dan kurang tegasnya dia sebagai seorang suami.
2.1.2 Alur
Menurut Meliasanti alur (plot) merupakan rangkaian peristiwa dalam
sebuah cerita, yang terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara
kasual saja. Sedangkan alur yang digunakan dalam cerpen tersebut yaitu alur
maju. Rangkaian peristiwanya yaitu sebagai berikut:
a. Tahap pengenalan adalah tahap yang menjelaskan cerita dasar seperti
tokoh dan latar yang ada di dalam ceritanya. Pertama tokoh, adanya tokoh
bernama Kartawi yang seorang petani dalam kutipan “Bunyi yang kering
dan tajam selalu terdengar setiap kali mata cangkul Kartawi menghujam
tanah tegalan yang sudah lama kerontang.” dan tokoh bernama Jum
sebagai istri dari Kartawi “Dari latar belakang permukaan bumi yang
berpendar itu tiba-tiba Kartawi melihat citra Jum, istrinya.” serta Jum
ingin sekali membuat warung “maka Jum tidak minta apa-apa kecuali
dibuatkan warung yang sebenarnya.”
Kedua latar, terdapat latar tempat yaitu di rumah Kartawi dan Jum
yang terdapat dalam kutipan “Ketika sampai di rumah, Kartawi melihat
Jum sedang melayani beberapa pembeli.”, lalu ada latar suasana pada
kutipan maka Jum tidak minta apa-apa kecuali dibuatkan warung yang
sebenarnya.” hal itu terjadi ketika Kartawi marah dengan istrinya yang
menggunakan tubuhnya untuk syarat penglaris warung kepada dukun.
Serta adanya latar sosial, pada kutipan “Jum pekan lalu tanpa setahu suami
pergi mengunjungi Pak Koyor, orang pandai, dari kampung sebelah.
Orang bilang Jum pergi ke sana demi memperoleh penglaris bagi
warungnya.” hal itu, karena adanya faktor finansial di mana Jum ingin
memakai penglaris untuk warungnya agar cepat kembali modal.
b. Tahap kemunculan konflik adalah cerita mulai adanya masalah atau
pertentangan antar tokoh seperti dalam cerpen “Warung Penajem” konflik
muncul ketika Jum meminta dibuatkan warung oleh Kartawi dan membuat
Kartawi menjual dua ekor kambing untuk mendirikan warung karena
Kartawi tidak memiliki modal selain itu “Maka Kartawi menjual dua ekor
kambing,” dan kutipan “maka Jum tidak minta apa-apa kecuali dibuatkan
warung yang sebenarnya.”
c. Tahap konflik memuncak adalah permasalahan yang ada di tahap klimaks
menjadi lebih besar atau memuncak, seperti pada cerpen “Warung
Penajem” di mana Jum meminta penglaris kepada dukun yang bernama
Pak Koyor dan Pak Koyor meminta penajem atau syarat bisa berupa uang,
ayam, atau tubuh pasien. Jum pun memilih tubuhnya sebagai penajem
tersebut dengan kutipan “bilang Jum pergi ke sana demi
memperoleh penglaris bagi warungnya.” Dan “berupa uang,
ayam cemani atau bahkan tubuh pasien sendiri.” Hal itu, membuat
Kartawi marah terlihat dari kutipan “Kartawi tatap membatu. Matanya
tetap berpijar. Urat rahangnya masih menggumpal. Dalam perasaan yang
terpanggang itu Kartawi melihat wilayah-wilayah pribadi tempat
bersemayam harga diri dan martabat kelelakiannya terinjak-injak. Porak-
porak. Jemari kembali meregang untuk meremas gelas yang masih
digenggamnya.” Dan itu ketika Kartawi mendapatkan penjelasan jika
benar Jum memberi tubuhnya pada Pak Koyor untuk penajem.
d. Tahap konflik menurun adalah tahap di mana konflik dalam suatu cerita
mulai mereda atau tokoh yang ada sudah menemukan solusi untuk
mengatasi konflik. Seperti pada cerpen “Warung Penajem” di mana
Kartawi pergi dari rumah ketika sudah mengetahui perbuatan Jum yang
menggunakan tubuhnya untuk penajem agar warungnya laris. Dengan
kutipan “Selama tiga hari Kartawi lenyap dari rumah. Para tetangga
bilang, Kartawi begitu tertekan, malu, dan terhina, setelah mendengar
pengakuan Jum.”
e. Tahap penyelesaian adalah konflik yanga ada di sebuah cerita
terselesaikan, tidak ada lagi konflik yang berkelanjutan. Seperti pada
cerpen ”Warung Penajem” ketika Kartawi marah kepada Jum dan pergi
dari rumah, namun hari keempat Kartawi balik ke rumah dan melupakan
atau mengikhlalasan semua apa yang terjadi dengan kutipan ” Pada hari
keempat Kartawi pulang. Rindunya pada rumah, kepada anak-anak, dan
kepada Jum tak tertahankan. Bagaimana juga Jum dan anak-anak sudah
lama menjadi bagian hidup Kartawi sendiri. Kemarahan yang amat sangat
tak mampu mengeluarkan Jum dari inti kehidupannya.”
2.1.6 Tokoh dan Penokohan
Menurut Meliasanti (2018: 23) tokoh adalah pelaku yang terdapat
dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang,
meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup
di alam nyata, oleh karena itu tokoh hendaknya dihadirkan secara ilmiah.
Sedangkan penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan
mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Tokoh dan
penokohan dalam cerpen WarungPenajem dibedakan menjadi dua, yaitu
tokoh utama dan tokoh tambahan.
 Tokoh utama, menurut Meliasanti (2018: 24) adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Pada cerpen
tersebut tokoh utamanya adalah Kartawi dan Jum, Kartawi adalah
seorang lelaki muda yang penyayang juga pekerja keras, meskipun
mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi tetapi ketika ia emosi ia tidak
dapat menyakiti orang lain. Jum merupakan istri dari Kartawi yang masih
muda, sehat dan masih kuat untuk berjualan. Tokoh Jum diceritakan
mempunyai kepercayaan terhadap hal yang berbau mistik, Jum
mempunyai ambisi tinggi dan mempunyai sikap tidak peduli terhadap
masalah rumah tangganya.
 Tokoh tambahan, menurut Meliasanti (2018: 24) merupakan tokoh dalam
cerita yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dengan mungkin
dalam porsi penceritaan yang relative pendek., Pada cerpen Warung
penajem tokoh tambahannya yaitu Pak Koyor dan tetangga. Pak Koyor
diceritakan dalam cerita adalah seorang dukun tua atau orang pintar yang
serakah, Pak Koyor inilah yang membantu Jum untuk mendapatkan
penglaris untuk warungnya dengan meminta penajem sebagai
persyaratannya. Selanjutnya adalah tetangga, tetangga diceritakan di
dalam cerpen Warung Penajem ini adalah mayoritas masyarakat sekitar
yang iri akan larisnya warung Jum sehingga mereka membuat kabar
buruk tentang Jum yang memberikan penajem kepada Pak Koyor.
2.1.4 Latar
Latar atau setting, menurut Meliasanti (2018: 25) adalah dunia bagi
kehidupan tokoh-tokoh cerita yang memerlukan ruang lingkup tempat
dan waktu, layaknya dalam realitas kehidupan manusia.
a. Latar tempat yang ada dalam cerpen Warung Penajem adalah ladang tani
yang terdapat dalam kutipan “Bunyi yang kering dan tajam selalu
terdengar setiap kali mata cangkul Kartawi menghujam tanah tegalan
yang sudah lama kerontang.”, rumah Kartawi dan Jum yang terdapat
dalam kutipan “Ketika sampai di rumah, Kartawi melihat Jum sedang
melayani beberapa pembeli.”, warung Jum yang terdapat pada kutipan
“Jum sedang melayani beberapa pembeli.”, persimpangan jalan yang
terdapat dalam kutipan “Pada sebuah simpang empat kecil, lelaki itu
berbelok ke arah timur.”
b. Latar suasana dalam cerpen Warung Penajem adalah siang hari yang
terdapat dalam kutipan “Di bawah matahari kemarau yang terik.”, sore
hari dan malam hari yang terdapat dalam kutipan “Namun ternyata suami
yang sedang memendam kejengkelan itu harus bisa menahan diri sampai
sore, malah malam hari.”, hari keempat yang terdapat dalam kutipan
“Pada hari keempat Kartawi pulang. Rindunya pada rumah, kepada anak-
anak, dan kepada Jum tak tertahankan.”, Jum masih kecil yang terdapat
dalam kutipan “Kartawi tahu segalanya tentang Jum sejak istrinya itu
masih ingusan. Ketika bocah, Jum paling betah main warung-warungan.
Dalam permainan itu Jum selalu bertindak sebagai pemilik warung dan
semua temannya diminta berperan sebagai pelanggan. Jum bisa betah
sehari suntuk dalam permainan yang sering dilakukan di bawah pohon
nangka di belakang rumahnya itu.”
c. Latar sosial dalam cerpen Warung Penajem yaitu kemiskinan dapat
merubah segalanya. Kemiskinan disini ada dua yaitu kemiskinan secara
intelektual yang terdapat dalam kutipan “Jum pekan lalu tanpa setahu
suami pergi mengunjungi Pak Koyor, orang pandai, dari kampung
sebelah. Orang bilang Jum pergi ke sana demi
memperoleh penglaris bagi warungnya.”, dan kemiskinan secara finansial
.
2.1.5 Sudut Pandang
Sudut pandang, menurut Abrams dan Stevick (dalam Meliasanti
2018:26) mengemukakan bahwa sudut pandang, point of view, menyaran
pada sebuah cerita dikisahkan.
Sedangkan pada cerpen “Warung Penajem” menggunakan sudut
pandang orang ketiga atau diaan mahatahu yaitu sudut pandang
menggunakan posisi narrator sebagai pencerita pada cerita ini. Posisi
narrator yaitu berada di luar cerita atau orang yang menceritakan orang
lain dan bukan menceritakan dirinya sendiri. Sudut pandang terlihat
dalam kutipan Kedua mata Kartawi masih menerawang ke depan. Dari
latar belakang permukaan bumi yang berpendar itu tiba-tiba Kartawi
melihat citra Jum.
2.1.6 Gaya Bahasa
Menurut Meliasanti (2018: 27) gaya bahasa merupakan unsur alat,
bahan, sarana, yang diolah menjadi sebuah karya sastra yang bernilai
lebih dan artistic. Gaya bahasa dalam karya sastra mengandung unsure
motif dan bersifat konotatif karena unsur pikiran dan persasaan akan
terlihat dalam berbagai variasi penggunaan bahasa. Pada cerpen “Warung
Penajem” menggunakan gaya bahasa yaitu personifikasi dan hiperbola.
 Personifikasi terdapat pada kalimat “Maka suara yang kering tajam,
wajah kemarau yang menghampar di atas daratan tanah berkapur,
Kartawi merasa ada tekanan menusuk dadanya. Warung Jum langsung
hidup, berteman bayang-bayang sendiri, suasana dedaunan kering yang
remuk terinjak mengiringi setiap langkah petani muda itu, tatapannya
menusuk mata istrinya.” (Tohari).
 Hiperbola terdapat pada kalimat “Bunyi yang kering dan tajam selalu
terdengar setiap kali mata cangkul Kartawi menghujam tanah tegalan
yang sudah lama kerontang.” (Tohari).
2.1.7 Amanat
Menurut Meliasanti (2018: 27) amanat merupakan ajaran moral atau
pesan didtatis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca
melalui karyanya itu. Biasanya amanat tersirat dibalik kata-kata yang
disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Oleh karena itu,
amanat selalu berghubungan dengan tema cerita. Pada cerpen “Warung
Panajem” amanat yang terkandung yaitu kemiskinan dapat membuat lupa
segalanya. Seorang istrinya rela menjual dirinya sebagai syarat untuk
mengabulkan keinginan.
2.1.8 Tema
Tema menurut Nurgiyantoro (dalam Meliasanti, 2018: 19) adalah
makna yang terkandung oleh sebuah cerita. Tema yang diangkat dalam
cerpen “Warung Panajem” yaitu kemiskinan. Kemiskinan disini terdapat
dua makna yaitu kemiskinan secara intelektual dan kemiskinan secara
finansial. Kemiskinan secara intelektual terbukti dengan tokoh Jum
percaya akan mitos yang beredar di masyarakat yang belum tentu
kebenarannya. Sedangkan kemiskinan finansial terbukti dengan tokoh
Jum membuat usaha warung yang bertujuan untuk menghidupi keluarga
mereka. Kedua faktor tersebut sangat beriringan di mana berawal dari
kemiskinan finansial segala sesuatu pun akan di laksanakan tanpa berpikir
ulang yang menjadi bukti terdapat kemiskinan intelektual. Yang terlihat
pada kutipan Jum yang punya hasrat besar punya rumah tembok, televisi,
dan sepeda motor bebek. Dan demi cita-cita itu Jum merasa tak punya
jalan kecuali bekerja keras dan mau menempuh segala upaya agar
warungnya maju dan laris.
BAB 3
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Wajah kemiskinan yang dialami tokoh Jum pada cerpen “Warung
Panajem”
Kemiskinan menurut Haughton dan Khandker ( dalam Puspaningrum) adalah
kurangnya kesejahteraan. Sedangkan menurut Suharto (dalam Puspaningrum)
yaitu kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, pemahaman utamanya mencakup
hal-hal berikut: pertama, gambaran materi, yang mencakup kebutuhan primer
sehari-hari, seperti sandang, pangan, papan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan.
Kedua, gambaran sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpatisipasi dalam masyarakat. Keterkucilan sosial
sebagai dampak dari ketidakmampuan individu untk memperbaiki keadaan
hidupnya menimbulakan kesenjangan dan ketergantungan kepada pihak lain.
Rendahnya partisipasi masayarakat ditunjukkan dengan berbagai kasus
penggusuran dan ketidakterlibatan mereka dalam perumusan kebijakan. Ketiga,
gambaran penghasilan, mencakup tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan
yang memadai dikaitkan dengan jumlah penghasilan dengan jumlah anggota
keluarga.
Kemiskinan yang terdapat dalam cerpen ini yaitu kemiskinan intelektual dan
kemiskinan perekonomian, yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Kemiskinan Finansial
Kurangannya terpenuhi kebutuhan hidup tokoh Jum Kemiskinan
perekonomian pertama yaitu kurangnya terpenuhi kebutuhan hidup tokoh Jum
terlihat ketika ia mempunyai cita-cita untuk memiliki rumah tembok, televisi,
dan sepeda motor bebek.
Jum yang punya hasrat besar punya rumah tembok, televisi, dan
sepeda motor bebek. Dan demi cita-cita itu Jum merasa tak punya jalan
kecuali bekerja keras dan mau menempuh segala upaya agar warungnya
maju dan laris. (Tohari)
Karena kala itu kekayaan seseorang dapat lihat dari rumahnya yang
tembok, punya televisi, dan punya sepeda motor. Sehingga yang dilakukan
oleh Jum yaitu bekerja keras untuk mendapatkan keinginannya dengan semua
cara membuat warung dan berupaya agar warungnya maju dan laris.
a. Tidak mempunyai penghasilan yang cukup
Wajah kemiskinan juga terlihat dari tokoh Kartawi yang merupakan
suami dari Jum. Kartawi merupakan seorang petani yang miskin dan tidak
mempunyai pekerjan yang tetap. Ia menghidupi Jum dan istrinya dari bertani.
Kartawi tidak mempunyai penghasilan yag cukup untuk menghidupi istri dan
anak-anaknya.
Maka suara yang kering-tajam, percikan debu dan sentakan-sentakan
otot terus runtut terjadi di bawah matahari kemarau yang terik. Kaos oblong
yang dipakai Kartawi sudah basah oleh keringat. Kedua kakinya penuh debu
hingga kelutut. Dan di bawah bayangan caping bambu yang dipakainya,
wajah Kartawi tampak lebih tua dan berdebu. (Tohari)
b. Tidak mempunyai uang
Wajah kemiskinan perekonomian juga terlihat dari Jum yang tidak mampu
uang untuk membayar Panajem sebagai syarat harus dibayar ketika meminta
penglaris kepada seorang dukun. Jadi Jum menjual tubuhnya sendiri untuk
menebus panajem tersebut. Terlihat pada Kutipan
”Dengarlah, saya mau bicara.” Jum berhenti dan menelan ludah yang
tiba-tiba terasa lebih pekat. ”Yang saya berikan kepada Pak Koyor
bukan begitu-begitu yang sesungguhnya. Saya cuma main-main, cuma pura-
pura, Tidak sepenuh hati. Kang, saya masih  eling. Begitu-begitu yang
sebenarnya hanya untuk kamu. (Tohari)
3.1.2 Kemiskinan Intelektual
a. Percaya akan mitos
Kemiskinan intelektual terlihat dari tokoh Jum yang percaya akan
mitos yang tidak terbukti kebenarannya.
”Kang, kata orang-orang tua, kayu dari pohon buah-buahan bisa
memancing selera pembeli,” (Tohari)
Pada kutipan cerpen tersebut terlihat bahwa Jum percaya bahwa kayu
dari pohon buah-buahan dapat memancing pembeli atau biasa digunakan
sebagai pelaris. Kemiskinan intelektual itu menyebabkan Jum nekad pergi
ke dukun, dia percaya bahwa pelaris dapat membuat kaya raya dan
memperoleh kehidupan yang sejahtera.
b. Kurangnya Pendidikan
Wajah kemiskinan intelektual juga terlihat dari para tokoh yang tidak
mendaptkan pendidikan. Sehingga dia berani menjual harga dirinya hanya
untuk ditukarkan dengan sebuah penglaris. Terlihat dari kutipan
Orang bilang Jum pergi ke sana demi memperoleh  penglaris  bagi
warungnya. Soal mencari penglaris Kartawi maklum bahkan setuju. Ya,
Kartawi memang percaya, meraih cita-cita tidak cukup dilakukan dengan
usaha nyata. Namun masalahnya cas-cis-cus para tetangga mengembang
lebih jauh; bahwa Jum telah memberikan penajem kepada Pak Koyor.
Kartawi tahu penajem, yaitu syarat yang harus diberi kepada dukun agar
suatu upaya mistik berhasil, bisa berupa uang, ayam cemani atau bahkan
tubuh pasien sendiri. Dan para tetangga bilang, Jum telah memberikan
yang terakhir itu kepada sang dukun. (Tohari).

3.2 Faktor-faktor penyebab kemiskinan tokoh Jum pada cerpen “Warung


Panajem”

Faktor penyebab kemiskinan pada cerpen “Warung Panajem” yaitu faktor


struktural. Faktor ini berhubungan dengan kemiskinan adalah hasil struktur
sosial. Kemiskinan struktural ini terait dengan faktor pendidikan tidak memadai,
pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap, jenis pekerjaan, dan kemiskinan yang
bersifat turun-temurun.

Jum yang punya hasrat besar punya rumah tembok, televisi, dan sepeda
motor bebek. Dan demi cita-cita itu Jum merasa tak punya jalan kecuali bekerja
keras dan mau menempuh segala upaya agar warungnya maju dan laris.
(Tohari).

Terlihat dari kutipan tersebut bahwa tokoh Jum mempunyai hasrat untuk
memiliki rumah tembok, televisi, dan sepeda motor bebek. Mungkin pada saat itu
merupakan standar orang kaya. Menjadikan faktor-faktor orang-orang tidak
memiliki barang-barang itu diklasifikasikan sebagai orang miskin. Hingga tokoh
Jum dengan segala daya upaya mengusahakan dapat memiliki barang-barang
tersebut.

3.3 Dampak kemiskinan tokoh Jum pada cerpen “Warung Panajem”


Dampak kemiskinan tokoh Jum pada cerpen “Warung panajem” yaitu tokoh
Jum rela menjual dirinya kepada pak Koyor yang merupakan dukun setempat
sebagai upah atas pelaris warung yang diberikan.
”Yang saya berikan kepada Pak Koyor bukan begitu-begitu  yang
sesungguhnya. Saya cuma main-main, cuma pura-pura, Tidak sepenuh hati.
Kang, saya masih eling. Begitu-begitu yang sebenarnya hanya untuk kamu.
Sungguh, Kang.” (Tohari).
Terlihat pada kutipan tersebut tokoh Jum jujur telah memberikan sesuatu yang
tidak sepantasnya diberikan kepada selain suami. Itu merupakan dampak dari
kemiskinan intelektual di mana tokoh Jum tidak mengerti hukum atau dampak
atas perbuatannya itu.
BAB 4
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai representasi kemiskinan
pada cerpen “Warung Panajem” karya Ahmad Tohari dapat disimpulkan sebagai
berikut.
Pertama, unsur instrinsik dalam cerepen “Warung Penajem” Karya Ahmad
Tohari menunjukan bahwa cerpen tersebut membahas tema tentang kemanusiaan
yang fokus terhadap perekonomian (kemiskinan). Alur yang digunakan alur maju
dimulai dari penhenalaan tokoh, munculnya konflik, konflik klimaks, dan
penyelesaian konflik. Tokoh dalam cerpen tersebut terdapat dua tokoh yaitu Kartawi
(tokoh utama laki-laki) berkarakter pekerja keras, sabar, namun tidak tegas. Jum
(tokoh utama perempuan) berkarakter ambisius, egois, dan bekerja keras. Serta tokoh
tambahan dalam cerpen yaitu Pak Koyor sebagai dukun yang berkarakter licik yang
memanfaatkan situasi (penajem memakai tubuh Jum).
Latar di dalam cerpen adanya latar tempat yang terjadi di ladang tani, warung
Jum, rumah Jum dan Kartawi, serta persimpangan jalan. Adanya juga latar waktu
pada sore hari dan malam hari ketika Kartawi menegur Jum dari berita burung
tetangga mereka. Serta ada latar sosial di mana tetangga Jum dan Kartawi memiliki
rasa ingin tahu yang besar terhadap masalah orang lain, sekaligus rendahnya
pengetahuan yang inteektual seperti Jum yang percaya kepada dukun untuk menjadi
penglaris warungnya. Sudut pandang menggunakan orang ketiga di mana penulis
memposisikan sebagai narator. Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen adalah
personifikasi dan hiperbola. Amanat yang terkandung dalam cerpen yaitu kemiskinan
dapat membuat lupa segalanya. Seorang istrinya rela menjual dirinya sebagai syarat
untuk mengabulkan keinginan.
Kedua, wajah kemiskinan Jum pada cerpen “Warung Panajem” dapat
disimpulkan yaitu kemiskinan intelektual dan kemiskinan finansial. Kemiskinan
intelektual karena tokoh Jum dalam cerpen “Warung Panajem” tidak mendapatkan
pendidikan sehingga tokoh Jum sangat mempercayai mitos yang belum tentu
kebenarannya. Sedangkan kemiskinan finansial pada tokoh Jum terlihat bahwa dia
menginginkan rumah tembok, televisi, dan sepeda motor bebek. Sebagai cara untuk
mewujudkan cita-citanya, dia akhirnya membuat warung.
Ketiga, faktor-faktor penyebab kemiskinan Jum yaitu pendidikan yangtidak
memadai, pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap, dan kemiskinan yang telah
menjadi turun-temurun.
Keempat, dampak kemiskinan tokoh Jum “Warung Panajem” yaitu Jum rela
menjual dirinya kepada pak Koyor yang merupakan dukun setempat sebagai upah
atas pelaris warung yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Meliasanti, Ferina 2018. Apresiasi Prosa Fiksi Indonesia. Karawang: Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Singaperbangsa
Karawang.
Puspaningrum, Dwi. 2017. Wajah Kemiskinan Kalangan Bawah Dalam Kumpulan
Cerpen Mata Yang Enak Dipandang Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi
Sastra. Yogyakarta: Sastra Indonesia, universitas Negeri Yogyakarta.
Sosiologi, Dosen. 2018. Pengantar [Online] 6 Pengertian Sosiologi Sastra, Ruang
Lingkup, Fungsi, dan Contoh Lengkap.
http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-sastra-ruang-lingkup-fungsi-
dan-contoh-lengkap/. Diunduh 21 November 2019.
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung:
Alfabeta.
Tohari, Ahmad. 2015. Mata yang Enak Dipandang (Kumpulan Cerpen). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wikipedia. 2019. Pengantar [Online] Ahmad Tohari.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Tohari. Diunduh 21 November 2019.
Wiyatmi, 2005. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra. Kanwa Publisher.
Lampiran

WARUNG PENAJEM
Karya: Ahmad Tohari

Bunyi yang kering dan tajam selalu terdengar setiap kali mata cangkul
Kartawi menghujam tanah tegalan yang sudah lama kerontang. Debu tanah kapur
memercik. Pada setiap detik yang sama Kartawi merasa ada sentakan keras terhadap
otot-otot tangan sampai kepunggungnya. Dan petani muda itu terus mengayun
cangkul. Maka suara yang kering-tajam, percikan debu dan sentakan-sentakan otot
terus runtut terjadi di bawah matahari kemarau yang terik. Kaos oblong yang dipakai
Kartawi sudah basah oleh keringat. Kedua kakinya penuh debu hingga kelutut. Dan di
bawah bayangan caping bambu yang dipakainya, wajah Kartawi tampak lebih tua dan
berdebu.
Ketika lajur garapan mencapai batas tanahnya, Kartawi berhenti mengayun
cangkul. Petani itu tegak dan diam. Ia ingin mengembalikan tenaga dengan
memompakan udara dari paru-paru kesegenap otot-ototnya.  Kedua matanya menyipit
dan menerawang datar kedepan. Di hadapannya, sejauh mata memandang, adalah
wajah kemarau yang menghampar di atas dataran tanah berkapur. Rumput dan perdu
kehilangan hijaunya. Pepohonan meranggas dan ratusan hektar tanah tegalan itu
kerontang. Lereng bukit kapur jauh di utara menjadi dinding warna kelabu dengan
bercak-bercak putih; bisu dan tandus. Dari kejauhan udara di atas permukaan tanah
tampak berpendar. Sementara di langit yang kosong burung layang-layang
beterbangan dalam kelengangan.
Kedua mata Kartawi masih menerawang ke depan. Dari latar belakang
permukaan bumi yang berpendar itu tiba-tiba Kartawi melihat citra Jum, istrinya.
Entahlah, tiba-tiba Kartawi merasa ada tekanan menusuk dadanya, ada segumpal
sabut kelapa mengganjal kerongkongannya. Otot-ototnya terasa kehilangan tenaga.
Jemari yang menggenggam gagang cangkul mengendur. Kepalanya pun tertunduk.
Kartawi menarik nafas panjang, kemudian berjalan lesu meninggalkan lajur garapan
menuju tempat teduh di bawah pohon johar. Petani muda itu mendadak kehilangan
semangat bekerja.
Kartawi berdiri dalam keteduhan pohon johar yang masih mempertahankan
daun-daun terakhir. Sosok Jum masih tampak jelas dalam rongga matanya, melayani
tetangga yang membeli cabai, bumbu masak,  atau ikan asin. Atau segala macam
kebutuhan dapur para petani tetangga. Jum yang segar dan kuat. Jum yang punya
hasrat besar punya rumah tembok, televisi, dan sepeda motor bebek. Dan demi cita-
cita itu Jum merasa tak punya jalan kecuali bekerja keras dan mau menempuh segala
upaya agar warungnya maju dan laris.
Kartawi tahu segalanya tentang Jum sejak istrinya itu masih ingusan. Ketika
bocah, Jum paling betah main warung-warungan. Dalam permainan itu Jum selalu
bertindak sebagai pemilik warung dan semua temannya diminta berperan sebagai
pelanggan. Jum bisa betah sehari suntuk dalam permainan yang sering dilakukan di
bawah pohon nangka di belakang rumahnya itu.
Setelah menjadi isteri Kartawi, maka Jum tidak minta apa-apa kecuali
dibuatkan warung yang sebenarnya. Kartawi menurut karena suami itu memang amat
sayang kepada Jum. Maka Kartawi menjual dua ekor kambing dan menebang
beberapa pohon, satu di antaranya pohon bacang. Mengapa  bacang, adalah karena
usul Jum. Kata Jum yang telah tahu ngelmu perwarungan, harus ada kayu dari pohon
buah-buahan dalam bangunan warung. ”Kang, kata orang-orang tua, kayu dari pohon
buah-buahan bisa memancing selera pembeli,” kata Jum dulu kepada suaminya.
Kartawi hanya menjawab dengan senyum dan dua hari kemudian berdiri sebuah
warung kecil di depan rumah pasangan muda itu.
Warung Jum langsung hidup. Jum tampak tekun dan gembira dengan
warungnya. Mungkin Jum berpendapat, hidup baginya tidak bisa berarti lain kecuali
membuka warung. Dengan warung itu Jum terbukti mampu mengembangkan
ekonomi rumah tangga. Pada tahun ketiga, sementara dua anak telah lahir, Jum
berhasil meraih salah satu keinginannya, memiliki rumah tembok. Tahun berikutnya
ia sudah punya televisi hitam putih 14 inci. Kini giliran sepeda motor bebek yang
ingin diraih Jum. Dan Kartawi sepenuhnya berada di belakang cita-cita istrinya itu.
Soalnya sederhana: punya istri yang pergi kulak dagangan naik sepeda motor milik
sendiri adalah prestasi yang sulit disamai oleh sesama petani di kampungnya.
Pokoknya Kartawi merasa jadi lelaki beruntung karena punya istri Jum.
Tetapi mengapa sejak beberapa hari terakhir ini Kartawi mendengar
selentingan para tetangga tentang Jum. Entah dari mana sumbernya para tetangga
mengembangkan cas-cis-cus bahwa Jum pekan lalu tanpa setahu suami pergi
mengunjungi Pak Koyor, orang pandai, dari kampung sebelah. Orang bilang Jum
pergi ke sana demi memperoleh penglaris bagi warungnya. Soal
mencari penglaris Kartawi maklum bahkan setuju. Ya, Kartawi memang percaya,
meraih cita-cita tidak cukup dilakukan dengan usaha nyata. Namun masalahnya cas-
cis-cus para tetangga mengembang lebih jauh; bahwa Jum telah
memberikan penajem kepada Pak Koyor. Kartawi tahu penajem, yaitu syarat yang
harus diberi kepada dukun agar suatu upaya mistik berhasil, bisa berupa uang,
ayam cemani atau bahkan tubuh pasien sendiri. Dan para tetangga bilang, Jum telah
memberikan yang terakhir itu kepada sang dukun.
Masih berdiri di bawah pohon johar, Kartawi kembali merasa dadanya
tertekan keras. Dalam hati Kartawi berharap selentingan para tetangga itu Cuma
omong kosong. Mungkin mereka iri karena melihat warung Jum laris sehingga
mereka sengaja meniupkan cerita macam-macam, pikir Kartawi. Tetapi bagaimana
bila benar Jum telah memberikan tubuhnya sebagai penajem kepada Koyor? Rasa
sakit kembali menusuk dada Kartawi lebih keras. Kartawi merasa dirinya terayun-
ayun dalam ketidakpastian yang sangat menyiksa.
Karena sadar hanya Jum sendiri yang bisa memberinya kejelasan, Kartawi
memutuskan segera pulang meskipun hasil kerja siang itu sama sekali belum
memadai. Berteman bayang-bayangnya sendiri, Kartawi melangkah mengikuti jalan
tikus yang membelah tegalan. Cangkul membujur di atas pundak dan tempat
minuman dalam jinjingannya. Pada sebuah simpang empat kecil, lelaki itu berbelok
ke arah timur. Suara dedaunan kering yang remuk terinjak mengiringi setiap langkah
petani muda itu.
Ketika sampai di rumah, Kartawi melihat Jum sedang melayani beberapa
pembeli. Sebenarnya Kartawi hampir tak tahan menunggu sampai Jum punya peluang
untuk diajak bicara. Namun ternyata suami yang sedang memendam kejengkelan itu
harus bisa menahan diri sampai sore, malah malam hari. Selagi masih ada orang
terjaga, Jum harus siap melayani mereka. Bahkan sesudah warung ditutup pun tak
jarang ada pembeli mengetuk pintu.
Maka pertanyaan tentang benar tidaknya cas-cis-cus para tetangga itu baru
bisa diajukan oleh Kartawi ketika malam sudah larut. Anak-anak pun sudah lama
tertidur. Dan Jum saat itu yang sedang duduk menikmati televisi tampak tak berminat
menanggapi pertanyaan suaminya. Kartawi bangkit dan mematikan TV, lalu duduk
kembali dan mengulang pertanyaannya dengan tekanan lebih berat.
”Ya, Kang, pekan lalu saya memang pergi kepada Pak Koyor,” dengan gaya
tanpa beban. ”Setiyar Kang, supaya warung kita tetap laris. Kamu tahu Kang,
sekarang sudah banyak saingan.”
            Kartawi menelan ludah. Ia merasa ada gelombang pasang naik dan menyebar
ke seluruh pembuluh darahnya. Di bawah cahaya lampu listrik 10 watt wajahnya
tampak sangat berat. ”Dan Kamu memberi dia penajem? Iya?” tanya Kartawi.
Suaranya dalam dan makin berat. Tatapan matanya menusuk mata istrinya. Jum
hanya sekejap mengangkat muka, lalu tertunduk. Dan tersenyum ringan. Wajahnya
pun kembali cair. ”Kang, Kamu ini bagaimana? Soal memberi penajem itu kan biasa.
Jadi ...””Jadi betul Kamu...” Tangan Kartawi meraih gelas yang seperti hendak
diremukkannya dalam genggaman. Otot yang mengikat kedua rahangnya
menggumpal. Matanya menyala. Jum menyembunyikan wajah karena mengira
Kartawi akan memukulnya, Tidak, ternyata Kartawi bisa menahan diri meski seluruh
tubuhnya bergetar menahan marah.
”Kang,” ujar Jum setelah suaminya agak kendur. ”Dengarlah, saya mau
bicara.” Jum berhenti dan menelan ludah yang tiba-tiba terasa lebih pekat. ”Yang
saya berikan kepada Pak Koyor bukan begitu-begitu yang sesungguhnya. Saya cuma
main-main, cuma pura-pura, Tidak sepenuh hati. Kang, saya masih eling. Begitu-
begitu yang sebenarnya hanya untuk kamu. Sungguh, Kang.” Kartawi tatap membatu.
Matanya tetap berpijar. Urat rahangnya masih menggumpal. Dalam perasaan yang
terpanggang itu Kartawi melihat wilayah-wilayah pribadi tempat bersemayam harga
diri dan martabat kelelakiannya terinjak-injak. Porak-porak. Jemari kembali
meregang untuk meremas gelas yang masih digenggamnya. Jum malah mencoba
tersenyum. Tetapi Jum terkejut karena tiba-tiba Kartawi berteriak. ”Lalu apa
bedanya begitu-begitu yang main-main dengan begitu-begitu yang sungguhan?” Jum
kembali menelan ludahnya. Dan ketenangannya yang kemudian berhasil
ditampilkannya membuat Kartawi harus tetap pada posisi menahan diri.
”Oalah Kang, bedanya banyak. Karena cuma main-main maka begitu-begitu yang
saya lakukan itu tidak sampai ke hati. Tujuan saya hanya untuk membayar penajem,
agar warung kita laris, tidak lebih. Jadi, Kamu tidak kehilangan apa-apa, Kang.
Semuanya utuh. Kang, jika warung kita bertambah laris, kita juga yang bakal enak-
kepenak, bukan?” Belum satu detik setelah Jum selesai mengucapkan kata-katanya
Kartawi bangkit. Detik berikut terdengar suara gelas hancur terbanting di lantai.
Kartawi ke luar setelah membanting pintu keras-keras. Dan Jum menangis.
Selama tiga hari Kartawi lenyap dari rumah. Para tetangga bilang, Kartawi
begitu tertekan, malu, dan terhina, setelah mendengar pengakuan Jum. Malah ada
yang bilang Kartawi kembali ke rumah orang tuanya dan telah memutuskan hendak
bercerai dari Jum. Namun ada lagi yang bilang Kartawi pergi hanya untuk menghibur
diri dengan cara jajan. Dengan jajan Kartawi berharap dendamnya dapat
terlampiaskan karena kedudukan antara dia dan Jum menjadi satu-satu. Atau
entahlah. Yang pasti Kartawi sendiri setelah jajan beban pikirannya malah semakin
berat. Terasa ada bagian jati dirinya yang lepas.
Pada hari keempat Kartawi pulang. Rindunya pada rumah, kepada anak-anak,
dan kepada Jum tak tertahankan. Bagaimana juga Jum dan anak-anak sudah lama
menjadi bagian hidup Kartawi sendiri. Kemarahan yang amat sangat tak mampu
mengeluarkan Jum dari inti kehidupannya. Namun sampai di halaman Kartawi
termangu. Dipandangnya warung Jum yang laris yang telah mendatangkan banyak
untung. ”Dengan warung ini ekonomi rumah tanggaku bisa sangat meningkat,” pikir
Kartawi. ”Keluargaku bisa hidup wareg, anget, rapet.” Tetapi dada Kartawi kembali
terasa remuk ketika teringat penajem yang telah dibayar oleh Jum. Peningkatan
ekonomi itu ternyata telah menuntut pengorbanan yang luar biasa dan mahal. Kartawi
jadi bimbang dan tergagap di halaman rumah sendiri.

Anda mungkin juga menyukai