Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS AMANAT YANG TERKANDUNG

DALAM NASKAH PRALAMBANG

Penyusun:
Muhammad Gani Qodratul Ihsan
1606829440

Program Studi Indonesia


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peninggalan atau warisan budaya bangsa Indonesia sangatlah beragam.
Warisan budaya tersebut banyak menyimpan ilmu-ilmu pengetahuan yang dapat
berguna bagi nusa dan bangsa. Salah satu dari banyaknya warisan budaya bangsa
Indonesia adalah naskah-naskah kuno yang tersebar luas di Nusantara. Naskah
merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan
perasaan sebagai hasil budaya masa lampau (Baried, dkk, 1994:55). Naskah-
naskah tersebut banyak mengandung ilmu sejarah, ilmu pengetahuan, serta ilmu
lainnya. Naskah kuno tersebut juga biasanya mengandung pesan-pesan moral atau
ajaran-ajaran nenek moyang yang dapat berguna bagi kehidupan yang akan
datang.
Penelitian terhadap sebuah naskah kuno merupakan hal yang sukar.
Seorang peneliti harus memiliki ketekunan serta kesabaran yang lebih dalam
melakukan penelitian naskah kuno. Sulitnya melakukan penelitian terhadap
naskah kuno dapat disebabkan oleh kondisi naskah yang rusak, lokasi naskah
yang sulit dijangkau, ataupun pemilik naskah tidak mau meminjamkan naskah
miliknya kepada siapapun. Kondisi naskah yang sudah rusak tersebut diakibatkan
oleh bahan baku naskah yang terbuat dari kertas, daunt al (lontar), dan kulit
binatang yang lama kelamaan akan hancur seiring berjalannya waktu. Salah satu
cara untuk tetap menjaga kelestarian naskah tersebut, dapat dilakukan dengan
melakukan sebuah penelitian.
Indonesia telah banyak melakukan cara untuk melestarikan naskah-naskah
kuno tersebut. Salah satunya adalah dengan menyimpan serta merawat naskah-
naskah tersebut di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Koleksi naskah
yang tersimpan disana merupakan naskah-naskah melayu yang terdapat di
Nusantara. Salah satu contoh koleksi naskah melayu yang tersimpan disana adalah
Pralambang Br 34.
Naskah Pralambang Br 34 ini merupakan naskah tunggal yang hanya
terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Menurut katalogus Amir
Sutaarga, dkk, naskah Pralambang ini berisi ramalan-ramalan Jayabaya. Dengan

2
melakukan penelitian mengenai naskah tersebut, kita dapat mempelajari banyak
informasi yang terkandung dalam teks di naskah tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui unsur-unsur keagamaan
yang terdapat pada naskah Pralambang. Berdasarkan unsur-unsur keagaaman
tersebut, penulis ingin mengetahui amanat apa saja yang dapat berguna bagi
kehidupan masyarakat saat ini.
Dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan dua
masalah, yaitu:
1. Bagaimana kondisi serta transliterasi naskah Pralambang disajikan?
2. Bagaimana analisis amanat ajaran-ajaran agama islam dalam naskah
Pralambang?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menyajikan teks dengan melakukan transliterasi ke dalam bahasa
Indonesia serta menyajikan pertanggungjawaban transliterasi naskah. Hal
tersebut dilakukan agar memudahkan pembaca memahami naskah
Pralmbang
2. Menginformasikan kondisi naskah Pralanbang baik dari pengamatan
langsung oleh penulis ataupun informasi yang didapat dari katalogus.

3. Menjelaskan amanat naskah Pralambang yang ditemukan.

1.4. Metode Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan menggunakan metode penelitian
tekstologi untuk mengembangkan penelitian ini. Tekstologi merupakan ilmu yang
mempelajari seluk-beluk teks yang antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan
teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya (Barried, dkk, 1994:57).
Dalam metode tekstologi, penelitian teks harus didahulukan dari
penyuntingannya, teks juga harus diteliti secara keseluruhan. Selain itu,
penelitiaan ini juga harus menggambarkan sejarahnya.

1.5. Sistematika Penyajian

3
Penulis akan menyajikan penelitian ini dalam lima bab yang terdiri dari
sistem penyajian sebagai berikut. Bab pertama merupakan bagian pendahuluan
yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua merupakan bagian tinjauan teks
yang menyajikan inventarisasi naskah, deskripsi naskah, dan metode edisi teks.
Bab ketiga merupakan bagian edisi teks yang menyajikan ringkasan isi teks,
pertanggungjawaban transliterasi, transliterasi naskah, dan daftar kata sukar. Bab
keempat merupakan bagian analisis teks Pralambang. Bab kelima merupakan bab
terakhir yang akan menyajikan kesimpulan dari penelitian ini.

BAB II
TINJAUAN TEKS
2.1. Inventarisasi Naskah Pralambang
Naskah Pralambang yang tersimpan di Indonesia berjumlah hanya satu
buah naskah. Penjelasan tentang naskah tersebut dapat ditemui pada dua katalog
yang terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Naskah
Pralambang dapat ditemukan pada katalog Katalogus Koleksi Naskah Melayu
Museum Pusat dan Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Naskah Pralambang yang ditemukan dalam Katalogus Koleksi Naskah
Melayu Museum Pusat hanya berjumlah satu. Naskah yang berada di dalam
katalog tersebut memiliki kode Ml. 850. Katalog ini menjelaskan deskripsi singkat
tentang naskah Pralambang Ml. 850. Katalog tersebut menyebutkan bahwa
naskah berisi ramalan-ramalan Jayabaya. Isi dari ramalan Jayabaya tersebut
mengenai wali sanga (9), alam wahyu, alam ruhiyah, alam hidayah, masa
kelaparan yang menggoncangkan, peperangan dan pembinasaan, alam alamat,
Dajal, dan masa adab Ketuhanan sampai tahun 1246. Naskah ini merupakan
naskah yang dipinjam dari seorang jaksa di Bekasi yang bernama Raden
Jayaputra.
Naskah Pralambang Ml 850 ini telah berganti kode. Kode naskah yang
awalnya Ml 850 telah digantikan menjadi Br 34. Naskah Pralambang Br 34
tersebut masih tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Menurut
hasil wawancara saya dengan salah satu petugas PNRI, pergantian kode naskah

4
tersebut disebabkan karena koleksi naskah Melayu yang memiliki kode diatas
angka 500 telah mengalami perubahan.
Berdasarkan data deskripsi yang saya temukan pada Katalogus Koleksi
Naskah Melayu Museum Pusat bahwa naskah tersebut sama dengan Naskah
Pralambang dengan kode Br. 34. Berarti naskah Pralambang Ml. 850 telah
mengalami pergantian kode naskah menjadi Pralambang Br. 34. Hal tersebut juga
dibuktikan dengan keberadaan naskah Pralambang dengan kode Br 34.
Naskah Pralambang Br. 34 saya temukan di dalam Katalog Induk Naskah-
naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Naskah ini
merupakan naskah yang berisikan teks-teks ramalan dan yang konon diucapkan
oleh Jayabaya. Ramalan yang diucapkan Jayabaya tersebut berisi tentang wali
sanga (9), alam wahyu, alam ruhiyah, alam hidayah, masa kelaparan yang
menggoncangkan, peperangan dan pembinasaan, alam alamat, Dajal, dan masa
adab Ketuhanan dan sampai tahun 1246. Menurut catatan Brandes, naskah ini
disalin dari babon (naskah asli) yang dipinjam dari R. Jayaseputra, seorang jaksa
di Bekasi. Data penyalinan naskah ini berada pada halaman ke 10. Data tersebut
menerangkan bahwa naskah disalin oleh Encik Muairun di Kampung Bogor, pada
tanggal 15 Jumadilakir tahun masehi 1885. Namun, yang dimaksudkan adalah
tahun penyalinan naskah Br 34 ini disalin pada tahun 1890 oleh seorang staf
Brandes.
Dari kedua deskripsi yang ditemukan dalam kedua katalog tersebut
berisikan deskripsi yang sama persis. Hal ini mendorong bukti bahwa naskah Ml.
850 telah diganti nomornya menjadi Br. 34. Beberapa deskripsi yang disebutkan
pun sangat mirip. Halaman Pralambang Br 34 yang disebutkan pada Katalog
Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia berjumlah 11 halaman, dan pada Katalogus Koleksi Naskah Melayu
Museum Pusat menyebutkan jumlah halaman yang terdiri atas 10 halaman. Hal
tersebut dapat berbeda karena sebenarnya terdapat 1 halaman kosong pada naskah
yang tetap dihitung pada Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, ukuran naskah juga
disebutkan berbeda sedikit. Pada Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia disebutkan bahwa ukuran naskah
adalah 16,5cm × 20cm dan pada Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum

5
Pusat berukuran 21cm × 17cm. Hal tersebut berbeda karena dapat disebabkan
oleh bagian-bagian naskah yang telah robek atau rusak, sehingga ukuran pada
setiap katalog menyebutkan ukuran yang berbeda. Selain perbedaan tersebut,
kedua katalog menyebutkan huruf atau aksara yang digunakan adalah aksara Arab
dan baris yang dimiliki setiap halamannya berjumlah 14 baris.
Berdasarkan beberapa pemaparan sebelumnya, saya hanya akan
mendeskripsikan 1 naskah Pralambang yang masih tersimpan di Indonesia.
Naskah tersebut memiliki nomor panggil Br 34.

2.2. Deskripsi Naskah Pralambang Br 34


Naskah Pralambang Br 34 ini merupakan naskah yang berisikan teks-teks
ramalan dan yang konon diucapkan oleh Jayabaya. Naskah ini memiliki tulisan
dengan aksara jawi atau bahasa Melayu yang menggunakan aksara Arab. Tulisan
yang terdapat pada naskah tersebut menggunakan tinta hitam. Namun, terdapat
beberapa kata yang ditulis dengan tinta merah, seperti pada awal pembukaan
naskah dengan kata “ketahui olehmu” dan di setiap halaman kata “adapun” juga
dicetak dengan tinta warna merah. Kata-kata yang ditulis dengan tinta merah
tersebut bukan karena tanpa tujuan, melainkan itu adalah rubrikasi. Rubrikasi
adalah penanda awal bahasan dalam naskah atau juga bisa menjadi penanda awal
kalimat. Pada naskah ini, rubrikasi kata “ketahui olehmu” merupakan penanda
awal dari bahasan isi naskah. Sedangkan, rubrikasi kata “adapun” merupakan
penanda awal kalimat karena kata tersebut dapat ditemukan di awal baris, tengah
baris, ataupun di akhir baris. Berbeda dengan tulisan latin yang sistem
pembacaannya dari kiri ke kanan, naskah melayu klasik ini dapat dibaca dengan
sistem baca seperti bacaan Arab yaitu dari kanan ke kiri.
Teknik penjilidan yang digunakan pada naskah ini adalah dengan
menggunakan bahan sampul yang terbuat dari karton yang cukup keras, kemudian
karton tersebut disampul dengan kertas bermotif seperti kulit yang berwarna
coklat. Naskah ini hanya memiliki 1 kuras saja. Kuras tersebut dijahit dengan
dengan menggunakan teknik jelujur.
Naskah Pralambang Br 34 ini berisikan halaman yang berjumlah 10.
Penulisan halaman menggunakan urutan 1-10. Penempatan penanda halaman
tersebut berada pada pojok kanan atas pada halaman ganjil, dan pada pojok kiri
atas pada halaman genap. Selain itu, di dalam naskah ini terdapat 1 lembar

6
pelindung pada awal naskah dan 1 lembar pelindung pada akhir naskah. Urutan
pada isi naskah tersebut dimulai dengan lembar pelindung, halaman yang berisi
judul serta keterangan dari mana naskah ini disalin, halaman isi yang berjumlah 1-
10, sebuah halaman kosong, dan lembar pelindung kembali.
Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, naskah ini memiliki 2 buah
lembar pelindung yang berada di awal dan di akhir naskah. Pada lembaran
pelindung yang awal terdapat sebuah cap kertas atau watermark dengan
countermark “COUDNELO”. Cap kertas yang tergambar pada lembaran
pelindung tersebut seperti gambar seseorang yang sedang menghadap ke samping
dan memiliki sebuah kuping yang besar. Namun, keberadaan watermark dan
countermark tersebut hanya ditemukan lempar pelindung pada awal naskah
Pada halaman awal di isi dengan penulisan judul naskah, dan juga dari
mana asal salinan naskah ini. Menurut catatan Brendes, naskah ini disalin dari
babon (naskah asli) yang dipinjam dari seorang jaksa di Bekasih, bernama R.
Jayaseputra. Naskah ini disalin oleh seorang staf Brandes yang bernama Erick
Muairun. Naskah ini disalin pada tahun 1890.
Naskah ini memiliki ukuran 16,5× 20 cm . Naskah Pralambang Br 34
ini memiliki 11 halaman. 10 halaman berisi isi naskah, sedangkan 1 halaman
sisanya kosong. Setiap halaman terdiri dari 14 baris, yang setiap baris memiliki
panjang sekitar 11,5cm. Jarak yang dimiliki antara baris pertama hingga baris
terakhir adalah 15 cm. Jarak spasi yang dimiliki antar baris adalah 0,5 cm ,Naskah
ini ditulis diatas sebuah kertas eropa. Isi yang dimiliki dari naskah ini cukup
singkat.
Kondisi kertas pada pinggirannya sudah mulai lapuk dan terdapat
beberapa bagian kertas yang sudah mulai rusak. Warna pada kertas pun telah
berubah menjadi putih kekuning-kuningan. Namun, kondisi naskah kini telah
direstorasi sehingga keadaan naskah sudah cukup baik. Benang yang digunakan
untuk menjahit kuras telah diperbaharui. Kondisi kertas memang terlihat beberapa
yang telah berlubang. Lubang-lubang tersebut disebabkan oleh kutu buku atau
hewan-hewan yang merusak kertas tersebut. Namun, kondisi kertas yang terlihat
sudah lapuk, kini sudah dilapis seluruhnya menggunakan tisu Jepang. Hal tersebut
telah membuat kondisi naskah sudah jauh lebih layak. Tulisan pada naskah
tersebut pun masih jelas terbaca. Tulisan yang digunakan pada naskah ini adalah

7
aksara jawi (Arab) dan berbahasa melayu. Restorasi yang telah dilakukan tersebut
membuat kondisi naskah menjadi bagus kembali.
Naskah ini juga memiliki Catchword atau kata alihan setiap halaman
ganjilnya. Catchword digunakan sebagai penanda kata pertama yang akan
pembaca temukan di halaman selanjutnya. Pada halaman pertama kata yang
ditemukan adalah “matahari”. Halaman selanjutnya pun pada kata pertamanya
juga sama dengan catchword yang ditemukan. Catchword ditemukan pada bagian
kiri bawah naskah.

Gambar 1. Catchword ditandai dengan lingkaran merah.


Saat ini, saya menemukan naskah Pralambang Br 34 ini di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (PNRI) yang terletak pada Jl. Medan Merdeka
Selatan No. 11, RT.11/RW.2, Gambir, Kota Jakarta Pusat, Dareah Khusus Ibukota
Jakarta. Naskah ini dapat dipinjam dan dilihat pada lantai 9 gedung PNRI.
Namun, terdapat cara lain untuk melihat serta membaca naskah tersebut, yaitu
dengan membuka situs dari PNRI. Hal tersebut dapat dilakukan karena naskah ini
telah memiliki mikrofilmnya.

Gambar 2. Cover Naskah

Gambar 3. Rubrikasi Naskah

8
2.3. Metode Edisi Teks
Naskah Pralambang Br 34 merupakan naskah tunggal (codex unicus) dan
hanya terletak pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Naskah
tunggal dapat diteliti dengan menggunakan dua metode, yang terdiri atas metode
diplomatik dan metode edisi biasa atau kritik.

1) Metode Edisi Diplomatik


Metode edisi ini dilakukan dengan tanpa perubahan pada segi apapun
dalam teks naskah. Mulai dari segi pungtuasi, ejaan, dan lainnya tidak mengalami
perubahan sama sekali. Tujuan dari tidak adanya perubahan tersebut disebabkan
untuk mempertahankan keaslian teks yang digunakan. Keuntungan yang didapat
dari edisi ini adalah edisi ini memperlihatkan secara tepat cara mengeja kata-kata
dari naskah itu, yang merupakan gambaran nyata mengenai konvensi pada waktu
dan tempat tertentu, dan juga memperlihatkan secara tepat cara penggunaan tanda
baca di dalam teks itu, suatu hal yang dapat membawa konsekuensi bagi
interpretasi dan apresiasi terhadap cara naskah itu digunakan—untuk dinyanyikan
atau dibacakan, misalnya (Robson, 1994:25).

2) Metode Edisi Biasa atau Kritik


Pada metode ini mengharuskan peneliti melalukan perbaikan kesalahan-
kesalahan yang ada pada teks. Metode ini mengharuskan peneliti melakukan
transliterasi. Selain melakukan transliterasi, peneliti juga harus memperhatikan
penggunaan pungtuasi, perbaikan ejaan, pengelompokkan kalimat, penggunaan
huruf kapital, dan perbaikan kesalahan kata yang terdapat dalam teks. Peneliti
yang hendak memilih metode ini harus memiliki ketelitian serta kesabaran yang
tinggi. Edisi kritis dari suatu naskah lebih banyak membantu pembaca. Pembaca
dibantu mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan
dengan interpretasi dengan demikian terbebas dari kesulitan mengerti isinya.
“Kritis” berarti bahwa penyunting itu mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks
yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar (Robson, 1994:25).

9
Dalam menganalisis naskah Pralambang, penulis memilih metode edisi
biasa. Pemilihan metode tersebut dilandasi oleh tujuan yang ingin dicapai, yaitu
dapat membantu pembaca dalam memahami isi dari teks Pralambang.

BAB III
EDISI TEKS

3.1. Ringkasan Teks


Naskah Pralambang menceritakan kejadian masa lalu yang terjadi pada
tahun sembilan ratus hijriah. Latar tempat kejadian masa lalu tersebut berada di
Kerajaan Demak yang merupakan salah satu kerajaan islam yang berada di tanah
Jawi. Pada masa itu terdapat perhimpunan sembinan wali Allah di tanah Jawi
yang dikenal dengan Wali Sanga. (hlm.1)
Kerajaan Demak berdiri di tanah Jawi selama enam puluh tahun lamanya.
Kerajaan. Memasuki tahun seribu terdapat Kerajaan Pajang yang lamanya empat
puluh tahun. Saat masa Kerajaan Pajang pada tahun seribu tersebut telah
memasuki alam wahyu. Setelah itu, alam wahyu kemudian berganti menjadi alam
ruhiyah. Saat memasuki alam ruhiyah berdiri sebuah Kerajaan di Mataram. Pada
alam ruhiyah tersebut terjadi peperangan di tanah Jawa. Saat perang tersebut, Raja
yang berkuasa di tanah Jawa yaitu Kanjeng Sunan Mangkurat Senopati Ingalaga
Panatagama, mendapat bantuan dari pihak luar seorang nahkoda yang datang ke
tanah Jawa. (hlm. 1-2)
Masa alam ruhiyah telah berganti menjadi alam hidayah. Pada masa itu
terjadi berbagai peristiwa seperti banyak hamba Allah dan umat nabi salallahu
alaihi wasalam yang mendapat banyak cobaan. Cobaan tersebut didukung oleh
peristiwa alam yang terjadi di tanah Jawa seperti gempa bumi, hujan abu, gerhana
bulan, dan gerhana matahari. Pada masa alam hidayat tersebut juga terjadi perang
besar dan banyak memakan korban jiwa. Selain itu, banyak kerajaan di tanah
Jawa yang mengalami kehancuran.
Setelah masa alam hidayat, berganti dengan alam alamat. Pada masa ini,
islam terbagi menjadi tiga golongan. Dua golongan telah berpaling dari islam,
sedangkan satu golongan lagi tetap menjadikan islam sebagai pedoman hidup.

10
Dua golongan tersebut telah masuk kepada agama yang kafir, karena tergoda oleh
harta yang membuat tertutup keimanannya terhadap Allah SWT.

3.2. Pertanggungjawaban Transliterasi


Dalam melakukan proses transliterasi, penulis menggunakan pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Tujuan transliterasi ini
dilakukan agar naskah dapat dibaca dan dipahami oleh pembaca. Berikut ini
penulis memberikan pedoman sebagai pertanggungjawaban transliterasi
Pralambang.
1. Huruf kapital digunakan untuk penulisan awal kalimat, nama orang, nama
tempat, dan gelar.
Contoh: Jawa
Kanjeng Sunan Kalijaga
2. Terdapat beberapa kata yang mendapat pengaruh Jawa ataupun Arab akan
tetap dipertahankan penulisan aslinya.
Contoh: lindu,
manutan,
isbat
3. Jika terdapat huruf yang kurang dalam sebuah ejaan kata yang disesuaikan
dengan pedoman EYD akan dilakukan penyisipan tanda () dalam huruf
tersebut.
Contoh: diapuskan – di(h)apuskan

Ilang – (h)ilang

4. Jika terdapat huruf yang kelebihan dalam ejaan, akan disesuaikan dengan
pedoman EYD, yaitu mengurangi satu huruf atau satu kata dalam tanda
kurung kurawal []
Contoh: loba[n]
[Panata] Panatagama
5. Pergantian baris ditandai dengan tanda garis miring (/)
6. Pergantian halaman ditandai dengan tanda garis miring ganda (//)
7. Penulisan nomor halaman akan ditulis di antara garing miring ganda sebagai
pergantian halaman (//1//)
8. Kata-kata pada naskah yang ditulis menggunakan tinta merah, dalam
transliterasi ditulis dengan menggunakan garis bawah.
9. Kata-kata yang dianggap tidak lazim terdapat dalam bahasa Indonesia saat ini
atau kata-kata yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan pemahaman
dicetak tebal dan disertakan dalam daftar kata sukar.

11
Dalam mendaftar kata sukar, penulis akan menyusunnya secara abjad. Dalam
proses penyusunan tersebut penulis akan menggunakan beberapa kamus,
yaitu:
a. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KLBI, 2005) yang disusun oleh
Budiono, MA
b. Bausastra Jawa-Indonesia (BJI, 1998) yang disusun oleh Prawiroatmodjo

c. Kamus Istilah Agama (KIA, 1991) yang disusun oleh M. Shodiq

3.3. Transliterasi Naskah Pralambang


//1// Ketahui olehmu bahwasanya inilah hingganya perjanjian / hijrahnya al
nabi salallahu alaihi wasalam tahun sembilan ratus, / yaitu islamnya di tanah jawi
kerajaannya di negeri Demak, / yaitu perhimpunannya wali Allah sembilan di
tanah jawi. /
Adapun lamanya kerajaan di Demak enam puluh tahun. Maka yaitu /
keganti dengan kerajaan di negeri Pajang lamanya empat puluh / tahun, yaitu
masuk tahun seribu. Maka yaitu yang dinamai / alam wahyu.
Adapun hamba Allah umat nabi salallahu alaihi wasalam / di dalam alam
wahyu itu, maka diberi rahmat dengan Allah subhanahu wa taala. / Derajatnya raja
tetap adilnya, pandita tetap sabarnya, mukmin / tetap tertibnya, ditetapkan dengan
Allah subhanahu wa taala / imannya, dan sempurna Islamnya dari din sampai
hayat, / sebab suci mereka itu ayat dan marifatnya.
Adapun / terangnya mereka itu ayatnya dan marifatnya kaya sifat
cahaya //2// matahari tiada kelindungan lagi daripada mengenal dirinya dengan /
mengenal kepada Tuhannya. Kutika di dalam alam wahyu itu tiada / mereka itu
berkehendak kepada din melainkan menerima kepada bagiannya. / Adapun yang
dipikir mereka itu siang dan malam tetapnya iman dan / sempurnanya Islam.
Adapun lamanya alam wahyu itu seribu / tahun. Maka kesampaian alam
wahyu itu di dalam gaibnya Allah / subhanahu wa taala. Maka keganti dengan
alam ruhiyah. / Adapun lamanya dua ratus tahun, yaitu berdirinya kerajaan / di
negeri Mataram. Adapun lamanya hingga delapan puluh tahun. Maka / nawala ada
nahkoda datang dari tanah seberang kini naik ke negeri Nusa / Jawi. Maka Raja
Nahkoda itu membantu perang dengan Kanjeng / Sunan Mangkurat Senopati ing
ngalaga [Panata] Panatagama. / Maka nawala seorang mungsuh itu. Maka Raja

12
Nahkoda itu mengikut / kumawasa di negeri tanah Jawi selamanya ada mungsuh
di dalam //3// kurungan kerajaanya di negeri Kartasura.
Adapun lamanya / seratus dua puluh tahun sampai kerajaannya Kanjeng
Su[su]nan / Prabu’Jaka Mangkubuwana [Panata] Panatagama, kerajaanya di
negeri / Solokarta. Adapun hamba Allah umat nabi salallahu alaihi wasalam itu /
masih ditetapkan dengan Allah subhanahu wa taala imannya dan / derajatnya raja
itu tetap adilnya, pandita tetap sabarnya, / dan mukmin tetap tertibnya, dan bumi
tetap berkatnya, dan orang / bersanak saudara tetap asihnya, dan orang berguru
tetap hormatnya / kepada gurunya tiada mungkir akan janjiannya, dan orang /
perempuan banyak malunya, dan mereka itu pada suka menziarah kubur / nenek
moyangnya. Dan pekuburan nabi masih mutah mujizatnya, / perkuburan wali
Allah masih mutah keramatnya, dan pekuburan / mukmin masih mutah
maunahnya. Dan kebuka alamnya Allah / subhanahu wa taala. Dan orang
berkampung pada mufakat budi //4// bicaranya, mengisbatkan rukun iman dan
islam.
Adapun perjanjiannya / hijrahnya al nabi salallahu alaihi wasalam di
dalam alam ruhiyah itu hamba Allah / umat nabi salallahu alaihi wasalam ayatnya
dan marifatnya mengenal / kepada dirinya dan mengenal kepada Tuhannya,
samar-samar kaya seperti terangnya / cahaya bulan. Sebab mereka itu ayatnya dan
marifatnya berbagi dua. / Satu bagi ayatnya berkehendak kepada dinaya dan satu
bagi ayatnya berkehendak / kepada hayat dan menjadi keluputan mereka itu
ayatnya dan marifatnya, sebab / kelindungan dengan dinaya berhala.
Adapun lamanya alam ruhiyah seratus / dua puluh tahun. Maka
kesampaian alam ruhiyah itu di dalam gaibnya / Allah subhanahu wa taala. Maka
keganti dengan alam hidayah. Adapun / lamanya tiga puluh tahun.
Adapun daripada janjinya hijrah al nabi / salallahu alaihi wasalam itu
berdirinya kerajaan ke negeri susunan Bagus / di negeri Solokarta tiga puluh tahun
lamanya.
Adapun hamba Allah dan / umat nabi salallahu alaihi wasalam itu
di(h)apuskan dengan Allah subhanahu wa taala //5// imannya dan derajatnya raja
kurang adilnya, dan pandita kurang / sabarnya, dan mukmin kurang tertibnya, dan
orang bersanak saudara (h)ilang / asihnya, dan bumi kurang berkatnya dan banyak
laki yang manutan / dengan perempuan sebab perempuan banyak yang (h)ilang
malunya.

13
Adapun / hingganya alam hidayah itu enam belas tahun. Maka adalah ia
gara-gara, / lindu, dan (h)ujan abu, dan gerhana bulan, dan gerhana matahari, yaitu
/ alamatnya hamba Allah umat nabi salallahu alaihi wasalam itu banyaklah ia /
yang susah hatinya. Orang yang kaya banyak yang menjadi miskin. / Orang yang
miskin banyak yang menjadi kaya. Dan tiada (h)ujan, kutika /itu segala yang
ditanam pada mati dan banyak orang yang kelaparan / itu tidak makan. Dan
banyak orang yang pada mapurik dengan sanak / saudara tanpa dosa. Dan banyak
orang yang alim-alim memancarkan / yang dusta-dusta diteguh dengan sirik. Dan
pada mapurik dengan sama- / samanya alim tanpa dosa.
Adapun daripada janjinya hijrah al nabi //6// salallahu alaihi wasalam itu
di dalam alam hidayah hingganya dua puluh / enam tahun. Maka adalah ia perang
besar dan banyak orang yang pada mati, / yaitu alamatnya segala raja (h)ilang
kerajaannya. Negeri Banten /rusak lebur, negeri Cirebon rusak lebur, negeri Yogya
rusak / lebur, negeri Solokarta yang rusak utuh.
Adapun rusaknya / itu tiada mempunyai kuasa. Adapun utuhnya itu sebab
masih / berdirinya kerajaan.
Adapun hamba Allah umat nabi salallahu / alaihi wasalam ayatnya dan
marifatnya itu sudah ketutupan dengan hawa / nafsunya mengenal kepada dirinya
dan mengenal kepada Tuhannya. / Mereka itu galaunya kaya seperti cahaya
bintang. Sebabnya yang dipikir / mereka itu siang dan malam ayatnya membawa
loba[n] dengan tamak, sebab / tiada percaya mereka itu dengan martabatnya.
Adapun alam hidayah / itu lamanya tiga pulug tahun maka nawala saran
alam hidayah itu / kesampaian di dalam gaibnya allah subhanahu wa taala.
Maka //7// keganti dengan alam alamat. Adapun lamanya alam alamat itu dua
puluh / tahun.
Adapun daripada janjinya hijrah al nabi salallahu alaihi wasalam / yaitu
alamatnya raja kafir—ia dajal laknat Allah yang kuasa--. / Di negeri tanah Jawi
yaitu tinggalnya istiharahnya kitab / Taurat, Zabur, dan Injil, yaitu yang dinamai
(h)uru (h)ara. Matahari keluarnya dari magrib surupnya ke masyrik. / Dan orang
islam itu banyak pada taklukan dengan si kafir. Disuruhnya / masuk kepada
agamanya dengan (h)artanya jua yang dibuat menggoda dengan / segala islam itu.
Adapun janjinya hijrah al nabi salallahu alaihi / wasalam di dalam alam
alamat itu hamba Allah umat nabi salallahu alaihi / wasalam, yang bengis Islam
itu dibagi tiga bagian.

14
Adapun / yang dua bagian mereka itu masuk kepada agamanya si kafir,
sebab / kegoda dengan (h)artanya menjadi ketutup mereka itu ayatnya dan
marifatnya. / Tidak mengenal kepada dirinya dan tidak mengenal kepada
Tuhannya, //8// sehingga terangnya mereka itu ayatnya dan marifatnya kaya
seperti / cahaya damar, tiada mempunyai kiblat mereka itu.
Adapun yang dituankan / mereka itu siang dan malam melainkan hamajuja
mereka itu kepada dajal / laknat Allah iblis l-f-t-n-m-w-y1. Sebab tiada mereka itu
percaya / kepada asalnya rukun iman dan asalnya rukun islam. Dan / munafikun
mereka itu akan syahadatnya.
Adapun yang satu bagian / mereka itu masih pada tetap mengisbatkan
agamanya nabi kita Muhammad / salallahu alaihi wasalam. Tetapi mereka itu pada
kemiskinan daripada makan / dan pakaiannya. Dan disiksa siang dan malam suruh
mengangkat / pekerjaan si kafir, tiada dikasi(h) tempat lagi.
Adapun alam / alamat itu hingganya empat tahun lamanya. Maka raja
kita / Islam itu yang di negeri Solokartta wafat pulang ke rahmat Allah.
/ Adapun maka anak raja itu yang bakal menjadi gantinya kerajaan / itu
menglolos daripada negerinya membuang diri.
Adapun //9// di dalam alam alamat itu hingganya tujuh belas tahun. Maka
ada anak / raja dari negeri wetan mengulon. Maka di air yang dengan segala /
pesantri memakai pakaian haji, yaitu alamatnya gara-garanya anak raja / yang
menglolos.
Adapun anak raja yang menglolos itu mati / di air dengan segala peratu
siluman.
Adapun Wira Brahma itu / Ratu Siluman yang ada di Roban. Dan Raden
Karta Bujangga itu / Ratu Siluman yang ada di Tanjung Bunga[h]. Dan Raden
Banyak Serantang / itu Ratu Siluman yang ada di Gua Upus. Dan Raden
Banaksida / itu Ratu Siluman yang ada di Sungai. Dan Raden Daramaskita itu /
Ratu Siluman yang ada di Pajajaran. Maka segala peratu siluman itu / disuru(h)
balik di Gunung Surandila.
Adapun anak raja itu / lakunya menyuruh. Adapun dengan takdir Allah
subhanahu wa taala itu, / maka menaklukkan agama alam hak ruhiyah, alam
kewalian yang pusaka //10// dari Kanjeng Su[su]nan Kalijaga. Adapun mana yang
(h)alus mereka itu / pikirnya, maka ditetapkan dengan kedudukannya. Dan mana

1 Tidak diketahui maknanya

15
yang kasar / mereka itu pikirnya, maka dibinasakan dengan segala pera(tu)
siluman.
/ Adapun Ibnu Sakir itu Ratu Siluman yang dari Atas Angin, / yaitu yang
bakal membinasakan dengan segala kafir dajal laknat Allah.
/ Adapun janjinya hijrah al nabi salallahu alaihi wasalam itu hingganya
tahun / seribu dua ratus empat puluh enam. Maka ia turun azab Allah / subhanahu
wa taala tiada terkira-kira, yaitu alamatnya tanggalnya / Imam Mahdi dan
tanggalnya Ratu Adil yang bakal berdiri di Tegal Luar. / Maka hamba Allah umat
nabi salallahu alaihi wasalam menanggung azab Allah subhanahu / wa taala itu
lima tahun lamanya. Wallahu alam bisawab.
/ Adapun tamatnya sahaya menulis di bulan Jumadil Akhir, tanggal 15, [di]
waktu gerhana, / [kepada] hari Salasa, kira-kira [jam] pukul tiga siang.
Encik Amirun yang menulis menantunya Encik Serena, / tinggal di
kampong Bogor Jawarasa 1885.

3.4. Daftar Kata Sukar


Berikut adalah beberapa kata sukar yang telah ditemukan dalam hasil
transliterasi naskah Pralambang. Daftar kata sukar berikut akan dicari artinya
melalui beberapa kamus seperti Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KLBI, 2005),
Bausastra Jawa-Indonesia (BJI, 1998), dan Kamus Istilah Agama (KIA, 1991)
yang disusun oleh M. Shodiq. Berikut adalah daftar kata sukar yang telah saya
susun beserta dengan artinya:

No. Kata Arti


1. Isbat Penyungguhan; penetapan; pengukuhan; ketetapan;
positip (KLBI, 2005:209)
2. Karta Aman, sejahtera (BJI, 1988:210)

3. Kumawasa Berasal dari kata kuwasa mendapat sisipan –um-


(ber), berkuasa (BJI, 1988:283)
4. Lindu Gempa bumi (KLBI, 2005:318)

5. Mapurik Berasal dari kata purik, meninggalkan suaminya


karena bertengkar (BJI, 1988:120)
6. Marifat Mengenal atau mengetahui, yaitu mengenal atau
mengetahui Allah dengan cara memperhatikan

16
segala ciptaan-Nya (KIA, 1991:205)
7. Maunah Perkara-perkara yang luar biasa yang diberikan
Allah kepada manusia biasa, dan merupakan
pertolongan khusus yang dikaruniakan Allah
kepada manusia biasa itu (KIA, 1991:208)
8. Mungsuh Musuh; lawan (BJI, 1988:385)

9. Nawala Surat-surat keterangan (BJI, 1988:396)

10. Surup Masuk; terbenam (BJI, 1988:222)

BAB IV
ANALISIS AMANAT YANG TERKANDUNG DALAM NASKAH
PRALAMBANG

4.1. Pengertian Amanat


Naskah melayu klasik merupakan salah satu jenis karya sastra. Naskah
klasik termasuk ke dalam karya sastra klasik. Sebagai karya sastra klasik tentunya
memiliki sebuah amanat di dalamnya. Setiap karya sastra diciptakan pasti
memiliki tujuan serta amanat yang telah pengarang buat. Begitu juga halnya
dengan naskah melayu klasik.
Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral,
atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang; itulah yang disebut amanat
(Sudjiman, 1988:57). Pada sebuah karya sastra, amanat tersebut dapat
diungkapkan secara implisik ataupun secara eksplisit. Menurut Sudjiman
(1986:35), secara implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam
tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir (Sudjiman, 1988:57). Menurut
Sudjiman (1986:24), secara eksplisit, jika pengarang pada tengah atau akhir cerita
menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan

17
sebagainya, berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudijman,
1988:57).

4.2. Amanat yang Terkandung dalam Naskah Pralambang


Naskah Pralambang adalah naskah yang menceritakan peristiwa-peristiwa
tentang keberadaannya kerajaan-kerajaan islam di tanah Jawa. Cukup banyak
kerajaan yang telah disebutkan di dalam teks. Kerajaan-kerajaan tersebut ialah
Demak, Pajang, Mataram, Yogyakarta, Solo, Banten, dan Cirebon. Selain itu, isi
dari naskah Pralambang ini selalu mendapatkan pengaruh-pengaruh islam pada
isi teks.
Pada kerajaan pertama yang diceritakan adalah kerajaan Demak. Di sana
terdapat perhimpunan sembilan orang wali yang ingin menyebarkan ajaran agama
Islam. Banyak cara yang para wali telah lakukan untuk menyebarkan ajaran Islam
di tanah Jawa. Salah satu contohnya adalah masyarakat dibiarkan tetap
menjalankan adat istiadat mereka meskipun itu dilarang. Lalu, para wali akan
membimbing mereka perlahan agar mereka mau masuk seutuhnya ke dalam
ajaran agama Islam.
Salah satu amanat yang dapat dipetik dari para sembilan orang wali
tersebut adalah jika kita ingin mengajak sesuatu kebaikan, janganlah pernah ragu
untuk mengajak siapapun. Setiap manusia yang menybarkan kebaikan tentunya
akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Terkadang memang
sulit untuk mengajak orang dalam berbuat kebaikan. Namun, rasa sungkan seperti
itu yang harus dibuang jauh-jauh dari dalam diri manusia.
Pada naskah Pralambang dijelaskan tentang alam wahyu. Alam wahyu
ditandai dengan adilnya para raja memimpin, pemimpin agama yang sabar, dan
mukmin yang tertib. Suatu negeri haruslah memiliki pemimpin yang adil agar
seluruh kesejahteraan rakyat dapat terjaga. Selain itu, pemimpin agama atau para
pemuka agama juga dapat membimbing para rakyat untuk diberikah pengajaran-
pengajaran mengenai ajaran agama Islam.
Pada kehidupan terdahulu banyak sekali pemimpin-pemimpin di dunia ini
yang baik. Namun, terdapat satu pemimpin terbaik sepanjang masa menurut saya.
Beliau adalah sorang Nabi Muhammad SAW. Beliau merupakan sosok pemimpin
yang selalu diinginkan kembali saat ini. Beliau orang yang teladan bagi seluruh

18
umatnya. Ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh beliau pun tak akan lekang oleh
waktu. Pada kehidupan saat ini, memang sulit sekali menemukan orang yang
memiliki sifat sama persis seperti seorang nabi. Namun, tidak menutup
kemungkinan salah satu sifat nabi dapat dimiliki, seperti amanah dalam
menjalankan tugasnya.
Selain mengajari tentang kepemimpinan, naskah Pralambang juga
mengajari kita mengenai iman. Umat islam pada masa alam wahyu tidak pernah
lupa untuk menjalankan ajaran-ajaran agama Islam dengan sepenuh hati. Oleh
karena itu, umat islam mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa limpahan
rahmat yang sangat banyak dan mereka juga tidak menjadi lupa diri dan selalu
beriman kepada Allah SWT. Perbuatan-perbuatan seperti itu yang mestinya
sampai saat ini masih dipegang teguh oleh seluruh umat Islam di Indonesia.
Namun, saat ini mulai banyak yang terpengaruh oleh godaan setan.
Naskah Pralambang juga memberi pengajaran untuk saling mengasihi.
Saling mengasihi tersebut bukan hanya kepada sesama manusia saja. Namun,
juga saling mengasihi terhadap lingkungan hidupnya. Dalam isi naskah
Pralambang dijelaskan kita harus salinng mengasihi sesama sanak saudara. Saling
mengasihi terhadap sesama saudara tersebut bukan hanya terhadap saudara
sekandung saja. Namun, juga terhadap saudara seiman atau sesama muslim.
Dalam Islam, sesama muslim merupakan saudara juga. Salah wujud cara yang
bisa kita lakukan untuk mengasihi sesama sanak saudara adalah dengan mengasihi
orang-orang yang kurang mampu serta menyantuni anak yatim serta piatu.
Berziarah kubur merupakan hal yang sudah tidak asing bagi masyarakat
Indonesia. Namun, di zaman yang serba cepat ini, banyak masyarakat yang salah
cara dalam berziarah kubur. Pada isi naskah Pralambang juga dijelaskan
mengenai kebaikan berziarah kubur. Berziarah kubur bukanlah kegiatan
memintakan sesuatu kepada orang yang telah meninggal karena orang yang sudah
meninggal tidak dapat mendengar apa yang kita minta. Makna dari berziarah
kubur yang benar adalah untuk mengingatkan kepada kita bahwa semua yang
hidup akan mengalami kematian dan kembali kepada penciptanya. Maka dari itu
sebelum waktunya tiba, kita sebagai umat Islam harus memiliki bekal yang cukup
yaitu bekal berupa iman serta ketaqwaan kepada Allah SWT.

19
Pada masa alam hidayah banyak umat manusia yang mulai lupa diri dan
tidak lagi mengenal tuhannya dengan baik. Banyak umat muslim yang tidak
peduli lagi atas ajaran-ajaran yang telah diterimanya. Bahkan mereka sudah tidak
peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Pada naskah Pralambang juga menceritakan akan hadirnya hari kiamat
nanti. Dalam naskah digambarkan bagaimana kiamat tersebut akan terjadi. Dalam
naskah Pralambang, kiamat digambarkan sebagai sebuah pristiwa alam yang
sangat tidak wajar, serta banyaknya orang Islam yang meninggalkan agamanya
karena godaan harta benda. Naskah ini hanya menggambarkan bagaimana
keadaan saat kiamat nanti, tetapi naskah ini tidak menyebutkan kapan hari kiamat
itu akan datang. Hal tersebut hanyalah Allah SWT semata yang mengetahuinya.
Amanat yang dapat selalu kita temui dari naskah Pralambang ini memang
selalu berkaitan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran yang dapat dipelajari
melalui naskah ini memang tidak secara menyeluruh. Ajaran-ajaran yang telah
dipelajari melalui naskah ini diantaranya adalah kepemimpinan, keimanan, dan
tanda-tanda hari kiamat. Setelah mengetahui beberapa pesan moral yang telah
dipaparkan di atas, semoga dapat membimbing kita sebagai umat muslim selalu
berada dijalan Allah SWT.

BAB V
SIMPULAN
Dari Pemabahasan di atas naskah Pralambang merupakan salah satu
bentuk karya sastra lama melayu. Naskah Pralambang hanya berjumlah satu.
Naskah tersebut tersimpan rapi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan
memiliki kode naskah Br. 34. Naskah tersebut masih dapat dibaca dengan jelas.
Terdapat dua cara untuk mengakses naskah tersebut. Pertama, dengan mendatangi
langsung PNRI. Kedua, dengan cara membukanya melalui situs PNRI. Tulisan
dari naskah tersebut juga masih jelas terbaca.
Analisis yang dilakukan terhadap naskah Pralambang ini adalah melihat
amanat yang terkandung di dalamnya. Dari analisis yang telah dilakukan tersebut
dapat diharapkan berguna bagi yang membacanya. Selain itu, kita juga dapat

20
mengambil informasi dan pelajaran yang dapat berguna bagi kehidupan sehari-
hari.

DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian dan Publikasi Fakultas, Seksi Filologi, Fakultas Sastra,
Universitas Gadjah Mada.

Behrend, TE. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4


Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung

Pralambang. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Naskah Br. 34.

Prawiroatmodjo, S. 1989. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta: CV Haji Mas


Agung.

Robson, S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.

21
Shodiq, M. 1991. Kamus Istilah Agama. Jakarta: Bonaciptama.

Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sutaarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat.
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional
Departemen Pendidikan.

Wardani, Saraswati Adi. 1994. Pralambang Sebagai Sastra Sejarah (Suntingan


Teks disertai Tinjauan Sejarah dan Pengaruh Islam dalam Teks). Skripsi.
Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai