Anda di halaman 1dari 13

REALITAS STRUKTUR BATIN ANTOLOGI PUISI SAPARDI DJOKO DAMONO

KONSEP SEMANTIK STRUKTURAL

Alvia Mustafidatus Sholihah

iva.alvia22@gmail.com

Program Studi Sastra Indonesia, UIN Sunan Ampel Surabaya

PENDAHULUAN

Puisi adalah jenis karya yang memiliki aspek nilai estetika yang dapat dikaji dari
berbagai variasi aspeknya. Melalui karya sastra berupa puisi kita bisa mengkaji jenis-jenis atau
ragam-ragamnya, maupun dari sudut kesejarahannya. Menurut (Suyuti, 2002: 2-3) dapat
dirumuskan bahwa puisi adalah bentuk pengucapaan kebahasaan yang memecahkan aspek bunyi
di dalam puisi. Melalui puisi pengarang dapat mengekspresikan dengan mengutarakan pemikiran
dan feeling penyair secara imajinatif dan di rancang dengan metode konsentrasi kekukuhan
bahasa (Sopandi, 2010: 4). Ketika pengarang berproses dalam membuat puisi, terdapat unsur-
unsur kebahasaan yang ditumpatkan, diringkas, serta imajinatif. Secara garis besar puisi
memiliki unsur-unsur pembangun diantaranya yaitu: emosi, imajinasi, ide, realitas imajiner,
aspek sosial pengarang, kata kias, dan perasaan yang dibaurkan. Jadi, puisi dapat
membangkitkan perasaan naluri kemudian di salurkan ke dalam bentuk tulisan yang menarik dan
berkesan. Dalam perkembangannya, puisi dapat dijadikan sebagai media penyaluran perasaan
pengarang, aspek sosial realita kehidupan pengarang. Seperti pada salah satu penyair yaitu
Sapardi Djoko Damono dapat menyalurkan perasaan antara hubungan manusia dengan pencipta-
Nya melalui sajian puisi yang dibuatnya. Diantaranya dalam penelitian ini memfokuskan pada
kajian telaah antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono, dimana penulis tertarik memilih tiga
puisi yaitu “Dalam Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah Waktu”. Pada penulisan
artikel ini membahas terkait struktur batin dari antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono yang
ditinjau dari teori semantik struktural melalui pendekatan strukturalisme. Kata semantik dalam
penggunaan bahasa Inggris yaitu “semantic” sedangkan dari bahasa Yunani yaitu “semainein”
yang memiliki arti bermakna dari susunan kata “sema” yaitu tanda/lambang, dan “semaino”
yaitu memaknai. Semantik memiliki cakupan luas pendefinisan yang berdasarkan pendapat para
ahli. Diantaranya pendapat Tarigan (1985: 2) menyimpulkan bahwa pengertian semantik sebagai
penilikan asosiasi tanda dengan suatu objek yang menerapkan makna bahasa. Semantik
struktural merupakan jenis teori yang digunakan untuk mengidentifikasi makna dalam sebuah
karya secara objektif sehingga menghasilkan kajian yang kompleks. Dalam teori ini terdapat
pendekatan yang dinamakan strukturalisme sama-sama mengkaji makna bahasa secara
menyeluruh dari hadirnya realitas kehidupan pengarang ketika membuat sebuah karya. Di dalam
komponen strukturalisme Fredinand de Saussure terdapat beberapa kajian yang digunakan
peneliti berupa lapis makna (struktur batin), lapis arti, lapis bunyi, significant, signifie, dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan unsur pemberian makna. Pada penelitian ini memfokuskan
analisis struktur batin yang terdiri dari pengertian/tema (sense), perasaan (feeling), nada (tone),
amanat (itention). Struktur ini merupakan struktur yang menjadi penopang dalam sebuah karya
puisi dari aspek makna. Tema atau makna (sense) yaitu susunan bahasa pada tema yang diangkat
dalam sebuah puisi yang mengaitkan antara tanda dengan lambang. Perasaan (feeling) yaitu
ungkapan respon dari realitas kehidupan pengarang baik dari segi sosial, ekonomi, religi maupun
politik dengan kemampuan merangsang maupun meresapi intertekstualitas pada puisi. Nada
(tone) yaitu tema dari bunyi yang mendukung pada kalimat puisi dengan ketentuan tertentu
seperti nada gelisah, gembira, takut, kecewa, marah, nada sombong dan sebagainya yang
membawa pembaca ikut merasakan gerakan emosional yang tertuang dalam puisi. Amanat
(itention) yaitu maksud yang mempengaruhi pengarang dalam sebuah penciptaan puisi.

Penelitian tentang puisi dari hasil karya Sapardi Djoko Damono memang bukan pertama
dilakukan penulis. Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang aspek struktur batin dalam
pengkajian makna. Berikut penjabaran penelitian berupa persamaan dan perbedaan penelitian
terdahulu diantaranya pertama, penelitian karya Titih Nurani, Rochmat Tri Sudrajat, Alfa Mitri
Suhara tahun 2021 dengan judul “Menganalisis Struktur Fisik Puisi “Dalam Doaku” Karya Dari
Sapardi Djoko Damono”. Penelitian ini membahas struktur fisik mengenai beberapa bagian yang
terdapat rima, kakafoni dan efoni, onomatope, anafora dan epifora, asonasi, dan aliterasi.
Sedangkan dalam bahasa terdapat, kosa kata, pemilihan kata atau diksi, citraan atau pengimajian,
bahasa bermajas, bahasa retorika, bahasa konkret, tata bahasa, dan tipografi bahasa. Perbedaan
dari penelitian karya ketiga penulis tersebut bahwa aspek kajian yang ditelaah mengidentifikasi
struktur fisik puisi serta analisis hanya berfokus pada satu puisi saja, sedangkan penelitian ini
membahas struktur batin dari antologi puisi yaitu “Dalam Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang
Fana Adalah Waktu”. Persamaan dari kedua penelitian ini ialah sama-sama mengkaji puisi
ciptaan Sapardi Djoko Damono serta menggunakan pendekatan struktural. Kedua, penelitian
karya Muntazir pada tahun 2017 yang berjudul “Struktur Fisik dan Struktur Batin Pada Puisi
Tuhan, Aku Cinta Padamu Karya WS Rendra”. Penelitian ini membahas struktur fisik dan batin
yang mendominasikan pengulangan rima, citraan, gerak, perasaan, majas metafora dan repetisi
dengan tinjauan pendekatan stilistika. Persamaan dalam kedua penelitian ini mengupas tuntas
tentang struktur batin dalam puisi. Perbedaannya yaitu terletak pada pendekatan yang digunakan
serta analisis karya puisi yang diteliti. Ketiga, penelitian karya Mulda wati, Angga Saputra, Dodi
Firmansyah tahun 2021 yang berjudul "Analisis Semantik Pada Puisi "Mata Air" Karya Herwan
FR". Penelitian ini memfokuskan pada hasil analisis makna puisi karya Herwan FR yang
berjudul "Mata Air" dengan fokus kajian leksikal, gramatikal, referensial, dan nonreferensial.
Perbedaan antara penelitian karya Mulda Wati, dkk dengan penelitian ini terletak pada hasil
analisisnya. Sedangkan persamaannya dapat dilihat sama-sama menggunakan analisis semantik
sebagai dasar kajian yang akan digunakan.
Perumusan masalah yang tertuang dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana masing-masing
aspek struktur batin dari antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono yang terdiri dari judul
“Dalam Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah Waktu” ditinjau dari perspektif
struktural”. Tujuan penelitian memiliki pemecahan rumusan masalah yang diteliti serta
mengetahui konsep teori Semantika Struktural, untuk menafsirkan struktur batin makna yang
terdiri dari pengertian/tema (essence), perasaan (feeling), nada (tone), amanat (itention). Setelah
itu, mengelompokkan struktur batin yang tertuang dalam tiga puisi yaitu “Dalam Doaku”,
“Tentang Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah Waktu”. Manfaat dalam penelitian ini adalah dapat
menjelaskan bagaimana tugas teori Semantik Struktural untuk menafsirkan struktur batin dalam
ketiga puisi tersebut. Peneliti berharap dalam penulisan analisis ini bisa memberikan kontribusi
wacana urgensi realitas kehidupan pengarang yang dapat diekspresikan melalui struktur batin
pada konteks kekinian. Penulis berharap bisa memberikan informasi bahwa ada beberapa makna,
aspek struktur batin dan pengetahuan makna puisi yang bisa di ambil dalam puisi “Dalam
Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah Waktu”.

KAJIAN TEORI

Berdasarkan hasil penjabaran dari pendahuluan sebelum memasuki ke tahap analisis dan
pembahasan, dalam penulisan penelitian ini membubuhkan beberapa kajian teori yang digunakan
untuk mendukung acuan bahan analisis pengidentifikasian dari judul penelitian ini. Sebagaimana
yang akan diuraikan mengenai kajian teori ini menganut pada teori dalam penelitian yang
digunakan sebagai landasan dalam memperkuat hasil analisis. Menurut pendapat Tarigan (1985:
2) menyimpulkan bahwa pengertian semantik sebagai penilikan asosiasi tanda dengan suatu
objek yang menerapkan makna bahasa. Semantik juga didefinisikan sebagai tataran dari
komponen bahasa yang menjadi sasaran penelitian dalam empat aspek, diantaranya semantik
leksikal, semantik gramatikal, semantik sintaksikal, dan semantik maksud. Semantik leksikal
merupakan penggolongan semantik yang pembahasannya mengacu pada leksikon suatu bahasa.
Semantik gramatikal merupakan penggolongan semantik yang mengacu pada makna gramatikal
dalam suatu bagian morfologi. Semantik sintaksial merupakan penggolongan semantik yang
mengacu pada objek sintaksis dalam suatu kalimat. Semantik maksud merupakan penggolongan
semantik yang berkaitan dengan penggunaan bentuk gaya bahasa dalam suatu karya. Secara
harfiah, bahasa memiliki dua lapisan diantaranya lapisan bentuk (expression) dan lapisan isi
(content). Lapisan bentuk merupakan perlingkupan bahasa yang terdiri dari kajian morfologi,
fonologi, sintaksis, dan wacana. Lapisan isi merupakan ruang lingkup yang membentuk suatu
kajian semantik konsep significant dan signifie seperti yang telah dikemukakan oleh Ferdinand
De Saussure. Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) unsur penting dalam puisi lebih
mendominasi pada unsur tematik atau semantik yang mengarah pada struktur batin. Unsur batin
inilah yang mendukung pendekatan strukturalisme dalam pengkajian suatu karya.

Strukturalisme dalam pendapat Sholes yang dikutip oleh Rahmat Djoko Pradopo
(2002:21) merupakan sebuah metode penelusuran realitas dalam objek (benda-benda) yang
saling berhubungan antara sepantarannya, jadi strukturalisme ialah pandangan yang lebih
objektif dan tidak berdasarkan kepentingan individu dari setiap unsur intertekstualitas dalam
suatu karya. Dalam teori semantik struktural yang telah dikemukakan oleh (Kridalaksana,
2001:194) pengertian umum untuk pendekatan struktural kepada semantik bukan mengacu pada
aspek konseptual dari makna, melainkan mengarah pada relasi antara makna kata atau komponen
kata. Pendetektifan antara kaitan makna dilandasi dengan perumpamaan bahwa perbedaan
makna dibatasi dengan ketergantungan bahasa yang relatif berlawanan. Pendekatan
strukturalisme bertujuan untuk mengidentifikasikan seluruh peristiwa yang timbul pada hadirnya
unsur intrinsik dalam teks secara berstruktur dan eksplisit. Pendekatan struktural ini berpedoman
pada pandangan strukturalisme Saussure yang dipengaruhi dari pandangan filsafat realisme.
Berbagai macam pengaruh dari pendekatan strukturalisme yaitu bentuk (form) dan substansi
(substance), serta dikotomi sistem bahasa (langue) dan tuturan (parole). Bentuk (form) yang
dimaksud adalah struturalisasi makna bahasa yang menerapkan sistem relasi dengan
penggabungan makna dan bunyi. Substansi (substance) yaitu ruang medium yang dapat dipakai
sebagai pengungkapan bahasa lisan maupun tulisan. Langue didefinisikan sebagai sistem bahasa
yang dimiliki oleh seluruh masyarakat pengguna bahasa, sedangkan parole dimaknai sebagai
tuturan bahasa yang sifatnya cenderung menerapkan pola bunyi yang dipilih sendiri (individual),
tetapi tetap berpedoman pada bahasa masyarakat yang digunakan. Struktur batin berasal dari
struktur yang ditentukan oleh sistem bahasa atas substansi makna. Dalam kaitan ini, makna
bahasa secara keseluruhan digambarkan dalam implikasi timbal balik antara citra realitas dengan
makna yang menjelma dalam tanda (sign).

METODE PENELITIAN

Dalam menganalisis antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono, peneliti membuat
tahapan-tahapan dalam menganalisis data yaitu tahap deskripsi dan tahap analisis. Tahap
deskripsi adalah pendeskripsian tiga puisi yaitu “Dalam Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang
Fana Adalah Waktu”. Tahap analisis yaitu mengumpulkan struktur batin makna yang terdiri dari
pengertian/tema (essence), perasaan (feeling), nada (tone), amanat (itention). Setelah itu,
mengelompokkan struktur batin yang tertuang dalam tiga puisi yaitu “Dalam Doaku”, “Tentang
Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah Waktu”.

Mengkaji antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono, peneliti menggunakan metode
penelitian deskriptif metode kualitatif. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan strukturalisme dengan analisis teori semantik struktural yang memahami
makna kebahasaan pada karya sastra. Penelitian ini akan mendeskripsikan struktur batin yang
terdiri dari pengertian/tema (essence), perasaan (feeling), nada (tone), amanat (itention) tiga puisi
yaitu “Dalam Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah Waktu”. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menafsirkan struktur batin makna dari ketiga puisi
karya Sapardi Djoko Damono yang telah disebutkan yang terdiri dari pengertian/tema (essence),
perasaan (feeling), nada (tone), amanat (itention).
Teknik dalam mengumpulkan data dalam penelitian antologi puisi karya Sapardi Djoko
Damono adalah teknik kepustakaan, teknik menyimak, dan teknik mencatat. Teknik pustaka
adalah salah satu metode yang memakai acuan tertulis untuk mendapatkan data tulisan sehingga
diwajibkan untuk dibaca terlebih dahulu kemudian dicatat bagian-bagian penting serta dipelajari
acuan referensi tulisan. Teknik simak adalah mengumpulkan serta memahami hasil simakan
secara cermat, dan seksama terhadap sumber data karya sastra yang tercantum kata serta makna
terkandung dalam tiga puisi yaitu “Dalam Doaku”, “Tentang Tuhan”, dan “Yang Fana Adalah
Waktu”. Teknik catat adalah metode mencatat untuk menghasilkan analisis data dalam
menganalisis struktur batin yang terdiri dari pengertian/tema (sense), perasaan (feeling), nada
(tone), amanat (itention).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Puisi “Dalam Doaku”


"Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
 
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku, kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah dari mana
 
Dalam doaku sore ini,
kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan manga itu
 
Magrib ini dalam doaku,
kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di angsana,
bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
 
Dalam doa malamku,
kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu."

1. Pengertian/tema (essence),

Tema dalam puisi ini menggambarkan seseorang yang berdoa kepada Tuhan pada
waktu fajar, siang, sore hingga malam hari. Bentuk diksi “Dalam Doaku” adalah sebuah
perwakilan istilah kegiatan beribadah dan mengadu kepada Allah SWT. Pemaknaan dalam
puisi ini tidak hanya berfokus pada umat Islam saja, melainkan dapat dinikmati dan dirasakan
siapapun dengan latar agama selain Islam. Bila ditelusuri lebih dalam, puisi ini
menggambarkan sebagai makna beribadah dalam bentuk shalat yang dikerjakan selama lima
waktu dalam sehari sebagaimana bentuk kewajiban seorang umat Islam dan mengingatkan
betapa pentingnya waktu untuk melaksanakan ibadah. Hal ini sudah ditetapkan
berkumandangnya panggilan Allah dari mulainya waktu fajar dilaksanakannya sholat
Shubuh, memasuki waktu siang hari bertepatan matahari terik diatas kepala memasuki waktu
shalat Dhuhur, kemudian berganti rotasi pada waktu matahari bergerak menuju ufuk barat
yang menandakan waktunya shalat Ashar, dan munculnya senja matahari terbenam mulai
memasuki shalat Maghrib, terakhir waktu petang hari dimana ditemani bulan dan bintang
dilaksanakannya shalat Isya’.

2. Perasaan (feeling),

Pada bait pertama mendeskripsikan suasana waktu fajar dimana pengarang


menciptakan sebuah presisi gambaran waktu shalat shubuh dengan latar langit gemerlap akan
menyambut datangnya sang fajar yang begitu tenang dan hening membuat tokoh si aku
dalam bait puisi tersebut kagum atas kebesaran Allah yang nyata ini dan suasana dengan
perasaan tenang sangat mendukung bagi kaum Islam untuk menyembah kepada Allah Swt
dengan khusyuk dan menyambut datangnya sinar matahari ke ufuk timur. Dalam bait kedua
ini, bergantian datangnya waktu setelah fajar berkumandang yaitu waktu siang hari
bertepatan dengan berkumandangnya azan dzuhur. Disini telah disebutkan bahwa tokoh si
aku pula merasakan panasnya terik matahari yang tepat diatas kepala namun penyair
menciptakan sebuah presisi bahwa tokoh si aku ini merasakan kedamaian hati dan kedekatan
dengan Allah ini sangat nyata sehingga menjelma “pucuk-pucuk cemara yang hijau
senantiasa” yang artinya walaupun ditengah terik panasnya matahari justru yang dirasakan
tokoh si aku adalah kesejukan hati dan kedamaian hati karena merasa dekat dengan Allah
Swt.

Selanjutnya, bait ketiga menggambarkan suasana pada sore hari dimana arah panah
pada jam dinding menunjukkan arah pukul tiga. Dimana penyair menciptakan suasana
gambaran mendung pekat yang sedang diguyur gerimis lantas angin meracau dan membuat
berantakan sisa-sisa daun berjatuhan. Kemudian pada baris kedua si aku ini merasakan
hidayah dari Allah yang digambarkan sebagai burung gereja hinggap di ranting pohon jambu
dan burung itupun kehujanan dan nampak kegelisahan lalu berterbangan dan mencari tempat
teduh lain yaitu di pohon mangga. Si burung gereja ini menandakan bahwa ia hinggap
dimanapun ia mau, begitu juga seperti hidayah dari Allah yang akan hinggap dan menetap
pada manusia yang berikhtiar dan berdoa kepada Allah maka Allah yang akan
menghendakinya. Dan pada bait keempat ini si aku kembali melanjutkan ibadah di malam
hari, tepat pada waktu maghrib. Tokoh si aku ini merasakan kehadiran Allah disampingnya
yang menjelma sebagai tiupan semesta berupa angin yang turun sangat perlahan dari nun di
angsana. Angin ini mendesir dan menelusuri tiap helai rambut serta bulu mata dan
menyentuh dahi menandakan bahwa tokoh si aku tersebut sedang bersujud kepada Allah.

Bait kelima dan terakhir ini penyair mampu mempresisikan suasana kelanjutan dari
bait sebelumnya, yaitu suasana dimana memasuki waktu isya’ atau sepertiga malam. Pada
bait ini penyair ini membuat tokoh si aku untuk selalu mengingat Allah ketika dihadapi
masalah kehidupan apapun bahwasanya Allah itu bagai denyut jantung yang selalu berdetak
setiap detik. Dia-lah yang selalu melindungi dan menemani kemanapun kita melangkah
asalkan selalu mengingat dan menyebut Allah karena sesungguhnya Allah SWT bersama
orang-orang yang beriman dan sangat mencintai hamba-Nya yang selalu berdoa serta
berusaha dalam setiap langkah apapun yang dilaluinya. Maka dari itu, Allah akan senantiasa
memberi keselamatan dunia dan akhirat disaat hamba-Nya mendekatkan diri kepada Allah.

3. Nada (tone),

Nada dalam puisi “Dalam Doaku” dapat dilihat pada paduan vokal a dan u. Vokal a
dan u ini memberikan sebuah penghayatan suara dimana penyair menciptakan sebuah
ekspresi pembaca. Penyair memberikan efek ekspresi dengan nada gembira namun tetap
serius serta ratapan yang mendalam dan khusyuk dengan pembawaan setiap larik puisi. Nada
yang ditimbulkan ketika membaca puisi tersebut mengajak pembaca untuk mengingatkan
waktu sholat dan beribadah dengan khusyuk kepada Allah.

4. Amanat (intention)

Puisi “Dalam Doaku” ini mengingatkan pembaca akan pentingnya waktu untuk
beribadah dengan sebaik-baiknya supaya kita tidak termasuk golongan orang-orang yang
merugi. Waktu dalam agama Islam itu sangatlah penting, ibaratnya waktu adalah simbol
pedang, yang artinya siapapun jika tidak memanfaatkan waktu sebaik mungkin maka sama
dengan melukai kita. Dalam Islam memiliki waktu yang telah ditentukan untuk beribadah
sekaligus menjadi salah satu rukun dalam Islam yaitu sholat. Kita dianjurkan melakukan
ibadah sholat selama lima waktu dalam sehari untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
meleburkan dosa-dosa yang telah kita perbuat pada kehidupan sehari-hari.

Puisi “Tentang Tuhan”

Pada pagi hari


Tuhan tidak pernah seperti terkejut
dan bersabda, “Hari baru lagi!”

Ia senantiasa berkeliling
merawat segenap ciptaan-Nya
dengan sangat cermat dan hati-hati
tanpa memperhitungkan hari

Ia, seperti yang pernah kaukatakan,


tidak seperti kita sama sekali

Tuhan merawat segala yang kita kenal


dan juga yang tidak kita kenal
dan juga yang tidak akan pernah bisa kita kenal
1. Pengertian/tema (essence),

Dari uraian puisi tersebut menghasilkan sebuah tema dengan ungkapan tentang
keagungan Tuhan. Sebuah pembicaraan Tuhan yang menjadikan judul “Tentang Tuhan” ini
mengimajinasikan sebuah ungkapan pernyataan hati yang mendalam dari seorang hamba-
Nya. Dengan pembuktian sebuah rasa kagum atas keagungan alam ciptaan-Nya. Allah tidak
pernah berhenti untuk mengawasi hamba-Nya setiap saat. Dan semua perbuatan yang
dilakukan hamba-Nya baik maupun buruk selalu dicermati secara detail oleh Allah tanpa
terlewatkan sedikitpun. Allah selalu melindungi dan senantiasa merawat alam semesta
ciptaan-Nya ini supaya hamba-Nya dapat merasakan anugerah yang telah diberikan. Dengan
begitu manusia dapat memanfaatkan sebaik mungkin terhadap apa yang telah disediakan
pada alam semesta ini untuk keberlangsungan hidup.
2. Perasaan (feeling),

Rasa yang dituangkan dari puisi ini menjelaskan secara runtut per baitnya. Pada bait
pertama penyair menuangkan perasaan kagum dan sangat mendalam melalui tokoh “kita”
sebagaimana penyair mengajak pembaca untuk sama-sama menghayati isi puisi ini dengan
makna bahwa Tuhan selalu lebih agung dari ciptaan-Nya. Ia menciptakan waktu dan
menjalankannya dengan menciptakan pagi sebagai tanda hari baru telah datang
menggantikam malam gelap yang hanya di pisahkan dengan fajar begitu luar biasa.
Selanjutnya pada bait kedua ini menyalurkan perasaan takjub tentang keagungan Tuhan,
tentang sifat-sifat Tuhan Maha teliti, Maha Kuasa, Maha emelihara dan mengawasi. Tiada
satupun makhluk luput dari pandangannya. Tuhan berkuasa atas mereka memelihara dan
mengawasi, menghidupi mereka memberi mereka rezeki tanpa memperdulikan apapun
termasuk waktu.

Pada bait ketiga ini terdapat penegasan maksud pikiran pembaca bahwa tuhan tidak
sama dengan makhluk-Nya, Tuhan jauh lebih agung, lebih mulia dan selalu lebih tanpa ada
satupun kekurangan. Selanjutnya pada bait terakhir menggambarkan dan menuangkan
perasaan berbinar bahwa Tuhan memiliki sifat maha pengasih dan penyanyang. Tanpa
melihat siapa, apa, kapandan dimana, mengasihi setiap makhluknya. Walaupun ia seorang
pendosa. Ia tetap memberinya rizki kehidupan kenikmatan segala hal yang memang ia layak
dapatkan. Tidak seperti kita yang terlalu banyak berpikir untuk melakukan kebaikan, tuhan
melakukan itu tanpa memandang seperti apa mkhluknya, walaupun itu bukan bagian dari
penyembahnya. Tuhan tidak memperdulikam itu semua, dengan kuasanya ia memberikan apa
yang ingin ia berikan kepada makhluk

3. Nada (tone),

Pada puisi ini penyair menggunakan nada seolah-olah mengajak pembaca untuk
mengagumi sifat-sifat Allah dengan metode mendikte. Penyair menggunakan tokoh “kita”
sebagai perantara perwakilan kepada seluruh manusia di muka bumi ini. Susunan kalimat
yang mudah dipahami membuat pembaca langsung menangkap makna yang terkandung
dalam kalimat puisi tersebut. Penyair mencurahkan perasaan kagum pada setiap kata per kata
dari wujud sifat-sifat Allah.

4. Amanat (intention)

Dari puisi ini penyair memberikan kesan nasihat kepada pembaca bahwa apa yang
ada di dunia ini Allah selalu mengawasi, merawat, melindungi hamba-hamba-Nya di muka
bumi tanpa membedakan siapapun itu, baik buruknya perbuatan karena pada dasarnya semua
makhluk hidup di mata Allah itu sama. Maka dari itu, melalui tokoh “kita” sebagai seluruh
makhluk sosial ini selalu berhati-hati dan berwaspada setiap kita melangkah dalam
perbuatan, karena itu semua akan dicatat dan dimintai pertanggungjawaban nantinya.
Walaupun perbuatan baik maupun buruk kita sembunyikan tanpa diketahui oleh orang lain,
Allah tetap mengetahui dan mengawasi gerak-gerik kita bahwa semua perbuatan yang telah
kita lakukan Allah sudah mengetahuinya. Begitulah sifat Allah yang Maha Tahu atas segala-
galanya.

Puisi “Yang Fana Adalah Waktu”

Yang fana adalah waktu. Kita Abadi

Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”

tanyamu. Kita abadi.

1. Pengertian/tema (essence),

Tema dalam puisi “Yang Fana Adalah Waktu” memberikan gambaran tentang
hakikat waktu. Alasan penyair menciptakan sebuah tema yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, hal itu semua bertujuan sebagai wujud peringatan bahwa sisi kodrat sebagai
manusia yang melalaikan waktu dan menganggap remeh terhadap waktu seolah-olah dialah
yang paling berkuasa sehingga berbuat semena-mena dan hanya memenuhi segala kefoya-
foyaan yang fanatik. Dan pada akhirnya manusia menyadari ketika kehidupannya telah
sampai di ujung bahwa waktulah yang menampakkan atas kekekalannya di kehidupan baik
dunia maupun akhirat.

2. Perasaan (feeling),

Pada baris “yang fana adalah waktu” sebagai bentuk kesadaran batin yang memiliki
makna bahwa waktu di dunia ini tidak ada yang abadi dalam kehidupan manusoa mulai lahir
sampai kembali ke tanah. Konteks makna waktu yang disoroti ialah kehidupan kita di akhirat
nanti. Pada kalimat “kita abadi” berupa penegasan disini menyorot pada makna kita sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal sehat akan dimintai pertanggungjawaban atas
semua perbuatan yang telah dilaluinya selama hidup di dunia ini. Pada dasarnya yang abadi
bukanlah kehidupan manusia selama hidup di dunia, melainkan jiwa-jiwa manusia lah yang
abadi di akhirat nanti. Selanjutnya, kalimat “Memungut detik demi detik, merangkainya
seperti bunga” disini sebagai rasa perjuangan hidup yang bermakna bahwa selama kita hidup
di dunia ini hanyalah bertujuan untuk mencari kebahagiaan semata. Kalimat “detik demi
detik” ini sebagai simbol realitas bahwa dunia ini terus berputar dan waktu yang bekerja
sebagai roda kehidupan. Dan kata “bunga” merupakan simbol kebahagiaan, kebahagiaan
yang dimaksud ini ialah bentuk tujuan manusia hidup di dunia.
Kalimat “sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa” merupakan sebuah rasa
bertanya dalam pikiran dan wujud intropeksi diri dari kehidupan foya-foya akibat terjerumus
pada hedonisnya kehidupan di dunia. Hal ini pengarang bermaksud menyadarkan manusia
ketika masa kehidupan di dunia sudah habis, bahwa selama dirinya hidup di dunia hanya
untuk apa dan siapa. Kalimat “tapi, yang fana adalah waktu bukan? tanya kita abadi”
sebagaimana makna tersirat ini mengandung sebuah pertanyaan diiringi perasaan ragu dan
diambang pikiran-pikiran bahwa dialah fana. Dia yang dimaksud sebagai manusia yang
seolah-olah ingin berkuasa dan beranggapan bahwa dirinya kekal hidup di dunia. Namun,
konteks yang dimaksud bahwasanya tiap jiwa-jiwa manusia akan mengalami kematian dan
yang abadi hanyalah kehidupan akhirat.

3. Nada (tone),

Dalam puisi “Yang Fana Adalah Waktu” penyair menyampaikan sebuah nada puisi
dengan cara menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dan pembaca sendiri yang
akan mengerti makna puisi ini. Penggambaran dari setiap baris puisi yang dijadikan satu bait
mampu mengekspresikan bentuk kebingungan dari tokoh si “kita” ini yang sedang diambang
oleh rasa ragu akan hal abadinya waktu dan beropini bagaimana dirinya sebagai makhluk
sosial yang berkuasa daripada waktu. Dan bertanya-tanya dalam pikiran itu apakah opini
yang ditangkap sudah sesuai dengan kenyataan hidup yang dialami manusia di dunia ini.
Namun pada dasarnya manusia hidup di dunia hanyalah mencari kebahagiaan sampai akhir
hidupnya tanpa memikirkan apakah kebahagiaannya itu bermanfaat baginya dan orang lain.

4. Amanat (intention)

Penyair menciptakan sebuah anonim judul “Yang Fana Adalah Waktu” sebagai
peringatan bahwa kita hidup di dunia ini dilahirkan untuk mencari bekal di akhirat kelak.
Kita diberi kesempatan dari Tuhan untuk dapat menikmati dengan segala ciptaan-ciptaan-
Nya dan tidak menyia-nyiakan atas anugerah yang telah diberikan dari Allah kepada hamba-
Nya. Di samping itu, penyair membawa pembaca untuk terus melangkah terlihat dari sisipan
kata “kita” dituntut untuk menjadi sesuatu yang dapat membawa mudharat bagi kehidupan
dan waktu.

KESIMPULAN

Antologi puisi Sapardi Djoko Damono ditafsirkan melalui struktur batin yang terdiri dari
empat aspek yaitu tema, nada, perasaan, dan amanat. Tema atau makna (sense) yaitu susunan
bahasa pada tema yang diangkat dalam sebuah puisi yang mengaitkan antara tanda dengan
lambang. Perasaan (feeling) yaitu ungkapan respon dari realitas kehidupan pengarang baik dari
segi sosial, ekonomi, religi maupun politik dengan kemampuan merangsang maupun meresapi
intertekstualitas pada puisi. Nada (tone) yaitu tema dari bunyi yang mendukung pada kalimat
puisi dengan ketentuan tertentu. Amanat (itention) yaitu maksud yang mempengaruhi pengarang
dalam sebuah penciptaan puisi. Antologi puisi ini tema yang disuguhkan masih saling berkaitan
yaitu tentang ketuhanan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa antologi puisi Sapardi Djoko Damono
mengulik satu tujuan kepada pembaca bahwa kita sebagai manusia senantiasa mengingat Tuhan
semesta alam dimanapun kita berada. Seperti pada puisi “Dalam Doaku” ini merujuk pada
pentingnya menjaga sholat lima waktu dalam sehari. Puisi “Tentang Tuhan” mengingatkan
bahwa kita sebagai manusia selalu mengagungkan ciptaan Allah dan berwaspada dalam setiap
melakukan tindakan. puisi “Yang Fana Adalah Waktu” memberi sebuah peringatan kepada
semua manusia senantiasa mengingat betapa pentingnya waktu yang diberikan Allah kepada kita
bahwa kita hidup di dunia ini dilahirkan untuk mencari bekal di akhirat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Alfin, Jauharoti. Apresiasi sastra indonesia. Diedit oleh Arif Mansyuri. Cet.1-Sur. Surabaya:
UIN Sunan Ampel Press Anggota IKAPI, 2006
Aulia Zahra Fadhila, Hidayah Budi Qur’ani. “KAJIAN SEMIOTIK PUISI ‘DALAM DOAKU’
KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO.” Literasi 5 (2021): 2.
Ginting, Adelina. “Kajian Strukturalisme Pada Puisi Anak”. Jurnal Ilmiah Aquinas 4, no. 1
(2021): 127–32.
Ginting, Herlina, dan Adelina Ginting. “BEBERAPA TEORI DAN PENDEKATAN
SEMANTIK.” Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra (Pendistra), 2019, 71–78.
Krismastuti, Fembriana. “ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP KUMPULAN PUISI PERAHU
KERTAS KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO” 2507, no. February (2020): 1–9.
Kukuh Yudha Karnanta. “Struktural (dan) Semantik: Teropong Strukturalisme dan Aplikasi
Teori Naratif A.J. Greimas.” Atavisme 18, no. 2 (2015): 171–81.
Muntazir, Muntazir. “Struktur Fisik dan Struktur Batin Pada Puisi Tuhan, Aku Cinta Padamu Karya WS
Rendra.” Jurnal Pesona 3, no. 2 (2017): 208–23.

Nafinuddin, Surianti. “Pengantar semantik (pengertian, hakikat, jenis).” Pengantar Sematik,


2020, 1–21.
Nunung Sitaresmi, Mahmud Fasya. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Academia.Edu.
Bandung: UPI PRESS, 2018.
Nurani, Sudrajat, dan Alfa Suhara. “Menganalisis struktur fisik puisi ‘dalam doaku’ karya dari sapardi
djoko damono.” Parole 4, no. 1 (2021): 1–15.

Puspita, Alvi. “PANTUN BATOBO TEMA MERENDAH DIRI (ANALISIS STRUKTURAL


SEMIOTIK).” Madah: Jurnal Bahasa dan Sastra 5, no. 1 (2017): 81.
Sebayang, Sri Kurnia Hastuti. “Analisis Struktur Batin Puisi Sesamar Kasih Pencari Rezeki
Karya Dwi Ayu Utami Nasution.” Basastra 7, no. 1 (2018): 1.
Siagia, Esther, dan Liston Simaremare. “Pemaknaan Lirik Lagu ‘Sayur Kol’ (Studi Semiotik
Terhadap Lirik Lagu ‘Sayur Kol’ karya Nanu Mulyono).” Jurnal Seni Nasional Cikini 6,
no. 2 (2020): 36–51.
Ulistiani, Lina, Dindin Solahudin, dan Aang Ridwan. “Pesan Dakwah dalam Puisi Gus Mus.”
Prophetica : Scientific and Research Journal of Islamic Communication and Broadcasting
4, no. 1 (2018): 77–94.

Anda mungkin juga menyukai