Anda di halaman 1dari 5

Nama: Choirunnisa Salwa Tawakal / 03010420004

Prodi: Sastra Indonesia / 5-A

Mata Kuliah: Kajian Drama

Hegemoni Kekayaan dan Status Dalam Kelas Sosial Pada Naskah Drama RT-Nol/RW-Nol

A. Landasan Teori

Analisis Gramsci mengungkapkan isi teks dengan sebuah gagasan dan formula yang dilandasi
oleh latar historis dalam suatu narasi, hal tersebut dapat dilihat dari tali hubungan antara
konsep negara dan hegemoni dalam pikiran Gramsci yang memiliki koneksi dengan lingkungan
historis dan bersangkutan dari segi internal dan eksternal. Teori ini perlahan mengalami
perkembangan pada kelas sosial yang mana pemikiran Gramsci menggambarkan fenomena
kekuasaan, dimana masyarakat memiliki kesadaran untuk memberikan keberpihakannya
kepada penguasa yang berkuasa, atau dalam kata lain hegemoni dikatakan berhasil apabila
kelas sosial yang lain menerima untuk dikuasai dalam segi politik, ekonomi, budaya, dan nilai-
nilai yang lain. Penguasa ini menggiring pemikiran kaum yang dikuasai tentang masalah-
masalah sosial yang telah ditentukan pola serta kerangkanya oleh penguasa tersebut.

Hegemoni memiliki beberapa esensialitas bahwasannya hegemoni berhasil mendominasi kaum


atau orang yang dihegemoni dengan menerima segala pengaruh politik, ekonomi, budaya serta
nilai-nilai sosial yang dimiliki oleh kaum atau hal yang dominan. Hegemoni terjadi tanpa adanya
keterpaksaan, yaitu melalui sebuah konsensus dan kaum yang terhegemoni mewajarkan
pengaruh yang dibawa oleh kaum yang dominan. Ideologi kaum dominan diperjuangkan untuk
tetap bertahan dalam mendominasi dan kaum tersebut tetap menaati pengaruh dari kekuasaan
kaum dominan. Untuk mempertahankan apa yang telah ditanamkan, kaum dominan harus
memiliki akar-akar kuat yang membuktikan superioritas ideologis dari kaum dominan ini, entah
dari segi politis maupun ekonomis. Ada pun kaum yang tidak terhegemoni ini akan
memberontak terhadap pendominasian tersebut, namun kaum dominan atau penguasa tidak
bisa memaksa kaum ini untuk dapat terhegemoni sebab konsep dari hegemoni itu sendiri
adalah keterbukaan secara sadar akan pengaruh yang akan menggiring kaum yang didominasi
ke dalam suatu ideologi yang dibawa.

B. Pembahasan

Naskah drama ini berawal dari kemiskinan yang menimpa tokoh-tokohnya yan hidup di bawah
kolong jembatan serta tidak memiliki status sosial dalam kelas di masyarakat. Kehidupan yang
seperti ini membuat mereka secara suka rela menjadi pelacur pada tokoh ANI dan INA, kelasi
kapal pada tokoh BOPENG, dan kembali ke kampung halaman pada tokoh ATI dan PINCANG.

ANI: (Tolak pinggang dihadapan PINCANG) Banyak-banyak terima kasih, Bung! Aku sudah
bosan dengan labu siammu yang kau pungut tiap hari dari tong-tong sampah di tepi pasar
sana. Labu siam setengah -- busuk, campur bawang prei setengah busuk, campur ubi dan
jagung apak -- bah! Aku bosan! Tidak, malam ini aku benar-benar ingin makan yang enak.
Sepiring nasi putih panas, sepotong daging rendang dengan bumbunya yang kental berminyak-
minyak, sebutir telor balado, dan segelas penuh teh manis panas. Dan sebagai penutup, sebuah
pisang mas raja yang kuning mas...

Menilik pada narasi di atas menggambarkan bahwa tokoh ANI sudah muak hidup dalam
kemiskinan. Representasi makanan dalam perkataan tokoh ANI membuktikan jika ia hidup
sebagai gelandangan bukan sehari-dua hari saja melainkan telah menjadi tunakarya dalam
jangka waktu yang lama. Kejenuhan pada kemiskinan dan adanya rasa ingin memiliki kehidupan
yang lebih baik mendobrak hasrat dalam diri ANI yang dinarasikan lewat makanan lezat lengkap
pada lauk-pauknya sebagai kekayaan yang ingin di raih.

ANI: (Selesai mengenakan bajunya) Ya, Tuan-tuan. Semuanya itu akan kami nikmati malam ini.
Cara apa pun akan kami jalani, asal kami dapat memakannya malam ini. Ya, malam ini juga!

Ketika seseorang telah terhegemoni oleh suatu hal, maka ia akan secara sadar akan berkorban
apapun demi mengikuti alur dominasi yang menghegemoni dirinya. Layaknya tokoh ANI yang
menghalalkan segala cara agar ia dapat memakan makanan yang enak sebab ia telah
terhegemoni oleh kekayaan yang menggiring idelogisnya pada hal-hal ekonomis untuk hidup
lebih layak dari sekedar memakan makanan bekas dari tong sampah yang dibawa oleh tokoh si
PINCANG.

- INA: (Juga sudah siap) Mari, Kak. (Suara geluduk keras, disusul kilatan-kilatan. Tak lama
kemudian, hujan kedengaran turun lebat. INA melihat ke ANI, melihat ke hujan) Gimana, Kak?

ANI: Terus, pantang mundur! Kita bukan dari garam, 'kan?

- KAKEK: "Adakah pertanyaan itu masih penting lagi sekarang? Pokoknya, berlayar! Pergi, jauh-
jauh dari sini. Tiap tempat lainnya, pastilah lebih baik dari kolong jembatan kita ini.

Dua narasi ini menyambung pada narasi sebelumnya yang menyatakan keberpihakan tokoh ANI
pada dominasi kekayaan yang ingin diraihnya, sehingga ia tidak peduli meskipun hujan ia tidak
menyerah dan rela berbasah-bahasan untuk tetap pergi menjadi wanita plesir yang menjual
jasa akan dirinya sendiri untuk sebuah kekayaan. Tentu saja narasi di atas diucapkan ANI secara
sadar penuh bahwa dirinya akan basah, dengan resiko dia akan hujan-hujanan dan
kemungkinan sakit, namun dia tidak memperdulikan hal itu. Ideologi tentang kekayaan yang
menawarkannya pada kelayakan taraf hidup dan taraf sosial pada kelasnya membuat ANI dan
INA menentang si PINCANG yang tidak terhegemoni pada kekayaan dengan melarangnya untuk
pergi di saat hujan lebat.

Sama seperti tanggapan tokoh KAKEK untuk tokoh BOPENG yang telah diterima sebagai kelasi
kapal. Ia rela berlayar jauh dan tak peduli kemana ia akan berlayar bahkan ia tak peduli berapa
gaji yang akan ia terima sebagai seorang kelasi, yang ia pikirkan adalah ia tidak lagi menjadi
gelandangan dan tidak memiliki sebuah status dalam lingkungan sosial, hegemoni yang terjadi
pada BOPENG ini berbeda, tidak sama seperti ANI yang didominasi oleh kekayaan, namun pada
tokoh BOPENG ia terhegomi akan adanya status pada kelas sosial. Tetapi persamaannya adalah
kesadaran untuk mengikuti ideologi serta pergerakan ekonomi agar dapat mentaati pokok-
pokok dalam dominasi tersebut.

- INA: Dan aku sangat gembira atas keputusan Kak Ani itu. Biar dengan Babah Gemuk gituan
sekalipun, entah memang dia licik, entah Kak Ani yang kurang seksama dalam
pertimbangannya, tapi setidaknya Kak Ani mulai sekarang mempunyai kedudukan tetap, punya
alamat tetap, ya...(Menangis) punya kartu penduduk!

- INA: ...Bukannya aku tak sadar, apa dan bagaimana nasib seorang istri dari seorang bang
becak. Mungkin aku bukan istrinya satu-satunya. Mungkin aku akan berhari-hari tak melihat
dia, tak menerima uang belanja. Mungkin tak lama lagi aku bakal jadi perawat dia yang sudah
teruk dan tak kuat lagi menarik becaknya, batuk-batuk darah. Tapi, semuanya rela kuterima,
Bang, demi dapatnya aku memiliki sebuah kartu penduduk! (Menangis) Kartu penduduk, yang
bagiku berarti: berakhirnya segala yang tak pasti. Berakhirnya rasa takut dan dikejar-kejar
seolah setiap saat polisi datang untuk merazia kita, membawa kita dengan truk-truk terbuka ke
neraka-neraka terbuka yang di koran-koran disebut sebagai "taman-taman latihan kerja untuk
kaum tunakarya."

Seseorang pasti memiliki sebuah alasan atau faktor terhegemoninya mereka terhadap suatu
kekuasaan atau dominasi. Jika ditilik dari dua narasi di atas, maka tokoh ANI dan INA tidak
hanya terhegemoni oleh kekayaan namun juga status kelas sosial yang menyatakan mereka
bukan lagi bagian dari gelandangan atau tunakarya. Keinginan mereka untuk terakui ke salam
suatu kelas sosial tertentu menjadi faktor utama terhegominya dua tokoh dalam naskah drama
Iwan Simatupang ini. Serta kutipan akan perkataan INA yang secara sadar bahwa mungkin saja
setelah menerima lamaran bang becak hidupnya tak sama jauh dari melaratnya hidup di kolong
jembatan namun setidaknya ia telah memilii sebuah status dalam masyarkat, hegemoni inilah
yang membuat ia rela dan sadar melakukan apa saja. Begitu pula pada tokoh si PINCANG yang
akhirnya mau mengantarkan tokoh ATI kembali ke kampungnya dan meninggalkan kolong
jembatan agar diberi pekerjaan oleh orang tua ATI dan melamar menjadi menantunya. Ia
dengan sadar diri mencoba untuk percaya diri meski dengan keadaan fisik yang tidak sempurna
dan menerima saran dari INA dan KAKEK. Keadaan ini membuktikan bahwa ia juga telah
terhegemoni pada dominasi Kekayaan dan status sosial.

- ATI: Ikutlah kami besok ke kampungku, Kek.


- KAKEK: Ikut? Aku sudah telalu tua untuk ikut dengan siapa-siapa pun. Lagipula kalau kita
semuanya pergi, bagaimana dengan kolong jembatan ini? Dengan Rt-Nol/Rw-Nol ini, seperti
kata Ina tadi?

Dalam naskah drama ini, tokoh KAKEK juga menjadi perhatian tersendiri, sebab hanya tokoh
kakek yang tidak terhegemoni dengan kekayaan dan status sosial. Ia menolak untuk
meninggalkan kolong jembatan dan tetap menjadi tunakarya. Ia berorientasi bahwa usianya
sudah tua setelah ia menghabiskan hidupnya menjadi tunakarya maka selanjutnya ia akan
menjadi tunahidup dan mungkin saja jasadnya akan digunakan sebagai penelitian dalam ilmu
kedokteran. Usia serta pandangan yang dimiliki kakek terkait sisa hidup membuat dominasi
ideologi tentang kekayaan dan status dalam kelas sosial tidak berkerja, dan sesuai dengan
prinsip hegemoni yang tidak memaksa dan harus dilakukan secara sadar maka kakek menolak
untuk terhegemoni oleh dua dominasi tersebut. Hegemoni dikatakan gagal dalam
mempengaruhi dan menguasai pemikiran serta ideologi dari tokoh KAKEK namun berhasil
menghegemoni tokoh-tokoh yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai