Anda di halaman 1dari 5

UNSUR INTRINSIK

 Tema: Keadilan dalam hukum


 Tokoh:
Protagonis
o Sali: keras kepala, suka melebih-lebihkan, tetap pada pendiriannya, tak mau
kalah, tak mudah putus asa.
o Tetangga: peduli, baik.
Antagonis
o Pak Lurah: mudah tersinggung, tegas, bijaksana.
o Juru tulis: usil, suka bercanda.
o Polisi desa: tegas, pemarah.
Tritagonis
o Istri Sali: tidak bertanggung jawab, ambil keputusan sendiri.
 Alur/plot: Alur yang disajikan dalam cerpen “Gerhana” alur maju yang dijelaskan
secara runtun mulai dari perkenalan, penampilan masalah-konflik-memuncak-
klimaks.
o Latar tempat : pekarangan rumah Sali, kelurahan, kantor kecamatan, kantor
polisi
o Latar waktu : pagi hari, malam hari, siang hari jam 12
o Latar suasana : sedih, tegang.
 Sudut pandang: Orang ketiga serba tahu.
 Amanat:
o Jangan selalu memaksakan kehendak diri sendiri dan juga jangan melebih-
lebihkan suatu masalah yang kecil, sehingga suatu masalah akan mudah
terselesaikan tanpa terjadinya suatu hal yang menyedihkan, yang tidak
diinginkan.
o Jangan terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan karena akan
menimbulkan kerugian pada diri kita dan orang lain.

 Gaya bahasa: Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ‘Gerhana’ yaitu gaya
bahasa hiperbola. Karena penulis menggunakan kata-kata yang berlebih-lebihan
hampir di setiap paragraph dan banyak sekali percakapan antar tokoh yang berlebih-
lebihan. Jenis-jenis percakapan yang digunakan bahasa keseharian dan mudah
dimengerti

UNSUR EKSTRINSIK

 Latar belakang pengarang:

“Kemelaratan dan dosa, kata orang, Cuma berjarak selangkah.” Tetapi, lewat kumpulan
cerpennya, Muhammad Ali menjengkelitkan anggapan tersebut. Ia adalah seorang penulis
yang tidak bisa menyembunyikan simpatinya terhadap masyarakat dari kalangan bawah.
Penulis juga mantan Ketua Dewan Kesenian Surabaya (1976-1978), mencurahkan rasa
simpatinya tersebut dalam buku kumpulan cerpen yang berjudul Gerhana. Terdapat 21 buah
cerpen dalam kumpulan cerpennya tersebut. Kumpulan cerpen penulis kelahiran Surabaya, 23
april 1927, mengisahkan kehidupan orang-orang kecil.

Muhammad Ali, dengan bahasanya yang ringan namun tetap kaya akan unsur sastra, mampu
menggugah para pembaca. Tidak hanya itu, Muhammad Ali yang bersekolah di MULO
(tidak selesai) dan kursus di Keimin Bunka Shidoso, dapat menghadirkan cerita-cerita yang
menarik dan menyenangkan.

 Nilai-nilai kehidupan

o Nilai sosial: Cerita pada cerpen ini mengisahkan tentang orang-orang kecil
yang berjuang untuk mendapatkan keadilan, karena sering dianggap sepele
dan diabaikan oleh aparat pemerintah.

o Nilai moral: Pihak yang berwenang tidak sepantasnya mengabaikan tanggung


jawab terhadap masalah kecil bahkan sampai memaki-maki.

o Nilai politik: Dalam cerpen ini juga terdapat pesan sindiran bahwa pada
zaman sekarang ini banyak lembaga-lembaga milik pemerintah yang
seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan
bantuan, baik itu kasus kecil ataupun kasus besar, mulai mengabaikan tugas
utama mereka. Lembaga-lembaga milik pemerintah itu hanya melayani kasus
besar saja, juga kasus yang datangnya dari warga yang dianggap memiliki
status sosial tinggi. Sedangkan kasus kecil diabaikan, dianggap sepele, terlebih
yang meminta bantuan itu hanya warga biasa atau dalam kata lain disebut
rakyat jelata.
Gerhana

Pada suatu pagi, pohon pepaya milik Sali dalam keadaan roboh membelintang di
tanah. Banyak buah pepaya yang sudah ranum, lumat berlepotan di timpa batang papaya. Sali
merasa linglung dan sedih melihat pohon pepayanya itu tumbang dengan banyaknya getah
yang meleleh menetes-netes ke tanah.
Datanglah seorang tetangga dari sebelah rumah Sali yang ikut menyaksikan musibah
itu. Sali memulai pembicaraan dengan menunjukkan pohon pepayanya yang roboh dengan
bekas bacokan. Tetangganya hanya diam dan menganggukkan kepalanya, mendengarkan
cerita Sali yang kelihatan sangat sedih karena kehilangan sebatang pohon pepaya. Lalu
tetangganya menyarankan Sali untuk melapor dulu pada Pak Lurah. Kemudian Sali segera
pergi ke kelurahan pada saat itu juga, dengan langkah yang agak cepat meskipun ia belum
sarapan.
Ketika sampai di kelurahan ia segera bertemu Pak Lurah dan segera menyampaikan
masalahnya tentang pohon pepayanya. Tetapi, Pak Lurah malah menceritakan kejadian yang
menimpa Dulah dan Bidin. Hanya karna masalah dua kilo beras, seorang kehilangan
nyawanya dan yang lain meringkuk dalam penjara. Merasa masalahnya dianggap ringan oleh
Pak Lurah, Sali memutuskan untuk pergi ke kecamatan karena ia bersikeras untuk mengusut
tuntas masalahnya itu. Setibanya di kecamatan ia tidak bertemu Pak Camat, tetapi ia diterima
oleh beberapa juru tulis muda. Ia segera menyampaikan masalahnya kepada juru tulis muda
tersebut. Tetapi, ia malah mendapat penghinaan dari juru tulis-juru tulis muda tersebut
tentang masalahnya itu. Akhirnya Sali memutuskan untuk pergi ke kantor polisi desa.
Setibanya di sana, ia langsung masuk ke dalam kantor dan melaporkan segala kejadian yang
terjadi di halaman rumahnya. Tetapi polisi desa itu malah memaki-makinya dan
memarahinya karena ia menyampaikan masalah yang seharusnya tidak perlu dilaporkan.
Kemudian, Sali pulang ke rumahnya, namun setibanya di pekarangan rumah, Sali
langsung roboh ke tanah tak sadarkan diri. Keluarganya segera mengangkat Sali ke dalam
rumah dan dibaringkan di atas bale-bale di kamarnya. Banyak dukun kampung yang telah
didatangkan ke rumah untuk menyadarkan Sali. Hingga akhirnya pada tengah malam
terdengar suara pekikan istri Sali yang membuat semua warga menjadi penasaran dan
mengunjungi rumah Sali. Ternyata, Sali telah meninggal dunia setelah pingsan cukup lama.
Akhirnya istri Sali pun mengungkapkan bahwa dialah orang yang telah menebang pohon
pepaya itu semalam, karena anak-anak memanjati pohon pepaya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai