Anda di halaman 1dari 14

AKU INGIN

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana


Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikanya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana


Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Parafrasenya :
Dari awal pertama kali melihat dirimu aku ingin sekali mencintaimu
tetapi dengan sederhana. Sulit sekali bagiku untuk menyampaikannya,
dengan kata yang tak sempat diucapkan tersebut.
Bagaikan kayu kepada api yang terbakar diriku serasa seakan hasil dari
bakaran tersebut yang menjadikanya abu. Jika memang benar kau cinta
kepadaku sungguh aku ingin mencintaimu dengan sederhana saja karena
cinta itu tidak harus mewah.
Dengan isyarat mengerti satu sama lain aku yakin bisa memilikimu.
Tetapi yang kutakuti rasa ini tak akan sempat disampaikan kepadamu. Awan
hitam nampak terlihat memberi tanda kepada hujan yang akan turun
menjadikannya tiada sebuah harapan bohong untuk mencintaimu

 
KRAWANG BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ? 
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Parafrase
KRAWANG-BEKASI 

(Dan) Kami (,) yang kini terbaring (meninggal) antara Krawang-(dan) Bekasi
(Kami) tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru (suara perjuangan) kami,
terbayang kami (ingin) maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam (keadaan) hening di malam (yang) sepi
Jika dada (te)rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami (telah) mati muda. Yang (ter)tinggal (dari kami hanya) tulang diliputi
debu.
(Selalulah) Kenang (kami), kenanglah (jasa) kami.
(Karena) Kami sudah coba apa yang kami (mampu) bisa (lakukan)
Tapi kerja belum selesai,(karena) belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu
nyawa (yang terbaring gugur)
(Namun) Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
(Karena) Kaulah lagi yang (akan) tentukan (sendiri) nilai (harga diri) tulang-
tulang berserakan(tersebut)
Atau (hanyalah) jiwa kami melayang untuk kemerdekaan(,) kemenangan dan
harapan (bangsa)(.)
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, (karena) kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata (untuk bangsa dan kami yang telah gugur)(.)
Kami bicara padamu dalam (keadaan) hening di malam (yang) sepi
Jika ada (te)rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
(Selalulah) Kenang (kami), kenanglah (jasa) kami
Teruskan (selalu), teruskan (semangat dalam) jiwa kami
(Yang setia) Menjaga Bung Karno(,)
menjaga Bung Hatta
(dan) menjaga Bung Sjahrir
(Tapi) Kami sekarang mayat
(Namun) Berikan kami arti (bagi kami)(.)
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian (bangsa)(.)
(Selalulah) Kenang (kami), kenanglah (jasa) kami 
yang (ter)tinggal (dari kami) (hanyalah) tulang-tulang diliputi debu(.) 
Beribu kami terbaring (gugur) antara Krawang-Bekasi

Selamat Tinggal

aku berkaca
ini muka penuh luka
siapa punya?
kudengar seru menderu
dalam hatiku
apa hanya angin lalu?
lagu lain pula
mmenggelepar di tengah malam buta
ah...!!!
segala menebal, segala mengental
segala tak kukenal
(Chairil Anwar)
Parafrasa :

Ketika si ku berkaca, aku sangat terkejut melihat mukaku ini mulai dipenuhi
luka. Sebenanya ini punya siapa?
Aku mendengar suara yang seru menderu, dalam hati kubertanya, apakah itu
hanya suara angin lalu?
Aku pun  mendengar lagu yang lain menggema menggelepar di tengan
malam buta.
Ah,...!!
Segalnaya telah tiba menebal, bahkan segalanya jadi mengental, sehingga
segalanya tidak aku kenal.

SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…

PARAFRASE
SAJAK PUTIH
(ingatkah kau, saat kita) Bersandar pada tari (dalam) warna pelangi(?)
(saat itu,) Kau (duduk di) depanku (dengan) bertudung sutra (dengan warna)
senja (yang menawan.)
(kulihat) Di hitam matamu(, ada) kembang mawar dan melati (yang mekar
indah.)
(dan kuingat) Harum rambutmu (yang) mengalun (bersama semilir angin
sedang) bergelut (dengan) senda (gurau)
(dalam) Sepi (aku selalu) menyanyi, (dan setiap) malam (, aku terlarut) dalam
(waktu) mendoa tiba
(memulai segalanya dengan) Meriak muka(dengan) air (bening dari) kolam
jiwa (yang menenangkan)
Dan (di) dalam dadaku(, selalu) memerdu lagu (indah tentang cinta kita)
(selalu) Menarik (lalu mengajakku) menari (dengan) seluruh (perasaan dan)
aku (menikmatinya)
(kau adalah) Hidup dari hidupku, (dan sejak saat itu,) pintu (bahagiaku pun)
terbuka(.)
Selama (masih kulihat) matamu (yang indah,) bagiku (cinta kita masih kan
tetap) menengadah(.)
Selama kau (masih menjadi) darah(ku yang) mengalir dari luka(ku.)
(di) Antara (cinta) kita(, hidup dan) Mati datang (silih berganti, tetap) tidak
(akan bisa) membelah (dan memisahkan kita)…
 
ANGIN

Di kesepian malam aku sendiri 


Termenung dibawah cahaya rembulan
Pucuk-pucuk daun meliuk indah
Mengikuti irama angin perlahan

Angin…., Aku hargai kau menghiburku


Memang tidak ingin aku berlama-lama
Larut dengan gelapnya malam
Terombang-ambing oleh kelamnya awan
Angin…., Tolong katakan pada bintangku 
Aku rindu dan berharap dia hadir disini
Dengan segala ketulusan cintanya
Ingin aku mengajaknya bernyanyi 
Menari, berdansa berdua 
Angin…, katakanlah padanya
Aku perlu belaian sejuta kasihnya
Ingin aku menikmati indahnya malam ini
Dengan kehangatan peluk mesranya
Angin…, untuk yang terakhir
Katakanlah padanya

Parafrase        :
ANGIN
Di kesepian malam aku sendiri sedang termenung dibawah cahaya
rembulan melihat pucuk-pucuk daun meliuk indah mengikuti suara angin
perlahan. Angin, aku menghargai kau menghiburku, memang tifak ingin aku
berlama-lama larut dengan kesedihan terombang-ambing oleh penyesalan.
Angin, tolong katakan pada kekasihku, bahwa aku rindu dan berharap dia
hadir disini dengan segala ketulusan cintanya ingin aku mengajaknya
bernyanyi, menari, berdansa berdua. Angin, katakanlah padanya bahwa aku
perlu belaian sejuta kasihnya ingin aku menikmati indahnya malam ini dengan
kehangatan peluk mesranya. Angin untuk terakhir kalinya katakanlah
padanya.
MALAM
Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
–Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang
Parafrase
MALAM
(kurasa, hari sudah) Mulai kelam
(namun,) belum (juga sampai) buntu malam
kami masih (tetap) berjaga (-jaga di sini)
–Thermopylae?- (ataukah)
- jagal (yang) tidak dikenal ? -
tapi (tunggu saja) nanti (.)
sebelum siang (datang dan) membentang (,)
(mungkin) kami sudah tenggelam(,) hilang (dari peradaban.)

AKU

Kalau sampai waktuku


'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Bila peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang perih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Parafrasanya :

Kalau si aku meninggal,


ia menginginkan jangan ada seorangpun yang bersedih,
bahkan juga kekasih atau istrinya.
Tidak perlu juga ada sedu sedan
yang meratapi kematian si aku sebab tidak ada gunanya.
Si aku ini adalah binatang jalang yang lepas bebas,
yang terbuang dari kelompoknya.
Ia merdeka tidak terikat oleh aturan-aturan yang mengikat,
bahkan meskipun ia ditembak, peluru menembus kulitnya.
Si aku tetap berang dan memberontak terhadap aturan-aturan yang mengikat
tersebut.
Segala rasa sakit dan penderitaan akan ditanggung,
ditahan, diatasi hingga rasa sakit dan penderitaan itu pada akhirnya akan
hilang sendiri.
Si aku akan makin tidak peduli pada segala aturan dan ikatan, halangan, serta
penderitaan. Si aku mau hidup seribu tahun lagi.

 
Gadis Peminta-minta

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil


Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang.
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katerdal
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafal
Jiw begitu murni, terlalu murni
Untuk dapat membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

PARAFRASA

Setiap kita bertemu dengan gadis kecil berkaleng kecil aku merasa iba


padanya
Setiap Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka dalam menghadapi
kenyataan hidup
Mereka Tengadah padaku pada bulan merah jambu saat itu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa kalau gadis kecil berkaleng kecil tidak ada
Rasanya Ingin aku ikut dengan gadis kecil berkaleng kecil itu
Mereka Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok tanpa rasa takut
Mereka Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan yang tak kan
pernah ada
Hanya Gembira dari kemayaan riang.
Namun Duniamu yang lebih tinggi dari menara katerdal
Meskipun Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafal
Jiwamu begitu murni, terlalu murni
Untuk dapat membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil dunia ini terasa sepi
Bagaikan Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan di kotaku, oh kotaku
Seperti Hidupnya tak lagi punya tanda

Doa

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

Parafrasa bebas
                Puisi diatas mengisahkan seseorang yang sedang termangu, ia
tetap menyebut nama Tuhannya,  Ia mengingat atas kesalahan dan dosa-
dosa yang ia perbuat . Dia berusaha selalu ingat padaNya meskipun susah
karena memikirkan urusan dunia.Ia sadar atas kebesaran Tuhan yang penuh
cahaya suci, meskipun tinggal kerdip lilin baginya sangatlah berarti.Ia merasa
seperti tubuhnya hancur penuh dengan dosa. Ia merasa asing bagi dirinya, Ia
bertekad bulat bahwa jalan yang Tuhanlah yang menjadi pilihannya, ia tidak
akan berpaling lagi, apa pun yang terjadi.

 
Monumen Bambu Runcing

monumen bambu runcing


di tengah kota
menuding dan berteriak merdeka
di kakinya tak jemu juga
pedagang kaki lima berderet-deret
walau berulang-ulang
dihalau petugas ketertiban
PARAFASA :
Monumen Bambu Runcing
monumen bambu runcing (tua yang terletak)
di tengah kota (tua ini)
(masih tetap berdiri tegak, meski sendirian dia terlihat) menuding dan
berteriak (lantang,) (“)merdeka(”!)
(di sana,) di kaki (monumennya)nya tak jemu juga
(para) pedagang kaki lima (yang) berderet-deret (di sepanjang jalan.)
walau(pun) berulang-ulang (mereka)
dihalau petugas ketertiban (semangat mereka tak jua padam.)
 
Negeriku
mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan
jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya di dunia
dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku
……………………………………
K.H.A. Mustofa Bisri, 1995

Hasil parafrasa-nya:

Negeriku
(di)mana ada negeri/ (yang) sesubur negeriku?
Sawahnya (yang luas)/ tak hanya menumbuhkan
padi, tebu, dan jagung/
tapi (sekarang) juga (berdiri) pabrik/, tempat
rekreasi, dan gedung/ (yang merupakan)/
perabot-perabot (untuk) orang kaya di dunia/
dan burung-burung indah piaraan mereka/
(juga) berasal dari hutanku/
ikan-ikan pilihan yang (telah) mereka santap/
bermula dari lautku (yang luas)/
emas dan perhiasan (yang) mereka (pakai)/
(juga) digali dari tambang (di tanah)ku/
air bersih yang mereka minum (pun)/
(ternyata) bersumber dari keringatku/

CINTA YANG DI KHIANATI


Masih terlintas dalam anganku
Saat kau pilih dia sebagai penggantiku
Betapa sakit dan hancurnya perasaanku
Tapiku tak penah tau
Begitu burukkah aku mencintaimu?
Sehingga kau pergi meninggalkanku
Tak cukupkah pengorbananku?
Yang slama ini ku korbankan untukmu
Kau cintai sahabatku
Kau miliki sahabatku
Kau hancurkan perasaanku
Kau khianati cintaku
Dimanakah perasaanmu
Aku hanya ingin kau tau
Tiada yang lain di hatiku
Walau kini kau tau
Kau bukan miliku lagi
Hanya satu pintaku
Jangan pernah lupakan aku
Bentuk Parafrasa Puisi
Masih terbayang kenangan yang berlalu saat kau jadikan dia menjadi
kekasihmu betapa menderitanya diriku tapi ku tak pernah tau apakah aku
belum sempurna mencintaimu? Hingga kau tak inginkan diriku lagi, apakah
engkau belum cukup apa yang aku berikan yang slama ini tlah ku berikan
semu yang kumiliki kepadamu kau jadikan teman baikku sebagai
penggantiku, kau miliki teman terdekatku, kau sia siakan kepercayaan cintaku
kepadamu di manakah hati nurani yang kau miliki mungkin aku hanya engkau
mengetahui diriku di hati ini hanyalah gambaran wajahmu, meskipun kini
diriku tau engkau, engkau bukan belahan jiwaku lagi tapi hanya satu yang ku
inginkan darimu jangan pernah lupakan kenangan terindah yang tlah kita
ciptakan bersama.

 
BULAN KEPADA SERIGALA
serigala
aku tak sekadar rindu lengkingmu yang mengiris purnamaku

aku rindu
sembur dengusmu
gores cakarmu

serta
bercak darah pada leher
bekas kerkah taringmu

·  Parafrase

BULAN KEPADA SERIGALA

Serigala
aku tidak hanya sekedar merindukan lengkinganmu yang mengiris purnamaku

aku merindukan
semburan dengusmu
goresan cakaranmu

serta
bercak darah pada leherku
bekas kerkahan taringmu
BULAN KEPADA SERIGALA

serigala
aku tak sekadar rindu lengkingmu yang mengiris purnamaku

aku rindu
sembur dengusmu
gores cakarmu

serta
bercak darah pada leher
bekas kerkah taringmu

  Parafrase

BULAN KEPADA SERIGALA

Serigala
aku tidak hanya sekedar merindukan lengkinganmu yang mengiris purnamaku

aku merindukan
semburan dengusmu
goresan cakaranmu

serta
bercak darah pada leherku
bekas kerkahan taringmu

itu adalah sedikit contoh dari parafrase bulan kepada serigala, silahkan anda
berekspresi sendiri dalam ber-parafrase
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Prosa Aku
jika sudah tiba waktunya, janagn ada yg memanggilku lagi termasuk kau
walau halang rintangan ada di depan ku , aku tak peduli aku akan terus berjuang
karena luka ini hanya sementara tidak selamanya jika kita tak merdeka
dan aku mw hidup selamanya untuk merdeka

Anda mungkin juga menyukai