Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS STRUKTURAL PADA NASKAH DRAMA

MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL

KARYA Arifin Chairin Noer

Moch Mufidun (18020074108 )


Universitas Negeri Surabaya
Email : mufidun.18108@mhs.unesa.ac.id

Abstrak

Matahari di sebuah jalan kecil adalah sebuah naskah drama yang ditulis oleh Arifin C.
Noor. Drama matahari di sebuah jalan kecil ini merupakan drama yang sederhana.
Dalam drama tersebut konflik yang paling menonjol ialah permasalahan penokohan.
Dijelaskan dengan menguraikan dimensi tokoh (sosiologis). Selain penokohan dalam 2
dimensi, drama ini juga membicarakan mengenai nilai-nilai kehidupan sosial. Arifin C.
Noor dengan mudahnya membuat drama tersebut menjadi drama yang ringkas dan
mudah untuk dipahami. Arifin C. Noor juga membuat lakon dalam drama semakin
menonjol dengan kemunculan permasalahan-permasalahan yang ada. Kemunculan
permasalahan-permasalahan tersebut digambarkan dengan adanya dialog antar tokoh.
Dalam dialog tersebut menggambarkan karakter setiap tokoh. Ada pun nilai-nilai yang
terdapat pada drama tersebut dijelaskan dalam dialog antar tokoh. Nilai-nilai kehidupan
sosial yang tersirat hanya dapat dimaknai apabila memahami jalan cerita drama
tersebut.

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan karya yang dipenuhi dengan simbolik atau tanda-tanda yang tidak
mudah ditafsirkan dengan angan-angan, artinya sebaik atau sebagus apapun penafsiran seseorang
tentang karya sastra tetap ada batasan dan ketentuan. Pembahasan umum tentang sastra pada
intinya dapat dibedakan menjadi dua yaitu sastra sebagai hasil seni dan sastra sebagai ilmu
pengetahuan. Sastra sebagai hasil seni merupakan karya kreatif pengarang (sastrawan) yang
hasilnya berupa prosa, puisi, dan drama. Sedangkan sastra sebagai ilmu pengetahuan berupa
kajian-kajian sastra yang hasilnya berupa kritik sastra, apresiasi sastra, esai dan lain sebagainya.
(Maslikatin, 2007:1).

Salah satu bentuk karya sastra yang membutuhkan penanganan kompleks ialah drama. Drama
adalah bentuk karya sastra yang nantinya lebih ditekankan pada aksi atau gerakan. Berbeda
dengan bentuk karya sastra yang lain seperti puisi ataupun prosa yang dapat dinikmati dengan
cara membacanya saja, naskah drama belum dianggap selesai kalau belum dipentaskan.
Dikatakan membutuhkan penanganan yang kompleks disebabkan karena karya sastra berupa
drama tidak hanya menampilkan percakapan baik itu monolog maupun dialog. Lebih dari itu,
menampilkan bentuk karya sastra ini juga tidak lepas dari unsur-unsur lain yang membuat
pementasan. Pembahasan tentang karya sastra tidak terlepas dari pembahasann tentang
pengarangnya (sastrawan) yang karya-karyanya telah dikenal oleh masyarakat. Salah satunya
yaitu Arifin Chairin Noer yang lebih dikenal dengan nama singkatan Arifin C. Noer, adalah
sutradara teater dan film Indonesia terkemuka dan termahal pada masanya. Sutradara kelahiran
Cirebon, 10 Maret 1941, ini beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film
terbaik dan penulis skenario terbaik. Meninggal di Jakarta, 28 Mei 1995.
beliau amat terkenal lewat film kontroversial yang disutradarainya: Pengkhianatan G 30 S/PKI
(1984). Film ini diwajibkan oleh pemerintah Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988) 
Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk
memperingati insiden Gerakan 30 September 1965. Salah satu karyanya yaitu naskah drama
“matahari di sebuah jalan kecil” ini ditulis oleh Arifin C. Noer. Penulis menggambarkan bahwa
naskah drama “matahari di sebuah jalan kecil” ini menceritakan tentang persoalan masalah sosial
atau yang sering disebut dengan konflik sosial. Selain itu, penulis juga menggambarkan tentang
kehidupan masyarakat sekitar yang penuh dengan lika-liku.Masalah sosial atau yang sering
disebut dengan konflik sosial ini sering kali dan masih banyak terjadi di lingkungan sekitar kita.
Terbukti dalam drama ini, masalah sosial yang terjadi kebanyakan orang telah mengalaminya.
Begitu banyak orang yang belajar korupsi dengan di mulai dari hal-hal yang sederhana. Seperti,
menipu penjual makanan. Drama ini menceritakan kehidupan para buruh pabrik, wanita tua
penjual nasi pecel dan pemuda yang mengaku sedang merantau.

DASAR TEORI

TEORI STRUKTURALISME

A. Pengertian Teori Strukturalisme

Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 84) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
teori dalam hal ini teori sastra ialah seperangkat konsep, kaidah, atau prinsip dasar tentang sastra.
pelopor dari teori strukturalisme adalah Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa teori
strukturalisme adalah segala ilmu yang mempersoalkan struktur, dalam teori strukturalisme
menyebutkan bahwa bagian-bagian dari sebuah sistem tersebut sangat saling berkaitan.
Luxemburg, dkk. (1992: 36) menyatakan bahwa istilah "struktur" merupakan kaitan-kaitan tetap
antara kelompok-kelompok gejala berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti. Lebih lanjut,
Luxemburg, dkk. (1992: 38) menyebut "Pengertian struktur pada pokoknya berarti, bahwa
sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi
timbal balik antara bagian-bagiannya. Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52), aliran
strukturalisme menjadi kiblat lahirnya teori pendekatan struktural, yang sering juga disebut
pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik.

B. Kriteria dan Konsepsi Teori Strukturalisme

Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52) menyebutkan beberapa kriteria-kriteria yang
ada dalam konsep teori strukturalisme, yaitu memberi penilaian terhadap keharmonisan semua
komponen yang membentuk keseluruhan struktur dengan menjalin hubungan antara komponen
tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna dan bernilai estetik.
Strukturalisme juga memberikan penilaian terhadap hubungan harmonis antara isi dan bentuk
karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang sama penting dalam menentukan mutu sebuah
karya sastra. Yang dimaksud dengan isi dalam kajian sruktural adalah persoalan, pemikiran,
falsafah, cerita, pusat pengisahan, dan tema, sedangkan yang dimaksud dengan bentuk adalah
alur (plot), bahasa, sistem penulisan, dan perwajahan karya tulis.

C. Perkembangan Strukturalisme

Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52-53), teori struktural dalam bidang
linguistik dikenalkan oleh Ferdeinand de Saussure pada awal abad ke-20, kemudian teori
tersebut mengilhami R. Jacobson Mukarovsky untuk merintis teori struktural dalam bidang
sastra. Kaum strukturalisme memandang bahwa karya sastra bersifat otonom dan memiliki
bentuk yang terdiri atas unsur-unsur yang mempunyai fungsi, tersusun secara berkaitan dan
terpadu serta utuh mendukung keseluruhan karya sastra. Perkembangan selanjutnya timbul
ketidakpuasan pakar-pakar sastra terhadap teori struktural, karena dalam mengutak-atik karya
sastra dengan analisis bentuk dan unsur-unsurnya yang terstruktur tersebut, mereka sering belum
tuntas menemukan makna hakiki karya sastra. Sehubungan dengan itu muncullah teori-teori baru
dari pakar-pakar sastra, seperti aliran Post Struktural di Amerika Serikat, Strukturalisme Genetik
dan aliran Nouvella Critiqu di Perancis.

Pendekatan Struktural

A. Pengertian Pendekatan Struktural

Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 84) yang dimaksud dengan pendekatan dapat
diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar yang bisa dijadikan pegangan dalam memandang suatu
objek. Lebih lanjut, Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 85)  menngemukakan bahwa, "Apabila
kajian suatu karya sastra menggunakan struktural berarti ia menyelidiki makna karya sastra
dengan mempelajari unsur-unsur strukturnya dan hubungannya satu sama lain, kemudian setelah
makna dipahami, dapat dibuat berbagai interpretasi".  Semi (Abidin, 2003: 25) mengatakan
bahwa "Kajian struktural di dalam penelitian sastra merupakan suatu cara pendekatan yang
menekankan pada suatu pandangan bahwa karya sastra itu merupakan sesuatu yang mandiri yang
terlepas dari unsur-unsur lain".Adapun Teeuw (Rokhmansyah, 2010) menyebutkan bahwa
"Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya
sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh".
Abidin (2018: 25) menyebutkan bahwa apabila yang akan diteliti itu karya sastra prosa,  maka
yang harus dikaji dan diteliti itu adalah aspek yang membangun karya sastra itu, seperti tema,
alur, latar, penokohan, gaya penulisan, sudut pandang, dan lain-lain.

B. Konsepsi dan Kriteria Pendekatan Struktural


Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 94-95) mengemukakan konsepsi dan kriteria dalam
pendekatan struktural, yaitu sebagai berikut:

a. Karya sastra dipandang dan diperlakukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
b. Memberikan penilaian terhadap keserasian semua komponen yang membentuk keseluruhan
struktur.
c. Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin hubungan harmonis antara isi
dan bentuk.
d. Pendekatan ini menghendaki adanya analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti
setiap unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
e. Berusaha berlaku adil terhadap karya sastra dengan jalan hanya menganalisis karya sastra
tanpa melibatkan hal-hal di luarnya.
f. Isi dalam struktural adalah persoalan pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema,
sedangkan bentuk, yaitu alur, bahasa penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.
g. Peneliti boleh melakukan analisis komponen yang dipilih.

C. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Artinya, data yang
dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah,
wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga
yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik
dibalik fenomena secara mendalam, rinci, dan tuntas.

Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini berdasarkan pada analisis teoritis dan empiris. Dalam
pengumpulan data digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: (a) membaca
berulang-ulang isi dari puisi tersebut, langkah ini digunakan untuk mendapatkan pemahaman
terhadap puisi tersebut; (b) membaca buku-buku Jurnal Ilmu Budaya, Volume 1 Nomor 2 Edisi
April 2017 163 berkaitan dengan penelitian; (c) mengidentifikasi dan mengklasifikasikan data;
(d) menganalisis data; dan (e) menyusun laporan.

Teknik Analisis Data Analisis data ialah proses mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan serta mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
rumusan masalah dalam suatu penelitian, analisis data yang ditemukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut: (a) mengurutkan data yang memenuhi unsur-unsur intrinsik pada naskah drama
dan (b) menyajikan hasil data yang telah dianalisis.

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Unsur Intrinsik Naskah Drama

1. Judul
Naskah drama ini berjudul “matahari di sebuah jalan kecil”. Seperti judulnya naskah ini
menceritakan tentang suatu kejadian di sebuah jalan kecil yang hanya dapat dilewati oleh
kendaraan-kendaraan tertentu saja. Tetapi terdapat sebuah pabrik es yang berdiri di pinggirnya.
Para pekerja pabrik memiliki penjual pecel langganan mereka yang bernama Simbok. Saat
sedang makan pecel Simbok, para pekerja sembari mengeluh dengan keadaan yang mereka alami
yaitu banyak nya harga naik, sembako misalnya. Mereka saling mengeluh tiada henti hingga
menyadari bahwa mengeluh tidak akan menyelesaikan semuanya. Yang harus mereka lakukan
adalah bekerja tanpa mengeluh hingga menghasilkan uang

2. Alur / plot

Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman,
1992:19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot
merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang
keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah
pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot
cerita, Aristoteles (dalam  Nurgiyantoro, 2010:142) mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah
terdiri dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Plot meliputi hal-hal berikut ini:

a) Tahap awal

Tahap awal merupakan tahap perkenalan pada sebuah cerita. Perkenalan dari segi setting, waktu,
perkenalan tokoh-tokoh, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2010:142). Di sebuah jalan kecil terdapat
sebuah pabrik es yang sudah sangat tua. Di depan bangunan pabrik es itu ada seorang wanita tua
yang  berjualan makanan berupa pecel. Pelanggannya kebanyakan dari pekerja  pabrik juga. Saat
itu yang berada di halaman pabrik tersebut ada Si Tua, Si Peci, Si Kurus, Si Kacamata, dan Si
Pendek. Mereka sedang makan sekaligus mengeluh tentang harga makanan dan kebutuhan pokok
yang terus beranjak naik sedangkan gaji mereka tak kunjung naik. Dibuktikan dengan adanya
kutipan naskah sebagai berikut.
“ Tetapi sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya dan pabrik itu
memiliki gedung yang sangat tua. Di depan gedung itulah para pekerja pabrik
mengerumuni Simbok yang berjualan pecel di halaman ”.

b) Tahap tengah

Tahap tengah merupakan tahap yang menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, dan semakin menegangkan
(Nurgiyantoro, 2010:145). Konflik pertama yang muncul dalam naskah drama tersebut.
Datanglah seorang pemuda yang ikut makan. Jam istirahat bagi para  pekerja sudah habis jadi
mereka memutuskan untuk kembali ke dalam  pabrik, sedangkan yang tersisa disitu tinggal
seorang pemuda. Setelah selesai makan dan hendak membayar ternyata dompet pemuda itu
ketinggalan dan ia meminta ijin kepada simbok untuk mengambil dompetnya dirumah. Akan
tetapi, simbok tidak percaya kepada pemuda itu dan terus memaksa pemuda tersebut untuk
membayar makanannya. Dibuktikan dengan adanya kutipan dialog sebagai berikut.
“Semua tertawa. Lonceng bekerja berdentang. Mereka masing-masing menghitung dan
menyerahkan uang pada Simbok kemudian pergi bekerja, lewat jalan samping. Yang
terakhir adalah si  pendek.....Pemuda menghabiskan makannya dengan lahap sekali,
setelah membuang cekodongnya ia minta air yang biasa disediakan oleh  penjual pecel
itu. Ia berdiri, merogoh saku celana. Ia cemas, saku baju dirogohnya. Ia makin cemas,
Simbok memperhatikan dengan biasa”.

Suasana semakin tegang ketika datang satu persatu pekerja yang ikut terlibat maupun melihat
kejadian tersebut, mereka membela simbok dan terus memojokkan pemuda itu dikarenakan
alasan pemuda tersebut tidak masuk akal. Mereka terus berdebat dan akhirnya mereka menyuruh
pemuda tersebut untuk meninggalkan bajunya sebagai  jaminan. Dapat dibuktikan dengan
adanya kutipan naskah sebagai  berikut.

“Dari pintu munculah si kacamata, si tua,si peci, dan lain-lain,


kecuali si pendek….
SI KACAMATA : Ada apa?
SI PECI : Makan tidak bayar.
SI TUA : Siapa, pemuda ini?
SI PECI : Ya, pemuda ini?
SI KACAMATA : Segagah ini?
SI PECI : Kalau tidak gagah barangkali tidak berani ia menipu (pada
pemuda) Hei, pemuda. Kau punya uang tidak?”.

c) Tahap akhir

Tahap akhir merupakan tahapan penyelesaian dari klimaks atau  puncak permasalahan sebuah
cerita. Menurut Aristoteles (dalam  Nurgiyantoro, 2010:146) penyelesaian cerita dibedakan ke
dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan ( happy end  ) dan kesedihan (sad end ). Tahap
akhir menjadi penyelesaian dari konflik cerita yang berujung  bahagia atau menyedihkan.
Tergantung pengarang yang menentukan akhir dari cerita yang ditulisnya. Kemudian setelah
semuanya pergi dan kembali bekerja, si pemuda tersebut menceritakan yang sebenarnya kepada
simbok bahwa dia tidak  bermaksud untuk berbohong. Dia datang ke kota ini dengan tujuan
mencari pekerjaan akan tetapi malang nasibnya dia tak juga kunjung mendapat pekerjaan dan
sudah tiga hari ini dia tidak makan. Simbok pun tersentuh hatinya mendengar cerita pemuda
tersebut dan akhirnya mengembalikan baju pemuda itu kembali. Dan membiarkan pemuda
tersebut pergi. Akan tetapi, selang beberapa lama baru diketahui jika sebenarnya pemuda
tersebut telah sering menipu dimana-mana. Adapun dibuktikan dengan adanya kutipan sebagai
berikut

Beres sudah, orang-orang sudah mulai bekerja. Di halaman ada simbok dan si pemuda.
Gemuruh mesin kembali nyata. Lewat seorang perempuan menjajakan jenang gendul
sangat nyaring suaranya.
PEMUDA : Mbok , mula-mula maksud saya tidak akan menipu.Sesudah dua hari ini saya
hanya minum air mentah saja. Tidak makan apa-apa.
SIMBOK : (diam)
PEMUDA : Seminggu yang lalu saya masih di Klaten, bekerja di sebuah  bengkel. Ya aku
tidak cukup dapat makan. Sebab itulah aku mencari pekerjaan di sini.
SIMBOK : (diam)

3. Penokohan
Penokohan Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan atau  perwatakan.
Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan.
Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa
adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Penokohan atau perwatakan, yaitu
orang yang berperan dalam drama. Perwatakan penokohan dapat dibedakan menjadi berikut ini
(Rohmadi, 2008:147).
 
a) Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Tokoh dalam naskah tersebut yang
menjadi tokoh pendukung dalam cerita drama tersebut merupakan tokoh yang
berperan sebagai Simbok.  
b) Antagonis, yaitu tokoh yang menentang cerita.
Pemuda adalah seseorang yang berbohong dalam sebuah masalah ketika dia makan tidak bayar
dengan alasan uangnya tertinggal dirumahnya. Dibuktikan dengan adanya kutipan dialog sebagai
berikut.
Sikurus ”bohong. Kau tadi sudah bohong sebab itupun kau pasti  pembohong.” Dan “sejak
sekarang saya akan memanggilmu pembohong”.
Penjaga malam ”Bajigur! Bajigur! Kurang ajar dia. Tapi dia tak jadi menipu di sini bukan?
Kemana ia? Jangkrik anak itu! Belut!
Simbok “Ada apa? Ada apa?
Penjaga malam “Pasti dia. Kemarin malam dia juga menipu di sebuah warung di pasar
Kauman”.
 
Simbok “Haa….? (menelan ludah) Ya, Allah”.

a) Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun antagonis. Tokoh
tritagonis dalam naskah drama tersebut sebagai penengah dari titik konflik yang
membantu persoalan antara tokoh protagonis dan antagonis. Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut.
1.SI PECI: Ia menolak melepaskan bajunya.
2.SI SOPIR: Itu tidak adil, ia bisa menolak untuk telanjang badan tapi ia makan tanpa bayar
seenaknya. Itu tidak adil. (pada  pemuda) He, anak muda. Kau pemuda Indonesia, bukan?
Tidak,  jangan mengangguk! Kalau kau meng-iya-kan pertanyaan saya kau sama dengan
mengatakan bahwa pemuda Indonesia itu dibolehkan makan di warung tanpa bayar. Tidak,
tanah ini akan menangis mendengar cerita itu. Dengarkan! Dulu waktu sehabis  perang
saya juga pernah menjadi pencopet, tanpa perduli lagi. Tapi malang rupanya tangan ini
terlampau kasar sehingga tangan ini lebih suka diborgol, dalam penjara. Nah, di tempat
yang sepi itu aku mengakui bahwa aku telah menyakiti orang, menyakiti hati dari tanah
yang kita cintai ini dan pasti Tuhan akan menutup pintuNya bagi orang semacam aku. Sebab
itulah   setelah aku keluar dari rumah yang baik dan mulia itu, kemudian aku menjadi lebih
maklum bahwa kita tak boleh berbuat jahat. Tidak, jangan. Tapi dengarlah lagi! Kau tahu,
kalau kau berjalan ke arah barat dari arah sini kau akan sampai pada sebuah  perempatan,
di mana berdiri beberapa batang pohon beringin.   Kau tentu sudah tahu di belakang pohon
beringin itu berderet asrama. Dan kau tahu asrama apa itu? (lama) Asrama Polisi!   Nah,
kau suk kuantarkan ke asrama itu?
Sopir tersebut datang sebagai penengah dari pertikaian konflik. Si sopir mampu meredamkan
amarah para pegawai pabrik untuk membantu SIMBOK (tokoh protagonis) sebagai orang yang
kena tipu dan membantu PEMUDA (tokoh antagonis) dari penghakiman orang-orang tersebut

4. Dialog
Dialog, yaitu percakapan dalam drama. Dalam drama, dialog harus memenuhi dua tuntutan
berikut ini.
a) Dialog harus menunjang gerak dan laku tokohnya Gerakan dalam sebuah naskah
drama biasanya dituangkan dalam  bentuk tanda kurung. Tanda tersebut merupakan
bentuk gerakan yang harus dilakukan ketika sebuah naskah dipentaskan. Dengan
adanya dialog akan lebih memperjelas maksud dan tujuan antar tokoh.
SI TUA : ( menerima pecel ) Sedikit sekali.
SIMBOK : (tak menghiraukan dan terus melayani yang lain)
SI PECI : Ya, sedikit sekali (menyuapi mulutnya)
SI TUA : Tempe lima rupiah sekarang.
SI KACAMATA : Beras mahal (membuang cekodongnya) kemarin istriku mengeluh.  
 
b) Dialog dalam pentas harus lebih tajam daripada dialog sehari-hari.
PENJAGA MALAM : Bajigur! Bajigur! Kurang ajar dia.Tapi dia tak jadi menipu di sini
bukan? Kemana ia? Jangkrik anak itu! Belut!
SIMBOK : Ada apa? Ada apa?
PENJAGA MALAM: Pasti dia. Kemarin malam dia juga menipu di sebuah warung di pasar
Kauman.
SIMBOK : Haa….? (menelan ludah) Ya, Allah.
 
5. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting.. Latar atau setting adalah sesuatu yang
menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Menurut Sudjiman (1992: 46).
mengatakan  bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang  berkaiatan
dengan waktu, ruang dan suasana. Sedangkan menurut Sumardjo (1997: 76) mendefinisikan latar
bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari
suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Setting/landasan/tempat kejadian cerita biasanya disebut juga latar cerita. Setting biasanya
mencakup hal-hal berikut.  
a) Setting tempat berhubungan dengan tempat peristiwa tersebut terjadi. Tempat dalam
naskah terjadi hanya berlangsung di tempat tunggal. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan kutipan naskah berkiut.

sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya dan pabrik itu memiliki
gedung yang sangat tua. D i d e p a n g e d u n g   itulah para  pekerja pabrik
mengerumuni S i m b o k y a n g b e r j u a l a n p e c e l d i h a l a m a n .
Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan bahwa adanya sebuah  pabrik es yang di depan
gedung itu terdapat sebuah halaman yang digunakan sebagai tempat untuk SIMBOK untuk
berjualan pecel.
b) Setting waktu berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, sore, atau malam hari.
Setting waktu dalam cerita naskah tersebut terjadi dalam waktu satu kurun waktu
saja.
Sebentar lagi berkas-berkas di langit akan buyar dan matahari akan memulai
memancarkan sinarnya yang putih, terang dan panas.
 
Dalam kutipan tersebut, adanya petunjuk sinar yang terang dan  panas menggambarkan
terjadinya peristiwa pada siang hari.
c) Menurut Nurgiyantoro (2010:233) setting sosial berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Latar sosial sangat erat kaitanya dengan kehidupan sosial masyarakat. Kemudian itu,
latar sosial juga meliputi tata cara kehidupan masyarakat mencakup barbagai masalah
ialah berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,  pandangan hidup, cara
berpikir dan bersikap, serta status tokoh yang  bersangkutan (Nurgiyantoro,
2010:233-234).
Semua tertawa. Lonceng bekerja berdentang. Mereka masing-masing menghitung dan
menyerahkan uang pada SIMBOK kemudian pergi bekerja, lewat jalan samping. Yang
terakhir adalah   si pendek.
Lokasi peristiwa yang dirujuk oleh pengarang merupakan tempat  peristiwa yang terjadi tempat
makan pecel berada di halaman pabrik. Oleh karena itu, para tokoh yang digambarkan lebih
dominan para pekerja pabrik. Secara tidak langsung pengarang mengambil latar sosial status
tokoh sebagai pekerja pabrik.
6. Tema  
Tema Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning,yang  berhubungan arti, yaitu
sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Menurut Sudjiman (1992:52) memberikan pengertian
bahwa tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra.
Tema atau nada dasar cerita merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema
dalam sebuah drama dikembangkan melalui alur dramatik dalam tokoh-tokoh protagonis dan
antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasi dalam  bentuk
dialog. Dialog tersebut mengejawatkan tema dari lakon/naskah (Sastromiharjo, 2007:14).
Landasan cerita (ide struktural dalam cerita). Tema juga disebut sebagai gagasan ide atau pokok
pikiran dalam suatu cerita, tema dalam sebuah cerita dapat menyampaikan amanat (pesan moral
kepada  pembaca). Dalam penyampaian tema pengarang tidak langsung menyebutkannya tetapi
menjadi tugas pembaca untuk smencari suatu tema dalam sebuah cerita.
 
Dalam naskah drama berjudul “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” memiliki tema yang berlingkup
pada kehidupan sosial masyarakat. Hal ini didasari dari dialog-dialog yang mencoba membahas
tentang masalah-masalah atau realita yang ada di masyarakat, bangsa dan negara, seperti
menjamurnya korupsi, masalah ekonomi, kesejahteraan hidup, dan ketimpangan sosial. Selain
itu, ditampilkan mengenai seseorang yang pandai bersilat lidah sehingga ia dapat lari dari sebuah
kesalahan. Realita-realita tersebut digambarkan secara utuh dan kompleks, sehingga membuat
pembaca dapat menafsirkan sendiri kesatuan tema tersebut.
7. Amanat
Amanat Amanat atau pesan pengarang yang hendak disampaikan  pengarang melalui dramanya
harus dicari oleh pembaca atau penonton. Amanat adalah maksud yang terkandung dalam suatu
drama. Menurut Sudjiman (1992:52) bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama
yang mendasari suatu karya sastra. Dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu
ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika
permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya
itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara implisit
ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah
laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita
menyampaikan seruan, saran, peringatan, dan nasehat (Sudjiman, 1992: 57). Amanat berkaitan
dengan pesan yang hendak disampaikan oleh seorang penulis kepada pembaca untuk bisa
memaknai dari keseluruhan isi naskah drama. Amanat berisi pesan moran dan nilai kehidupan
yang dapat dijadikan renungan berpikir dan implementasi bertindan pembaca nantinya sesuai
dengan kaidah atau norma yang berlaku. Amanat yang coba ditampilkan dalam naskah drama di
atas, yaitu
 
a) Bagi Pemerintah

kehidupan rakyat saat ini sudahlah sangat berat dan menderita hendaknya jangan ditambah susah
lagi dengan naiknya harga kebutuhan pokok dalam masyarakat. Meski sekarang sangatlah
berbeda dengan zaman Belanda dulu, tetapi beban hidup  jauh lebih berat saat ini. Orang miskin
tambah miskin (buruh dan kaum pinggiran) dan yang kaya tambah kaya (ketimpangan sosial).
Dibuktikan dengan adanya kutipan sebagai berikut.

SI KACAMATA : Kemarin sore istriku berbelanja ke warung nyonya pungut. Pulang-pulang ia


menghempaskan nafasnya yang kesal. Harga beras naik lagi, katanya.
SI PECI : Apa yang tidak naik?
SI TUA : Semua naik.
SI KURUS : Gaji kita tidak naik.
SI TUA : Uang seperti tidak ada harganya sekarang
SI KURUS : Tidak seperti dulu…. Ah memang tak ada harganya.
 
b) Bagi semua kalangan

bahwasanya tindakan berbohong atau menipu orang lain sangatlah tidak baik. Sepandai-
pandainya seorang  penipu pasti suatu saat akan terjebak juga dalam aksinya tersebut. Selain itu,
kita harus selektif dalam menilai seseorang, ucapan kata di bibir sekarang bukanlah menjadi
jaminan utama seseorang tersebut baik, bisa saja orang tersebut adalah penjahat yang busuk yang
nantinya akan melukai atau menjatuhkan diri kita sendiri. Dengarkan! Dulu waktu sehabis
perang saya juga pernah menjadi  pencopet, tanpa perduli lagi. Tapi malang rupanya tangan ini
terlampau kasar sehingga tangan ini lebih suka diborgol, dalam penjara. Nah, di tempat yang sepi
itu aku mengakui bahwa aku telah menyakiti orang, menyakiti hati dari tanah yang kita cintai ini
dan pasti Tuhan akan menutup pintuNya bagi orang semacam aku.Sebab itulah setelah aku keluar dari
rumah yang baik dan mulia itu, kemudian aku menjadi lebih maklum bahwa kita tak boleh
berbuat jahat.
 
Unsur Ekstrinsik Naskah Drama

Unsur ekstrinsik dalam naskah drama pada dasarnya sama dengan naskah prosa, cerpen atau
roman. Unsur ekstrinsik naskah drama sebagai  berikut (Sutarni, 2008:183).
 
1. Latar Belakang Pengarang
a) Biografi
Berisi riwayat hidup pengarang secara keseluruhan terutama pada saat menulis naskah.
 
b) Kondisi Psikologis
Pemahaman terhadap kondisi mood passion sebagai keadaan atau latar belakang yang
mengharuskan penulis menuliskan cerita.

 
c) Aliran Sastra
Pemahaman terhadap gaya penyajian cerita secara umum yang biasa dipakai penulis
dalam menyajikan cerita sebelumnya
 
2. Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat merupakan pemahaman kita terhadap keadaan atau peristiwa yang
bisa terjadi secara umum di masyarakat. Pemahaman latar belakang di masyarakat dapat berupa
pengkajian terhadap ideologi negara keadaan politik pemerintah, kondisi sosial masyarakat,
penghidupan atau tingkat ekonomi masyarakat peradaban atau kebudayaan, sistem pertahanan
wilayah dalam suatu negara. Pemahaman terhadap semua unsure tersebut dapat dilakukan
melalui pemahaman terhadap sejarah atau  perjalanan kehidupan bangsa

 
 
Tema Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning,yang  berhubungan arti, yaitu
sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Menurut Sudjiman (1992:52) memberikan pengertian
bahwa tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra.
Tema atau nada dasar cerita merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema
dalam sebuah drama dikembangkan melalui alur dramatik dalam tokoh-tokoh protagonis dan
antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasi dalam  bentuk
dialog. Dialog tersebut mengejawatkan tema dari lakon/naskah (Sastromiharjo, 2007:14).
Landasan cerita (ide struktural dalam cerita). Tema juga disebut sebagai gagasan ide atau pokok
pikiran dalam suatu cerita, tema dalam sebuah cerita dapat menyampaikan amanat (pesan moral
kepada  pembaca). Dalam penyampaian tema pengarang tidak langsung menyebutkannya tetapi
menjadi tugas pembaca untuk smencari suatu tema dalam sebuah cerita.
 
Dalam naskah drama berjudul “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” memiliki tema yang berlingkup
pada kehidupan sosial masyarakat. Hal ini didasari dari dialog-dialog yang mencoba membahas
tentang masalah-masalah atau realita yang ada di masyarakat, bangsa dan negara, seperti
menjamurnya korupsi, masalah ekonomi, kesejahteraan hidup, dan ketimpangan sosial. Selain
itu, ditampilkan mengenai seseorang yang pandai bersilat lidah sehingga ia dapat lari dari sebuah
kesalahan. Realita-realita tersebut digambarkan secara utuh dan kompleks, sehingga membuat
pembaca dapat menafsirkan sendiri kesatuan tema tersebut.

KESIMPULAN

Naskah drama berjudul “Matahari di sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noor setelah dikaji
secara struktural memberikan sejumlah  pembelajaran dan hasil analisis struktur naskah tersebut.
Diantaranya dari segi : 1) tema, 2) latar, 3) penokohan, 4) plot dan 5) amanat. Tema dalam
naskah tersebut mengenai segelumit keadaan sosial yang ada dalam masyarakat yang didalamnya
tersaji berbagai nilai dan unsur kehidupan seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Latar
yang ada pada naskah drama tersebut meliputi: 1) latar tempat yaitu Kendal, halaman depan
pabrik es dan 2) latar waktu : Pagi menjelang siang hari.
 
Penulis menggambarkan nama para tokoh dengan menggunakan simbol dan berikut nama para
tokoh dalam naskah drama tersebut: si Tua, si Pendek, si Kurus, si Peci, si Kacamata, Simbok,
Pemuda, Penjaga malam, Perempuan, dan si Sopir. Plot yang ada dalam naskah tersebut
meliputi: 1) pemaparan, 2) Pertikaian Awal, dan 3) Klimaks. Penulis memposisikan dirinya
sebagai orang ketiga dalam naskah tersebut. Amanat naskah: bahwasanya tindakan berbohong
atau menipu orang lain sangatlah tidak baik. Sepandai-pandainya seorang penipu pasti suatu saat
akan terjebak juga dalam aksinya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Burhan, Nurgiantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Riswandi, Bode dan Titin Kusmini. (2018). Kamar Prosa. Tasikmalaya: Langgam Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai