Teori Strukturalisme
Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 84) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan teori dalam hal ini
teori sastra ialah seperangkat konsep, kaidah, atau prinsip dasar tentang sastra. Menurut Syuhada
(2019), pelopor dari teori strukturalisme adalah Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa strukturalisme
adalah segala ilmu yang mempersoalkan struktur, yaitu cara yang bagian-bagian sebuah sistem saling
berkaitan.
Luxemburg, dkk. (1992: 36) menyatakan bahwa istilah "struktur" merupakan kaitan-kaitan tetap antara
kelompok-kelompok gejala berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti. Lebih lanjut, Luxemburg, dkk.
(1992: 38) menyebut "Pengertian struktur pada pokoknya berarti, bahwa sebuah karya atau peristiwa di
dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya
dan antara bagian dan keseluruhan."
Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52), aliran strukturalisme menjadi kiblat lahirnya teori
pendekatan struktural, yang sering juga disebut pendekatan objektif, pendekatan formal, atau
pendekatan analitik.
Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52) menyebutkan beberapa kriteria dan konsep teori strukturalisme,
yaitu sebagai berikut.
a. Memberi penilaian terhadap keharmonisan semua komponen yang membentuk keseluruhan struktur
dengan menjalin hubungan antara komponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang
bermakna dan bernilai estetik.
b. Memberikan penilaian terhadap hubungan harmonis antara isi dan bentuk karena jalinan isi dan
bentuk merupakan hal yang sama penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra. Yang dimaksud
dengan isi dalam kajian sruktural adalah persoalan, pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, dan
tema, sedangkan yang dimaksud dengan bentuk adalah alur (plot), bahasa, sistem penulisan, dan
perwajahan karya tulis.
3. Perkembangan Strukturalisme
Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52-53), teori struktural dalam bidang linguistik dikenalkan
oleh Ferdeinand de Saussure pada awal abad ke-20, kemudian teori tersebut mengilhami R. Jacobson
Mukarovsky untuk merintis teori struktural dalam bidang sastra. Kaum strukturalisme memandang
bahwa karya sastra bersifat otonom dan memiliki bentuk yang terdiri atas unsur-unsur yang mempunyai
fungsi, tersusun secara berkaitan dan terpadu serta utuh mendukung keseluruhan karya sastra.
Perkembangan selanjutnya timbul ketidakpuasan pakar-pakar sastra terhadap teori struktural, karena
dalam mengutak-atik karya sastra dengan analisis bentuk dan unsur-unsurnya yang terstruktur tersebut,
mereka sering belum tuntas menemukan makna hakiki karya sastra. Sehubungan dengan itu muncullah
teori-teori baru dari pakar-pakar sastra, seperti aliran Post Struktural di Amerika Serikat, Strukturalisme
Genetik dan aliran Nouvella Critiqu di Perancis.
B. Pendekatan Struktural
Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 84) yang dimaksud dengan pendekatan dapat diartikan
sebagai asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek. Lebih lanjut,
Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 85) menngemukakan bahwa, "Apabila kajian suatu karya sastra
menggunakan struktural berarti ia menyelidiki makna karya sastra dengan mempelajari unsur-unsur
strukturnya dan hhubungannya satu sama lain, kemudian setelah makna dipahami, dapat dibuat
berbagai interpretasi". Semi (Abidin, 2003: 25) mengatakan bahwa "Kajian struktural di dalam
penelitian sastra merupakan suatu cara pendekatan yang menekankan pada suatu pandangan bahwa
karya sastra itu merupakan sesuatu yang mandiri yang terlepas dari unsur-unsur lain".
Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 94-95) mengemukakan konsepsi dan kriteria dalam pendekatan
struktural, yaitu sebagai berikut:
a. Karya sastra dipandang dan diperlakukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
b. Memberikan penilaian terhadap keserasian semua komponen yang membentuk keseluruhan struktur.
c. Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin hubungan harmonis antara isi dan
bentuk.
d. Pendekatan ini menghendaki adanya analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap
unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
e. Berusaha berlaku adil terhadap karya sastra dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa
melibatkan hal-hal di luarnya.
f. Isi dalam struktural adalah persoalan pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema, sedangkan
bentuk, yaitu alur, bahasa penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.
Menurut Teeuw (Abidin, 2003: 25) analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan
dengan cermat, mendetail, dan mendalam mengenai keterkaitan semua aspek karya sastra yang
bersama-sama membangun, dan menghasilkan makna karya tersebut dalam tujuannya
menginterpretasikan totalitas makna.
Semi (Abidin, 2003: 27) mengemukakan beberapa langkah kerja yang harus dilalui ketika peneliti
menggunakan pendekatan struktural, yaitu sebagai berikut:
1.Peneliti harus betul-betul menguasai konsep-konsep dasar mengenai semua unsur (unsur instrinsik)
yang membangun struktur karya sastra.
2. Pembicaraan tentang tema harus didahulukan, sebab tema merupakan komponen pusat yang
mengikat komponen lainnya.
3. Penggalian tema harus selalu dikaitkan dengan dasar pemikiran atau falsafah yang terkandung di
dalam karya sastra tersebut.
7. Kajian gaya penulisan (stilistika) dilakukan dengan maksud untuk melihat peranannya dalam
membangun estetika.
8. Analisis selanjutnya mengenai sudut pandang yang merupakan analisis terhadap penempatan penulis
dalam cerita.
10. Penafsiran terhadap komponen pembangun karya sastra akan mendapat makna bila komponen
berada dalam satu kesatuan yang utuh, sebaliknya makna keseluruhan akan didapat atas dasar makna
komponennya.
11. Kegiatan penafsiran dilakukan dengan sadar bahwa teks yang dihadapi mempunyai kesatuan,
keseluruhan, dan kebulatan makna serta mempunyai koherensi intrinsik.
Riswandi dan Ttitin Kusmini (2018: 98) menyebutkan beberapa kekuatan dan kelemahan kajian
struktural.
a. Memberikan peluang untuk melakukan telaah sastra lebih rinci dan dalam.
b. Mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya mempersoalkan apa yang ada di
dalam dirinya.
c. Analisis yang objektif dan analitik banyak memberi umpan balik kepada penulis, dan mendorong
penulis untuk berhati-hati dan teliti dalam menulis.
Lebih bersifat sinkronis daripada diakronis, lebih cocok untuk analisis karya sastra dari waktu ke waktu.
Membutuhkan dukungan pengetahuan teori yang mendalam guna berbicara lebih dalam tentang aspek-
aspek yang membangun karya sastra.
Mengenyampingkan konstelasi sosial budaya, padahal sastra merupakan sesuatu yang berada dan lahir
dalam konstelasi budaya.
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Yunus. (2003). Apresiasi Prosa Fiksi: Berbagai Pendekatan Apresiasi Sastra. Tasikmalaya.
Universitas Siliwangi.
Luxemburg, Jan Van, dkk. (1992). Pengantar Ilmu Sastra (Terjemahan Dick Hartoko). Jakarta: Gramedia.
Riswandi, Bode dan Titin Kusmini. (2018). Kamar Prosa. Tasikmalaya: Langgam Pustaka.
Rokhmansyah, Alfian. (2010). Pendekatan Struktural dalam Pendekatan Sastra. [daring]. Diambil dari:
http://phanzsotoy.blogspot.com/2010/05/pendekatan-struktural-dalam-penelitian.html?m=1. Diakses
pada 02 Mei 2019.