Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PUBLIKASI ILMIAH BEST PRACTICE GURU

Dosen Pengampu : Fatimah Zahra ,S.Pd.,M.Pd

DISUSUN OLEH:

Ido Yoseptian Simbolon (PMM) (1213311004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SASTRA
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan banyak kemudahan dan limpahan rezeki-Nya sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas laporan individu dalam membuat makalah yang bertajuk “LAPORAN
PUBLIKASI ILMIAH BEST PRACTICE GURU”.

Makalah ini dibuat bertujuan untuk memehuni tugas pada mata kuliah
Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Selain itu, makalah yang kami buat masih
jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Kiranya,
kami berharap adanya saran dan kritik untuk makalah yang baru kami buat. Terakhir, kami
berharap semoga makalah bisa memberi manfaat yang banyak bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

I. PENDAHULUAN ........................................................................................
A. Latar Belakang .........................................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................

II. PEMBAHASAN ...........................................................................................


A. Pengertian Pendekatan Struktural ............................................................
B. Unsur-unsur Dalam Pendekatan Struktural .............................................
C. Pendekatan Struktural Terhadap Karya Sastra ........................................
D. Implikasi Strukturalisme Dalam Pembelajaran Sastra.............................
E. Karateristik Telaah Karya Sastra Berdasarkan Pendekatan Struktural ....

III. PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap
unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti
karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan
struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada
unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti
karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993:
32).
Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-
masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama
menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan
bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara
kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam,
serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai
kebulatan makna.
Teori sastra, khususnya sejak awal abad ke-20 berkembang dengan sangat
pesat. Perkembangan ini dengan sendirinya sejajar dengan terjadinyakompleksitas
kehidupan manusia, yang kemudian memicu perkembangan Genre sastra. Kemajuan
dalam bidang teknologi informasi menopang saranadan prasarana penelitian yang
secara keseluruhan membantu memberikankemudahan dalam proses pelaksanaannya.
Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan
manusia, sedangkan kehidupanmanusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan.
Dalam hubungan inilahdiperlukan genre yang berbeda, dalam hubungan ini pula
diperlukan teoriyang berbeda untuk memahaminya.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa
struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu
terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi
adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99).
Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung
pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Untuk mengetahui lebih fungsi metode ini dalam sebuah karya sastra, dalam
makalah ini penulis akan memaparkan lebih lanjut tentang metode pendekatan
struktural.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,maka rumusan masalah dari makalh ini adalah :

1. Apa itu Pengertian Struktual?


2. Apa tujuan pendekatan struktual ?
3. Sebutkan unsur-unsur apa saja yang termasuk ke dalam pendekatan struktual?
4. Apa Pendekatan Struktual Terhadap Karya Sastra?
5. Jelaskan apa impilakasi dari strukrualisme dalam pembalajaran sastra ?
6. Apa karateristik dari telah sastra berdasarkan pendekatan struktual ?

C. Tujuan
1. Memberikan informasi tentang pengertian struktual
2. Memberikan informasi tentang tujuan pendekatan struuktual
3. Untuk mengetahui unsur-unsur yang termasuk ke dalam pendekatan struktual
4. Untuk mengetahui pendekatan struktual terhadap karya sastra
5. Untuk memberikan informasi tentang implikasi dari struktualisme dalam
pembelajaran sastra
6. Untuk mengetahui karateristik dari tela sastra berdasarkan pendekatan
struktual
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan
karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam.
Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas
dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar
karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural
yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu
sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya
sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam
rangka mencapai kebulatan makna.
Pendekatan struktural juga merupakan pendekatan yang memandang dan
memahami karya sastra dari segi struktur itu sendiri. Pendekatan ini memahami karya
sastra secara close reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat
pengarangnya, realitas, dan pembaca).
Riswandi dan Titin Kumsini (2018: 84) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan teori sastra iyalah seperangkat konsep,kaidah atau prinsip dasar tentang
sastra.menurut syuhada(2019) ,pelopor dari teori strutualisme adalah levi staurus,yang
mengatakan bahwa struktalisme adalah segala ilmu yang mempersoalkan
struktur,yaitu cara yang bagian-bagian sebuah system saling berkaitan
.luxembruk,dkk,menyatakan istilah “struktur “merupakan kaitan-kaitan tetap antara
kelompok-kelompok gejala berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti.
Teori struktualisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-
teks satra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.relasi-relasi
yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks(kata,kalimat)keseluruhan yang lebih
luas(bait,Bab),maupun interkstual(karya-karya lain dalam periode tertentu)
Kelemahan metode strukturalisme adalah keyakinannya yang terlalu
berlebihan terhadap otonomi karya sastra. Akibatnya, terabaikanlah dua hal pokok
yang penting dipertimbangkan dalam rangka mencari dan menemukan makna karya
sastra, yakni kerangka sejarah dan kerangka sosial budaya yang mengitari karya sastra
tersebut. Secara lebih rinci kelemahan itu adalah:
a. Strukturalisme murni belum mengungkapkan teori sastra yang tepat dan
lengkap.
b. Menelaah karya sastra secara terpisah, padahal karya sastra harus diteliti dan
dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah.
c. Terlalu meyakini bahwa karya sastra mempunyai struktur yang objektif.
d. Telaah strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya sastra akan
menghilangkan fungsi referensialnya, sehingga karya sastra
dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya.

Sedangkan keuntungan metode strukturalis-me yang memegang teguh


kelengkapan, keterjalinan struktur dan otonomi karya sastra, serta metode telaah
sastra yang disukai ini adalah sebagai berikut:
a. Penelaah atau apresiator tidak perlu memiliki latar belakang budaya, sejarah,
psikologi, sosiologi, filsafat dan sebagainya yang cukup luas untuk membaca
karya sastra.
b. Pembaca dapat menggali struktur karya sastra sedalam-dalamnya sampai pada
keterjalinannya yang paling rumit sekalipun.
c. Pembeca dapat menelaah karya sastra secara objektif karena hanya menelaah
struktur karya sastra.

B. Unsur-unsur Dalam Pendekatan Struktural


Pendekatan struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh
(Teeuw, 1984).
1. Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan
tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu
disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena
kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang
dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap
cerita yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah
struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional
yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi.
Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa
alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan
peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau
menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan
penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita.
Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai
sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan
kronologis, serta deretan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986:
112). Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir
cerita.
Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan
bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini:
 Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan
peristriwa dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian.
 Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan
menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak
sampai melukiskan keeadaan.
 Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita
peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke
belakang (1990: 26).
Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-
urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud
cerita secara tepat.
2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan
perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting
bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh
yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita.
Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.
Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para
ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut:
 Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam
ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal
penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian.
 Tokoh berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut
(Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat
dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada
kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau
karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang
tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi
penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992:
23).
 Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang
untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa
adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa
cara, yaitu:
 Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama
sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
 Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh.
 Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan
cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang
tokoh cerita.
 Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan
tindakannya.
 Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya.
Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak
tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja,
1997: 65-66).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita
dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan
tokoh tambahan (pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178). Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena
ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena
tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh
lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa
kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan
antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti. Karena tokoh
berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat
dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ;
 Dimensi fisiologis, adalag ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat
kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain
sebagainya.
 Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial,
pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
 Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas,
tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993:
44-45).
3. Latar (Setting)
Latar atau setting adalah sesuatu yang menggambarkan situasi atau keadaan
dalam pencitteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahwa latar adalah segala
keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana
(1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan hanya
menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu
wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya. Latar
atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga
menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai
yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai
dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas
tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya
hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa,
sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai
lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya
dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan
dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat
diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi.
Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup,
pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa
daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.
4. Tema dan Amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan
arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari
kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan
subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang
memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik
pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama
sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan,
ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya
amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau
pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika
permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan
keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya
sastra, bisa secara implisit (tersirat) ataupun secara eksplisit(terang-terangan). Implisit
jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang
cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan
seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).

C. Pendekatan Struktural Terhadap Karya Sastra


Pendekatan structural ini memahami karya sastra dari segi struktur karya
sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri
sendiri, bebas dari pengarang, realitas atau pembaca. Dalam penerapannya pendekatan
ini memahami karya sastra secara close reading. Atau mengakaji tanpa melihat
pengarang, dan hubungan dengan realitasnya. Analisis terfokus terhadap unsur
intrinsic karya sastra. Dalam hal ini unsur setiap unsur dianalisis dalam hubungannya
dengan unsur yang lain.
Pendekatan struktural merupakan pendekatan yang digunakan untuk
menganalisis sebuah karya sastra berdasarkan struktur unsur-unsurnya. Menurut
pradopo (1997:118) didalam analisis structural, unsure-unsur struktur karya sastra
merupakan unsure-unsur yang menentukan artinya. Jadi sebuah unsure tidak memiliki
makna dan dengan sendirinya terlepas dari unsure-unsur lainnya.
Pradopo (1997:118),mengatakan yang dimaksud dengan struktur karya sastra
adalah susunan unsur-unsur yang bersistem, yang diantara unsur-unsurnya terjadi
hubungan timbal balik yang saling menentukan. Unsur-unsur dalam karya sastra
bukanlah unsur yang berdiri sendiri, melainkan saling terkait, saling berkaitan dan
saling bergantung. Jadi, dalam analisis dengan menggunakan pendekatan struktural,
unsur dalam struktur karya sastra tidak memiliki makna dengan sendirinya, akan
tetapi maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang
terkandung dalam struktur tersebut (Hawkes dalam Pradopo, 1997:120).
Ada tiga bentuk strukturalisme yaitu strukturalisme klasik, strukturalisme
genetik dan strukturalisme dinamik.
1. Strukturalisme Klasik.
Struktulalisme klasik adalah: strukturalisme yang paling awal. Ia merupakan
strukturalisme paten. Kajian yang hanya mengkaji struktur semata. Dalam kajian
sastra, struktur macam ini, tidak peduli dengan hal lain kecuali yang berkaitan dengan
struktur di dalam karya sastra. Tak ada hal lain yang perlu diteliti kecuali struktur
karya sastra.
Penerapan strukturalisme klasik dalam karya sastra dilakukan dengan cara
memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna sastra dapat dipahami dengan
jelas. Akan tetapi perlu dicatat bahwa pemahaman dan pengkajian antar struktur fakta
sastra tersebut harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam tentang pengertian,
peran, fungsi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan unsur tersebut. Misalnya,
ketika peneliti membahas unsur tokoh dalam novel, maka ia harus tahu apa itu tokoh
dalam novel dan fungsinya tersebut dengan baik dalam struktur bangunan sebuah
novel.
Meski tampak mampu menggambarkan karya sastra secara objektif, namun di
balik itu, ada dua hal yang menjadi kelemahan strukturalisme macam ini: pertama
peneliti melepaskan sastra dari latar belakangnya dan kedua, ia mengasingkan sastra
dari relevansinya dengan budaya. Bahwa sastra tidak serta lahir begitu saja, ia dilatar
belakangi oleh hal-hal yang berada di luar dirinya.
2. Strukturalisme Genetik.
Strukturalisme genetik adalah: strukturalisme yang tidak hanya melibatkan
struktur sastra melainkan juga kehidupan pengarang dan kondisi sosial masyarakat
yang mendorong karya itu lahir. Arti genetik itu sendriri adalah “asal usul karya
sastra” yang berarti diri pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan
karya sastra saat ia diciptakan. Tokoh strukturalisme genetik adalah Lucien Goldman.
Menurut Goldman, ada dua macam karya sastra. Pertama, karya sastra
pengarang utama, yakni karya sastra yang strukturnya sebangun dengan struktur
kelompok atau kelas sosial tertentu. Kedua, karya sastra pengarang kelas dua, yakni
karya sastra yang sekedar raproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran
kolektif. Nah, karya sastra yang cocok diteliti dengan kajian strukturalisme genetik
adalah karya sastra yang pertama, karena, menurut Goldman, di dalam karya tersebut
terdapat apa yang disebut dengan “problematik hero” yaitu permasalahan-
permasalahan yang berhadapan dengan kondisi sosial yang dari sana pengarang
berusaha mendapatkan/menentukan suatu nilai tertentu yang diimplementasikannya
kedalam karyanya. Mengetahui nilai tersebut berarti menangkap pandangan dunia
sang sastrawan.
Adapun penerapan terhadap pendekatan strukturalisme genetik ini, dapat
dilakukan dengan dimulai dari kajian unsur-unsur intrinsik sastra, baik secara parsial
maupun kajian keseluruhan. Kemudian mengkaji latar belakang kehidupan sosial
kelompok pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas masyarakat tertentu.
Di samping itu tidak luput juga untuk mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang
turut mengkondisikan karya sastra saat ia diciptakan oleh pengarang. Dan akhir dari
kegiatan ini, adalah berhasil untuk mengungkap pandangan dunia pengarang tersebut.
3. Strukturalisme Dinamik.
Maksud “dinamik” di sini mengacu pada dinamika yang diakibatkan
pembacaan kreatif dan pembaca yang dibekali konsiliasi yang selalu berubah, ia
dianggap sebagai homo significan, makhluk yang membaca dan menciptakan tanda.
Jadi dapat dikatakan bahwa strukturalisme dinamik adalah kajian
strukturalisme dalam rangka semiotik. Artinya, karya sastra dikaitkan dengan sistem
tanda. Tanda mempunyai dua fungsi: otonom, yakni tidak menunjuk di luar dirinya
dan informasional, yakni menyampaikan pikiran, perasaan dan gagasan. Adapun
penerapannya dapat dilakukan dengan pertama-tama menjelaskan struktur karya
sastra yang diteliti. Kemudian menjelaskan kaitan pengarang, realitas, karya sastra
dan pembaca.

D. Implikasi Strukturalisme Dalam Pembelajaran Sastra


Dalam strukturalisme bahwa sastra merupakan suatu konstruk yang dapat
dianalisis dan bukannya produk inspirasi yang keramat. Strukturalisme membuat
sebuah mekanisme sastra yang aksesibel bagi semuanya, termasuk bagi para siswa.
Konvensi literer atau kode dapat dibuat eksplisit dan dapat dipikirkan. Semua siswa
sudah dapat menginternalisasikan banyak kode dan oleh tanda itu, mereka memiliki
kompetensi literer yang potensial. Akan tetapi, yang mereka miliki sering tidak
dimanfaatkan karena mereka tidak tahu bahwa mereka memilikinya, atau tidak tahu
cara menggunakanya. Sebab sebagai guru, kita bertanggung jawab untuk
membantunya agar mereka menyadari hal itu. Di samping itu, kita juga bertanggung
jawab untuk mengajari mereka sesuatu yang lain, sehingga mereka dapat
mengendalikan dan menggunakanya guna mencapai tujuan-tujuan mereka dalam
membaca dan menulis.
Pengajaran kita seharusnya bertujuan memberikan kepada siswa suatu
penguasaan keterampilan dan konvensi-konvensi membaca dan menulis, dan bukanya
mengajarkan eksplisikasi teks khusus secara autoritatif. Penyususn cerita dan puisi
sendiri, membuat siswa lebih sadar bahwa puisi dan cerita orang lain merupakan
konstruk, Produk pilihan dan mekanisme linguistik yang dimanipulasikan untuk
mencapai tujuan-tujuan penulisnya.
Dalam strukturalisme bahwa realitas bukanlah sesuatu yang diberikan melalui
refleksi bahasa, melainkan dihasilkan oleh bahasa, strukturalisme menghancurkan
mitos mengenai teks sastra kaum realis-ekspresif, yaqitu mitos bahawa teks sastra
merupakan jendela kebenaran.Walaupun demikian,penolakan terhadap realitas dan
intensi-intensi manusia di luar bahasa merupakan sesuatu yang bersifat reduktif dan
over-deterministic.

E. Karateristik Telaah Karya Sastra Berdasarkan Pendekatan Struktural


Berdasarkan hakikat dan prinsip dasar pendekatan struktural sebagaimana
yang diuraikan terdahulu, dapat dirumuskan bahwa karakteristik pendekatan
struktural dalam menelaah atau mengapresiasi karya sastra adalah sebagai berikut.
1. Asumsi pendekatan struktural adalah bahwa karya sastra baik prosa fiksi
maupun puisi atau karya drama dipkitang bersifat otonom.
2. Bentuk telaah sederhana karena yang ditelaah hanya struktur intrinsik semata;
3. Unsur yang ditelaah hanya terbatas pada unsur intrinsik serta keterkaitan
antara satu unsur dengan unsur lainnya;
4. Proses telaah dari struktur bagian ke struktur keseluruhan;
5. Teknik telaah analitik, yaitu memberi makna tiap bagian struktur intrinsik
kemudian baru kepada makna totalitas;
6. Dasar pertimbangan dalam penentuan makna semata-mata dari unsur intrinsik
7. Pangkal tolak telaah linear, dari bagian ke konsep totalitas secara otonom; dan
8. Esensi sastra terlepas dari konteks kesemestaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
pendekatan struktural adalah pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya
tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan
tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya
sastra(Satoto, 1993: 32).
Tujuan dari pendekatan struktural dalam karya satra yaitu membongkar dan
memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh (Teeuw, 1984).
Unsur-unsur Intrinsik dalam pendekatan struktural ada 4 yaitu : alur (plot),
tema dan amanat, latar (tempat, waktu, dan sosial), dan tokoh.

B. Saran
semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
penulis dan pembaca mengenai pengertian, pendekatan-pendekatan dan implikasi
strukturalisme dalam pembelajaran sastra ,dll.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35969381/PENDEKATAN_STRUKTURALISME_KARY
A_SASTRA_docx

https://www.kompasiana.com/fahrulrojo/5d39e3d20d823048a61575b2/teori-dan-
pendekatan-struktural?page=all#section2

https://id.scribd.com/document/456231586/Teori-Sastra-Pendekatan-Struktural

Esten, Mursal. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa

Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Sudjiman, Panuti. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sumardjo, Jakop dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.

Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai