Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-
prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan bukan
sastra. Secara umum teori sastra adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan
sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang
diamati. Teori berisi konsep tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu
pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu. Ilmu sastra adalah ilmu yang meliputi
teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra.
Dalam perkembangan ilmu sastra, ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait
dalam pengkajian karya sastra. Namun pernah timbul teori yang memisahkan antara
ketiga disiplin ilmu tersebut. Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa
pengkajian sejarah sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif.
Walaupun demikian, dalam praktiknya, pada waktu seseorang melakukan pengkajian
karya sastra, antara ketiga disiplin ilmu tersebut memiliki hubungan dan memberikan
sumbangan sebagai sistem disiplin ilmu yang kompleks.
Teori sastra menjadi arahan bagi pembaca untuk memahami suatu karya satra.
Ada banyak teori-teori yang lahir dan dipercaya dapat mengungkap kebenaran
dengan kerangka tertentu. Setiap teori memiliki asumsi dan tujuan tersendiri untuk
mengungkap makna yang ada dalam karya sastra. Seperti teori strukturalisme, teori
psikologi sastra, teori sosiologi sastra teori semiotika dan teori hermeneutika.

B. Rumusan Masalah
Dari persoalan diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah diantaranya :
1. Bagaimana teori strukturalisme ?
2. Bagaimana teori psikologi sastra ?
3. Bagaimana teori sosiologi sastra ?
4. Bagaimana teori semiotika dan hermeneutika ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk memahami teori strukturalisme.

9
2. Untuk memahami teori psikologi sastra.
3. Untuk memahami teori sosiologi sastra.
4. Untuk memahami teori semiotika dan hermeneutika.

9
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Strukturalisme
Munculnya strukturalisme sebagai teori sastra diawali dengan pandangan
bahwa karya sastra merupakan unsur-unsur kompleks dan bersistem. Unsur-unsur
yang ada di dalam karya sastra tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Hubungan antarunsur itulah, yang merupakan kriteria untuk menentukan baik dan
buruknya karya sastra. Keunggulan dari sastra dapat dilihat pada jalinan antarunsur
yang saling melengkapi. Struktural adalah konsep yang memandang sesuatu
berdasarkan unsur-unsurnya (Sutardi, 2011:73).
Teori struktural memandang bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang saling
terkait antarunsurnya sehingga menghasilkan makna yang menyeluruh. Adapun
strukturalisme adalah suatu paham yang menitikberatkan perhatiannya terhadap
struktur yang terkandung di dalam teks. Teks, dalam hal ini, mejadi objek yang dapat
diteliti maknanya secara terbuka, yaitu saling terjalin antara unsur yang satu dengan
unsur yang lainnya. Dengan demikian, teori sastra struktural adalah teori yang
menganilisis unsur-unsur pembangun yang ada di dalam karya sastra itu sendiri
(Sutardi, 2011:73).
Teori struktural banyak mendapatkan pengaruh dari pendapat Ferdinand de
Saussure mengenai mekanisme bahasa yang bersistem untuk membentuk arti.
Pandangan linguistik menekankan pada hubungan antara langue dan parole seperti
yang diutarakan sebagai berikut ini.
Dengan memberikan kepada ilmu bahasa tempat yang terdapat di
dalam kumpulan kajian langage, kita sekaligus telah menetapkan linguistik
secara utuh. Segala unsur langage yang lain, yang membentuk parole,
menempatkan diri dengan sendirinya di bawah ilmu pertama tersebut, dan
berkat subordinasi ilmiah semua tataran linguistik mendapatkan tempatnya
yang wajar.
Mari kita perhatikan, misalnya, produksi bunyi yang diperlukan
parole: alat wiacara sama eksternnya terhadap langue seperti alat-alat listrik
yang dipergunakan untuk menstranskripsi abjad Morse berada diluar abjad
tersebut; dan penyembunyiannya, dalam arti pengungkapan gambaran
akuistis, tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi sistem itu sendiri.dalam

9
hubungan ini, kita dapat membandingkan langue dengan sebuah simfoni yang
kenyataannya tidak tergantung dari cara mengungkapkannya; kesalahan-
kesalahan yang mungkin dibuat oleh pemain musik (juga dapat terjadi pada
seniman dan sastrawan) yang memainkannya tidak mempengaruhi
kenyataannya sama sekali (Sutardi, 2011:74).
Konsep dari Ferdinand de Saussure tersebutlah, yang kemudian mengarah
pada adanya unsur intern dan ekstern di dalam bahasa. Bahasa sebagai linguistik
mempunyai hubungan antarsubbahasa, yang kemudian membentuk arti pada wilayah
luar, yakni terciptanya konteks dari terciptanya suatu bahasa itu sendiri (Sutardi,
2011:74). Dalam kaitan ini, karya sastra terdiri atas bahasa sebagai medium untuk
mewujudkan beberapa unsur di dalam karya sastra. Penelitian yang menggunakan
teori struktural biasanya sering terjadi kesalahan karena adanya pembatasan terhadap
struktur teksnya.
Unsur-unsur dalam dan luar karya sastra tidak dapat dipisahkan, karena
keduanya sebagai unsur yang menyatukan suatu teks. Unsur-unsur tersebut meliputi
alur, tokoh dan latar.
1. Alur
Alur adalah jalannya suatu cerita. Pandangan mengenai alur secara esensi
yakni ingin mengungkapkan jalinan peristiwa yang terkandung dalam cerita.
Jalinan peristiwa tersebut ada yang lurus (maju), ada yang mundur dan ada yang
campuran. Alur dalam karya sastra ditentukan oleh rangkaian kejadian dari
waktu ke waktu. Susunan alur di dalam karya sastra disusun berdasarkan
maknanya bukan waktunya.
2. Tokoh
Tokoh atau penokohan adalah pemberian nama atau kata ganti orang
yang dipilih oleh pengarang dan tergantung pengarang dalam menyikapinya.
Penokohan dalam suatu karya sastra dapat dijadikan analisis untuk menentukan
ideologi dari suatu masyarakat. Setiap tokoh merepresentasikan sosio-kultur dari
teks. Oleh karena itu penggambaran pola perilaku dari tokoh juga dengan dasar
karakter masyarakat yang ada.
3. Latar
Latar adalah suatu tempat atau kejadian mengenai suatu peristiwa. Latar
ada tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat
mengungkapkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya sastra.

9
Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan. Latar sosial adalah latar yang mengungkapkan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya sastra.
Teori strukturalisme dapat disimpulkan sebagai teori sastra yang menganilis
karya sastra berdasarkan strukturnya dan menganggap karya sastra itu berdiri sendiri
secara otonom yaitu karya sastra yang terlepas dari pengarang dan pembaca.

B. Teori Psikologi Sastra


Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti kejiwaan dan logos yang
berarti ilmu. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan yang ada
pada manusia. Manusia tidak akan lepas dari adanya intuisi, perasaan, dan dimensi
lainnya yang masuk dalam relung jiwa, sebagai aktivitas dalam. Kreativitas yang
muncul pada manusia tidak lepas adanya dorongan dari alam untuk mewujudkan
hasrat (Sutardi, 2011:78).
Psikologi sastra adalah teori yang menitikberatkan perhatiannya pada unsur
kejiwaan yang ada di dalam karya sastra. Unsur kejiwaan itu dapat terkait dengan
pengarang (ekspresif), unsur kejiwaan yang ada di dalam karya sastra itu sendiri
(tekstual), dan unsur kejiwaan yang dapat mempengaruhi pembaca (Sutardi,
2011:78). Sigmud Freud membagi kepribadian manusia menjadi tiga aspek yaitu id,
ego dan superego. Id merupakan kepribadian manusia yang berhubungan dengan
aspek kesenangan, ego merupakan kepribadian manusia yang berusaha menekan id
dengan berpegang kepada kenyataan, dan superego adalah kepribadian manusia yang
lebih menekankan kesempurnaan di banding kenyataan.
Aktivitas kejiwaan dapat meliputi pada diri pembaca. Orang yang membaca
karya sastra akan tergerak atau tidak perasaannya merupakan bentuk kejiwaan.
Seperti kisah-kisah yang telah dibaca dapat memberikan inspirasi bagi pembaca
untuk melakukan kisah serupa. Dalam hal ini ada dorongan psikologis dari teks
sastra yang bekerja untuk memunculkan rasa kepada pembaca.

C. Teori Sosiologi Sastra


Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu sozius yang berarti teman dan logos
yang berarti aturan dan susunan. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia satu dengan manusia lainnya. Hubungan itu dapat saja berteman dan

9
bermusuhan, yang semuanya terjalin dimasyarakat. Sosiologi sastra merupakan
gabungan dua ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu sastra. Gabungan ilmu ini untuk
melihat keterhubungan karya sastra dengan realitas sosial (Sutardi, 2011:80).
Sosiologi sastra adalah ilmu yang mempelajari karya sastra berdasarkan
realitas sosial (Teeuw, 1981:4). Keterhubungan antara manusia dengan lingkungan
sekitarnya merupakan tiruan dalam karya sastra, artinya kehidupan sosial yang
muncul dalam karya sastra hanya gejala sosial dalam bentuk representatif. Dalam
praktiknya, sosiologi sastra meneliti mengenai konteks sosial pengarang untuk
melihat hubungan antara posisi pengarang dalam realitasnya sebagai bentuk proses
kreatif. Sosiologi sastra juga meneliti adanya fakta-fakta sosial yang terkandung di
dalam teks sastra yang merupakan fakta sosial atau hanya imajinasi pengarang, dan
sosiologi sastra meneliti mengenai penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

D. Teori Semiotika dan Teori Hermeneutika


1. Teori Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda di dalam suatu
bahasa. Semiotika membahas segala macam tanda di dalam bahasa sebagai
wacana yang memiliki makna. Secara kaidahnya, semiotika membahas tentang
tanda, yakni antara penanda (signifier) dan petanda (signified). Sistem semiotika
menjadi dua tingkat, yakni tingkat pertama (1) penanda (2) petanda (3) tanda;
dan sistem semiotika tingkat kedua (I) PENANDA (II) PETANDA (III)
TANDA (Sutardi, 2011:83).
Sesuai dengan konsep tanda itu sendiri, yaitu adanya tanda, penanda dan
petanda (yang menandai) maka lahirlah tiga jenis tanda yaitu :
a. Adanya ikon yang merupakan hubungan antara penanda dan petanda yang
bersifat ilmiah contoh : gambar batu menandai bentuk batu
b. Adanya indeks yang merupakan suatu tanda untuk menandakan adanya
hubungan secara alamiah. Seperti sebab dan akibat. Contoh : adanya asap
pasti ada api
c. Simbol tidak bersifat secara alami. Dihasilkan dari teks sastra yang diciptakan
pengarang dalam penandaan secara tak langsung dengan menggunakan
metafora. Contoh : mata keranjang yang berarti laki-laki yang suka melirak-
lirik perempuan.

9
2. Hermeneutika
Kata hermeneutika berasal dari Yunani dari kata kerja hermeneuein yang
berarti menafsirkan. Oleh Friedrich Schleirmacher, hermeneutika diartikan
sebagai ilmu yang mengenali makna melalui tanda-tanda yang bertujuan untuk
menangkap pemikiran seseorang sesuai dengan yang ditangkapnya.
Hermeneutika sebagai mekanisme penafsiran terhadap teks berusaha
menjangkau simbol-simbol secara konteks dan kontekstualisasi agar dapat
merepresentasikan bahasa secara filosofis. Secara kaidahnya, penafsiran
hermeneutika dapat menghasilkan interpretasi terhadap teks dengan kelengkapan
karena memberikan penalaran dan keyakinan melalui pengalaman indra, batin,
dan pengetahuan (Sutardi, 2011:89).
Cara penggunaan atau metode hermeneutika berbeda dengan ilmu alam,
yang secara manusiawi merujuk dengan metafisika, dari teori ke ontologi, dari
hermeneutika ke fenimenalogi sehingga terdapat tiga tahapan untuk dapat
menafsirkan teks.
a. Level Semantik mengedapankan penafsiran pada bahasa sebagai kajian yang
harus dipahami karena teks ditulis berdasarkan bahasa.
b. Level Refleksi dalam praktiknya memahami suatu teks dengan kontemplasi
atas apa yang menjadi hakekat dan unsur secara konteks.
c. Level Ekstensial penafsiran menjangkau pada instingtif yang dimiliki oleh
manusia. Prisipnya yaitu kontekstualisasi dari teks dan konteks karena pada
prinsipnya suatu teks membutuhkan konteks dan kontekstualisasi.
Hermeneutika pada hakikatnya menginterpretasikan teks berdasarkan isi
kandungan dari teks tersebut. Teks sebagai diskursus yang dibakukan lewat
tulisan memiliki aura sehingga pembaca dihadapkan pada dunia simbol-simbol,
yang harus dipahami secara konteks dan kontekstualisasi untuk menjangkau arti
filosofisnya. Karena itu penafsiran hermeneutika dapat memberikan kenyakinan
kepada pembaca bahwa fenomena di dalam teks dapat menjadi ilmu
pengetahuan apabila diaplikasikan secara representasi dan logis.

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Untuk memahami dan menikmati karya sastra diperlukan pemahaman tentang
teori sastra. Teori sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-
prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan bukan
sastra. Setiap teori sastra memiliki asumsi dan tujuan tersendiri untuk mengungkap
makna yang ada dalam karya sastra. Seperti teori strukturalisme, teori psikologi
sastra, teori sosiologi sastra teori semiotika dan teori hermeneutika.
Teori strukturalisme adalah teori sastra yang menganilis karya sastra
berdasarkan strukturnya dan menganggap karya sastra itu berdiri sendiri secara
otonom yaitu karya sastra yang terlepas dari pengarang dan pembaca. Teori psikologi
sastra adalah teori yang menitikberatkan perhatiannya pada unsur kejiwaan yang ada
di dalam karya sastra. Unsur kejiwaan itu dapat terkait dengan pengarang (ekspresif),
unsur kejiwaan yang ada di dalam karya sastra itu sendiri (tekstual), dan unsur
kejiwaan yang dapat mempengaruhi pembaca. Teori sosiologi sastra adalah ilmu
yang mempelajari karya sastra berdasarkan realitas sosial (Teeuw, 1981:4).
Keterhubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya merupakan tiruan
dalam karya sastra, artinya kehidupan sosial yang muncul dalam karya sastra hanya
gejala sosial dalam bentuk representatif. Dan teori semiotika dan hermeneutika
adalah semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda di dalam suatu bahasa.
Semiotika membahas segala macam tanda di dalam bahasa sebagai wacana yang
memiliki makna. Secara kaidahnya, semiotika membahas tentang tanda, yakni antara
penanda (signifier) dan petanda (signified). Hermeneutika diartikan sebagai ilmu
yang mengenali makna melalui tanda-tanda yang bertujuan untuk menangkap
pemikiran seseorang sesuai dengan yang ditangkapnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Sutardi. 2011. Apresiasi sastra Teori, Aplikasi dan Pembelajarn. Lamongan: CV Pustaka
Ilalang Group.
Teeuw, Andreas. 1981. Kritik Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://arkalalandshary.blogspot.com/2015/teori-teori-sastra.html

Anda mungkin juga menyukai