Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Teori Sastra

tentang

Sastra dan Sosiologi

Nama Kelompok :

Mishel Desandi (23114011)


Setia Rosanda (23114004)
Zulfia Hadini (23114020)
Putri Vanesa (23114017)

Dosen Pengampu :

Lisa Yuniarti, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


UNIVERSITAS ADZKIA
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Sastra dan Sosiologi. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Lisa Yuniarti, M.Pd.
pada mata kuliah Teori Sastra.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lisa Yuniarti, M.Pd. pada mata kuliah
Teori Sastra yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengaruhnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih memiliki banyak kekurangan dan
belum sempurna. Oleh karena itu saran dan kritikan dari semua pihak sangat kami harapkan
untuk perbaikan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Padang, 8 November 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….
……………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………….…………1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………….………………1

C. Tujuan Masalah ………………………………………………….……………………1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi Sastra …………………………………………………..………2

B. Sejarah Pertumbuhan Konsep Sosiologi Sastra ………………………………………3

C. Sosiologi Sastra Sebagai Suatu Jenis Pendekatan ……………………………………5

D. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra …………………………….……………………6

E. Sastra dan Masyarakat …………………………………………….…………………7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………….……….9

B. Saran ……………………………………………………………………..…………..9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..……………
10
ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didalam makalah ini kami akan membahas mengenai sosiologi sastra, Sedikit akan
kami bahas mengenai sosiologi sastra. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat,
perilaku, dan perkembangan masyarakat, ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan
perubahannya. Sosiologi sastra adalah karya sastra para kritikus dan sejarawan yang terutama
mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat yang
berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
Kami membahas mengenai definisi sastra, sejarah, manfaat mengenai sosiologi sastra
yang akan menambah pengetahuan pembaca. Bahwa telah banyak penelitian yang membahas
mengenai sosiologi sastra, namun kami akan mencoba mengulas tentang maten ini. Sosiologi
sastra sesungguhnya sangat bermanfaat bagi perkembangan sastra maupun untuk penelitian.
Untuk itu kami memilih materi ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapatdi dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan Pengertian Sosiologi Sastra ?
2. Bagaimana Sejarah Pertumbuhan Konsep Sosiologi Sastra ?
3. Apakah yang dimaksud Sosiologi Sastra Sebagai Suatu Jenis Pendekatan ?
4. Bagaimana Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra ?
5. Apa yang dimaksud Sastra dan Masyarakat ?

C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian sosiologi sastra.
2. Mahasiswa dapat memahami tentang sejarah pertumbuhan sosiologi sastra.
3. Mahasiswa dapat memahami tentang sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan
4. Mahasiswa dapat mengetahui sasaran penelitian sosiologi sastra
5. Mahasiswa dapat memahami tentang sastra dan masyarakat
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos
(Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda,
perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,
mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari
definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat.
Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara
diametral.
Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa
ini (das sein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das sollen). Sebaliknya karya sastra bersifat
evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Sosiologi sastra adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakat dan tentang sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana
masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan
masalah-masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain. (Atar Semi: 52).
Pandangan Atar Sami mendeskripsikan kajian sosiologi sastra tidak jauh beda dengan unsur-
unsur ekstrinsik karya sastra. Sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra,
keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial (Ratna, 2009:164).
Lebih jauh Wolf (Faruk dalam Endraswara, 2004:77) memberikan definisi bahwa sosiologi
sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari
studi, studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-
masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan
hubungan sastra dengan masyarakat.
Generalisasi dari berbagai pendapat tentang sosiologi sastra di atas, sosiologi sastra
merupakan telaah terhadap suatu karya sastra dalam kaitannya dengan pengaruh sosial-
budaya yang ikut mempengaruhi cerita dalam karya sastra.
2

Telaah sosiologis itu mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Warren dalam Atar Semi:
53) yaitu: Sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi
politik, dan lain-lain yang menyangkut status pengarang. Sosiologi karya sastra, yakni
mempermasalahkan tentang suatu karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang
hendak disampaikannya. Sosiologi sastra, yakni mempermasalahkan tentang pembaca dan
pengaruh sosialnya terhadap masyarakat Pada prinsipnya, menurut Lauren dan Swingewood
(Endraswara, 2004:79), terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu; (1)
Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya
merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) Penelitian yang
mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, (3) Penelitian yang menangkap
sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan suatu
telaaah ilmu yang mencoba mengungkap fenomena masyarakat yang terdapat dalam sebuah
karya sastra guna memberikan pandangan yang objektif dalam penilaian karya sastra.

B. Sejarah Pertumbuhan Konsep Sosiologi Sastra

Sejarah pertumbuhan konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra
ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang
mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian,
sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam
masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan
timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya
meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya
(Soemanto, 1993).
Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles
yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara sastra dan
masyarakat sebagai 'cermin'. Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan)
pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-
348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat mempengaruhi teori-teori
mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15). Menurut Plato, setiap benda
yang berwujud mencerminkan suatu ide. Jika seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia
3
hanya menjiplak kursi yang terdapat dalam dunia ide-ide. Jiplakan atau copy itu selalu tidak
memadai seperti aslinya; kenyataan yang kita amati dengan pancaindra selalu kalah dari
dunia ide. Seni pada umumnya hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang 'kenyataan'
(yang juga hanya tiruan dari 'Kenyataan Yang Sebenarnya') sehingga tetap jauh dari
'kebenaran'. Oleh karena itu lebih berharga lah seorang tukang daripada seniman karena
seniman menjiplak jiplakan, membuat copy dari copy.
Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni menggambarkan kenyataan,
tetapi dia berpendapat bahwa mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkan
juga menciptakan sesuatu yang baru karena 'kenyataan' itu tergantung pula pada sikap kreatif
orang dalam memandang kenyataan. Jadi sastra bukan lagi copy (jiplakan) atas copy
(kenyataan) melainkan sebagai suatu ungkapan atau perwujudan mengenai "universalia"
(konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang wujudnya kacau, penyair memilih beberapa
unsur lalu menyusun suatu gambaran yang dapat kita pahami, karena menampilkan kodrat
manusia dan kebenaran universal yang berlaku pada segala zaman. Levin (1973:56-60)
mengungkapkan bahwa konsep 'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zaman
humanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik.
Humanisme Renaissance sudah berupaya menghilangkan berdekatan prinsipial antara
sastra modern dan sastra kuno dengan menggariskan paham bahwa masing-masing
kesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang memiliki pembayangan historis dalam
zamannya. Dasar pembayangan historis ini telah dikembangkan pula dalam zaman
nasionalisme romantik, yang secara khusus meneliti dan menghidupkan kembali tradisi-
tradisi asli berbagai negara dengan suatu perbandingan geografis. Kedua pandangan tersebut
kemudian diwariskan kepada zaman berikutnya, yakni positivisme ilmiah. Pada zaman
positivisme ilmiah, muncul tokoh sosiologi sastra terpenting: Hippolyte Taine (1766-1817).
Dia adalah seorang sejarawan kritikus naturalis Perancis, yang sering dipandang sebagai
peletak dasar bagi sosiologi sastra modern. Taine ingin merumuskan sebuah pendekatan
sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan menggunakan metode-metode seperti yang
digunakan dalam ilmu alam dan pasti.
Dalam bukunya History of English Literature (1863) dia menyebutkan bahwa sebuah
karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan
(milieu). Bila kita mengetahui fakta tentang ras, lingkungan dan momen, maka kita dapat
memahami iklim rohani suatu kebudayaan yang melahirkan seorang pengarang beserta
karyanya. Menurut dia faktor-faktor inilah yang menghasilkan struktur mental (pengarang)
4
yang selanjutnya diwujudkan dalam sastra dan seni. Adapun ras itu apa yang diwarisi
manusia dalam jiwa dan raganya. Saat (momen) ialah situasi sosial-politik pada suatu periode
tertentu. Lingkungan meliputi keadaan alam, iklim, dan sosial. Konsep Taine mengenai
milieu inilah yang kemudian menjadi mata rantai yang menghubungkan kritik sastra dengan
ilmu-ilmu sosial. Pandangan Taine, terutama yang dituangkannya dalam buku Sejarah
Kesusastraan Inggris, oleh pembaca kontemporer asal Swiss, Amiel, dianggap membuka
cakrawala pemahaman baru yang berbeda dan cakrawala anatomis kaku (strukturalisme)
yang berkembang waktu itu. Bagi Amiel, buku Taine ini membawa aroma baru yang segar
bagi model kesusastraan Amerika di masa depan. Sambutan yang hangat terutama datang dari
Flaubert (1864). Dia mencatat, bahwa Taine secara khusus telah menyerang anggapan yang
berlaku pada masa itu bahwa karya sastra seolah-olah merupakan meteor yang jatuh dari
langit.
Menurut Flaubert, sekalipun segi-segi sosial tidak diperlukan dalam pencerapan estetik,
sukar bagi kita untuk mengingkari keberadaannya. Faktor lingkungan historis ini sering kali
mendapat kritik dari golongan yang percaya pada 'misteri' (ilham). Menurut Taine, hal-hal
yang dianggap misteri itu sebenarnya dapat dijelaskan dari lingkungan sosial asal misteri itu.
Sekalipun penjelasan Taine ini memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, khususnya dalam
penjelasannya yang sangat positivistik, namun telah menjadi pemicu perkembangan
pemikiran intelektual di kemudian hari dalam merumuskan disiplin sosiologi sastra.

C. Sosiologi Sastra Sebagai Suatu Jenis Pendekatan

Pengantar Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki
paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang telah
digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi
sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari
masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan
sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut (Soemanto, 1993; Levin, 1973:56). Sebagai suatu
bidang teori, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan
dalam menangani objek sasarannya.
Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus
dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan
5
kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model
pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun
bentuknya) secara mudak terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode
tertentu (Abrams, 1981:178). Sekalipun teori sosiologis sastra sudah diketengahkan orang
sejak sebelum Masehi, dalam disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan suatu
bidang ilmu yang tergolong masih cukup muda (Damono, 1977:3) berkaitan dengan
kemantapan dan kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat analisis sastra yang
relatif masih labil dibandingkan dengan teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra.

D. Sasaran Penelitian Sosiologi Sastra

1. Konteks Sosial Pengarang

Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam
masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini termasuk
juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang
terutama diteliti adalah sebagai berikut. Bagaimana sastrawan mendapatkan mata
pencaharian; apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara
langsung atau bekerja rangkap. Profesionalisme dalam kepengarangan membahasa sejauh
mana sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi.
Masyarakat yang dituju oleh sastrawan.
Dalam hal ini, kaitannya antara sastrawan dan masyarakat sangat penting sebab
seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi
karya sastra mereka (Damono, 1979: 3-4).

2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat

Sastra sebagai cermin masyarakat membahas sejauh mana sastra dianggap sebagai
mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan gambaran
yang kabur, dan oleh karenanya sering disalahartikan dan disalahgunakan. Dalam hubungan
ini, terutama harus mendapatkan perhatian adalah: Sastra mungkin dapat dikatakan
mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri masyarakat yang
ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis.
6
Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan
penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya. Genre sastra sering merupakan sifat sosial
suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat.
Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya
mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga
sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan
masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui
keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan
dinilai sebagai cermin masyarakat (Damono, 1979:4).

3. Fungsi Sosial Sastra

Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “sampai berapa


jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial?”, dan “Sampai berapa jauh nilai sastra
dipengaruhi nilai sosial?”, ada tiga hal yang harus diperhatikan.
a. Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta
atau nabi.
b. Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra bertugas sebagai penghibur
belaka.
c. Sudut pandang kompromistis. (Damono, 1978).

Secara epistemologis dapat dikatakan tidak mungkin untuk membangun suatu sosiologi
sastra secara general yang meliputi pendekatan yang dikemukakan itu. Dalam penelitian
novel “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata ini, konsep sosiologi sastra sendiri menggunakan
pendekatan sastra sebagai cermin masyarakat. Hal ini dkan digunakan untuk menjelaskan
sejauh mana pengarang dapat mewakili dan menggambarkan seluruh masyarakat dalam
karyanya.

E. Sastra dan Masyarakat


Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi
pengaruh terhadap masyarakat (Semi, 1990: 73). Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan
masyarakat, tetapi tidak berarti masyarakat seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang
7
didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut
lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial, seperti
lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya.
Sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat, sebenarnya erat kaitannya dengan
kedudukan pengarang sebagai anggota masyarakat. Sehingga secara langsung atau tidak
langsung daya khayalnya dipengaruhi oleh pengalaman manusiawinya dalam lingkungan
hidup. Pengarang hidup dan berelasi dengan orang lain di dalam komunitas masyarakatnya,
maka tidaklah heran apabila terjadi interaksi dan interelasi antara pengarang dan masyarakat.

Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan
cara:
1. Faktor – faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini
memfokuskan pada kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan
dan seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang
tidak dipelajari, yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra.
2. Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti
dengan metode-metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat
mempergunakan hasil sosiologi sastra, khususnya bila ingin meniti persepsi para
pembaca.
3. Hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana
sistem masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai
pandangan pengarang.
8

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk mengurai karya sastra yang
mengupas hubungan antara pengarang dengan masyarakat dan hasil berupa karya sastra
dengan masyarakat. Namun dalam kajian ini hanya dibatasi dalam kajian mengenai gambaran
pengarang melalui karya sastra mengenai kondisi suatu masyarakat. Sosiologi sastra sebagai
suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi
epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan
prinsip otonomi sastra. Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi
persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani objek sasarannya.
Sejarah pertumbuhan konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra
ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang
mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian,
sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam
masyarakatnya. Sasaran penelitian sosiologi sastra terdiri atas 3 bagian, yaitu: (1) Konteks
sosial pengarang (2) Sastra sebagai cerminan masyarakat dan (3) Fungsi sosial.
Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi
pengaruh terhadap masyarakat (Semi, 1990: 73). Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan
masyarakat, tetapi tidak berarti masyarakat seluruhnya tergambarkan dalam sastra.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar dapat
memperbaikinya menjadi lebih sempurna. Kepada para pembaca diharapkan agar lebih
memperhatikan pentingnya sosiologi sastra khususnya bagi mahasiswa pendidikan bahasa
indonesia.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pendekatan Sosiologi Sastra. Diakses, 16 Maret 2012.


Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Sugono, Qodratillah dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi
Keempat). Jakarta: Gramedia.
10

Anda mungkin juga menyukai