Dosen pengampu:
MUH. ZUHDY HAMZAH,SS.,M.Pd
Disusun oleh:
Putri Nirmala Arum (220103110042)
Ifatul Mardhiyah (220103110043)
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian teori dan sastra.
2. Untuk mengetahui lebih dalam apa itu teori sastra.
3. Untuk mengetahui macam macam teori sastra
4. Untuk mengetahui fungsi dari teori sastra
5. Untuk mengetahui hubungan
6. Untuk mengetahui
7. Untuk mengetahui
1.4. Manfaat
1. Mampu memahami pengertian teori sastra
2. Mampu memahami macam macam teori sastra
3. Mampu memahami fungsi dari teori sastra
4. Mampu memahami
5. Mampu memahami
6. Mampu memahami
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Teori Sastra
Teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang
menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati.
Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek
ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi
secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek
atau gejala yang diamati tersebut. Menurut Rene Wellek dan Austin (1993:
37-46).
Kata sastra dibentuk dari akar kata sas- dan tra. Akar kata sas-
menunjukan arti mengarahkan, mengajar, memberi, buku petunjuk, buku
intruksi, atau buku pengajaran (Samsuddin,2019:3). Menurut Padi (2013:89)
mengemukakan bahwa "Sastra adalah kegiatan seni yang menggunakan
bahasa dan simbol lainya garis sebagai alat". Dan sedangkan menurut Rafiek
(2013:98) mengemukakan bahwa "Sastra adalah objek atau gejolak emisonal
penulis dalam mengungkapkan, seperti perasaan sedih, furtasi, gembira
dansebagainya". Menurut Lianawati (2019: 11) menemukakan bahwa "Sastra
merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta teks yang mengandung intruksi
atau pedoman". Sastra dibagi menjadi sastra lisan dan sastra tulisan.
Masyarakat yang belum mengenal huruf tidak punya sastra tertulis, hanya
memiliki tradisi lisan.
Jadi menurut pendapat kami, Teori merupakan sekumpulan dari
konsep yang menjadi dasar suatu ilmu yang bertujuan untuk memperluas
pengetahuan kita dari berbagai sudut pandang dan tokoh ilmuan. Sastra
merupakan suatu karya yang disampaikan secara lisan maupun tulisan yang
terlahir dari perasaan seseorang dalam kehidupan sosialnya kemudian disusun
secara terarah atau sistematis sehingga sastra dapat didefinisikan sebagai
suatu tulisan dengan hasil ciptaan bahasa yang indah serta getaran dari
perwujudan jiwa dalam bentuk tertulis. Jadi sastra merupakan perasaan,
pikiran ,ekspresi bahkan sampai peristiwa yang dialami oleh pengarang yang
kemudian diungklapkan dalam bentuk karya tulis.
Jadi teori sastra adalah bidang atau cabang ilmu sastra yang
mempelajari tantang konsep dasar yang terdapat dalam sastra seperti prinsip,
hukum, kategori, serta kriteria suatu karya sastra yang menjadi pembeda
dengan yang bukan sastra. Untuk memahami serta menikmati suatu karya
sastra maka diperlukanlah pemahaman tentang teori sastra guna untuk
mengantarkan kita kepasa pemahaman serta penikmatan fenomena yang
tterkandung didalamnya.
b. Macam-MacamTeori Sastra
1. Pendekatan objektif
Pendekatan objektif adalah sebuah pendekatan yang hanya
mengkaji karya sastra itu sendiri tanpa adanya hubungan dengan hal-hal
lain di luar karya sastra. Pendekatan objektif ini tidak memandang bahwa
karya sastra berhubungan dengan pengarang sebagai penciptanya,
melainkan berhubungan dengan unsur yang ada di dalam karya sastra itu
sendiri. Menurut Hasanuddin (2019:131) pendekatan objektif adalah
pendekatan yang menyelidiki karya sastra berdasarkan kenyataan yang ada
di dalam teks sastra tersebut. Hal- hal yang berada di luar karya sastra
dianggap tidak perlu digunakan dalam menganalisis sebuah karya sastra,
walaupun hal-hal tersebut masih mempunyai hubungan dengan karya
sastra. Dalam praktik kerjanya pendekatan ini sangat menjaga prinsip
otonom. Pengarang sebagai pencipta dan realitas objektif merupakan unsur
penunjang saja sehingga tidak perlu dianalisis. Jadi, penilaiannya adalah
berdasarkan keharmonisan unsur-unsur pembentuknya yang dilihat dari
nilai karya sastra tersebut.
2. Mimetic
pendekatan mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan atau
pembayangan dunia kehidupan nyata sebagaimana dikemukakan Plato dan
Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni (baca: karya sastra) merupakan
tiruan alam yang nilainya jauh di bawah realitas sosial dan ide, sedang
Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari
segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni (termasuk karya sastra)
merupakan aktivitas manusia. Pandangan ini pada akhirnya berkembang
jauh sehingga memunculkan sosiologi sastra (sebagai cabang ilmu dalam
sastra maupun sebagai pendekatan dalam penelitian sastra) yang
memandang karya sastra sebagai dokumen sosial atau gambaran
kehidupan masyarakat; atau psikologi sastra (baik sebagai cabang ilmu
dalam sastra maupun pendekatan dalam penelitian sastra) yang
memandang karya sastra sebagai dokumen dunia batin masyarakat
sebagaimana terwujud dalam dunia batin pengarang dan (atau melalui)
tokoh-tokoh ciptaan pengarang. Menurut pandangan tersebut, karya sastra
merupakan bentuk persepsi pengarang terhadap realitas kehidupan sosial
suatu zaman sehingga pemahaman sastra berarti pengkajian hubungan
antara karya sastra dan dunia ideologi yang berkembang di masyarakat dan
zamannya. Jika pendekatan mimetik yang digunakan berarti penelitian
tersebut menekankan perhatian atau analisisnya pada ketepatan atau
kesesuaian karya sastra dengan objek yang dilukiskan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan mimetik merupakan
pendekatan yang dalam mengkaji (meleliti) karya sastra dengan
memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata
mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan.
Dalam pendekatan ini karya sastra (produk yang dihasilkan pengarang)
dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan yang sebenarnya. Untuk
dapat menerapkan pendekatan mimetik dalam penelitian sastra diperlukan
sejumlah data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya
sastra. Sejumlah data yang dimaksud, umumnya, berupa latar belakang
atau sumber penciptaan karya sastra yang akan diteliti. Misalnya, novel
yang ditulis dan diterbitkan pada tahun 1920-an yang berbicara topik
“kawin paksa”, maka peneliti memerlukan data yang berkaitan dengan
sumber dan budaya pada tahun tersebut, dapat berupa latar belakang
sumber penciptaannya.
3. Pragmatic
pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang
pemaknaan karya sastra ditentukan oleh publik pembaca selaku penerima
karya sastra tersebut. Dalam hal ini, karya sastra dipandang sebagai karya
seni yang berhasil (atau unggul) dan baik apabila bermanfaat bagi
masyarakat atau pembacanya. Tolok ukurnya adalah pembaca, apakah
pembaca dapat merasakan hal-hal yang menyenangkan, menghibur, atau
mendidik. Pendekatan pragmatik ini dikembangkan dari fungsi sastra
sebagaimana dirumuskan filsuf Horace, yaitu ‘menyenangkan dan
berguna’ (dulce et utile). Jika pendekatan pragmatik yang digunakan
berarti penelitian ini menelaah manfaat karya sastra bagi masyarakat atau
publik pembaca.
4. Ekspresif
pendekatan ekspresif memandang karya sastra sebagai pernyataan
dunia batin pengarang. Dengan demikian, apabila segala gagasan, cita
rasa, emosi, ide, serta angan-angan merupakan ‘dunia dalam’ pengarang,
maka karya sastra merupakan ‘dunia luar’ yang bersesuaian dengan dunia
dalam itu. Dengan pendekatan tersebut, penilaian sastra tertuju pada emosi
atau keadaan jiwa pengarang sehingga karya sastra merupakan sarana atau
alat untuk memahami keadaan jiwa pengarang. Jika pendekatan ekspresif
yang digunakan berarti penelitian ini menelaah hubungan karya sastra
dengan dunia batin (pengalaman jiwa) pengarang. Pendekatan ini
menonjol pada abad ke-19 atau pada zaman Romantik di Eropa.
Dengan kata lain, pendekatan ekspresif ini merupakan pendekatan
dalam penelitian (karya sastra) yang menekankan fokus perhatiannya pada
sastrawan (pengarang) selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini
memandang karya sastra sebagai hasil ekspresi pengarang, sebagai
curahan perasaan atau luapan perasaan (emosi) dan pikiran pengarang,
atau sebagai produk (hasil) imajinasi pengarang yang bekerja (menulis)
dengan menggunakan persepsi, pikiran atau perasaan. Karena itu, untuk
menerapkan pendekatan ini dalam penelitian sastra, diperlukan sejumlah
data yang berkaitan dengan pribadi pengarang. Data yang berkaitan
dengan pribadi pengarang dapat berupa kapan dan di mana pengarang
dilahirkan, pendidikan, agama, latar belakang sosial budaya, pekerjaan
(profesi lain yang disandangnya), status sosial dalam masyarakat, juga
pandangan kelompok sosialnya.
5. Structural
Strukturalisme juga merupakan paham filsafat yang memandang
dunia sebagai bentuk realitas berstruktur atau suatu hal yang tertib dan
sebagai sebuah relasi dan keharusan. Jaringan relasi ini merupakan
struktur yang bersifat otonom. Menurut Junus (Endraswara, 2011). Ide
dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik (yang menganggap karya
sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya
sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang
asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang
dan pembaca. Pendek kata, strukturalisme menekankan pada otonomi
penelitian sastra. Strukturalis hadir sebagai upaya melengkapi penelitian
sastra yang ekspesivisme dan berbau historis. Menurut paham
strukturalisme, paham ekspresivisme dan historis telah “gagal” dalam
memahami karya sastra. Karena, selalu mengaitkan karya sastra dengan
bidang lain. Padahal, karya sastra sendiri telah dibangun oleh kode-kode
tertentu yang telah disepakati, sehingga memungkinkan pemahaman
secara mandiri.
Pendekatan struktural memandang bahwa memahami sebuah karya
sastra dapat dilihat dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra
dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari
pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984). Pendekatan ini
mencoba melepaskan keterkaitan aspek lain yang menyertai kemunculan
karya sastra sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri.
Dalam penerapannya pendekatan struktural ini memahami karya
sastra secara close reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa
melihat pengarangnya, realitas, dan pembaca). Pendekatan ini mengkaji
(meneliti) karya sastra tanpa melihat pengarang dan hubungan dengan
realitasnya. Analisis pemaknaan (penelitian) difokuskan pada unsur
intrinsik karya sastra. Dalam hal ini setiap unsur intrinsik dianalisis dalam
hubungannya dengan unsur intrinsik yang lain.
Pendekatan struktural dikembangkan oleh formalis Rusia (1915-
1930). Latar belakang pendekatan ini keinginan membebaskan ilmu sastra
dari kungkungan ilmu-ilmu yang lain. Tujuan pendekatan ini adalah
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan sedalam-
dalamnya keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra
yang bersama-sama menghasilkan maksud menyeluruh (Teeuw, 1984).
Dengan kata lain, keutuhan pemaknaan karya sastra dapat dipahami
melalui unsur intrinsik, tanpa bergantung unsur lain di luar keberadaan
karya sastra itu sendiri.
6. Resepsi sastra
Teori Resepsi merupakan pendekatan alternatif tentang bagaimana
memaknai pesan yang diterima dari sebuah media, atau lebih tepatnya
resepsi merupakan tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
makna resepsi sastra adalah tanggapan maupun reaksi dari pembaca
terhadap sebuah karya sastra. Pendekatan reseptif berarti sebuah
pendekatan yang mencoba memahami dan menilai karya sastra
berdasarkan tanggapan para pembacanya. Tanpa peran serta dari audiens
maka keseluruhan aspek-aspek kultural seolah-olah kehilangan maknanya.
Dalam hubungan inilah teori resepsi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: a) resepsi secara sinkronis, penelitian dalam kaitannya
dengan pembaca sezaman, dan b) resepsi diakronis, penelitian dalam
kaitannya dengan pembaca sepanjang sejarahnya. Kesimpulan dapat
diperoleh melalui keberagaman pendapat kelompok peneliti. Sosiologi
sastra.
7. Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang membahas mengenai
masyarakat baik itu perilaku masyarakat tersebut sampai dengan hubungan
interaksi sesama masyarakat. Sedangkan Sosiologi sastra merupakan
pendekatan sastra yang berurusan dengan masalah sosial. Perbedaan antara
keduanya yakni, sosiologi analisisnya bersifat objektif, sedangkan
Sosiologi sastra bersifat subjektif. Sebagai contoh, misalnya dalam
perjalanannya, seorang pengarang menjumpai seorang anak yang cacat
tubuh merintih-rintih meminta belas kasihannya. Sepulang dari perjalanan,
sang pengarang tertarik kepada penderitaan seorang cacat tubuh itu yang
kemudian dijadikan objek dalam karyanya. Hal tersebut dilakukan
pengarang jelas bukan karena anak cacat tadi yang memintanya,
melainkan hati nurani sang pengarang sendiri yang menghendakinya.Oleh
sebab itu, suatu karya sastra sering kali dianggap sebagai ekspresi
pengarang. Bentuk ini kemudian dilihat dari suatu paradigma bahwa
struktur sosial pengarang dapat mempengaruhi penciptaan bentuk karya
sastra tersebut. Hal itu disebabkan tindakan manusia tidak akan lepas dari
interaksi sosial, sementara sistem budaya mempengaruhi struktur
kepribadiannya termasuk tindakan komunikasinya. Dalam lingkungan
tersebut, karya sastra yang merupakan bentuk seni dilahirkan. Dengan
demikian, struktur karya seni mengandung kode dan kesadaran sosial.
8. Feminism
Kaitannya teori feminisme dengan sastra yakni sastra dapat
menjadi media buka suara bagi kaum wanita untuk memperjuangkan
harkat dan martabat perempuan yang pada kala itu terlibat dalam konteks
sosial, politik, sejarah dan ekonomi yang dihadapi dalam kondisi tertindas,
lewat puisi, prosa dan drama.
persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi dalam
kenyataannya selalu dikaitkan dengan kaum perempuan untuk menuntut
persamaan hak dengan laki-laki.
9. Psikologi sastra
Hubungan psikoanalisis dengan sastra ada dua macam. Pertama,
psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan melalui interograsi
tentang psikis manusia yang didasarkan pada tindakan mendengarkan
kata-kata pasien. Jadi, pemikirannya tentang bahasa bukan suatu akibat
yang jauh dari penemuan-penemuannya Bahasa sekaligus dipakai sebagai
wilayah observasi dan alat penyembuh bagi ahli psikoanalisis. Sebagai
bentuk seni, bahasa sastra langsung terlibat karena menurut psikoanalisis
sastra mempunyai hubungan-hubungan tertentu dengan arus tak sadar
Kedua penemuan sastra dan psikoanalisis didasarkan pada pemikiran
Freud, bahwa mimpi fantasi, dan mite sebagai bahan dasar (Milner, 1992:
xiii). .
10. Semiotic
11. Poskolonialisme
Postkolonialisme merupakan era sesudah kolonial, masa sesudah
berakhirnya kolonisasi ini pada umumnya disebut sebagai kondisi kolonial
yang dipertentangkan dengan pemerintahan kolonial. Oposisi biner yang
ditolak dalam postkolonial- isme adalah perbedaan secara diametral antara
Barat dan Timur, penjajah dan yang terjajah, nonpribumi dan pribumi,
kolonialis dan koloni. Dalam hubungan inilah postkolonialisme menjadi
problematis, di satu pihak, yaitu sebagai era tertentu postkolonialisme
berarti negatif, sebaliknya sebagai sikap kritis, sebagai teori, maka
postkolonialisme berarti positif. Atas dasar diatas dapat disimpulkan
bahwa teori Postkolonialisme merupakan teori kritis yang mencoba
mengungkapkan akibat negatif yang timbul akibat kolonialisme. Akibat
yang ditimbulkan bisa seperti degradasi mentalitas serta kerusakan
material. Kaitannya dengan sastra yakni belum banyak yang menyadari
bahwa apa yang ditulis baik dalam ilmu pengetahuan maupun karya sastra,
akan menimbulkan pengaruh besar terhadap perilaku dan proses pemikiran
bangsa selanjutnya.
Menggambarkan makna bahwa bukan berarti setiap hal yang sudah aku
usahakan dapat menjadi penyebab apa yang bisa aku raih, karena dibalik
itu semua terdapat campur tangan dari yang maha kuasa, karena hanya
kepada-nya lah kita (manusia) bergantung.
PAHITNYA HIDUP
Pahit getirnya hidup telah banyak ku lalui
dalam setiap hembusan nafas dan deraian air mata
semua itu telah melukiskan luka tersendiri
dalam satu ruang di hati ini
namun aku tak mau terlalu lama di jajah oleh rasa pilu
karena rasa itu telah menghancurkan harapan ni
Aku telah di dera oleh dinginnya angin malam
hdu
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA