Anda di halaman 1dari 24

Makalah Bahasa Indonesia

“KONSEP DASAR TEORI SASTRA INDONESIA”


Disusun untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu:
MUH. ZUHDY HAMZAH,SS.,M.Pd

Disusun oleh:
Putri Nirmala Arum (220103110042)
Ifatul Mardhiyah (220103110043)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MASRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat, Nikmat, serta Inayahnya kepada kita
semua sehingga kita dapat menyelesaikan tugas saat ini, dan bisa merasakan
nikmatnya menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.

Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Agung nabi


Muhammad SAW. Yang telah menuntun kita dari jalan yang gelap gulita menuju
jalan yang teraang benderang yakni ajaran agama islam.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konsep Dasar


Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
bahwasanya pendidikan itu sangat penting dan merupakan bentuk disiplin ilmu
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Muh. Zuhdy Hamzah,SS.,


M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD/MI yang
senantiasa dengan sabar dan ikhlas membimbing kami. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
yang berjudul “Konsep Dasar Teori Sastra Indonesia”.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih.

Malang, 15 Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pada era digital ini kita yakin bahwasanya dunia sastra semakin
berkembang terbukti dengan adanya berbagai bentuk media dan sarana
yang menunjang begitu pula dengan pengetahuan. Hal tersebut
menumbuhkan suatu dampak positif karena seseorang dapat membuat atau
mengaplikasikan media pembelajaran apapun secara mudah. Pemanfaatan
teknologi saat ini dapat berupa aplikasi yang menyediakan berbagai
bentuk genre novel yang dapat menjadi penghibur diwaktu luang, tidak
hanya aplikasi novel saja yang mampu kita jumpai dengan mudah kita
juga dapat menemukan berbagai bacaan seperti dongeng, puisi, naskah
drama dengan sangat mudah. hal tersebut menjadikan sastra dengan
mudah dijumpai dan diminati banyak orang. Karena dengan adanya media
yang memadai sekarang ini dan teknologi yang berkembang, masyarakat
dengan mudah mengakses tanpa harus memiliki bukunya.
Sastra sendiri merupakan suatu hasil karya seni yang merupakan
bentuk ungkapan seorang penulis yang dituangkan lewat tulisan dan
memiliki tujuan memberi kepuasan sekaligus menyatakan hal-hal yang
bermanfaat bagi kehidupan. Disamping adanya media dan sarana yang
memadai sehingga kita dapat mengakses atau menemukan sastra dengan
mudah, dalam hal itu maka, kita perlu juga untuk mengetahui berbagai
teori yang terdapat dalam karya sastra serta memahami makna yang
terkandung sehingga kita dapat membuka mata dan menyadari dunia di
luar lingkup yang dapat kita jelajahi.
Oleh karena itu, untuk memahami dan menikmati karya sastra
diperlukanlah pemahaman tentang teori sastra. Teori sastra menjelaskan
kepada kita tentang konsep sastra sebagai sa;lah satu ilmu humaniora yang
akan mengantarkan kita pada pemahaman yang terkandung didalamnya
sehingga kita mampu memahami kehidupan manusia yang tertuang
didalamnya. Pada makalah kami ini, kami akan mencobaa menjelaskan
tentang berbagai teori yang terkandung dalam karya sastra serta
pengaplikasianya. Mulai dari pengenalan pengertian teori sastra, macam
macam teori sastra , fungsi teori sastra , konsep dasar teori sastra serta
manfaat pengajaran sastra di mi/sd itu sendiri.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan teori sastra?
2. Bagaiman pengertian teori sastra?
3. Apa saja macam macam teori sastra?
4. Apa fungsi dari teori sastra?
5.
6. Ha
7. Apa manfaat pengajaran sastra pada jenjang SD/MI/

1.3. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian teori dan sastra.
2. Untuk mengetahui lebih dalam apa itu teori sastra.
3. Untuk mengetahui macam macam teori sastra
4. Untuk mengetahui fungsi dari teori sastra
5. Untuk mengetahui hubungan
6. Untuk mengetahui
7. Untuk mengetahui
1.4. Manfaat
1. Mampu memahami pengertian teori sastra
2. Mampu memahami macam macam teori sastra
3. Mampu memahami fungsi dari teori sastra
4. Mampu memahami
5. Mampu memahami
6. Mampu memahami
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Teori Sastra
Teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang
menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati.
Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek
ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi
secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek
atau gejala yang diamati tersebut. Menurut Rene Wellek dan Austin (1993:
37-46).
Kata sastra dibentuk dari akar kata sas- dan tra. Akar kata sas-
menunjukan arti mengarahkan, mengajar, memberi, buku petunjuk, buku
intruksi, atau buku pengajaran (Samsuddin,2019:3). Menurut Padi (2013:89)
mengemukakan bahwa "Sastra adalah kegiatan seni yang menggunakan
bahasa dan simbol lainya garis sebagai alat". Dan sedangkan menurut Rafiek
(2013:98) mengemukakan bahwa "Sastra adalah objek atau gejolak emisonal
penulis dalam mengungkapkan, seperti perasaan sedih, furtasi, gembira
dansebagainya". Menurut Lianawati (2019: 11) menemukakan bahwa "Sastra
merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta teks yang mengandung intruksi
atau pedoman". Sastra dibagi menjadi sastra lisan dan sastra tulisan.
Masyarakat yang belum mengenal huruf tidak punya sastra tertulis, hanya
memiliki tradisi lisan.
Jadi menurut pendapat kami, Teori merupakan sekumpulan dari
konsep yang menjadi dasar suatu ilmu yang bertujuan untuk memperluas
pengetahuan kita dari berbagai sudut pandang dan tokoh ilmuan. Sastra
merupakan suatu karya yang disampaikan secara lisan maupun tulisan yang
terlahir dari perasaan seseorang dalam kehidupan sosialnya kemudian disusun
secara terarah atau sistematis sehingga sastra dapat didefinisikan sebagai
suatu tulisan dengan hasil ciptaan bahasa yang indah serta getaran dari
perwujudan jiwa dalam bentuk tertulis. Jadi sastra merupakan perasaan,
pikiran ,ekspresi bahkan sampai peristiwa yang dialami oleh pengarang yang
kemudian diungklapkan dalam bentuk karya tulis.
Jadi teori sastra adalah bidang atau cabang ilmu sastra yang
mempelajari tantang konsep dasar yang terdapat dalam sastra seperti prinsip,
hukum, kategori, serta kriteria suatu karya sastra yang menjadi pembeda
dengan yang bukan sastra. Untuk memahami serta menikmati suatu karya
sastra maka diperlukanlah pemahaman tentang teori sastra guna untuk
mengantarkan kita kepasa pemahaman serta penikmatan fenomena yang
tterkandung didalamnya.

b. Macam-MacamTeori Sastra
1. Pendekatan objektif
Pendekatan objektif adalah sebuah pendekatan yang hanya
mengkaji karya sastra itu sendiri tanpa adanya hubungan dengan hal-hal
lain di luar karya sastra. Pendekatan objektif ini tidak memandang bahwa
karya sastra berhubungan dengan pengarang sebagai penciptanya,
melainkan berhubungan dengan unsur yang ada di dalam karya sastra itu
sendiri. Menurut Hasanuddin (2019:131) pendekatan objektif adalah
pendekatan yang menyelidiki karya sastra berdasarkan kenyataan yang ada
di dalam teks sastra tersebut. Hal- hal yang berada di luar karya sastra
dianggap tidak perlu digunakan dalam menganalisis sebuah karya sastra,
walaupun hal-hal tersebut masih mempunyai hubungan dengan karya
sastra. Dalam praktik kerjanya pendekatan ini sangat menjaga prinsip
otonom. Pengarang sebagai pencipta dan realitas objektif merupakan unsur
penunjang saja sehingga tidak perlu dianalisis. Jadi, penilaiannya adalah
berdasarkan keharmonisan unsur-unsur pembentuknya yang dilihat dari
nilai karya sastra tersebut.
2. Mimetic
pendekatan mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan atau
pembayangan dunia kehidupan nyata sebagaimana dikemukakan Plato dan
Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni (baca: karya sastra) merupakan
tiruan alam yang nilainya jauh di bawah realitas sosial dan ide, sedang
Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari
segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni (termasuk karya sastra)
merupakan aktivitas manusia. Pandangan ini pada akhirnya berkembang
jauh sehingga memunculkan sosiologi sastra (sebagai cabang ilmu dalam
sastra maupun sebagai pendekatan dalam penelitian sastra) yang
memandang karya sastra sebagai dokumen sosial atau gambaran
kehidupan masyarakat; atau psikologi sastra (baik sebagai cabang ilmu
dalam sastra maupun pendekatan dalam penelitian sastra) yang
memandang karya sastra sebagai dokumen dunia batin masyarakat
sebagaimana terwujud dalam dunia batin pengarang dan (atau melalui)
tokoh-tokoh ciptaan pengarang. Menurut pandangan tersebut, karya sastra
merupakan bentuk persepsi pengarang terhadap realitas kehidupan sosial
suatu zaman sehingga pemahaman sastra berarti pengkajian hubungan
antara karya sastra dan dunia ideologi yang berkembang di masyarakat dan
zamannya. Jika pendekatan mimetik yang digunakan berarti penelitian
tersebut menekankan perhatian atau analisisnya pada ketepatan atau
kesesuaian karya sastra dengan objek yang dilukiskan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan mimetik merupakan
pendekatan yang dalam mengkaji (meleliti) karya sastra dengan
memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata
mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan.
Dalam pendekatan ini karya sastra (produk yang dihasilkan pengarang)
dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan yang sebenarnya. Untuk
dapat menerapkan pendekatan mimetik dalam penelitian sastra diperlukan
sejumlah data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya
sastra. Sejumlah data yang dimaksud, umumnya, berupa latar belakang
atau sumber penciptaan karya sastra yang akan diteliti. Misalnya, novel
yang ditulis dan diterbitkan pada tahun 1920-an yang berbicara topik
“kawin paksa”, maka peneliti memerlukan data yang berkaitan dengan
sumber dan budaya pada tahun tersebut, dapat berupa latar belakang
sumber penciptaannya.
3. Pragmatic
pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang
pemaknaan karya sastra ditentukan oleh publik pembaca selaku penerima
karya sastra tersebut. Dalam hal ini, karya sastra dipandang sebagai karya
seni yang berhasil (atau unggul) dan baik apabila bermanfaat bagi
masyarakat atau pembacanya. Tolok ukurnya adalah pembaca, apakah
pembaca dapat merasakan hal-hal yang menyenangkan, menghibur, atau
mendidik. Pendekatan pragmatik ini dikembangkan dari fungsi sastra
sebagaimana dirumuskan filsuf Horace, yaitu ‘menyenangkan dan
berguna’ (dulce et utile). Jika pendekatan pragmatik yang digunakan
berarti penelitian ini menelaah manfaat karya sastra bagi masyarakat atau
publik pembaca.
4. Ekspresif
pendekatan ekspresif memandang karya sastra sebagai pernyataan
dunia batin pengarang. Dengan demikian, apabila segala gagasan, cita
rasa, emosi, ide, serta angan-angan merupakan ‘dunia dalam’ pengarang,
maka karya sastra merupakan ‘dunia luar’ yang bersesuaian dengan dunia
dalam itu. Dengan pendekatan tersebut, penilaian sastra tertuju pada emosi
atau keadaan jiwa pengarang sehingga karya sastra merupakan sarana atau
alat untuk memahami keadaan jiwa pengarang. Jika pendekatan ekspresif
yang digunakan berarti penelitian ini menelaah hubungan karya sastra
dengan dunia batin (pengalaman jiwa) pengarang. Pendekatan ini
menonjol pada abad ke-19 atau pada zaman Romantik di Eropa.
Dengan kata lain, pendekatan ekspresif ini merupakan pendekatan
dalam penelitian (karya sastra) yang menekankan fokus perhatiannya pada
sastrawan (pengarang) selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini
memandang karya sastra sebagai hasil ekspresi pengarang, sebagai
curahan perasaan atau luapan perasaan (emosi) dan pikiran pengarang,
atau sebagai produk (hasil) imajinasi pengarang yang bekerja (menulis)
dengan menggunakan persepsi, pikiran atau perasaan. Karena itu, untuk
menerapkan pendekatan ini dalam penelitian sastra, diperlukan sejumlah
data yang berkaitan dengan pribadi pengarang. Data yang berkaitan
dengan pribadi pengarang dapat berupa kapan dan di mana pengarang
dilahirkan, pendidikan, agama, latar belakang sosial budaya, pekerjaan
(profesi lain yang disandangnya), status sosial dalam masyarakat, juga
pandangan kelompok sosialnya.
5. Structural
Strukturalisme juga merupakan paham filsafat yang memandang
dunia sebagai bentuk realitas berstruktur atau suatu hal yang tertib dan
sebagai sebuah relasi dan keharusan. Jaringan relasi ini merupakan
struktur yang bersifat otonom. Menurut Junus (Endraswara, 2011). Ide
dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik (yang menganggap karya
sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya
sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang
asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang
dan pembaca. Pendek kata, strukturalisme menekankan pada otonomi
penelitian sastra. Strukturalis hadir sebagai upaya melengkapi penelitian
sastra yang ekspesivisme dan berbau historis. Menurut paham
strukturalisme, paham ekspresivisme dan historis telah “gagal” dalam
memahami karya sastra. Karena, selalu mengaitkan karya sastra dengan
bidang lain. Padahal, karya sastra sendiri telah dibangun oleh kode-kode
tertentu yang telah disepakati, sehingga memungkinkan pemahaman
secara mandiri.
Pendekatan struktural memandang bahwa memahami sebuah karya
sastra dapat dilihat dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra
dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari
pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984). Pendekatan ini
mencoba melepaskan keterkaitan aspek lain yang menyertai kemunculan
karya sastra sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri.
Dalam penerapannya pendekatan struktural ini memahami karya
sastra secara close reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa
melihat pengarangnya, realitas, dan pembaca). Pendekatan ini mengkaji
(meneliti) karya sastra tanpa melihat pengarang dan hubungan dengan
realitasnya. Analisis pemaknaan (penelitian) difokuskan pada unsur
intrinsik karya sastra. Dalam hal ini setiap unsur intrinsik dianalisis dalam
hubungannya dengan unsur intrinsik yang lain.
Pendekatan struktural dikembangkan oleh formalis Rusia (1915-
1930). Latar belakang pendekatan ini keinginan membebaskan ilmu sastra
dari kungkungan ilmu-ilmu yang lain. Tujuan pendekatan ini adalah
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan sedalam-
dalamnya keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra
yang bersama-sama menghasilkan maksud menyeluruh (Teeuw, 1984).
Dengan kata lain, keutuhan pemaknaan karya sastra dapat dipahami
melalui unsur intrinsik, tanpa bergantung unsur lain di luar keberadaan
karya sastra itu sendiri.
6. Resepsi sastra
Teori Resepsi merupakan pendekatan alternatif tentang bagaimana
memaknai pesan yang diterima dari sebuah media, atau lebih tepatnya
resepsi merupakan tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
makna resepsi sastra adalah tanggapan maupun reaksi dari pembaca
terhadap sebuah karya sastra. Pendekatan reseptif berarti sebuah
pendekatan yang mencoba memahami dan menilai karya sastra
berdasarkan tanggapan para pembacanya. Tanpa peran serta dari audiens
maka keseluruhan aspek-aspek kultural seolah-olah kehilangan maknanya.
Dalam hubungan inilah teori resepsi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: a) resepsi secara sinkronis, penelitian dalam kaitannya
dengan pembaca sezaman, dan b) resepsi diakronis, penelitian dalam
kaitannya dengan pembaca sepanjang sejarahnya. Kesimpulan dapat
diperoleh melalui keberagaman pendapat kelompok peneliti. Sosiologi
sastra.
7. Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang membahas mengenai
masyarakat baik itu perilaku masyarakat tersebut sampai dengan hubungan
interaksi sesama masyarakat. Sedangkan Sosiologi sastra merupakan
pendekatan sastra yang berurusan dengan masalah sosial. Perbedaan antara
keduanya yakni, sosiologi analisisnya bersifat objektif, sedangkan
Sosiologi sastra bersifat subjektif. Sebagai contoh, misalnya dalam
perjalanannya, seorang pengarang menjumpai seorang anak yang cacat
tubuh merintih-rintih meminta belas kasihannya. Sepulang dari perjalanan,
sang pengarang tertarik kepada penderitaan seorang cacat tubuh itu yang
kemudian dijadikan objek dalam karyanya. Hal tersebut dilakukan
pengarang jelas bukan karena anak cacat tadi yang memintanya,
melainkan hati nurani sang pengarang sendiri yang menghendakinya.Oleh
sebab itu, suatu karya sastra sering kali dianggap sebagai ekspresi
pengarang. Bentuk ini kemudian dilihat dari suatu paradigma bahwa
struktur sosial pengarang dapat mempengaruhi penciptaan bentuk karya
sastra tersebut. Hal itu disebabkan tindakan manusia tidak akan lepas dari
interaksi sosial, sementara sistem budaya mempengaruhi struktur
kepribadiannya termasuk tindakan komunikasinya. Dalam lingkungan
tersebut, karya sastra yang merupakan bentuk seni dilahirkan. Dengan
demikian, struktur karya seni mengandung kode dan kesadaran sosial.

8. Feminism
Kaitannya teori feminisme dengan sastra yakni sastra dapat
menjadi media buka suara bagi kaum wanita untuk memperjuangkan
harkat dan martabat perempuan yang pada kala itu terlibat dalam konteks
sosial, politik, sejarah dan ekonomi yang dihadapi dalam kondisi tertindas,
lewat puisi, prosa dan drama.
persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi dalam
kenyataannya selalu dikaitkan dengan kaum perempuan untuk menuntut
persamaan hak dengan laki-laki.
9. Psikologi sastra
Hubungan psikoanalisis dengan sastra ada dua macam. Pertama,
psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan melalui interograsi
tentang psikis manusia yang didasarkan pada tindakan mendengarkan
kata-kata pasien. Jadi, pemikirannya tentang bahasa bukan suatu akibat
yang jauh dari penemuan-penemuannya Bahasa sekaligus dipakai sebagai
wilayah observasi dan alat penyembuh bagi ahli psikoanalisis. Sebagai
bentuk seni, bahasa sastra langsung terlibat karena menurut psikoanalisis
sastra mempunyai hubungan-hubungan tertentu dengan arus tak sadar
Kedua penemuan sastra dan psikoanalisis didasarkan pada pemikiran
Freud, bahwa mimpi fantasi, dan mite sebagai bahan dasar (Milner, 1992:
xiii). .
10. Semiotic

11. Poskolonialisme
Postkolonialisme merupakan era sesudah kolonial, masa sesudah
berakhirnya kolonisasi ini pada umumnya disebut sebagai kondisi kolonial
yang dipertentangkan dengan pemerintahan kolonial. Oposisi biner yang
ditolak dalam postkolonial- isme adalah perbedaan secara diametral antara
Barat dan Timur, penjajah dan yang terjajah, nonpribumi dan pribumi,
kolonialis dan koloni. Dalam hubungan inilah postkolonialisme menjadi
problematis, di satu pihak, yaitu sebagai era tertentu postkolonialisme
berarti negatif, sebaliknya sebagai sikap kritis, sebagai teori, maka
postkolonialisme berarti positif. Atas dasar diatas dapat disimpulkan
bahwa teori Postkolonialisme merupakan teori kritis yang mencoba
mengungkapkan akibat negatif yang timbul akibat kolonialisme. Akibat
yang ditimbulkan bisa seperti degradasi mentalitas serta kerusakan
material. Kaitannya dengan sastra yakni belum banyak yang menyadari
bahwa apa yang ditulis baik dalam ilmu pengetahuan maupun karya sastra,
akan menimbulkan pengaruh besar terhadap perilaku dan proses pemikiran
bangsa selanjutnya.

Jadi menurut pandangan kami,

c. Konsep Dasar Teori Sastra


1. Sastra Sebagai Karya Seni
Dikemukakan oleh Wellek (1968:156) bahwa orang tidak dapat
memahami analisis suatu karya seni tanpa menunjukan nilainya.
Anggapan bahwa nilai telah melekat dalam karya seni demikian ini,
merupakan kesalahan analisis fenomenologi murni. Analisis Roman
Ingarden ini yang begitu maju, menurut Wallek menjadi turun nilainya
karena tidak menunjukan nilai karya sastra.
Dengan demikian, analisis kaum formalis karena menekankan aspek
formal karya sastra, maka karya sastra dipecah-pecah secara analitik.
Analisis menjadikan struktur karya sastra menjadi fragmen-fragmen yang
tak saling berhubungan dan kehilangan maknanya sebagai kayra seni yang
harus dipahami maknanya dan nilainya. Karya sastra dianalisis,
dicincang-cincang hanya sebagai cadaver (mayat), kata Arief Budiman
(1978:120), yang kehilangan nyawanya
a. Penerapan sastra sebagai karya seni
Penerapan sastra sebagai karya seni kami mengambil dari salah satu puisi
berjudul “JADI” karya Sutardji Calzoum Bachri.
JADI
Tidak setiap derita jadi luka
Tidak setiap sepi jadi duri
Tidak setiap tanda jadi makna
Tidak setiap Tanya jadi ragu
Tidak setiap jawab jadi sebab
Tidak setiap mau jadi mau
Tidak setiap tangan jadi pegang
Tidak setiap kabar jadi tahu
Tidak setiap luka jadi kaca
Memandang Kau
Pada wajahku!

Analisis karya puisi diatas menurut pandangan kami:

Puisi diatas yang berjudul “JADI” karya Sutardji Calzoum Bachri


pengarang mengekspresikan perasaan cinta yang mendalam. Dalam puisi
ini Sutarji menggunakan bahasa yang sederhana dan beberapa metafora
yang kuat untuk menyampaikan perasaanya.

Pada bait pertama ”Tidak Setiap Derita Jadi Luka”

Menggambarkan makna ketika aku melihat cinta-Nya yang ada pada


diriku sebagai pribadi sendiri, aku akhirnya menyadari keagungan-Mu
sehingga setiap sakit hati yang aku alami tidak akan melukai hatiku.

Pada bait kedua “Tidak Setiap Sepi Jadi Duri”

Menggambarkan makna ketika aku menyadari cintamu serta kebahagiaan


yang kamu berikan kepadaku sehingga aku sadar bahwa tidak semua rasa
kesepian menjadi suri disisiku.

Pada bait ketiga “Tidak Setiap Tanda Jadi Makna”

Menggambarkan makna bahwasanya tidak semua tanda yang diramalkan


orang memiliki makna yang diberikan itu,

Pada bait keempat ”Tidak Setiap Tanya Jadi Ragu”


Menggambarkan bahwasanya semua pertanyaan tentang keberadaanmu
tidak akan membuatku ragu karena aku memiliki kepercayaan yang penuh
terhadapmu.

Pada bait kelima “Tidak setiap jawab jadi sebab”

Menggambarkan bahwasanya semua yang aku lakukan didunia ini tidak


menjadi penyebab dari apa yang terjadi di dunia ini. Misalnya, tidak
semua kesuksesan didasarkan pada apa yang dicita-citakan orang.

Pada bait keenam “Tidak Setiap Seru Jadi Mau”

Menggambarkan makna ketika aku mendapat seruan untuk menjauh dari


sang pencipta, tidak membuatku mengikuti seruan itu, karena tidak semua
seruan mengarah kepada sang pencipta.

Pada bait ketujuh “Tidak Setiap Tangan Jadi Pegang”

Menggambarkan makna bahwa bukan berarti setiap hal yang sudah aku
usahakan dapat menjadi penyebab apa yang bisa aku raih, karena dibalik
itu semua terdapat campur tangan dari yang maha kuasa, karena hanya
kepada-nya lah kita (manusia) bergantung.

Pada bait kedelapan “Tidak Setiap Kabar Jadi Tahu”

Menggambarkan makna bahwa tidak setiap berita yang dikabarkan


tentang-Nya membuat aku tahu akan diri-Nya, tetapi akal dapat
digunakan untuk membuktikan adanya Tuhan dengan memahami dan
menghayati segala sesuatu yang ada di alam, termasuk manusia dan
permasalahannya.

Pada bait kesembilan “Tidak Setiap Luka Jadi Kaca”

Menggambarkan makna bahwa tidak setiap musibah yang diberikan sang


pencipta menjadikan kesedihan bagi manusia.

Pada bait terakhir “Memandang Kau Pada Wajahku”


Pada bait terakhir ini penulis menggambarkan bahwa apabila kita melihat
kembali karunia Tuhan yang terdapat pada diri kita (manusia) maka
manusia akan berserah pada Tuhan.

b. Hubungan puisi diatas dengan teori sastra sebagai karya seni


Menurut kami, Teori sastra yang diungkapkan oleh walleck dengan
puisi diatas memiliki keterkaitan yakni terdapat pada pemaknaan karya
sastra ciptaan Sutardi Calzoum Bachri hal ini dimaksudkan bahwasanya
suatu karya sastra seperti puisi diatas tidak dapat memiliki makna jika
belum dibaca oleh pembaca karena pembacalah yang menerapkan kode
yang ditulis sastrawan untuk menyampaikan pesan. Bisa jadi dalam
pemaknaaan banyak yang menafsirkan dengan arti-arti yang berbeda,
dalam hal ini pengarang menyampaikan gagasanya dalam bentuk puisi
sebagai seni yang ditandai dengan penuh persejajaran bentuk dan arti.
pengulangan yang terdapat didalamnya membentuk sebuah irama. Irama
tersebut menyebabkan liris dan konsentrasi. Sehingga sastra dalam karya
seni ini diharapkan mampu meemberikan kepuasan estetik dan intelektual
bagi pembaca.

2. Sastra dan Kehidupan


Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang per ulis dan
mengungkapkan pribadi pengarang (Selden, 1985: 52).
Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri. tentang
masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta (Semi, 1993: 1). Sastra
adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa. Sastra
adalah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani. Sastrawan dapat
dikatakan sabagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan
masalah hidup, kejiwaan, dan filsafat, bukan dengan cara teknis akademis
melainkan melalui tulisan sastra. Perbedaan sastrawan dengan orang lain
terletak pada kepekaan sastrawan yang dapat menembus kebenaran hakiki
manusia yang tidak dapat diketahui tertembus oleh orang lain (Darma,
1984: 52-66).
a. Penerapan sastra dan kehidupan
Penerapan sastra dan kehidupan kami mengambil dari salah satu puisi
karya Yani yang berjudul “Pahitnya Hidup”

PAHITNYA HIDUP
Pahit getirnya hidup telah banyak ku lalui
dalam setiap hembusan nafas dan deraian air mata
semua itu telah melukiskan luka tersendiri
dalam satu ruang di hati ini

Kecewa, sakit, menahan setiap luka


goresan itu telah melukai batin yang sudah cukup tersiksa ini
dan semakin lama membuatku makin sakit dan sakit
kini aku telah di rambah oleh keterasingan hidup dan kesengsaraannya
semangatku tlah patah

senyumanku tlah pudar


karena aku tlah terjerat dalam sbuah kehidupan yang semu
Aku terjatuh di sbuah jurang kgelapan
tersesat dalam jalan tak brujung dan
tenggelam di tengah lautan tak bertepi
Dingin dan sunyinya malam slalu menyudutkanku dalam tangis
manis pahitnya hdup mmbwtku bimbang dan resah
aku bener-benar terpuruk dalam keterprukan yang panjang
ksedihan mmnhi stiap anganku

fikiranku di penuhi awan mendung yang gelap


smakin lama smakin ku ingin menjauh, pergi, dan lari
membawa setiap luka dan rasa kecewa

namun aku tak mau terlalu lama di jajah oleh rasa pilu
karena rasa itu telah menghancurkan harapan ni
Aku telah di dera oleh dinginnya angin malam

yank menusuk ragaku


aku di landa ketakutan kegelapan yang mencekam
Kini aku benar-benar mrasakan pahitnya hidup
sendiri dlam sbuah kterasingan
yang menghdiekan sjuta luka kalbu
Setiap ku mencoba tuk berdiri

aku slalu di dudukkan oleh byangan dunia kegelapan


byangan itu slalu melayang-melayang di benak ni
mengiringi stiap pijakan alngkah kaki dan detak jantung
Aku lemah langkahku gontai

merasakan tabir kehidupan ni


alunan nada sendu selalu berdengung-dengung di pendengaranku
tatapan kebencian selalu membayangiku dlm tangis
Kesunyian, hesendirian, dan kesedihanki
telah menggagalkanku dalam mengarungi hdup ini
aku kehilangan……………
Analisis karya puisi diatas menurut pandangan kami
puisi dengan judul “pahitnya hidup” karya yani m

b. Hubungan puisi diatas dengan teori sastra dan kehidupan

hdu

E. Manfaat Pengajaran Sastra di SD/MI


1. Nilai Personal
a. Perkembangan Emosional
Pada anak usia dini yang belum dapat berbicara atau baru bisa
mengucapkan satu kata atau lebih, ketika diajak bernyanyi sambil
bertepuk tangan anak terlihat menikmati lagu-lagu dan larut dalam
kegembiraan, hal itu dapat dikatakan bahwa puisi-lagu tersebut dapat
merangsang emosi anak.
Lewat bacaan cerita itu anak akan belajar bagaimana mengelola
emosinya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal
tersebut dipandang sebagai aspek personalitas yang besar
pengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini lebih berperan
daripada IQ.
b. Perkembangan Intelektual
Selain dapat mendengarkan kisah yang menyenangkan dan
memuaskan, cerita juga menampilkan urutan kejadian yang
mengandung logika pengurutan. Sehingga antara peristiwa satu
dengan peristiwa lain memiliki hubungan kausalitas (sebab-akibat).
Hal itu secara langsung atau tidak langsung akan membangun sifat
kritis pada diri anak yang dapat dibentuk melalui keingintahuan anak
mengenai cerita yang bersangkutan. Dengan kata lain melalui kegiatan
membaca cerita itu, aspek intelektual anak juga ikut terkembangkan.
c. Perkembangan Imajinasi
Cara penyampaian sastra amat berpengaruh bagi anak usia dini
yang belum dapat membaca dan hanya dapat memahami sastra lewat
orang lain. Karena sastra merupakan karya yang mengandalkan
kekuatan imajinasi dan menawarkan petualangan imajinasi yang luar
biasa kepada anak. Lewat cerita itu anak akan memperoleh
pengalaman yang luar biasa (vicarious experience) yang setengahnya
mustahil diperoleh lewat cara-cara selain membaca sastra, selain itu
mereka juga diajak melihat dunia dengan sudut pandang baru.
Dalam hal ini yang dimaksud Imajinasi bukan sebagai daya khayal
saja, tetapi lebih merujuk pada makna pemikiran yang kreatif, jadi hal
tersebut bersifat produktif.. Oleh karena itu, sejak dini potensi yang
amat penting tersebut harus salurkan agar dapat berkembang secara
wajar dan maksimal antara lain lewat penyediaan bacaan sastra.
d. Pertumbuhan Rasa Sosial
Pada usia 3-5 tahun pada diri seorang anak sudah mulai
terbentuk kesadaran bahwa orang lain pasti hidup dalam kebersamaan,
rasa tertarik masuk dalam kelompok, dan kesadaran bahwa ada orang
lain di luar dirinya bahkan sudah ada sebelumnya. Kesadaran inilah
yang kemudian dapat ditumbuh kembangkan lewat bacaan sastra
melalui perilaku tokoh. Bagaimana tokoh-tokoh itu saling berinteraksi
untuk bekerja sama, saling membantu, melakukan aktivitas keseharian
bersama, dan lain-lain yang berkisah tentang kehidupan bersama
dalam masyarakat.
Kesadaran anak untuk hidup bermasyarakat dan berkelompok semakin
besar sejalan dengan perkembangan usia. Pada anak rentan usia 10-12
tahun biasanya sudah memliki rasa keadilan dan kepedulian tinggi
terhadap orang lain. Bahkan, pengaruh kelompok atau kehidupan
bermasyarakat tersebut akan semakin besar melebihi pengaruh
lingkungan di keluarga, misalnya dalam penerimaan konsep baik dan
buruk. Sehingga bacaan cerita sastra yang "mengeksploitasi"
kehidupan bersosial secara baik akan mampu menjadikannya sebagai
contoh bertingkah laku sosial kepada anak sebagaimana aturan sosial
yang berlaku.
e. Pertumbuhan Rasa Etis dan Religius
Sastra juga berperan dalam pengembangan aspek personalitas
yang lain, yaitu rasa etis dan religius. Bentuk penokohan dalam cerita
sastra memiliki andil dalam menunjang perkembangan perasaan, sikap
etis dan religius. Karena pada dasarnya anak kecil memiliki potensi
menirukan segala sesuatu yang ia dengar maupun lihat. penyampaian
nilai-nilai pembentukan kepribadian tersebut terlihat langsung atau
sedikit terselubung dalam karakter dan tingkah laku tokoh.
Nilai-nilai sosial, moral, etika, dan religius perlu ditanamkan kepada
anak sejak dini secara efektif lewat sikap dan perilaku hidup
keseharian. Hal itu tidak saja dapat dicontohkan oleh dewasa di
sekeliling anak, melainkan juga lewat bacaan cerita sastra yang juga
menampilkan sikap dan perilaku tokoh untuk memperkuat pandangan
anak terhadap perilaku tersebut.

Jadi menurut pendapat kami, perkembangan dan pengajaran


sastra pada anak SD/MI sangatlah penting, karena hal tersebut dapat
menumbuhkan beberapa manfaat yang dibutuhkan anak pada usia
tersebut, seperti dapat membantu proses berpikir anak, anak dapat
membangun sifat kritis tentang pengetahuan melalui cerita yang
dibacanya. Selain itu anak dapat menumbuhkan proses imajinasi, anak
dapat berperilaku sosial dengan baik, dapat mengambil beberapa
keteladanan pada hal yang dibacanya karena pada usia tersebut anak
lebih suka meniru tentang apa yag dia baca, lihat dan dengar. Tak
hanya itu anak juga dapat menumbuhkan rasa cinta pada membaca
seperti membaca dongeng, cerpen dan lain lain serta dapat
memperoleh perkembangan bahasa seperti aktif reseptif
(mendengarkan dan membaca) maupun aktif produktif (berbicara dan
menulis).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai